Ch 25 : The Sound of Goblin Laughter
Harry meninggalkan pertemuan itu bersama Lord Peter, Sirius, dan Remus. Ketika mereka melewati pintu, Arthur dan Molly ternyata menunggu mereka.
"Harry sudah diemansipasi," ucap Sirius dengan tatapan sedih.
"Diemansipasi!?" seru Molly. "Dari segala ide bodoh! Harry James Potter! Kau belum cukup besar untuk mengambil keputusan orang dewasa! Kau hanyalah anak-anak!"
Harry menghela napas, menyingkir menghindari dekapan mencekik dari Molly. "Maafkan aku Mrs. Weasley, tapi kementerian dan Profesor Dumbledore tak menyetujui ucapanmu."
"Apa maksudmu, Harry?" tanya Arthur sambil berusaha menenangkan istrinya yang histeris.
Harry mengangkat bahu. "Aku tidak ingat semua istilah hukumnya, tetapi tahun kemarin kementerian dan Profesor Dumbledore setuju aku cukup dewasa untuk berpartisipasi dalam Turnamen Tri-Wizard dan cukup dewasa pula untuk disidang sebagai orang dewasa untuk pelanggaran sihir di bawah umur. Dengan begitu, aku sudah dewasa, kan, Sir?" Harry menatap Lord Peter.
"Benar sekali, Lord Potter." Sang pengacara tersenyum. "Mari ikuti saya. Masih ada dokumen yang membutuhkan tanda tangan. Pihak goblin seharusnya sudah menyiapkan cincin Keluarga Anda."
Lord Peter membimbing tiga rekannya maju duluan, tak lupa membungkuk singkat, meninggalkan para Weasleys.
"Harry?" Sirius menegur resah. "Apa lagi yang harus kita lakukan di sini?"
Remus tak menanggapi, mendorongnya ke arah Lord Peter pergi.
"Ayo, Sirius," ajak Harry disertai senyuman. "Aku akan menjelaskannya padamu."
Harry menghela frustrasi saat sadar Molly dan Arthur mengikuti mereka.
"Harry, Anakku!" seru suara berwibawa dari belakang.
"Oh Merlin, ayo cepat keluar dari sini," desis Harry, mempercepat langkah agar tak harus menghadap sang kepala sekolah.
"Pergilah, Harry," suruh Remus. "Biar kualihkan perhatiannya. Tapi, kau berhutang padaku untuk hal ini."
Lord Peter, Harry, Sirius, dan dua Weasleys masuk ke kantor Ragnok. Molly masih menggerutu soal bagaimana seharusnya Harry tak terlibat dalam urusan orang dewasa. Menurutnya, Harry masih terlalu kecil.
Setelah semua orang duduk nyaman di kantor Direktur Ragnok, sang goblin mengeluarkan dua kotak kayu. "Di sini, saya serahkan cincin-cincinmu, Lord Potter. Yang satu ini adalah Cincin Lordship Potter," jelasnya sambil menyerahkan satu kotak. "Dan yang ini cincin Gryffindor. Silakan pakai satu per satu. Tunggu hingga yang pertama menyesuaikan diri dengan jari Anda, setelah itu silakan pakai yang satunya lagi."
"Harry, pikirkan lagi!" pekik Molly.
"Madam, Anda di sini hanya sebagai saksi. Tolong diam," tegur Ragnok tegas.
"Istriku tidak bermaksud buruk, Sir," ucap Arthur. Dia mencengkram pundak istrinya, isyarat permintaan diam.
Harry memakai cincinnya, satu per satu, membiarkan masing-masing sihir dari cincin tersebut bersatu dengan jarinya. Hingga sihir masing-masing Keluarga menerima Harry sebagai bagian dari mereka.
Secara bersamaan, mereka berdiri dan membungkuk tanda salam. Tepat saat itu juga, Remus masuk bersama Albus Dumbledore.
"Maaf aku gagal, tapi Kepala Sekolah tak mau menerima penolakan. Lagi." Remus menggendikan bahu, maju menghadap Harry. "Sepertinya cincin-cincin itu menerimamu, Harry. Selamat datang, Lord Potter-Gryffindor."
"Harry, Anakku," ucap Dumbledore. Mimik wajahnya mengkerut, memperlihatkan kekecewaan. "Apakah kau tahu apa yang baru saja kau lakukan?"
