Disclaimer masih sama.


Ch 14 : The Learning Curve


Molly lebih dari sekadar marah ketika ia meremas-remas the Quibbler dan membantingnya ke tempat sampah. Beraninya mereka mencetak kebohongan seperti itu! Dia tak akan pernah menyakiti buah hatinya! Tunggu saja! Dia akan mengirim howler yang tak terlupakan ke editor kurang ajar itu. Editor brengsek itu tidak akan pernah menyangka apa yang akan ia dapatkan! Mengabaikan bahan makanan yang siap dimasak, dia bergesa-gesa menyiapkan peralatan menulis.

"Molly?" Arthur menyahut ketika turun tangga dan masuk ke dapur. "Apa sarapannya sudah siap? Apa salinan the Quibbler-ku sudah datang?"

"Belum, sarapannya telat dan koran—koran picisan itu ada di tempatnya yang pantas, tong sampah!" Molly tergagap lantang. "Beraninya mereka merusak nama baik kita? Tunggu saja sampai aku mengirim howler ke ...Xeno itu! Lihat saja!"

Arthur mengambil kertas kusut itu dan merapikannya hati-hati sebelum membacanya. Dia baru saja mengangkat secangkir teh ke bibirnya ketika ia melihat kolom milik Twist di halaman depan. Sekali membaca cepat, dia mengerti mengapa istrinya sangat kesal. Cangkirnya dijatuhkan kembali ke cawan. "MOLLY! BERHENTI!" titahnya keras.

"Tak perlu berteriak, Arthur," tegur Molly, meletakkan pena dan tintanya di atas meja.

"Molly, jangan kirim howlernya! Apa kau tidak lihat? Itu hanya akan membuktikan bahwa Twist benar di mata semua orang," kata Arthur, menyimpan korannya sebelum menarik istrinya ke pangkuannya.

"Kumohon Molly, tenanglah. Aku akan mendatangi Xeno setelah sarapan dan meminta penjelasannya." Dia menghela napas, mengeratkan tangannya pada sang istri yang cemas. "Mungkin aku bisa menitipkan surat untuk Mr. Twist, memintanya tidak menggunakan keluarga kita lagi untuk menyampaikan maksudnya di masa depan."

"Tapi Arthur ..."

"Tidak, sayang! Tak ada howler. Aku melarangnya." Dia menegaskan, mengetuk jarinya pada hidung sang istri. "Itu hanya akan membenarkan Twist."

"Apakah aku ibu yang j-jahat, Arthur?" Molly menangis pelan di bahunya.

"Tidak, Molly-wobbles. Terkadang kau hanya tempramental saja." Tangannya memeluk hangat sang istri demi menghiburnya.

o~o~o

Harry duduk di meja sarapan ketika burung hantu datang dengan kiriman pagi. Hermione memberi bayaran kepada burung hantu yang mendarat di depan piringnya dan mengambil salinan the Quibbler yang ia beli. Menyampingkan sepotong roti bakar, gadis itu buru-buru membukanya. Harry pikir sangat lucu bagaimana Hermione sekarang berlangganan koran yang pernah disebutnya 'tak berguna'. Saat Harry berkomentar, dia menjawab simpel kalau dia berlangganan hanya karena artikel Twist muncul sehari lebih cepat daripada the Prophet di the Quibbler.

Banyak Gryffindor lainnya, bersamaan dengan nyaris seluruh penghuni sekolah, membeli the Quibbler sekaligus the Prophet sejak Oliver Twist mulai menulis.

"Hm, ini menarik," kata Hermione dengan alis terangkat.

"Apanya?" tanya Ron, menyendok setumpuk orak telur ke mulutnya.

