Disclaimer masih sama.


Ch 8 : Fall Out


Lord Charles membaca edisi terakhir the Quibbler dan menyeringai. Meneruskan surat dari Oliver Twist merupakan hal terbaik yang pernah ia lakukan. The Quibbler memberinya kesempatan untuk menanyakan pertanyaan terlarang yang tak bisa dilakukan the Prophet di bawah iklim politik pada saat itu. Momen ia menjadi Kepala Editor adalah waktu yang membanggakan untuknya, tapi momen tersebut tidak bertahan lama.

Bersama kematian keluarga Potter dan pengaruh politik maupun finansial mereka, the Prophet jatuh perlahan ke dalam akal bulus dan kekuasaan kementerian. Prinsip dan fundamental yang dianut oleh Potter dalam urusan bisnis pun menghilang. Tanpa pengaruh mereka sebagai pemegang saham utama, the Prophet tak lebih menjadi budak Kementerian. Terima kasih Merlin, sekarang hal itu sudah berubah.

Ketika Fudge mengancam untuk menutup the Prophet karena tidak mengikuti aturan kementerian, dia dihadapkan di atrium kementerian oleh pengacara the Prophet dan ditampar dengan gugatan mengganggu bisnis pribadi. Cornelius Fudge tidak bisa menutup surat kabar itu karena kementerian tidak punya kontrol saham untuk melakukannya, maupun tidak dapat membuktikan penyimpangan yang dilakukan the Prophet. Konfrontasi publik dan berikutnya rasa malu cukup untuk membuat Fudge kembali ke kantornya dengan terburu-buru, dokumen hukum digenggam dalam genggamannya yang berkeringat.

Mengambil sebuah pena bulu, Lord Charles menulis catatan untuk editor saingannya, Xeno Lovegood. Oliver Twist ini bagaikan udara segar di tengah komplek pabrik. Sebagai editor the Prophet dan jurnalis sampai ke tulang-tulang, merupakan tugasnya untuk bergabung dalam perburuan dan mengipas api revolusi yang dinyalakan the Quibbler.

o~o~o

Aula utama berdengung. Di meja Ravenclaw, Luna Lovegood membagikan salinan the Quibbler kepada siapa saja yang menginginkannya. Seantero aula, banyak yang terlihat membaca di satu tangan sedang yang lain digunakan untuk makan. Beberapa mengejek koran tersebut, tapi lebih banyak murid yang menganggukkan kepala mereka karena setuju. Jika diperhatikan lebih seksama, mereka akan sadar kebanyakan yang mengangguk adalah kelahiran muggle. Beberapa dari Ravenclaw punya keluarga di penelitian manajemen dan statistik. Mereka tahu di mana harus menemukan data yang diperlukan untuk membuktikan atau menyangkal pernyataan Twist. Para burung hantu akan sibuk malam ini, itu pun jika kepala sekolah tidak menutupnya.

Harry mengunyah pelan sepotong roti panggang sembari mendengarkan percakapan di sekitarnya. Satu salinan the Quibbler menempel di wajah Hermione. Untung saja, Dobby tahu lebih baik daripada mengirimkan salinan milik Harry di depan banyak saksi mata.

"Apa?! Aku tidak bisa percaya ini." Hermione bersungut. "Ini pasti salah! Maksudmu orangtuaku membayar edukasi kelas rendah?! Aku bisa saja mempersiapkan tingkat kuliah dengan apa yang mereka bayarkan di sini!"

"Apa yang sedang kau lakukan, 'Mione?" Ron bertanya dengan mulut penuh telur. "Demi nama Merlin, hapa hyang kau hhicarakan hekawang?"

Menutup salinan the Quibbler miliknya dengan penuh emosi, dia mendesis, "Aku, waktu itu, diberi tahu kalau Hogwarts adalah sekolah sihir paling penting di dunia. Ini mengatakan sebaliknya, dan jika benar, Hogwarts salah memberi penggambaran dan membuka diri untuk tindakan hukum."

"Harry!?" Ron mengomel, meludahkan potongan sarapannya di seberang meja. "Apa dia sudah gila?"

"Bagaimana?! Bagaimana dia tahu kita jadi prefek?" Hermione tergagap. "Kita bahkan tidak tahu sampai seminggu sebelum naik kereta."

Harry bersandar di meja, menghabiskan sisa bagian yang belum dikunyah. "Jangan bawa-bawa aku, kawan. Sebentar lagi akan terlambat. Aku harus segera ke kelas. Tanya salah satu anak Ravenclaw jika kau ragu. Mereka tertarik pada hal-hal seperti itu." Harry mengangkat bahu pada Hermione, lalu membawa tasnya. "Mungkin dia menulisnya di kereta dan melihat kalian berdua berjaga?"

o~o~o

Fillius Flitwick sangat puas dengan asramanya. Ravenclaw itu terdorong penelitian, tapi mereka juga tahu bahwa logika tidak selalu menjadi penuntas masalah. Dalam waktu dekat, dia yakin dia akan membaca makalah penelitian berdasarkan artikel the Quibbler hari ini. Dia terkekeh pelan pada dirinya sendiri. Makalah-makalah tersebut bisa menjadi bacaan yang menarik.