"Ya, Sir, aku tahu," balas Harry. "Dan, untukmu, panggil aku Lord Potter mulai dari sekarang. Aku sudah mengambil langkah pertama meninggalkan perlakuan tidak burukmu. Kau bukanlah Tuhan, Kepala Sekolah. Kau tidak tahu segala hal."
"Harry! Itu bukan cara berbicara yang pantas di depan Kepala Sekolah," tegur Molly.
Beralih menatap Lord Peter, mengabaikan Molly, Harry berkata, "Ayo pergi, Sir. Urusanku saat ini sudah selesai. Terima kasih, Ragnok." Harry membungkuk hormat pada sang goblin.
"Tunggu aku!" seru Sirius, menerjang, mencengkram rubah Harry.
"Tunggu!" Albus ikut berseru, tangannya yang hendak meraih ditepis oleh Remus. Portkey pun aktif sebelum orang lain bisa menyentuh Harry lagi.
Ketiiganya mendarat di kantor Lord Peter. Sirius, setelah selesai meredakan tawa, berucap, "Oke, Harry, jelaskan padaku! Aku sudah cukup menunggu!"
"Duduklah, Lord Black." Lord Peter mempersilakan. "Lord Harry dan saya akan menjelaskan banyak hal kepada Anda."
"Pertama-tama," mula Harry sambil mengeluarkan sebuah walkman. "Sirius, kau harus mendengar ini. Suara ini direkam beberapa hari sebelum Malam Penutupan saat semua orang meributkan destinasi liburan natalku. Ingat, Dumbledore pada musim gugur lalu juga menyebutkan akan menutup sekolah agar bisa meningkatkan pelindung. Yah, intinya dengarkan saja."
"Albus?" ujar suara McGonagall dari walkman tersebut.
"Masuklah, My Dear."
Terdengar suara duduknya seseorang dan dituangkannya air di latar obrolan mereka.
"Jadi, apa Harry sudah memberitahumu ke mana dia akan menghabiskan waktu liburan kali ini selama sekolah ditutup?"
"Sirius mengundangnya berlibur bersama."
"Tidak boleh! Harry harus kembali ke rumah kerabatnya. Dia akan lebih aman di sana."
"Maafkan aku, Allbus. Karena Sirius adalah ayah baptis anak itu, dia punya hak untuk mengundangnya berlibur."
"Aku khawatir Mr. Black belum cukup stabil untuk menjaga keselamatan Harry. Tidak, Harry harus kembali ke Dursleys."
Minerva menghela napas. "Sayang sekali kau tidak bisa ikut campur dalam hal ini, Albus. Lagi pula, dengan perbaikan pelindung, dia tak bisa tinggal di sini."
"Sirius akan melakukan apa yang diperintahkan padanya," tegas Albus. "Tetapi, akan kuganti jadwal perbaikan pelindungnya. Harry tidak bisa dibiarkan pergi bersama seseorang yang tak stabil seperti Mr. Black."
Terdengar suara orang tersedak. "Albus! Kau pasti bercanda! Kita harus memperbaiki pelindungnya sesegera mungkin! Kau tidak bisa mengorbankan keselamatan banyak murid hanya untuk satu orang saja!"
"Ini demi kebaikan bersama, My Dear."
Sirius mulai menggeram. Harry menghela napas seraya mematikan walkmannya. "Maafkan aku, Sirius. Tetapi, seperti yang kau dengar, dia rela mengorbankan semua orang—termasuk kau—untuk mengendalikanku."
"Apa yang sudah bedebah itu lakukan pada kau dan aku?" geram Sirius.
Harry menyimpan walkman saat Lord Peter meminta agar teh dan roti lapis segera disajikan. Harry pun melanjutkan cerita. Dia dan Lord Peter sudah mendiskusikan seberapa banyak informasi yang akan dibagi pada Sirius dan memutuskan untuk tak melepas semua rahasianya.
Ada beberapa hal yang tak bisa Harry percayakan pada sang ayah baptis, contohnya adalah identitas Harry sebagai Oliver Twist. Hal itu harus tetap dirahasiakan. Meski Harry yakin mantan Marauder itu akan menikmati ironi yang ada.
