Disclaimer masih sama.
Ch 12 : On a Mission
Tom Riddle, dikenal juga sebagai Lord Voldemort, sedang mengadakan pengadilan di Aula Utama Manor Malfoy. Salinan the Prophet edisi kemarin digenggam erat di tangannya yang gemetaran.
"Luciusss, pengikut sssetiaku. Mengapa aku tidak diberi tahu sssoal sssi Oliver Twissst ini dan tulisssannya yang berbahaya?" Sang Penguasa Kegelapan berdesis marah. "Sssudah berapa lama dia menulisss di the Prophet dan mengapa aku tidak diberi tahu?"
Lucius Malfoy, Kepala Keluarga Rumah Bangsawan Tua Malfoy, bukanlah pria dungu. Dia tahu dia tidak mungkin menyalahkan orang lain atas kesalahan informasi ini, dan juga tidak mungkin baginya untuk mengalihkan perhatian Penguasa Kegelapan darinya mengingat hanya dia yang ada di sana.
"Tuanku," kata Lucius dengan penuh kerendahan hati, berharap ini dapat meringankan hati tuannya. "Twist belum lama menulis di the Prophet. Artikel buatannya, sebelumnya, hanya dipublikasikan di koran hama picisan the Quibbler. Ketika saya melihat kolom buatannya di the Prophet, saya memeriksanya dan menemukan bahwa mereka saat ini berada di bawah manajemen baru. Orang-orang kita yang ada di jajaran staf, tangannya terikat. Mereka harus melakukan apa yang diminta pemiliknya atau terancam ketahuan … "
"Crucio!"
o~o~o
Hogwarts berada dalam kekacauan. Tak ada yang tahu siapakah Oliver Twist itu. Banyak rumor mengambang tentang identitasnya dan juga permintaan agar dia menyerahkan diri. Si Kembar Weasley membuka taruhan. Pesertanya saat ini berat menunjuk seorang laki-laki dari Ravenclaw. Nama Harry Potter bahkan tidak ada dalam daftar.
Harry terkekeh pada dirinya sendiri saat dia bersantai di kursi empuk yang ia duduki. Dia mengasingkan diri ke Ruang Kebutuhan. Dobby menunjukkan ruangan ini kepada Harry ketika ia menanyakan suatu tempat yang bisa dipakai untuk bersembunyi dari semua orang. Rasanya lebih baik daripada bersembunyi di perpustakaan dimana siapapun yang berkeliaran di sana bisa tersandung padanya.
Tak ada yang akan percaya komentar meremehkan tentangnya di artikel tersebut sebenarnya Harry tulis sendiri. Ini rencana yang cerdas. Satu-satunya alasan Profesor Flitwick berhasil mengetahuinya adalah karena beliau mengenali gaya menulis Harry.
Berbicara soal sang Profesor Mantra, Harry harus memberikannya padanya. Dia menunjukkan pada Harry di mana Buku Disiplin berada dan mencarinya tidaklah sulit.
Buku perpustakaan tersebut hanya tersedia untuk tingkat tujuh, sesuatu tentang disediakan untuk membantu mengisi lamaran pekerjaan. Harry berhasil memakai jubah tak terlihatnya dan peta Marauder untuk menemukan bukunya setelah jam malam.
Satu tumpuk perkamen dan satu mantra quick copy (diajarkan oleh Profesor Mantra itu sendiri), dan Harry pun selesai dengan urusannya. Profesor Flitwick selanjutnya dengan baik hati menambahkan mantra memperbarui diri dan menghubungkan Harry pada mantra tersebut. Viola! Tak ada yang akan memeriksa bahwa ada yang memindahkan buku tersebut dari perpustakaan sampai kolom sudah dipublikasikan. Saat itu terjadi, semuanya sudah terlambat.
Harry tergelak saat ia membuka buku itu. Menakjubkan seberapa sering murid di sekolah melakukan kenakalan. Dia menemukan beberapa alasan diberikannya detensi dan pengurangan poin sangatlah lucu.
"Master Harry Potter Sir," suara Dobby memecah pikiran Harry. House-elf yang selalu bersemangat itu mengangkat walkman kecil. "Mereka selesai rapat staf, Master Harry Potter Sir. Dobby lakukan apa perintahmu dan tempel talkie ini bawah meja sebelum rapat dan ambil lagi setelah profesor pergi."
"Terima kasih Dobby, kerja bagus!" Harry tertawa pada temannya yang hiper saat ia menyalakan mesin kecil itu.
Suara Dumbledore mengawali rekaman. "Karena semua sudah hadir, apa ada yang tahu bagaimana caranya Mr. Twist menemukan salinan laporan detensi kita?"