Di ujung lain meja kepala, Severus Snape meremukkan the Quibbler dengan ganas, menekannya kuat-kuat. "Beraninya mereka mencetak sampah terang-terangan seperti itu! Beraninya bocah kurang ajar itu menyimpulkan pengajar sekolah ini tidak kompeten!" Bagi semua yang duduk di meja kepala, sepertinya Master Ramuan itu mengambil pengecualian pribadi pada gugatan dalam artikel milik Twist.

"Severus, anakku," kata Albus, mengangkat pandangan dari jatah pagi selai lemon dan scone miliknya. "Ada yang salah?"

"Sudahkah kau melihat koran … koran picisan ini, Albus? Twist sudah keterlaluan! Dia berani menyiratkan kalau Hogwarts memberi muridnya edukasi rendahan!" Severus berbuih dalam kemurkaan.

"Oh Severus, tenangkan dirimu. Aku tidak berpikir orang-orang akan menganggap serius coretan seorang anak." Minerva McGonagall berkata, mengalihkan pandangannya dari salinan the Quibbler miliknya. "Kecuali jika ini membuatmu tersinggung? Beri tahu aku Severus, berapa banyak ular-ular kecilmu, atau orangtua mereka, yang akan mendatangimu untuk memprotes kualitas edukasi anak mereka di sini? Hogwarts sudah menjadi pemimpin dunia di antara sekolah sihir lain sejak dibangun."

"Apa yang kau implikasikan?" Severus menggeram.

"Hanya ini menjadi, 'Prahara dalam teko'*), dan kupikir tidak sepadan dengan energi yang dikeluarkan untuk mengomeli hal ini." Minerva mendengus, menepuk salinannya dengan tangan sebelum lanjut membaca.

"Nah, nah," sela Albus. "Kelas sebentar lagi dimulai, bukankah ini waktunya untuk mendatangi mereka? Kita tidak bisa membuat para murid menunggu di aula."

"Hem, hem." Seorang wanita serupa kodok berdeham. "Secara pribadi, aku menolak untuk membaca sampah seperti itu. Kementerian sangat gelisah untuk mencari tahu identitas Oliver Twist ini. Kebohongannya membuat masalah, dan aku pikir profesor yang baik punya hak untuk merasa tersinggung," katanya dalam suara mirip anak kecil sambil tersenyum manis pada Severus.

"Aku minta maaf, sayangku," kata Albus dengan ramah. "Kami tidak tahu siapa Mr. Twist ini. Tapi kami percaya kalau dia kelahiran muggle atau setidaknya punya koneksi dengan muggle. Kami curiga dia Ravenclaw, tapi Fillius ..."

"Aku keberatan, Albus," Fillius menyela, berdiri. "dari semua yang kita tahu dia bisa saja seorang Hufflepuff atau Slytherin. Aku tidak melihat adanya alasan untuk menuduh asramaku tanpa bukti!"

"Tak ada satu pun Slytherinku yang menulis sampah ini," tukas Severus dari ujung mejanya. "Hanya Ravenclaw yang akan menyemburkan statistik..."

Merasakan ledakan yang akan datang dari Flitwick, Madam Spout menyela, "Aku penasaran apakah Mr. Potter yang menulis ini?"

Severus mendengus. "Yang benar saja! Potter tidak bisa menulis jalan keluar dari kuali. Dia murid yang biasa-biasa saja dan kekurangan kosa kata untuk menulis artikel ini."

"Orangtuanya sangat cerdas." Fillius bergumam, berniat untuk berbalik dan keluar. "Sebesar apapun keinginanku untuk menyelesaikan diskusi ini, aku ada kelas lima belas menit lagi. Permisi... "

"Dia benar," kata Minerva, terdengar sedikit kecewa dan sedih. "James dan Lily Potter adalah penyihir berbakat. Harry tampaknya tidak seperti mereka."

"Terima kasih Merlin," Severus bergumam saat dia berdiri dan meninggalkan aula utama.

o~o~o

Harry memandangi matahari yang terbenam di barat, duduk sendirian di pinggir danau. Di tangannya terdapat walkman kecil yang ia dan Dobby sihir untuk ditempelkan di meja kepala selama sarapan dan makan siang. Dia memutar ulang obrolan para profesor dan menyeringai. Sejauh ini, rencananya berjalan dengan baik. Mereka sama sekali tidak tahu apa-apa, meski Profesor Flitwick terdengar mencurigakan.

