"Hoi! Kau yang menabrakku duluan!" teriak Sakura.
"Cepat kemari! Minta maaf!" dia kembali berteriak.
Pria itu terus berjalan, tidak memperdulikan bisikan di belakangnya.
"Uchiha Sasuke!"
Seketika ia berhenti. Dari balik masker juga topi hitamnya, ia terkejut. Tidak menyangka bahwa perempuan gila yang baru saja ditabrak, mengenali dirinya.
"Aku tahu, itu kau! Uchiha Sasuke!" Sakura berteriak dengan lantangnya. Dia menyeringai senang karena telah berhasil—mungkin—mempermalukan Sasuke, di depan publik.
Bisik-bisik mulai terdengar. Orang-orang memperhatikan pertengkaran keduanya. Beberapa bahkan mulai mengeluarkan ponsel, mengabadikan momen itu dalam bentuk foto dan video.
Sasuke menggeram kesal dalam hati. Niat diri ingin sembunyi-sembunyi, tetapi penyamarannya justru terbongkar sekarang karena ulah bar-bar Sakura. Kenapa dia selalu sial ketika bertemu perempuan itu, sih?
"Benar, 'kan? Kau pasti Sasuke si pantat ayam, maka dari itu kau jadi diam saja. Apa gara-gara ayam di kepalamu sedang berak, kah?" Sakura terus mengejek Sasuke. Dia masih nyaman duduk bersila di aspal. Memperhatikan Sasuke yang terdiam mematung.
Tapi, hal tidak dia sangka dalam pikirannya terjadi. Sasuke berbalik dan berjalan cepat ke arahnya.
"Jangan berisik," desis Sasuke. Mata hitam yang mengintip dari celah antara topi dan masker menatap Sakura tajam.
Lalu, tangan Sasuke menarik Sakura untuk bangun. Tidak cukup dengan itu, ia membawa (baca: menyeret) Sakura untuk mengikuti langkahnya. Orang-orang yang menyaksikan bahkan ikut mengejar. Membuat aksi kejar-kejaran antara 'blackpink' dan warga terjadi.
"Hei, hei! Apa-apaan ini?!" Sakura berusaha menarik tangannya yang dipegang erat oleh Sasuke.
Sasuke diam tidak menjawab. Perempuan itu hanya bisa ikut berlari mengikuti langkah lebar orang yang menggenggam tangannya.
Seruan yang ada di belakang mereka mulai menjauh, begitu Sasuke berlari ke arah gang kecil. Sepi dan kumuh. Hawanya seketika berubah menjadi lembab akibat apitan dari dua tempat di sisinya. Mereka berlari semakin ke dalam, melewati setiap tikungan guna mencari tempat aman.
Laju mereka memelan, hingga akhirnya berhenti. Sakura terengah hebat. Dadanya terasa sakit, ketika paru-paru memompa oksigen. Keringat mengucur deras. Rambutnya sudah acak-acakan, bahkan ada beberapa yang menempel di dahi. Beginilah efek dari jarang berolahraga. Sekalinya olahraga lari, dia berlari seperti dikejar anjing gila.
Sementara itu keadaan Sasuke tak se-mengenaskan Sakura. Napasnya tidak terlalu memburu, keringat pun hanya terlihat sedikit dari balik kaos hitam yang ia kenakan. Baginya, yang tadi itu sudah seperti berlari dalam kecepatan sedang di treadmill selama sepuluh menit. Staminanya menjadi terlatih karena berteman dengan atlet sepak bola handal, Uzumaki Naruto. Lagipula, sebagai seorang aktor yang terkadang berlaga dalam film-nya, Sasuke jadi harus rajin berolahraga demi menjaga bentuk tubuh idaman kaum pria.
Sakura mengatur napas sebelum berkata, "Ini ... di mana?"
Nah, itu dia masalahnya.
Sasuke melihat sekelilingnya. Ia sendiri tidak tahu sekarang mereka berdua berada di mana. Tadi, ia terus berlari tanpa memikirkan jalan, mengikuti ke mana arah kaki membawanya.
Sakura yang menangkap gerak-gerik aneh Sasuke menatapnya horor, "Jangan bilang kau tidak tahu jalannya?"
Sasuke melepas sedikit maskernya, sekarang hanya mulutnya saja yang tertutup oleh benda itu.
"Seperti yang kau tanyakan. Kita tersesat."
Mulut perempuan berambut merah muda itu menganga. Dia tidak percaya bahwa dirinya akan diajak bertualang bersama seorang aktor terkenal.
"Ya Tuhan ..." desah lelah Sakura. Mata hijaunya kini menatap Sasuke tajam, "Kau sedang berakting bertualang dalam film action atau bagaimana? Jika ingin tersesat, jangan ajak orang lain juga."
Sasuke mendecak, "Cerewet sekali."
Sakura melotot, "Aku tersesat gara-gara seseorang! Terus aku bisa apa selain mengomelinya? Mendaki gunung? Atau melewati lembah, ha? Ya Tuhan ... bisa darah tinggi aku."
