"Tolong aku ... aku tidak bisa bernapas."

Butuh beberapa detik bagi Ino untuk segera tersadar akan hal apa yang sedang terjadi. Dengan cekatan tangannya masuk melewati jendela, membuka kunci mobil dari dalam. Dia membantu orang itu untuk bersandar pada sandaran mobil.

"Tenanglah, tarik napas lewat hidungmu," Ino mengarahkan pria tersebut. "Bagus ... sekarang keluarkan lewat celah bibir."

Pria itu mengikuti, melakukan kegiatan mengatur napas yang diarahkan oleh Ino. Perlahan-lahan rasa berat di dadanya mulai menghilang. Ia dapat bernapas lebih baik, tapi masih merasa sedikit lemas.

Ino menatap pria itu, "Aku ada air di mobil. Kau tunggu disini, sebentar," dia kemudian berjalan cepat memasuki mobilnya. Mengambil satu buah botol air mineral, lalu diberikan pada si pria pemilik mobil hitam.

"Lebih baik?"

Si pria mengangguk, "Ya, terima kasih," gumamnya.

Ino tersenyum tipis, "Kau selamat dari amukanku untuk sekarang ... Shimura Sai."

Sai terkekeh, "Aku sedang beruntung."

Bola mata biru itu memutar, kemudian berubah tajam saat bertatapan dengan mata Sai. Kedua tangan Ino taruh di depan dada. Satu alisnya terangkat meminta penjelasan.

"Setahuku kau tidak punya asma," ujar Ino.

"Memang."

"Lalu, tadi kau kenapa?"

Sai tersenyum, "Bukan urusanmu."

Jika saja mereka hidup dalam dunia komik, perempatan siku-siku sudah muncul di dahi Ino. Disertai dengan api yang berkobar di belakangnya.

Tanpa rasa belas kasihan, sebuah pukulan melayang ke kepala Sai. Membuat empunya mengaduh kesakitan, mengusap-usap kepala. Dalam hati ia mendumel, Dia masih saja bar-bar.

"Tenagamu masih kuat seperti babi, ya?"

Ino melotot, "Kau bilang aku seperti babi?"

Gawat.

Sai menggeleng sangat cepat hingga terdengar bunyi tulang yang bergesekan, "Tidak! Kau salah dengar. Aku bilang barbie, bukan babi."

Kedua mata Ino menatap dengan curiga pada Sai. Tapi, tidak lama kemudian dia menyibakkan rambutnya sendiri, "Ya, aku memang seperti boneka barbie."

"Tapi, kau lebih terlihat seperti boneka Annabelle."

Ingin sekali rasanya mulut Sai mengatakan hal itu. Namun, ia masih sayang nyawa. Masih banyak sekali masterpiece yang belum ia hasilkan semasa hidupnya. Impiannya untuk membangun museum sendiri juga belum tercapai. Maka dari itu, perkataan di atas tidak boleh diucapkan apabila dirinya ingin hidup panjang.

Percecokan tidak bisa lepas dari Ino dan Sai bila keduanya dipertemukan. Saat masih kecil dulu, mereka sempat menjadi teman bermain. Rumah mereka berdua saling berhadapan.

Ino yang seorang anak tunggal, selalu ingin merasakan, bagaimana rasanya memiliki seorang kakak. Dia selalu bermain ke rumah Sai untuk mengajaknya bermain. Tapi, figur seorang kakak yang dia dambakan, tidak didapatnya dari seorang Shimura Sai. Yang ada justru dirinya terus dijahili setiap kali bertemu.

Pernah suatu ketika, Ino datang ke rumah Sai dengan gaun yang sewarna dengan matanya. Dibagian pinggang terdapat pita berwarna putih susu, menyelarakan perpaduan warna antara rambut juga mata Ino.

Dia berjalan setengah meloncat ke kamar milik Sai. Nyonya Shimura berkata pada Ino saat itu, bahwa anaknya sedang dalam mood buruk. Tapi, bukan Ino namanya jika dia tidak keras kepala. Dan pada akhirnya jeritan seorang anak kecil bergema di rumah itu.

Sai yang usianya tiga tahun lebih tua dari Ino tanpa sengaja melempar sebuah pesawat terbang dari kertas. Niatnya ingin mengejutkan Ino begitu masuk ke dalam kamar, namun tragisnya, pesawat itu justru mendarat di mata Ino yang seketika menjerit kesakitan.

Semenjak kejadian tersebut terjadi, Ino tidak lagi datang ke kediaman Shimura. Satu tahun kemudian, keluarga itu pindah rumah dan tidak lagi berhubungan dengan keluarga Yamanaka.

Ino bertemu lagi dengan Sai dua tahun yang lalu, ketika dirinya baru membuka butik sendiri. Entah darimana, Sai muncul memberinya sebuah buket bunga.

o0o

Hari apa sekarang? Sakura sudah lupa. Biasanya seorang murid sekolahan yang akan lupa hari jika sudah lama tidak masuk sekolah. Sama seperti Sakura, hanya saja dia lupa hari karena sudah lama tidak bekerja.

