Disclaimer masih sama.


Ch 16 : Repercussions


Lewat tengah malam, Harry kembali ke kasurnya yang tertutup tirai dalam keadaan lelah. Membisikkan nama Dobby, house-elf itu pun muncul dengan suara 'pop' kecil.

Dalam waktu beberapa detik, golem pun menghilang dari atas kasur Harry. Satu petikan jari, Dobby mengganti pakaian Harry dengan piyama dan dia siap untuk tidur.

"Terima kasih, Dobby. Apa ada yang mengecek keadaanku?"

"Tidak ada, Master Harry Sir."

"Bagus. Malam, Dobby," gumam Harry saat ia menarik selimut menutupi badannya, jatuh tertidur begitu kepalanya menyentuh bantal.

"Tidurlah, Harry Potter Sir, Dobby tidur di sini juga." Makhluk mungil itu berbisik, meringkuk di dekat kaki kasur, menarik sebuah kain kecil ke atas badannya. "Dobby usir mimpi buruk."

o~o~o

Dua hari setelah diagnosis penuh Harry, Healer Edward Atwaters memeriksa catatan dan dokumen yang berhasil ia kumpulkan mengenai pasien terbarunya. Untung saja, dengan bantuan dari pengacara Mr. Potter—Lord Peter Flinchley-Addams dan Madam Bones, dia berhasil mendapatkan catatan kesehatan Harry di sekolah dari Madam Pomphrey, tanpa sepengetahuan Albus Dumbledore.

Dokumennya lebih tebal daripada catatan kesehatan murid yang biasanya, tapi tampaknya tetap kurang. Dia sudah menintrogasi penyihir medis sekolah itu tentang hal ini.

Saat ditanyai, perawat sekolah tersebut mengeluh tangannya terikat. Albus Dumbledore berkata padanya kerabat anak itu menolak untuk memberi izin pengecekan medis secara menyeluruh, atau melebihi prosedur klinis biasa. Dia sudah mencoba menyebutkan kemungkinan penganiayaan agar bisa melakukan pengecekan mendalam, tapi Albus tidak mau mendengarnya. Kepala Sekolah bilang keluarga anak itu keras, bukan kasar.

Diam-diam dia memberi tahu Healer Atwaters kalau dia memang curiga dan sudah membuat catatan di dokumen terpisah yang diserahkan padanya. "Apa pun untuk anak malang itu," katanya.

Wanita itu juga memberi tahu sang healer kalau Albus menyatakan kontak apa pun pada Dunia Sihir kemungkinan bisa membuat kerabat Harry menolaknya di rumah mereka, itu menjadi salah satu kondisi yang harus dipenuhi saat mereka merawatnya.

Kemudian Albus memberitahunya, Harry harus tinggal bersama kerabatnya demi kebaikan anak itu juga, karena hanya di sana dia bisa terlindungi dari Pelahap Maut yang mungkin memburunya. Hanya dengan bibinya dia bisa dilindungi oleh lapisan pelindung darah.

Atwaters tahu healer mana pun bisa mendeteksi penggunaan mantra penghapus memori pada diri sendiri. Ternyata Kepala Sekolah belum melakukannya. Jika iya, wanita itu pasti sudah mengundurkan diri dan segera melapor ke Kementerian.

Dengan hela napas lelah, Atwaters lanjut membaca. Dokumen Harry ini seperti cerita mengerikan untuk menakut-nakuti anak-anak dan Healer Atwaters menggigil selama membolak-baliknya.

"Edward?" panggil Lord Peter sambil mengetuk pintu ruang kerja sang healer.

"Peter! Masuk, masuk." Edward tersenyum, melambaikan tangan pada sepupunya. Saat Lord Peter Flinchley-Addams datang padanya dengan kekhawatiran untuk sang klien, Edward segan mengambil pasien baru. Daftar pasiennya sudah menggunung dengan semua aktivitas Pelahap Maut belakangan ini. Dia baru menyetujuinya saat sang sepupu menyebutkan nama Harry Potter.

