Sasori mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Seluruh tubuhnya terasa pegal dan lengket, karena baru saja menyelesaikan operasi yang memakan waktu berjam-jam.
Sesampainya di rumah, lelaki berambut merah itu segera membersihkan diri di kamar mandi. Sasori hanya tinggal sendiri. Terpisah dari kedua orang tuanya. Ia pindah ke Tokyo demi melanjutkan pendidikan perguruan tingginya. Meninggalkan orang tua, juga sanak saudaranya di Kagawa.
Dulu, Sasori masih ingat ketika para tetangga mencaci dirinya karena ingin menjadi dokter. Bisa apa memangnya seorang anak dari keluarga pas-pasan? Makan sehari tiga kali saja sudah bisa dibilang beruntung.
Tetapi, Sasori tutup telinga dan mata saja. Tidak menghiraukan apa kata orang lain. Selagi ia mampu dan memiliki kesempatan, kenapa tidak?
Lihatlah sekarang, Sasori dapat membungkam perkataan orang-orang yang dulu menghinanya. Membuktikan bahwa dirinya mampu menjadi seorang dokter spesialis kulit yang sukses.
Setelah selesai bersih-bersih, Sasori menghempaskan diri ke ranjang. Memainkan ponselnya sembari bersandar pada pinggiran ranjang.
Naruto
(send a picture)
Sai
On my way!
Naruto
Ok
Sasori
Aku ikut
Naruto
Sasuke, kau ikut?
Sasuke
Hm
Sasori segera bergegas mengambil kunci mobil dan sebuah topi berwarna hitam untuk dipakai. Ia mengenakan sebuah hoodie berwarna abu-abu, juga ripped jeans yang senada dengan topi di kepalanya. Kembali masuk ke dalam benda bermesin itu, mengendarainya menuju rumah Naruto.
Bekerja sebagai seorang dokter, tidak menentukan bahwa ia hidup dengan sehat. Percayalah, dokter juga manusia. Mereka bisa minum alkohol dan memakan makanan cepat saji. Tidak melulu tentang sayuran ataupun buah-buahan. Ditambah, bagi Sasori, meminum alkohol adalah salah satu caranya melepas penat.
Di antara mereka berempat, hanya Sasuke yang sedikit lebih normal dibanding para sahabatnya. Maksudku, misalnya seperti ini; apabila dalam seminggu mereka minum alkohol empat kali, Sasuke akan menghadirinya tiga kali saja. Paham 'kan dengan apa yang kumaksud?
Sekitar dua puluh menit di perjalanan, akhirnya mobil Sasori sampai di pekarangan rumah Naruto. Di sana sudah terparkir mobil sport milik Sasuke.
Sasori turun dari mobilnya setelah memarkirkan benda tersebut. Ia berjalan ke arah pintu rumah sahabatnya, lalu menekan bel yang terdapat di samping pintu.
Tak lama kemudian, pintu itu terbuka menampilkan sosok Naruto yang bertelanjang dada, dan hanya mengenakan boxer berwarna putih dengan bermotif smiley face emoji.
Sasori mengernyit, "Menjijikkan."
Naruto menggedikkan bahunya tak acuh, ini adalah outfit favoritnya di malam hari. Ia kemudian berjalan ke arah ruang bersantai yang ada di lantai dua. Disusul oleh Sasori dari belakang.
Dalam ruangan tersebut, terlihat Sasuke yang sedang bermain billiard. Sasori kembali mengernyit melihat penampilan Sasuke, emm ... cukup berbeda? Ya, berbeda karena ada sebuah telapak tangan seseorang berbekas di pipinya.
"Tatto yang keren, Bung!" Sasori mendudukkan dirinya di sofa.
Sasuke mendecih sebal.
"Siapa yang membuatnya? Dia terlihat sangat berbakat," dokter muda itu menyeringai. Kemudian ia bangkit menuju pantry yang terdapat beberapa botol anggur juga gelas di atasnya.
Sasuke berhenti sejenak dari kegiatannya, "Kau tahu, menjadi orang terkenal itu cukup menyulitkan."
"Yayaya, Tuan Sasuke dengan segala ketenarannya," Sasori membawa sebuah gelas dan sebotol anggur. Membawanya kembali ke sofa.
"Ingat, Merah, kau masih memiliki hutang padaku," ujar Sasuke.
Menuangkan anggur pada gelasnya, Sasori berdehem mengiyakan. "Tapi, aku tidak punya waktu untuk menjadi babumu sebulan penuh. Aku memiliki jadwal seminar di London."
Naruto yang sedari tadi diam saja memakan camilan dan anggurnya mendengus, "Alasan."
"Diam kau, Kuning!"
"Berisik, Merah!"
"Durian!"
"Bayi!"
"Durian!"
"Jom-"
Brak!
Sebuah suara pintu di tendang menghentikkan perdebatan keduanya, dari balik pintu ruang bersantai, terdengar suara heboh seperti benda-benda berjatuhan.