Dia mulai merasa putus asa.

Sakura mendesah lesu, rutinitasnya belakangan ini tidak jauh dari bangun tidur, mandi, makan, mengecek email, menonton televisi, lalu tidur lagi dan terus saja seperti itu. Terkadang juga bertemu dengan Ino.

Dia menyandarkan diri pada sofa, menonton serial kartun ditemani semangkuk sereal. Namun, fokusnya tidak pada tayangan yang ada di hadapannya. Melainkan kejadian kemarin, ketika dirinya tersesat bersama Sasuke. Sakura tidak tahu mengapa dia malah memikirkan hal tersebut.

Sakura berjengit merasakan getaran di samping tempatnya duduk. Dia menghembuskan napas lega, hampir saja serealnya tumpah.

Menaruh mangkuknya terlebih dahulu, Sakura mengambil benda yang bergetar itu kemudian meletakannya di telinga.

"Halo?"

"SAKURA!" seru suara yang ada di seberang sana.

Sakura menjauhkan ponselnya dari telinga. Alisnya mengernyit. Ck, dia lupa melihat terlebih dahulu siapa orang yang menelpon.

"Jangan berteriak, Ino."

"Aku tidak bisa untuk tidak berteriak! Cek televisimu sekarang!"

"Ada apa? Sekarang ini aku sedang menonton," balas Sakura.

"Buka channel gosip sekarang! Kau masuk televisi!"

Sakura berteriak, "APA?!"

Dengan secepat kilat, Sakura mengganti tontonannya. Matanya membelalak melihat hal yang terpampang di layar LED itu. Dirinya ada di sana!

'Diketahui, ada seorang anti-fan yang berulah. Beberapa hari lalu, aktor terkenal Uchiha Sasuke terlibat dalam sebuah perseteruan bersama salah seorang wanita yang diduga merupakan anti-fan Sasuke.

Dalam video yang beredar, perempuan berambut merah muda itu terlihat berjalan berlawanan arah dengan Sasuke. Tapi, begitu mereka bersinggungan, dia menjatuhkan diri ...'

Sakura menganga. Dia tidak menjatuhkan diri sendiri!

"Gosip sialan," geram Sakura. Tangan putihnya terkepal kuat di atas paha.

'... menyalahkan Sasuke. Selain itu, ada juga video lain yang merekam penghinaan perempuan itu akan aktor tampan pemilik tatapan maut kebanggaan negara Jepang.'

"Tampan? Ya, kalau dilihat dari lubang sedotan!"

'Dalam video yang bertempat di salah satu supermarket, Sasuke dan Sasori terlihat berhadapan dengan seorang perempuan. Perempuan yang sama, meneriaki Sasuke dengan sebutan 'pantat ayam'. Sementara itu, dia terlihat sangat mengagumi Sasori yang notabene-nya adalah sahabat Sasuke. Sudah jelas terlihat sekali bahwa dia adalah seorang anti-fan, 'kan?'

Sakura mengernyit marah, ini acara gosip atau tempat menyebar fitnah? Lagi, dia tidak menyangka bahwa saat di supermarket, ada orang yang merekam kejadian di saat dirinya mengejek Sasuke. Keadaannya sepi.

"Sakura?"

Orang yang dipanggil mengerjapkan mata sesaat. Dia melihat ponselnya yang masih terhubung telpon dengan Ino. Saking kesalnya, Sakura sampai lupa jika dia masih bertukar suara.

"Sakura, kau di sana?"

"Ya, aku masih disini," jawab Sakura. Dia sudah mematikan televisi. Emosinya bisa tidak terkontrol bila dia terus melihat siaran gosip itu.

"Kau tidak apa?" tanya Ino khawatir. Bagaimanapun, tidak ada orang yang baik-baik saja melihat gosip buruk mengenai dirinya sendiri.

"Mm-hm."

"Aku ke apartment-mu, ya?"

"Tidak perlu, kau pasti sibuk," Sakura menolak dengan halus.

"Tidak, tidak. Sahabatku lebih penting sekarang."

Tut!

Telpon terputus.

Sakura tersenyum tipis. Dia selalu merasa bersyukur karena memiliki sahabat seperti Ino. Meski terkadang berlaku sangat menjengkelkan, tetapi dia punya rasa kepedulian yang besar pada dirinya.

Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

Begitulah seharusnya hubungan antara sahabat. Bukan menjadi:

Ringan sama dijinjing, berat sama sendiri.

.

.

.

.

tbc.


author's note:

haloo!

aku disini mau bilang terima kasih sebanyak-banyaknya buat kalian yang udah nyempetin kasih review, love, dan lain sebagainya buat semua ceritaku di akun ini. aku selalu pengen bilang ini disetiap cerita, cuma lupa terus TT.

oh, iya, ANTI-FAN! sebenernya udah update lebih banyak chapter di watt#pad. kalau kalian mau, kalian boleh baca yang di sana. dan memang, ceritaku di sini juga kebanyakan udah di publish di sonoh, hehehe.

udah, segitu aja. sekali lagi, terima kasih!

btw, ini nama akun oranye aku: @/naylaavia