"Apa hanya itu yang kau khawatirkan, Albus?" terdengar suara McGonagall. "Kita tahu salinan dengan pembaruan diri tersedia di perpustakan, dan hanya anak tingkat tujuh yang bisa mengakses bagian terlarang. Tidak, pertanyaan yang harus kita bahas di sini adalah bagaimana ceritanya segalanya jadi di luar kendali?"
"Itu mudah, Minerva." Muncullah suara Snape. "Kita semua tahu kepala sekolah agung kita selalu mengistimewakan Gryffindor. Bahkan sejak mereka sampai di sini di tahun pertama, Potter dan pengikutnya sudah menguasai sarang, sama seperti ayah bocah itu dan kelompoknya."
"Hati-hati, Severus, aku memeriksa kebenarannya sebelum datang ke rapat ini," kata Fillius. "Dan Mr. Twist tidak salah. Sistem poin di Hogwarts menggelikan dan sia-sia selama bertahun-tahun. Sistem ini hanya akan berlaku jika murid cukup peduli dengan kebanggaan asrama. Jika sistem ini disalahgunakan dan kehilangan keefektifannya, bisa menjadi pemecah-belah. Sistem ini hanya berfungsi untuk membentuk dan mempertahankan persaingan asrama."
Profesor Sprout menyela, "Jika Minerva tidak mengurangi poin Slytherin, pasti kau yang melakukannya pada asrama lain terutama Gryffindor. Untuk Minerva, setidaknya poin yang diambil masuk akal, punyamu tidak. Poin pengurangan karena bernapas terlalu keras? Yang benar saja Severus!"
Fillius mencibir. "Serius, Severus. Untuk semua protesmu tentang betapa James Potter dan teman-temannya adalah teror jahat, kau sepertinya membalas kejahatan dengan kejahatan pada putranya! Menurutku, kau telah menjadi sesuatu yang sangat kau benci, pembuli!"
Harry tertawa. Lanjutkan, Profesor! Dia bisa membayangkan makhluk kerdil itu berdiri kaku di atas kursinya saat ia mengomel.
"Semuanya tenang! Fillius, duduk! Severus, sudah cukup!" amuk suara Dumbledore.
Jeda hening selama beberapa saat, lalu Kepala Sekolah berujar, "Aku akui aku khawatir tentang hal ini sepertimu. Mr. Twist senang mengumbar kesalahan kita di depan umum. Serangan pada sekolah ini harus berhenti! Dan aku ingin Mr. Potter dijauhkan dari pers demi keselamatannya sendiri."
"Dan apa yang dikatakan Mr. Potter tentang semua ini?" Suara Profesor Sprout terdengar.
"Anehnya minim sekali." McGonagall menghela napas. "Dia menolak untuk berbicara denganku di luar urusan kelas. Dia bilang aku sudah diberi kesempatan untuk menghentikan 'penyiksaannya'. Sehari setelah mereka membawa wanita itu meninggalkan aula utama, Harry memberitahuku dia akan berbicara dengan pengacara tentang tuntutan yang mungkin diajukan pada sekolah dan kementerian."
"Minerva! Tahan dia! Dia tidak boleh ..." Dumbledore megap-megap.
"Dan kenapa tidak? Itu haknya," potong suara nyaring Flitwick. "Atau maksudmu, asumsi Mr. Twist itu bernar dan hak Mr. Potter bebas diinjak-injak?"
"Tidak, tidak! Bukan begitu maksudku!" Kepala Sekolah buru-buru menukas. "Maksudku, sekolah akan terlihat buruk jika Mr. Potter melibatkan pengacara dan pengadilan dalam masalah internal. Bagaimanapun, masalahnya sudah selesai."
"Maksudmu kau sebagai kepala sekolah dan Pimpinan Wizengamot akan terlihat buruk jika pengacara Mr. Potter mengirim tuntutan?"
'Menarik,' pikir Harry. 'Dumbledore tampaknya lebih khawatir aku menghubungi pengacara daripada kenyataan kalau sekolah jadi kacau.'
"Apa ada petunjuk siapa Oliver Twist? Apa yang kita ketahui sejauh ini?" tanya Profesor Sprout sekali lagi menyela perdebatan kacau dalam beberapa menit.
"Yah, kita tahu kalau dia sangat cerdas dan logis dalam pemikirannya," jawab Profesor Flitwick. "Dan sejauh ini dia bertahan dengan fakta yang bisa dibuktikan."
"Dia membuktikan kecerdikannya, melindungi dirinya sendiri dengan cara menyatakan mana rumor dan mana yang bisa membenarkan fakta," kata Snape. "Dia bisa saja seorang Slytherin dengan pendekatannya yang halus. Dan dia benci Potter."