"Bantu aku, sialan!"
Makian terdengar dari balik sana, membuat Sasuke akhirnya memilih bangkit dan berjalan ke arah pintu. Begitu membukanya, terlihat Sai yang sedang kerepotan membawa kanvas cukup besar, juga beberapa peralatan melukisnya.
Sai membawa barang-barangnya itu, lalu menaruh kanvas di bawah sofa, menyenderkan benda putih kesayangannya. Kemudian diikuti dengan cat dan berbagai macam kuas, ia taruh di meja depan sofa.
Kenapa Sai yang terakhir datang, padahal ia berangkat paling awal? Mudah saja. Itu karena rumah Sai lebih jauh jaraknya dari rumah Naruto. Selanjutnya ada Sasori, dan terakhir Sasuke. Rumah pria tersebut hanya membutuhkan waktu sekitar tujuh menit untuk sampai di rumah pesepak bola handal kita.
"Air ... aku butuh air ..." Sai berjalan tergesa-gesa menuju pantry di ruangan tersebut. Ia mengambil satu gelas cukup besar, lalu mengisinya dengan air dari lemari pendingin. Meneguknya dengan tidak sabaran.
Sai mendesah saat merasakan kerongkongannya kembali lembab setelah bersentuhan dengan air. Ia mengusap sisa air yang membasahi sekitaran mulutnya. Mungkin saja jika para kaum hawa melihatnya, mereka akan menjerit menonton keseksian Sai yang dipertunjukkan secara cuma-cuma.
"Kau terlihat seperti ikan yang berada di daratan," ejek Naruto.
"Kau kumaafkan karena telah memberi minuman gratis."
Naruto menyeringai, "Siapa bilang itu tidak ada harganya? Bayar."
o0o
Ke empat pria tampan yang memiliki berbagai profesi itu, sedang fokus dengan urusannya masing-masing. Naruto dan Sasuke masih bermain dengan billiardnya. Ada Sai yang sudah mabuk bersama dengan lukisan maha karyanya. Juga, Sasori yang serius dengan ponsel di genggamannya.
Pria berwajah awet muda itu menjelajah akun media sosial miliknya sendiri. Sesekali tangannya bergerak untuk meminum anggur di gelas. Ia menekan tanda hati ketika melihat foto perempuan cantik, tampil di layar ponselnya.
Beberapa kali Sasori menggulirkan layar, matanya membelalak menemukan sebuah postingan yang cukup menarik.
Sebuah foto bertuliskan 'SEDANG SANGAT MEMBUTUHKAN PEKERJAAN, JIKA ADA, HUBUNGI SEGERA!!!!'
Namun, bukan foto tersebut yang menarik perhatian Sasori. Melainkan orang yang mengunggah postingan itu.
hrn_sakura.
Ia yakin bahwa itu adalah Sakura yang dirinya kenal. Sakura yang selalu memerah ketika bertemu dengan Sasuke. Bukan memerah karena malu, tapi karena kekesalan yang meluap-luap.
Dan, entah kebetulan darimana, ketika dirinya butuh seseorang untuk membantu melunasi hutang pada Sasuke, Sakura juga sedang butuh pekerjaan.
Sasori menyeringai, sebuah rencana menakjubkan tersusun di kepalanya. Ini akan menarik.
"Hei, Sasuke."
"Apa?"
"Karena aku ada jadwal seminar, dan kau terus saja menagih hutang melayanimu selama sebulan. Bagaimana jika aku membayar orang lain untuk melakukan hal tersebut?" tanya Sasori.
Sasuke menatap sahabatnya sekilas, "Terserah."
"Oke."
"Apa yang kau rencanakan?" tanya Sasuke tanpa mengalihkan perhatiannya pada bola billiard. Ia membidik dengan serius. Bola langsung tersebar, memantul ke sana-kemari dan saling bertabrakan. Ada sekitar tiga bola yang masuk kelubang.
"Hm? Tidak ada," jawab Sasori.
Mata hazelnya menatap layar ponsel, menampilkan profil dari akun Sakura. Ia menekan tombol 'follow' berwarna biru. Bayangan ekspresi terkejut Sakura ketika akun media sosialnya diikuti oleh Sasori, membuat dirinya tertawa kecil. Sasori tahu, bahwa perempuan tersebut adalah salah satu fans-nya.
Sasori kemudian membuka menu pesan, ia mengetikkan sesuatu di sana.
Hai, Sakura! Ini aku Sasori. Kulihat kau butuh pekerjaan, dan kebetulan sekalu aku juga memiliki sebuah pekerjaan yang bisa kau kerjakan. Kau mau?
Selama mengetik kalimat tersebut, Sasori tidak berhenti tertawa. Membuat ketiga temannya menatap aneh pria berambut merah itu.
Dia sudah gila! ujar mereka dalam hati.
tbc.