Sangat disayangkan Dunia Sihir begitu buta dan tak bisa melihat hidung mereka walau ada di wajah mereka sendiri. Yah, dia memang menggoncang dunia Hermione, mungkin gadis itu akan mulai meninggalkan bukunya dan berjabat tangan dengan kenyataan.

Harry menegadah menatap warna menakjubkan yang terlukis di langit sore. Lord Peter sudah menghubunginya lagi. Sidang untuk menuntut emansipasi Harry dijadwalkan pada libur natal. Profesor Dumbledore masih tidak tahu tentang hal itu dan Harry berharap akan bertahan begitu. Surat akan dikirim ke kepala sekolah dan Sirius di detik-detik terakhir agar mereka tidak punya waktu untuk menggagalkan usaha Lord Peter. Mereka tidak butuh kekacauan sekecil apapun.

Harry merasa tercabik-cabik ketika mengingat temannya. Mungkin ia harus memaafkan mereka? Dia yakin dia akan dipanggil ke kantor kepala sekolah dalam waktu dekat, dengan beberapa alasan, dan dinasihati tentang kemampuan untuk memaafkan. Bagaimanapun juga, setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua, kan? Oh, ya, benar. Harry sudah bisa mendengar semua kata-kata yang akan diucapkan pak tua itu.

Dobby muncul untuk menyerahkan surat lain. Melihat pengirimnya Mr. Lovegood, Harry mengecek keadaan sekitar sebelum membukanya.

"Tak ada orang dekat, Master Harry Potter Sir," kata sang house-elf, dengan senyum konspirasi. "Saya elf baik dan pastikan tak ada yang ganggu."

"Terima kasih Dobby. Apakah permintaanku untuk informasi lanjutan dari Dolores Umbridge sudah disampaikan pada Lord Peter?"

"Ya, Master Harry Potter Sir. Dia bilang dia hubungi cepat dia bisa."

"Terima kasih, Dobby." Harry membubarkan temannya itu dan mengalihkan perhatiannya ke amplop di tangan. Sebuah catatan kecil dan surat yang lebih besar jatuh dari dalam amplop tersebut saat ia buka.

"Oliver," tertulis di catatan tersebut, "ini saya terima, meminta dikirimkan padamu. Saya sudah cek suratnya dari pelacakan, portkey, maupun sihir kutukan. Ini penawaran yang absah. Saya sarankan untuk dipertimbangkan baik-baik. -Xeno Lovegood."

Harry menatap surat sisanya dengan bingung.

"Mr. Twist yang terhormat,

Kolom pertamamu merupakan artikel yang membuka mata. Di masa lampau, saya dipaksa menolak banyak artikel yang ditulis oleh rekan sesama Ravenclaw. Tulisan mereka tidak sesuai dengan mandat paksaan dari kementerian sehingga tidak bisa dipublikasi. Kementerian menolak untuk menghadapi fakta, dunia sudah berkembang di sekitar kita sementara kita mandek di lumpur tradisi dan ketidakpedulian.

Dari surat-suratmu dan dari artikel yang dipublikasi the Quibbler, saya asumsikan kau adalah sesama Ravenclaw. Tulisanmu hasil pertimbangan yang baik dan tepat sasaran. Saya sudah mengecek ulang fakta-faktamu dan, sayang sekali, mendapati kalau itu memang akurat.

Sekarang untuk alasan mengapa saya menulis padamu. Kejadian baru-baru ini telah membebaskan beberapa pembatasan yang mengganggu di the Daily Prophet. Kami berada di bawah manajemen baru sekarang ini dan kementerian tidak lagi memiliki kontrol penuh atas apa yang bisa atau tidak bisa kami publikasi. Keputusan kebijakan kami yang baru yaitu, 'semua artikel yang ditulis untuk the Prophet harus didukung oleh fakta solid dan bukti'. Hal-hal yang sangat kurang di masa lalu sampai baru-baru ini.

Oleh karena itu, setelah membaca karangan pertamamu dengan kompetitor kami dan memeriksa fakta-fakta yang kau sajikan, saya berniat menawarimu kesempatan untuk menulis untuk kami juga. Dengan bayaran dan pertimbangan sama yang kau dapatkan dari the Quibbler, kami juga ingin menjalankan artikelmu.

Kau tidak harus membalas saat ini juga, tapi kami dari the Daily Prophet akan menanti kabar darimu.

Salam Hormat,

Lord Charles Witherspoon

Kepala Editor

The Daily Prophet"

Harry membaca ulang suratnya sampai tiga kali. Ini bukan lelucon. Mungkin rencananya memang berhasil.


(Notes :

*) Peribahasa yang artinya kehebohan tak berarti.
Terima kasih untuk kalian yang berkenan fav, foll, dan review. Untuk review saya coba balas via pm ya :) )