Hermione mulai membaca keras kolom Twist dengan semangat kepada temannya. Ketika gadis itu sampai pada bagian howler Molly, " … Saya ingat saat mendengar suara Molly Weasley untuk pasukan keluarga Weasley selama tiga puluh menit di aula utama. Apa yang dibuktikan hanyalah bahwa dia memiliki suara yang keras dan melengking, dan tampaknya sangat senang mempermalukan anak-anaknya dan mengganggu sarapan kami … "

Wajah Ron terbakar kemarahan, ia memuntahkan setengah kunyahannya ke meja dan Harry—yang tidak beruntung kebagian duduk di seberang si kepala merah.

"Hey!" kaget Harry, melompat mundur; ketika Ron, dengan tangan gemetar, merebut kertas koran tersebut dari tangan Hermione.

"Aku bersumpah akan membunuhnya!" teriak Ron, berdiri setelah membaca artikel tersebut. "Si brengsek itu sebaiknya sembunyi seumur hidup kalau tidak mau mati!"

Harry berusaha keras menahan tawa. 'Untung saja aku menulis secara anonim!' pikirnya.

"Lima poin dari Gryffindor, Mr. Weasley, untuk kekacauan di meja seperti itu," kata Prof. McGonagall. "Dan lima lainnya untuk bahasa yang kau gunakan," dengusnya.

"Tapi … tapi … Profesor, korannya …!" Ron protes, melambaikan kertas koyak itu di depan wajah sang profesor.

Aula utama sunyi saat perhatian terfokus pada meja Gryffindor.

"Kau tahu," kata Harry, membersihkan dirinya sebelum kembali duduk. "Twist ada benarnya. Kenapa di sini tak ada lapisan pelindung anti-howler? Dan harus kau akui, Ron, howler ibumu tak kenal ampun."

"Oi! Apa kau lupa howlernya yang paling keras minggu lalu?" sahut Seamus. "Aku bersyukur dia bukan ibuku. Kuberi tahu! Dia keterlaluan!"

Ron balik badan untuk melempar hex pada pemuda Irish itu, ujungnya malah bertatap muka dengan Profesor Snape. Sang Master Ramuan berdiri, tangan dilipat di depan dada. "Sepuluh poin karena sudah menggunakan tongkat sihir ke murid lain, Mr. Weasley. Masih butuh tambahan?"

Prof. McGonagall mendengus jengkel, memelototi rekan kerjanya. "Sungguh, Severus, aku bisa mengatasinya." Severus Snape menyeringai, lalu kembali ke tempatnya di meja kepala.

Ketika Ronald Weasley kembali duduk, Kepala Asrama Gryffindor beralih pada Harry. "Mr. Potter," katanya tegas. "Kepala Sekolah punya urusan lebih penting daripada bermain dengan lapisan pelindung demi kenyamanan murid."

Minerva mendengus keras seraya melangkah ke meja kepala. Semua mata mengikutinya sementara banyak yang menatap langit-langit, menunggu datangnya lebih banyak burung hantu yang membawa surat merah. Sayangnya tak ada.

"Yea, seperti mengacaukan hidupku." Harry mengomel pelan, memutar bola matanya ketika diberi tatapan teguran oleh Hermione. "Oliver Twist ini sangat masuk akal, kau tahu?"

Albus duduk tak nyaman di meja kepala sementara Filius dan Pomona Sprout mendiskusikan artikel dengan damai. Sepertinya mereka termasuk sedikit orang yang tidak mendapat dampak dari kolom Twist sebelumnya.

"Yah, bisa kukatakan Mr. Twist ini sangat arogan jika dia menganggap ini lucu, karena aku tidak," kata Prof. Sinistra, bergabung dalam diskusi. "Anggapan bahwa kita mendukung pelecehan anak!"

"Sepertinya kau tidak menangkap maksudnya, sayangku," respon Filius. "Bukan kita mendukung pelecehan anak, tapi lebih ke kita yang membiarkannya tetap berlanjut." Setelah mengatakannya, ia menyantap kembali makannya.