Sang healer tak sabar untuk melihat bekas luka Potter yang terkenal itu dari jarak dekat. Media cetak banyak menuliskannya, tapi tanpa pemeriksaan sesungguhnya dan tanpa data, mereka tidak bisa memastikan validitas teori-teori yang ada.

"Bagaimana perkembangan data-datanya?" tanya Peter, mendudukkan diri.

Edward berdiri dan menuangkan dua gelas anggur. "Ini bacaan yang berat. Kau benar, jelas sekali tanda-tanda bekas mencelakakan anak, penganiayaan anak, penelantaran anak, dan pelecehan verbal. Untungnya," Edward berbalik untuk memberikan satu gelas. "tak ada bukti pelecehan seksual. Kecuali kau melaporkan pemerkosaan pikiran sebagai kasus seksual."

Lord Peter memejamkan mata. "Jadi Severus Snape tidak mengajarkan apa pun pada Harry?"

"Tidak. Pertahanan alami anak itu terlalu lemah untuk menyingkirkan pria itu dan pertahanan tersebut juga dirusak. Jika ini dilanjutkan, Harry bahkan tidak akan bisa menyingkirkan seekor kutu dari pikirannya. Aku tidak tahu apa yang Dumbledore pikirkan dengan mengizinkan … monster itu di dekat Harry."

"Sudahkah kau baca kolumnis baru yang ada di the Prophet? Oliver Twist?" tanya Lord Peter, mengganti topik.

"Kenapa, tentu saja sudah," jawab Edward dengan tatapan heran pada sepupunya. "Dan kau mengganti topik."

"Sebenarnya, aku tidak mengganti topik," kata Peter, menatap gelasnya. "Karena kau ada di bawah sumpah rahasia dan sedang berusaha memperbaiki kerusakan di dalam pikiran Harry, apa kau sudah melihat-lihat memori anak itu?"

"Kau tahu sebaik aku, kalau aku tidak bisa mendiskusikan apa yang kulihat. Bahkan jika pasienku adalah klienmu," kata Edward.

"Bagaimana jika kuberi tahu Oliver adalah Harry? Dia sudah memberi izin padaku untuk membagi beberapa rahasianya. Kau harus diberi pengarahan sepenuhnya," kata Peter, mengeluarkan sebuah perkamen legal dan menyerahkannya pada Edward.

Edward duduk tegak di kursinya, mengambil perkamen itu. "Ini menjelaskan beberapa hal. Dengar, Peter, aku tidak bisa memberitahumu apa yang aku lihat di ingatan Harry, tapi aku bisa memberitahumu ada beberapa lubang besar. Aku tahu anak itu dianiaya, tapi aku tidak bisa menemukan ingatan itu. Bagaimana jika … " Edward menutup mulutnya. "Keluar! Keluar! Ada yang harus aku cari tahu!"

o~o~o

Ruang Bersama Gryffindor gempar. Harry duduk di sudut ruangan, berusaha untuk belajar dan menolak bergabung dengan kerusuhan yang terjadi. Dua anggota lain dari Golden Trio sedang saling meneriaki. Ginny Weasley berusaha untuk membuat keduanya tenang.

"Harry, lakukan sesuatu!" mohon Ginny.

Harry mengangkat kedua tangannya. "Maaf. Aku belajar sejak lama untuk jangan pernah mencampuri mereka. Setiap kali mereka seperti itu, mereka ganas."

Hermione berhenti. Dia berbalik ke arah Harry. "Apa kau bilang?" tanyanya dingin.

Harry berdiri. "Kubilang, aku belajar dari tiga kali diusir dari perpustakaan karena pertengkaran kalian, kalau mencoba meleraikan kalian itu percuma. Beberapa kali aku mencoba, kalian berdua marah padaku karena tidak membela kalian. Maaf saja. Aku tidak gila. Membela salah satu di antara kalian itu buang-buang tenaga dan tak akan pernah kulakukan lagi." Dia berbalik dan berjalan keluar melewati lukisan.

