Sakura menatap langi-langit kamar dengan pandangan kosong. Berpikir tentang apakah dia harus menerima tawaran Sasori, atau tidak.
Masalahnya, dia tidak tahu pekerjaan apa yang ditawarkan oleh pria itu. Bagaimana jika dia ditawari pekerjaan untuk menjadi salah satu objek eksperimennya? Memikirkan hal tersebut saja sudah membuat dirinya merinding.
Berguling ke samping, Sakura mengambil ponselnya yang masih menunjukkan layar percakapan antara dirinya dan Sasori. Menatap lamat-lamat setiap kata demi kata dari pesan yang dikirim Sasori.
Ingin menolak, tapi dia sedang sangat membutuhkan pekerjaan. Tidak tahu darimana munculnya, perasaan Sakura mengatakan bahwa dia harus menerima tawaran ini. Merasa bahwa pekerjaan tersebut akan membawa perubahan besar pada hidupnya. Entah buruk atau baik. Namun, Sakura memang butuh berubah, dari kehidupannya yang sangat monoton.
Sakura menghembuskan napas dengan keras, dia harus membulatkan tekad untuk menerima tawaran idolanya itu. Baik-buruknya bisa dipikirkan nanti.
Kemudian, dengan cepat Sakura membalas pesan dari Sasori.
SasoriHai, Sakura! Ini aku Sasori. Kulihat kau butuh pekerjaan, dan kebetulan sekalu aku juga memiliki sebuah pekerjaan yang bisa kau kerjakan. Kau mau?
Sakura
Aku mau!
Pekerjaannya seperti apa?
SasoriRahasia :pTapi, tenang saja. Ini bukan sejenis pekerjaan menjaga buaya, kok.Sakura
Ah, kalau begitu sebentar.
Akan kupikirkan terlebih dahulu.
SasoriOke.Kabari aku jika kau sudah siap.Sakura
Emm, baiklah, kuterima tawaran kerja ini.
Kapan aku sudah mulai bisa bekerja?
SasoriBagus!Aku ingin bertemu denganmu dulu untuk membahasnya. Hari Minggu, ketika jam makan siang. Bagaimana?Sakura
Baiklah.
Lagi-lagi Sakura menghela napas. Hari Minggu dirinya akan bertemu dengan Sasori, membahas tentang masalah pekerjaan yang entah apa itu. Sekarang baru hari Kamis, masih ada waktu dua hari hingga hari pertemuan.
Sakura memejamkan mata.
Hari ini terasa sangat melelahkan baginya. Terjebak di dalam apartment seharian, tidak bisa ke mana-mana karena ada banyak paparazzi di bawah, mencarinya untuk dijadikan bahan penghasil uang mereka.
Lalu, di malam harinya, Sasori tiba-tiba datang dengan tawaran pekerjaan rahasia yang diberikan padanya. Sakura berharap, hal itu dapat merubah hidupnya.
Perlahan-lahan rasa kantuk menyerang, menarik paksa dirinya ke dalam dunia mimpi.
Tidak apa-apa, Sakura ingin beristirahat sejenak dari semua kepenatan ini.
o00o
Hari di mana ia akan bertemu dengan Sasori telah tiba.
Sakura menatap diri sendiri di hadapan cermin. Ia sudah merasa yakin dengan memakai dress selutut berwarna peach, disertai motif bunga di bagian bawahnya. Rambut merah muda sepunggungnya Sakura biarkan tergerai indah.
Benar-benar mengagumkan.
Sakura meringis melihat penampilannya sendiri. Apakah dirinya terlihat terlalu berlebihan hanya untuk sebuah pertemuan? Ini bahkan bukan sebuah kencan! Sakura merasa bahwa dia terlalu berlebihan, menanggapi ajakan milik Sasori.
Tapi, ya sudah, sesekali tampil cantik di hadapan pria tampan tidak ada salahnya, bukan?
Setelah persiapannya selesai, Sakura mengambil tas miliknya, lalu keluar dari kamar apartment. Tidak lupa untuk mengunci pintu tersebut, dan pergi menggunakan taxi yang sebelumnya telah ia pesan.
Di sepanjang perjalanan, Sakura terus berbalas pesan dengan Ino. Sahabat pirangnya itu meminta agar sepulang bertemu Sasori, Sakura harus langsung pergi ke butiknya.
Di sana ia akan diintrogasi habis-habisan, karena selama dua hari kemarin, mereka berdua belum bertemu. Ino bersama segala kesibukan pekerjaannya, dan Sakura yang dalam masa isolasi menghindari paparazzi.
Sekitar dua puluh lima menit berlalu, Sakura akhirnya sampai juga di café tempat mereka akan membahas sesuatu. Perempuan berambut merah muda itu keluar dari taxi, tidak lupa untuk membayar tarif argonya.
"Terima kasih," ujar Sakura sebelum menutup pintu taxi. Dia berjalan masuk ke dalam café yang ternyata berjarak cukup dekat, dari rumah sakit tempat Sasori bekerja. Mungkin karena itulah Sasori memilih tempat ini.
Begitu Sakura masuk ke café itu, aroma vanilla langsung bertemu dengan indra penciumannya. Hawa yang sejuk juga menambah kesan nyaman di tempat bernama Vlaa Café tersebut. Suasananya lumayan ramai, karena memang sekarang sudah memasuki jam makan siang.