Albus meringis kecil saat pandangannya berpindah ke meja Gryffindor dan tepatnya pada satu anak muda dengan kepala berambut acak-acakan yang makan tanpa suara bersama teman-temannya. Apakah dia melakukan hal yang benar kepada Harry? Dia tahu adik Lily bukanlah figur contoh yang baik bagi anak itu, tapi setidaknya ia aman dari Pelahap Maut selama bersamanya. Dia melanjutkan renungannya sementara obrolan masih berlanjut di sekitarnya.

"Biasanya," cibir Severus Snape, melihat melewati cangkir tehnya," kita mendapat empat sampai lima howler per bulan, kebanyakan dari Molly Weasley. Sisanya biasanya dikirim ke Gryffindor lain. Meski, aku ingat ada satu yang dikirim ke Ravenclaw bulan kemarin. Sesuatu tentang gagal pelajaran DADA ..."

"Ya. Ya," kata Filius. "Aku sudah berbicara dengan murid dan orangtuanya tentang itu dan mereka sepakat tidak akan mengulanginya lagi. Namun demikian, aku setuju dengan Mr. Twist. Mengapa kita membiarkan howler masuk? Aku tahu lapisan pelindung bisa diatur dan tidak akan memakan banyak waktu ataupun sihir untuk melakukannya."

Semua menatap Albus yang sibuk mengusap janggut panjangnya. "Albus?" tanya Prof. McGonagall. "Bagaimana pendapatmu? Albus?"

"Pendapat? Soal apa, sayangku?" responnya setelah disikut oleh Minerva.

"Lapisan pelindung, Albus! Apa kau akan segera mengaturnya untuk mengeliminasi howler?" jawab Minerva disertai dengusan.

"Ah, ya. Lapisannya akan segera diurus," kata Kepala Sekolah agak linglung. "Mungkin sekitar liburan, ketika murid-murid tidak ada di sini."

o~o~o

Arthur, setelah berbicara dengan Xeno Lovegood, melanjutkan perjalanan ke kantor. Dia ke toilet sebentar sebelum menyapa sekretarisnya.

Berkali-kali dia dihentikan oleh beberapa temannya yang menanyakan tentang artikel Twist dan mendengar banyak komentar di belakang selama berjalan di kementerian. Arthur mendesah. Artikelnya benar, howler Molly tidak menambah kehormatan nama Weasley, tidak juga membantu mengatur kelakuan buah hati mereka.

Arthur tahu kalau Bill di tahun ketiga dan Charlie kebal dengan ulah ibu mereka, dan si kembar justru mengabaikannya setelah tahun pertama mereka. Sementara Ron, tampaknya benar-benar takut. Atau, mungkin, lebih tepatnya adalah malu. Arthur menghela napas dan menggelengkan kepalanya. Bagaimana bisa dia tidak menyadari itu? Rasa malu dari howler yang dikirim pada seorang anak di depan teman-temannya?

Arthur mendesah. Ini akan menjadi hari yang panjang.

o~o~o

"Croaker, laporan lain dari Sparkplug."

"Oh?" Pimpinan the Unspeakables bertanya, beralih dari pekerjaannya yang menumpuk di meja.

"Dia berbincang dengan Loony Lovegood tua," kata agen itu sambil meletakkan laporannya di atas meja. "Tampaknya artikel Twist tidak salah. Xeno punya ruang spesial yang dibuat untuk howler dan surat terkutuk. Dia membuat ruangannya memiliki pertahanan kuat yang bahkan ledakkan reducto kuat saja tidak bisa merusaknya. Sudah menampung howler selama bertahun-tahun dan memastikannya tetap terjaga sihir yang benar. Bisa jadi ide yang bagus untuk kita terapkan."

Croaker menyender di kursinya. "Aku sudah membaca artikel itu dan kagum. Mr. Twist akan menjadi detektif yang hebat."