Neville menggelengkan kepalanya sambil mengikuti Harry keluar Ruang Bersama.

Ginny memelototi kakaknya dan Hermione, melempar tangan dengan muak. "Dia benar. Dewasalah, kalian berdua!" Gadis itu menggeram sebelum ikut meninggalkan ruangan.

o~o~o

Harry sudah setengah perjalanan menuruni tangga pertama ketika Neville berteriak padanya.

"Harry! Tunggu!"

"Ya Neville?"

"Kenapa kau tidak lebih kesal dengan semua ini? Maksudku, ini hidupmu lho yang di ..." Neville bertanya ragu ketika ia sudah berada di sisi Harry.

Harry mengangkat bahu. "Cerita hidupku, memang begitu. Maksudku, aku sudah diinjak oleh banyak artikel, sampai-sampai sudah tidak menyinggungku lagi, kau tahu? Yah, satu menit aku adalah kesayangan media, kemudian aku tukang cari perhatian, lalu aku adalah Penguasa Kegelapan yang selanjutnya, dan setelah itu Sang Terpilih. Aku mati rasa, Neville. Aku hanya bisa menunggu masalah apa lagi yang akan datang."

"Aku bisa melihatnya, Harry," gumam Neville, bersamaan dengan langkah mereka ke perpustakaan.

"Ron dan Hermione tidak mengerti. Di satu sisi, mereka tetap menuntutku untuk memberi tahu mereka segalanya, seolah mereka berhak tahu. Kemudian mereka berbalik dan mengabaikanku, ketika aku sangat membutuhkan kehadiran mereka. Mereka belum lihat apa yang aku lihat." Harry menghela napas, mengusap belakang lehernya. "Aku tidak bisa percaya pada mereka lagi. Rasanya seperti aku tambah dewasa, tapi mereka tidak, kau tahu?"

"Oh Harry," hibur Neville, berhenti di depan perpustakaan. "Mereka akan segera menyadarinya. Lihat, jika kau mau menghubungi pengacara, aku bisa meminta referensi dari Nenek."

"Terima kasih Neville, tapi aku sudah punya satu. Dia direkomendasikan di hari mereka menanyai kita soal Umbridge. Kerjanya bagus sekali," kata Harry, berbalik untuk masuk ke perpustakaan. "Kau tidak akan mengatakan apa pun kan?"

"Tentu saja tidak, Harry. Kau bisa pegang kata-kataku."

o~o~o

Albus duduk di rapat staf mingguan, merenung. Bukan tentang laporan kalau Moaning Myrtle lagi-lagi membuat toiletnya banjir, atau laporan tentang hippogriff yang lepas di salah satu greenhouse.

Tidak, dia punya masalah yang lebih besar. Salah satu renungannya adalah tentang bagaimana respon yang harus diberikan untuk artikel Twist yang terakhir dan bagaimana caranya menjauhkan Harry dari pengacara yang mungkin mengambil kasusnya. Renungan yang lain adalah menemukan catatan untuk membuktikan penggunaan brankas pewaris. Para Goblin menuntutnya untuk menghitung dan melaporkan penggunaan uang tersebut dan dia waktu yang tersisa tinggal dua minggu lagi.

"Albus! Apa kau mendengarkan perkataanku?" tuntut Minerva. "Kita harus melakukan sesuatu pada Mr. Twist ini. Kita tidak bisa membiarkannya menghina sekolah kita.!"

"Aku setuju," ujar Severus, terlihat kuyu. Albus tahu pria malang itu tidak menanggapi artikel tentang pembunuhan Potter dengan baik. Kematian Lily masih menghantuinya. Hal itu memancing terlalu banyak ingatan pahit untuk profesor yang tempramental itu.

"Jadi Mr. Twist benar? Tak ada yang pernah menanyai Mr. Potter tentang malam itu?" tanya Fillius.