Sakura duduk di salah satu meja dekat kaca, berada paling pojok kanan. Tadi, Sasori mengabarinya jika ia akan sedikit telat karena ada urusan mendadak. Maka dari itu, Sakura memesan minuman favoritnya terlebih dahulu.
Jus strawberry.
Setiap meminumnya, Sakura selalu teringat dengan kejadian jus tumpah bersama Sasuke.
Awal mula ia menyukai jus strawberry, adalah saat dirinya berumur enam tahun. Kala itu, Sakura kecil baru saja pulang bermain bersama teman-temannya. Matahari musim panas yang begitu menyengat, membuat ia kepanasan. Sang ibu—Mebuki Haruno, kebetulan juga sedang membuat jus dari buah berwarna merah tersebut, lalu memberikannya pada putri kecilnya.
Rasa lelah juga penat seketika menghilang. Perpaduan antara manis dan asam buah strawberry yang segar, langsung membuat Sakura menjadikan jus itu minuman favoritnya. Setiap saat, ia ingin selalu meminumnya. Membuat Mebuki menggeleng-gelengkan kepalanya, karena berhasil membuat sang anak menjadi seorang maniak jus strawberry.
Bayangan nostalgia Sakura seketika buyar saat seseorang mengetuk mejanya menggunakan pulpen. Ia mendongakkan kepala melihat siapa orang tersebut, dan ternyata Sasori telah sampai di sini.
Sasori mendudukkan dirinya di kursi depan Sakura, "Halo."
Sakura tersenyum canggung, dia menganggukkan kepala sekali, "A-ah, ya ... hai?"
Melihat balasan awkward dari perempuan di hadapannya, membuat Sasori terkekeh. "Tidak perlu terlalu canggung begitu, santai saja," ia tersenyum kecil.
"Oke."
"Kau ingin kita langsung bicara atau makan terlebih dahulu? Jujur saja aku sudah sangat lapar," tanya Sasori sembari memasang ekspresi sedih. Mengelus perut rata berototnya seolah-olah seperti orang yang belum makan selama lima hari.
Sakura tidak dapat menahan tawanya, kebiasaannya yang selalu menepuk tangan ketika tertawa, membuat beberapa perhatian di sana teralih padanya.
Saat menyadari dirinya menjadi pusat perhatian, Sakura segera berhenti, lalu menundukkan kepala beberapa kali ke arah mereka yang menatap.
Matanya bertatapan dengan milik Sasori yang memandang lucu.
"Jadi bagaimana?"
Sakura mengangguk dengan cepat, "Y-ya! Kita bisa makan siang terlebih dahulu. Aku tahu waktumu tidak begitu banyak."
Sasori tersenyum, "Terima kasih."
Lelaki itu kemudian mengangkat tangannya, memanggil pelayan untuk memesan makanan. Begitu juga dengan Sakura yang memesan camilan, karena dia baru meminum jus saja sedari tadi.
o00o
Setelah menghabiskan waktu beberapa menit dalam keheningan. Acara makan siang mereka kini telah selesai. Di meja mereka kini hanya ada dua gelas minuman yang menemani perbincangan keduanya.
Sasori melipat kedua tangannya di atas meja, mata hazelnya menatap Sakura dengan serius.
Disaat merasakan perbincangan mereka akan dimulai, Sakura pun membalas tatapan Sasori tidak kalah fokusnya. Telinganya terbuka lebar-lebar guna mendengarkan apa yang akan Sasori bahas.
Sasori berdehem sekali, "Langsung saja akan aku katakan."
"Silakan."
"Oke, Sakura, terus terang aku membutuhkan bantuanmu untuk menggantikanku selama satu bulan."
Sakura mengernyitkan dahinya, "Menggantikan ... dalam hal apa?"
Sekilas, Sasori terlihat ragu dengan apa yang akan ia katakan. "Aku bertaruh dengan sahabatku saat sedang bermain game. Bagi mereka yang kalah, akan mendapat hukuman melayani pemenangnya selama sebulan."
"Dan, ya ... aku kalah. Saat ini dia menagih hutang kekalahanku, sementara minggu depan, aku sudah harus pergi ke London. Hanya, satu bulan saja. Aku akan membayar kebaikanmu itu sebanyak ¥350,000. Bagaimana?"
Sakura melotot.
Gila! Itu hampir setengahnya dari gaji Sasori selama satu bulan! Sakura tidak menyangka bahwa akan mendapat uang sebegitu banyaknya hanya dalam waktu satu bulan.
"K-kau serius?"
"Tentu saja, kau keberatan?
Sakura melotot, "Tidak, tidak! Mana mungkin aku keberatan."
"Bagus."
Sasori meminum lemon granitas banana-nya terlebih dahulu sebelum berkata, "Mulai besok, kau sudah bisa bekerja. Aku akan memberikan alamat dan nomor telpon sahabatku nanti."
"Baiklah."
Pria bermarga Akasuna itu kemudian berdiri, tangannya terulur untuk berjabatan dengan Sakura.
"Terima kasih atas bantuanmu."
Sakura mengangguk dengan tangan yang masih bersalaman, "Terima kasih juga atas bantuanmu."
tbc.