"Tidak, dia tidak bernci padanya. Dia mungkin mengolok-olok citranya, tapi bukan pada Mr. Potter sendiri," tukas McGonagall. "Bisa kukatakan Mr. Twist ini bisa di asrama manapun, bahkan Hufflepuff."
"Kenapa kau bilang begitu, Minerva?" tanya Profesor Sprout.
"Lihatlah bagaimana dia menunjukkan permainan yang adil. Dan kutipan yang diambil dari muggle itu, tentang pembatasan kebebasan. Itu jelas ciri Hufflepuff. Dia logis dan cerdas seperti Ravenclaw; cerdik seperti Slytherin dengan tidak menggunakan nama aslinya; dia juga menjunjung keadilan dan pemerataan, Hufflepuff lagi; dan dia berterus terang juga berani seperti seorang Gryffindor. Apa aku melewatkan sesuatu?" McGonagall bertanya.
"Dan jangan lupakan kemungkinan dia adalah kelahiran muggle. Dari caramu berbicara sepertinya terdengar ada lebih dari satu orang yang menulis," ujar Profesor Flitwick.
"Aku menyimpulkan sepertinya iya." Minerva setuju.
"Lalu menurutmu Mr. Twist ini laki-laki atau perempuan atau keduanya?" Dumbledore bertanya.
"Itu, aku tidak bisa katakan," jawab Minerva.
Harry tertawa terbahak-bahak saat ia mematikan rekaman. 'Ini terlalu keren!'
o~o~o
Hermione sedang menjalankan misi. Harry tidak benar-benar berbicara dengannya tahun ini, dia terlihat semakin menyendiri saja. Ini seperti Harry. Setidaknya seperti Harry yang ada di bayangannya. Hermione bertekad untuk mengakhiri ini. Iya, dia tahu Harry masih kesal tentang mereka yang tidak menghubunginya saat musim panas, tapi bukan berarti Hermione bisa begitu saja tidak mematuhi perintah dari Albus Dumbledore. Beliau mengatakan keadaannya tidak aman dan Harry bisa—seharusnya bisa—menghubunginya. Ya kan?
Apakah mungkin Harry masih terguncang gara-gara Turnamen? Tapi itu kan tahun lalu! Iya memang, Cedric meninggal. Ron bilang Harry menderita mimpi buruk yang mengerikan sampai jamuan penutupan. Hermione mengernyit. Ron tidak menyinggung kalau Harry masih mendapat mimpi buruk. Mungkinkah kerabat Harry memberikan penanganan yang diperlukan? Dia harap iya, tapi ragu juga. Beberapa kali Harry tak sengaja membongkar sedikit informasi tentang kerabatnya, tidak pernah terdengar baik.
Dia harus mencari tahu apa dan di mana Harry bersembunyi. Dia butuh Harry untuk berbicara lagi dengannya. Dia merasa seperti kehilangan sesuatu yang sangat penting baginya selama musim panas. Dan Merlin mengambil semuanya! Dia bersumpah akan mendapatkannya kembali!
Hermione akan mencoba membuat Harry berbicara padanya, jika itu hal terakhir yang harus ia lakukan.
"Hey Ron." Dia memanggil si kepala merah setelah memasuki ruang bersama. "Apa kau melihat Harry belakangan ini?"
"Tidak, Hermione. Tidak sejak makan siang, si idiot itu," jawab Ron, menjatuhkan diri di sofa, menghadap perapian di sebelah Hermione.
Hermione mendesah, memeluk bantal sofa. "Aku penasaran ke mana dia menghilang. Tipikalnya untuk mendorong kita menjauh."
"Yah, tak ada gunanya memakai peta pun. Dia membawanya setiap waktu, si brengsek itu." Ron mengusap dagunya. "Aku mencoba mengikutinya sekali, tapi dia berhasil mengecohku dan entah ke mana."
Ginny bergabung dan duduk di dekat kaki kakaknya di atas karpet. "Apa kalian sedang membicarakan Harry?"
"Yea," kata Ron, menunduk menatap adiknya. " 'Mione khawatir padanya. Dia tidak bergaul di sekitar kita lagi."
Ginny mengangkat bahu. "Yah mengingat bagaimana perlakuan kita selama musim panas, aku tidak bisa menyalahkannya."
"Apa maksudmu bagaimana perlakuan kita padanya? Bagaimana tentang perlakukannya pada kita?!" seru Hermione.
Ginny lagi-lagi angkat bahu. "Aku juga memikirkannya. Hedwig tidak ada bersamanya. Jadi artinya kita tidak bisa menerima surat darinya."