Namun, Harry bisa memberi tahu Sirius bagaimana caranya menggunakan Dobby dan walkman yang sudah disihir dalam mengakali penggelapan informasi Dumbledore. Dia juga memberi tahu Sirius bagaimana Harry mengetahui, lewat para goblin, bahwa Lord Peter sudah menjadi kuasa hukum Keluarga Potter sejak beberapa dekade dan bagaimana semua bermula dari sana.
"Tapi kenapa kau tidak mempercayaiku dengan semua ini?" tanya Sirius, sedikit terguncang.
Harry menghela napas, mengusap rambutnya dan menggelengkan kepala. "Sirius, aku menyayangimu, tapi kau tak bisa kuandalkan. Kau dan Remus adalah hal terakhir yang menghubungkanku dengan orang tuaku, tetapi kau tak pernah memprioritaskanku. Bagaimana aku bisa percaya padamu? Dumbledore mengawasimu ketat, dan kau cenderung mengatakan padanya hal-hal yang seharusnya tidak dikatakan. Seperti hari ini, seharusnya kau bilang padanya urusanmu itu personal dan pergi saat itu juga. Bagaimana aku bisa percaya?"
Sirius menunduk. "Saat orang tuamu meninggal, aku berusaha membawamu tapi Hagrid sudah dia perintah dan menolak untuk memberikanmu padaku. Aku tak pernah menyangka dia akan membawamu ke Petunia. Aku menggila. Bukannya bertahan di sampingmu, aku malah mengejar si tikus sialan. Aku minta maaf."
Harry memeluk pria itu. "Sirius, aku bisa memaafkanmu untuk hal itu. Kau tidak berpikir jernih. Tetapi, setelah kau kabur, kau tetap tidak menganggapku penting."
Sirius tertampar. "Jangan. Jangan pernah mengatakan itu!" murkanya. Tetapi, kemarahan itu langsung lenyap saat ia melanjutkan, "Tapi kau benar. Selama ini aku bukan ayah baptis yang baik."
Harry menunduk, matanya berkaca-kaca. "Kau juga selalu membiarkan Dumbledore mengendalikanku. Cukup menjentikkan jari, kau patuh melakukan perintahnya. Seperti yang kau lakukan Natal ini. Bagaimana dengan rencana kita untuk menghabiskan Natal bersama sebagai keluarga?"
Sirius membuka mulut, lalu menutupnya. Memejamkan mata, pria itu menghela napas, kemudian mengangguk.
"Lord Harry," sela Lord Peter, memutus ketegangan di antara mereka. "Direktur Ragnok meminta Anda dan saya kembali ke Gringotts untuk melakukan rapat lain siang ini."
o~o~o
Amelia Bones menikmati anggur berkelas bersama Gretta Marchbanks. Kedua penyihir wanita itu merayakan keberhasilan mereka menegakkan satu lagi keadilan di ranah kotor.
"Bersulang untuk keberhasilan," ujar Gretta, mengangkat gelasnya tinggi-tinggi.
"Untuk keberhasilan menjatuhkan Pak Tua itu," imbuh Amelia, balas mengangkat gelasnya.
Keheningan singkat terjadi saat Amelia melirik tumpukkan dokumen Potter. "Aku tak percaya Albus merencanakan semua kekacauan ini."
"Akui saja, Amelia. Dia sudah mulai gila."
Tak ada yang menyadari keberadaan kumbang kecil yang keluar dari cellah pintu. Dia berhasil mendapatkan buruannya! Bukan yang diinginkan, tapi cukup untuk saat ini.
o~o~o
"Anak itu akan datang hari ini?" Goblin perempuan bertudung dan berjubah bertanya pelan.
"Ya, Nyonya. Dia akan datang sebentar lagi," jawab Ragnok dengan sopan.
"Bagus. Akan kujelaskan padanya ritual yang harus ia lantunkan." Setelah itu dia diam, fokus kembali dengan pikirannya.
Ragnok berdiri dan membungkukkan badan. Lalu, dia meninggalkan ruangan itu.
o~o~o
"Lord Harry, berhubung saat ini kau adalah orang dewasa yang bebas, ada seseorang yang ingin kupertemukan denganmu. Bagaimana?" tanya Ragnok, menggiring Lord muda dan kuasa hukumnya semakin memasuki koridor Gringotts.