"Huh?" tanggap pria itu, terkejut dengan pergantian topik yang tiba-tiba. "Apa maksudmu, bos? Dia cuma anak laki-laki, kan?"

"Dia cerdik. Tahu bagaimana caranya mencolek sarang lebah tanpa disengat. Semua terlalu sibuk dengan bagian howler di artikel itu sampai-sampai melewatkan bagian fatalnya."

"Dan apa itu?"

"Jika kau bukan bagian solusi, maka kau bagian dari masalahnya."

o~o~o

The Leaky Cauldron sibuk seperti biasanya. Tom sedang menuangkan minuman pesanan ketika Xeno Lovegood datang untuk mengantarkan edisi terbaru the Quibbler. Tentu saja, beberapa minggu lewat setelah Xeno memperkerjakan Twist, penjualan the Quibbler di the Leaky meningkat tiga kali lipat. Tom mengeluarkan kotak uang tempat ia simpan pembayaran bagian Xeno. "Ini, Xeno. Mr. Twist punya apa untuk kita kali ini?"

"Terima kasih kawanku," kata Xeno, membawa kotak uang berat itu. "Kali ini aku menambah beberapa salinan. Mr. Twist ada dalam kondisi baik di minggu ini."

Tom mengangkat satu salinan dan bersiul saat membacanya. "Astaga! Merlin tolong kami! Dia benar-benar tidak asal tonjok, ya?"

Xeno tertawa saat ia keluar.

"Cor, Astaga, apa yang dia bahas kali ini?" tanya satu pelanggan regulernya.

Seorang wanita tua yang kucel mengambil satu salin dan membacanya keras-keras untuk para pendengar. Saat ia membaca, the Leaky jadi sunyi.

"Aku selalu berpikir howler itu cuma buang-buang sihir saja. Betul itu dapat membuatmu merasa lebih baik setelah mengirimnya. Tapi tidak enak jika kau yang dikirim," kata seorang penyihir tua di ujung.

"Aku pernah dapat satu howler dari Molly. Cor, untung saja aku tidak menikah dengan wanita itu. Dia punya suara yang cukup untuk membuat banshee menangis," kata pelanggan lain, mengangkat gelasnya meminta persetujuan.

Beberapa pelanggan mengangguk dan menyambut sulangannya.

Tom merenungkan artikel itu. Menggosok dagunya penuh pemikiran, dia mengangguk seolah sudah mengambil kesimpulan.

"Apa yang kau pikirkan, Tom?" tanya wanita tua yang membaca artikel.

"Si Twist muda ini tahu apa yang dia bicarakan. Aku akan benci jadinya jika identitasnya terungkap. Terlalu banyak yang memburunya. Merlin tolong kami, tapi dia benar. Tentu cukup pintar jika seorang anak harus menunjukkan hal yang terlalu jelas pada kita yang sudah tua."

"Bagaimana?"

"Jika kau bukan bagian dari solusi, kau bagian dari masalah."

o~o~o

Sebuah tawa sinting menggema pada dinding berbatu kotor di ruang gelap. Tom Riddle, lebih dikenal sebagai Lord Voldemort, tertawa atas penghinaan dari keluarga darah murni pengkhianat. Mereka pantas mendapatkannya! Pengkhianat darah, mereka itu. Dia tertawa selama membaca kolom hingga sampai di paragraf yang menyuruh Dunia Sihir untuk bersatu melawannya. Berani sekali anak kurang ajar ini! Severus akan mencari tahu siapa dia dan kemudian …

Pekikan dan kutukan-kutukan menggema di rumah lembap itu saat dia merobek-robek koran itu di tangannya. Nagini dan Pettigrew bergegas bersembunyi, berdoa semoga kemarahan tuan mereka segera reda sebelum mereka dipanggil.


(Notes : Telat up ya? Wkwk maafkan saya yang baru mulai pulih ini. Sekali lagi, musim sedang labil. Jagalah kesehatan kalian ok!)