Hermione menyela, "Ada cara muggle. Kerabatnya tidak akan mengambil kirimannya, bukan? Aku sudah memberinya alamat orangtuaku."
"Dia cukup terpukul karena Cedric," gumam Ginny. "tapi menolak untuk membicarakannya. Kita tidak ada di sana ketika dia membutuhkan kita. Dan kita sebut diri kita temannya?"
"Tapi Dumbledore bilang … " Hermione memulai.
"Dan kita lihat bagaimana akhirnya, bukan begitu?" Ginny mencibir, menolehkan kepalanya pada Hermione.
"Dia orang dewasa dan peduli pada keadaan Harry." Hermione menentang. "Dia berusaha menjaga Harry agar tetap aman!"
"Benarkah? Ataukah dia lebih peduli kalau Harry adalah Anak-Yang-Hidup?" Ginny menimbal, marah. "Ada yang aneh. Jika Dumbledore memang sangat peduli, kenapa dia meninggalkan Harry dengan keluarganya tanpa alat komunikasi apapun? Seberapa aman itu?"
Hermione menutup mulutnya. Dia tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu, karena pertengkaran yang ia lakukan dengan Harry saat di Grimmauld Place terbayang di kepalanya. Dia masih merasa tidak melakukan kesalahan apapun.
Ginny mendengus. "Aku tidak bisa menyalahkan Harry. Dia tidak pernah percaya pada orang dewasa dan selalu melakukan apa yang dirasanya benar. Kita mengkhianati kepercayaannya dan kalian tahu bagaimana Harry. Dia tidak memberi rasa percayanya dengan mudah, ataupun sering."
Ron mengangguk, terlihat sedikit putus asa. "Aku tahu. Ingat tahun lalu? Aku mengkhianatinya dan dia memaafkanku, tapi aku pikir masih cukup lama sampai dia lupa. Maksudku, dia masih bergaul denganku, tapi hubungan kita tidak sama seperti dulu. Aku tidak yakin dia membicarakan hal lain selain tugas kelas sejak saat itu."
o~o~o
Severus Snape sedang merajuk berlebihan, berjalan bolak-balik di kantornya seperti seekor binatang buas yang terkurung. Sejak Oliver Twist menulis artikel sialan tentang poin asrama dan kemampuan mengajar, dia sekarang diinterogasi oleh kepala asrama lain atas kebijakan untuk mengelola poin. Sepertinya mereka menyalahkan Severus karena sudah membuat sistem poin menggelikan dan hanya membuang-buang waktu dan tenaga saja.
Bahkan Albus ikut meragukannya. Ini harus berhenti! Dia sudah punya cukup masalah tanpa harus dipertanyakan keputusannya juga oleh fitnah konyol seperti itu.
Dia bahkan sudah mengirimkan surat pada bocah Twist itu, mengancam tuntutan pencemaran nama baik. Balasan yang dikirim kembali mengatakan, silakan saja. Yang harus ia lakukan hanyalah membuktikan satu poin tidak valid dan fitnahan, dari kata-kata yang sudah dibuat. Tentu saja, dia tidak bisa. Kenyataannya, artikel yang dimaksud menyanjung kemampuannya sebagai Master Ramuan. Balasan yang ia dapat juga menyatakan Twist hanya mencetak fakta dari catatan ICW dan Kementerian.
Mengangkat cangkir tehnya, Severus Snape melemparnya ke seberang, diam menatap benda itu hancur menghantam dinding.
"Severus, apakah aku datang di saat yang tidak tepat?"
Severus memutar badan. "Albus! Kau tahu lebih baik daripada menyelinap padaku! Bagaimana jika aku sedang membuat Ramuan?!"
"Ah, tapi kau tidak sedang membuatnya, anakku. Jadi, apa aku datang di saat yang tidak tepat?" tanya Albus, melangkah masuk ke dalam kantor sang Master Ramuan, memeriksa kerusakan.
"Oh, tidak, kepala sekolah. Mari masuk, buatlah dirimu nyaman." Severus Snape mencibir sarkastik.
"Ah terima kasih, tentu saja, anakku," kata Albus dengan senyum dan kilau di mata, menyamankan diri. "Aku ingin bertanya padamu apakah kau sudah punya petunjuk untuk situasi dengan Twist ini?"
Raungan kemarahan bergema di sepanjang ruang bawah tanah, membuat banyak murid Slytherin membeku dan menggigil di tengah langkah mereka.
(Notes : Saya kena flu berat. Lagi musimnya nih. Semoga kalian tetap terjaga kesehatannya ya :) )