Kelamnya malam itu menatap Sakura datar. Seharusnya Sasuke yang mengatakan itu semua. Justru perempuan itulah penyebab tersesatnya mereka disini. Andai dia tidak berteriak, menyerukan namanya dengan lantang. Ini semua tidak akan terjadi.
"Lebih baik kita coba untuk berjalan, dengan itu mungkin bisa menemukan jalan pulang."
Sakura mengangkat sebelah alisnya, "Dan kemungkinan bisa semakin tersesat? Tidak, terima kasih."
Sasuke menghela napas lelah, butuh kesabaran ekstra menghadapi gulali lepek yang satu ini.
"Pakai otakmu, ada ponsel menganggur, maka gunakanlah," balas Sasuke.
Kelopak mata itu mengerjap beberapa kali. Seakan baru menyadari kebodohan yang dilakukannya selama ini.
"Ah ya, kau benar ..." gumamnya pelan.
Sakura membuka tas selempang yang tersampir di bahu. Mengambil benda pipih canggih dari dalam sana.
Sakura membuka aplikasi map agar dapat mengetahui lokasi keduanya saat ini. Dia berjalan memimpin jalan dengan Sasuke yang mengekori.
Beberapa menit berjalan mencari jalan keluar. Akhirnya mereka kembali sampai di pinggir jalan yang tadi mereka lewati ketika berlari.
Sakura menggeliat, mengangkat kedua tangannya ke udara, "Akhirnyaa!"
Sedangkan Sasuke mendengus melihat kelakuan Sakura. Ia diam saja saat ini, memikirkan bagaimana caranya pulang karena ia tidak membawa sepeserpun uang.
"Bisa aku pinjam ponselmu?" tanya Sasuke.
Sakura mendelik, menatap Sasuke dengan tatapan menyelidik, "Untuk apa?"
"Aku harus menghubungi seseorang untuk menjemputku," jawab Sasuke datar.
Mata hijau itu memberikan tatapan mengejek pada Sasuke. Meski begitu, dia tetap memberikan ponselnya, "Kau tidak bawa uang? Apa sekarang Uchiha Sasuke sudah menjadi miskin?"
Sasuke mendengus, "Berisik."
Lalu kekehan terdengar.
Jari-jari panjang dan kokoh itu mengetik sekelompok nomor yang dihapalnya. Saat ini Sasuke sedang berusaha untuk menelpon salah satu sahabatnya untuk dimintai tolong. Dan pilihannya jatuh pada Sai karena pria itu punya waktu lebih luang daripada sahabatnya yang lain.
o0o
Yamanaka Ino berjalan keluar dari butik miliknya. Jam menunjukkan pukul enam lebih sepuluh menit. Sengat panas matahari sudah tidak terasa. Jingganya membawa suasana nyaman sebagai pelepas penat.
Sebelumnya dia telah memberi wejangan pada para karyawan untuk mengunci pintu bagi yang terakhir pulang. Dan itu adalah Yoko. Dia harus segera menyelesaikan gaun pesanan pelanggan, jadilah bekerja sedikit lebih lama.
Jari telunjuknya memutar-mutar kunci mobil selama melangkah ke parkiran. Tidak lupa dengan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya.
You are what you wear.
Maka dari itu, penampilan adalah hal paling utama dalam hidup Ino. Mix and match pakaian merupakan kegiatan favoritnya sejak kecil. Sebagai anak tunggal dalam keluarga Yamanaka, kedua orang tuanya juga selalu mendukung apa keinginan sang putri.
Ino berdiri di hadapan mobil Honda Jazz berwarna putih miliknya. Membuka pintu mobil, lalu masuk ke dalamnya.
Jalanan kota Tokyo di sore hari ini tidak terlalu ramai. Ino mengendarai kendaraannya dengan kecepatan sedang. Lagu Come Through dari Jonas Blue, Kaskade, dan Olivia Noelle bergema dalam mobil. Kepalanya bergerak kesana-kemari mengikuti irama musik.
Ino berkendara dengan aman-aman saja, sebelum sebuah mobil berwarna hitam menabrak bumper mobilnya saat akan berbelok. Untung saja dia tidak melaju terlalu cepat. Jika tidak, melayang sudah nyawanya.
Dia menggeram kesal, keluar dari mobil dengan amarah menggebu-gebu. Ino menggebrak pintu kaca mobil hitam itu.
"Hei, keluar kau!"
Kaca mobil menurun, menampilkan sosok seorang pria berambut sama dengan warna mobilnya, sedang menyandarkan kepala pada setir.
Bibir berbalut pewarna persik itu membuka, bersiap mencerca orang di dalam dengan segala macam cacian yang dirinya ketahui. Sebelum bisikan lirih menghentikan niatannya.
"Tolong aku ... aku tidak bisa bernapas."
.
.
.
tbc.