Pomona Sprout bertanya. "Bagaimana Mr. Twist tahu kalau Mr. Potter tidak pernah diwawancarai?"

Albus menggelengkan kepalanya, memfokuskan kembali pikirannya ke rapat ini. "Tidak. Aku sengaja melarang pers menghubungi Mr. Potter. Seperti yang bisa kalian lihat, para penulis ini hanya mengungkapkan spekulasi dan berita burung. Mr. Potter, sepengetahuanku, tak pernah diwawancarai soal malam mengerikan itu."

"Adakah peluang kalau Mr. Potter adalah Mr. Twist ini?" Pomona bertanya.

Severus mendengus. "Kukira kita sudah menyepakati hal ini. Potter benci media massa. Setelah kejadian tahun lalu, dia tidak percaya pada mereka."

Mata Albus berkelip sementara dia mengelus janggutnya. "Berdasarkan pengalamanku, pers akan menuliskan apa yang menurut mereka sangat menarik, tak peduli apa pun yang mereka pelajari dari sebuah interview."

"Apa kau pikir dia akan menghubungi seorang pengacara, seperti yang disarankan Mr. Twist?" tanya Fillius, mengganti topik pembicaraan.

"Suratnya masih kuawasi." Albus meyakinkan mereka. "Sejauh ini, dia belum mencoba mengirim satu pun surat."

"Tapi itu ilegal!" Minerva memekik.

o~o~o

"Profesor?"

"Ya Harry?"

"Tempo hari aku dapat surat dari Unspeakables," kata sang remaja, mengeluarkan sebuah surat dan menyerahkannya. "Selama ini mereka tertarik mengikuti artikelku dan berharap agar aku terus menulis. Mereka juga menawarkan bantuan dan saran."

"Apa mereka tahu kau siapa? Apa mereka mengaitkan Harry Potter dengan Oliver Twist? Bukankah tidak bijak untuk menerima surat dari mereka tanpa mengecek mantra pelacak?" tanya Prof. Fillius. Mengambil suratnya, dia membaca singkat selagi memeriksanya menggunakan sihir.

Harry menggelengkan kepalanya. "Mr. Lovegood tidak akan mengirimnya padaku jika ada mantra pelacak. Tambahan, Dobby tidak akan memberikannya padaku."

"Ah, ya. Dia itu house-elf gila yang sangat loyal."

Harry tertawa. "Dobby yang terbaik."

"Jadi, apa kau akan menerima tawaran mereka?"

Harry mengangkat bahu. "Mungkin. Tapi aku harus hati-hati. Aku benar-benar tidak mau memberi petunjuk yang bisa mengantarnya kembali padaku."

"Aku yakin, Mr. Potter, kau bisa mengatasinya. Mengingat kau memasukkan surat ini ke sakumu, tidakkah kau khawatir ada yang menemukannya?" tanya Profesor, mengangkat surat yang dimaksud.

Harry menggelengkan kepalanya. "Jika kau lebih teliti, kau bisa lihat sentuhan sihir house-elf. Kecuali jika aku menyerahkan catatan ini secara pribadi pada seseorang, seperti yang kulakukan tadi, mereka tak akan bisa membacanya. Dobby dan aku merencanakan ini berbulan-bulan yang lalu."

"Cerdas, Mr. Potter, sangat cerdas." Fillius Flitwick tersenyum, mengembalikan suratnya. "Jadi, sekarang apa?"


(Notes : Untuk Blu Kira, haha memang mantap sekali kan cerita ini? Ssh. Jangan spoiler buat pembaca yang lain ya bagaimana nasib si Voldie wkwk. Untuk permintaanmu soal tambahan cerita dari versi aslinya, izinkan saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Hutang ff saya masih banyak, takut disantet sama pembaca di cerita sebelah. Wkwk. Tapi mungkin akan saya pertimbangkan membuat sequel oneshoot atau drabble series. Tidak janji ya :D )