"Direktur Ragnok, apakah ini penting?" Lord Peter menghela napas. "Waktu Harry terbatas dan kami berencana merayakan—"
"Kau akan punya tambahan alasan untuk mengadakan perayaan jika kau berkenan mengikutiku. Goblin ini sudah mengikuti perkembangan rencana kita. Ini adalah kehormatan besar dan menolak permintaannya sama saja penghinaan kepada klan kami." Seringai liar dari pemimpin goblin itu memberi petunjuk bahwa ia merencanakan sesuatu.
Ragnok membawa mereka ke sebuah ruangan berpintu megah yang dijaga oleh goblin bersenjata lengkap. Kedua penyihir itu terdiam saat Ragnok meneriakkan sesuatu dalam Bahasa gobbledegook. Keduanya menghormat, lalu menyingkir dari pintu dan mempersilakan mereka masuk.
Langkah kaki mereka menggema pada dinding batu. Satu-satunya sumber cahaya yang ada datang dari obor yang berjajar di dinding ruangan tersebut. Mereka melihat sosok mungil berjubah duduk di sebuah kursi dengan mimbar agak naik.
Ragnok membungkuk dalam dan menyapa sosok tersebut dengan sangat hormat. Bingung dan agak kewalahan, Lord Peter dan Harry merasa lebih baik mereka mengikutinya untuk membungkuk.
"Lord Harry Potter-Gryffindor, Lord Peter Fletchly-Addams, saya kenalkan dengan penuh hormat, Penjaga Pengetahuan dari Bangsa Goblin," ujar Ragnok serius. Rasa bangga dan takjub yang tersirat dari caranya berbicara memberi tahu mereka bahwa sosoko mungil ini harus diperlakukan penuh hormat. "Beliau datang untuk membantumu dengan pengetahuan yang telah lama dilupakan oleh bangsa penyihir."
"L-Lady, saya dengan senang hati menerima bantuan—apa pun bentuknya—dalam rangka menuntaskan misi melawan Voldemort." Harry bangkit, kebingungan jelas terlihat di matanya.
"Jawaban yang bagus, penyihir kecil." Sosok bertudung itu mengekeh pelan. "Jalanmu sangat berat, Direktur Ragnok telah menceritakan banyak hal tentangmu dan apa yang kau hadapi. Aku juga diberi tahu kau membawa serpihan jiwa Voldemort dari kehidupan pertamanya di dalam dirimu. Apakah ini benar?"
"Aku—" Harry menatap Lord Peter bingung. "—huh!?"
"Iya, My Lady." Lord Peter menatap Harry, mengangguk penuh penyesalan. "Dia memang membawa serpihan itu bersamanya, tapi kami berniat memberitahunya setelah dia bebas memilih apa yang ingin ia lakukan. Seperti yang kau tahu, akan sangat berbahaya untuk menghilangkannya."
Sang Penjaga Pengetahuan mengangguk. "Ya, pada umumnya akan begitu, tapia da beberapa cara untuk mengatasinya dengan risiko bahaya lebih kecil." Suaranya terdengar khawatir saat menambahkan, "Para penyihir telah melupakan Ritual Pengasingan, yang lebih telak daripada ritual pembuangan sederhana yang masih dipraktikkan saat ini."
Dia terdiam sejenak, menimang-nimang, lalu melanjutkan, "Aku melihat memori tentang ritual yang digunakan untuk membawa Penyihir Jahat itu kembali. Pilihan salah untuk menggunakannya. Tulang dari sang ayah, daging dari pelayan, dan darah milik lawan … dia benar-benar bodoh!
"Apa kau tahu tulang yang dia gunakan adalah tulang muggle? Mana mungkin ada sihir dari tubuh muggle!" Dia mendengkus jijik. "Apakah kau tahu, dalam sihir kuno, pelayan yang dimaksud itu bukan penyihir? Pelayan yang menjadi syarat ritual ini adalah peri rumah, karena mereka adalah makhluk sihir. Mereka punya inti sihir yang berbeda dengan penyihir, yang mana sesuai karena untuk menciptakan inti sihir bagi penyihir yang dibangkitkan dibutuhkan sihir dari makhluk sihir."
Harry menganga, terpaku saat menyadari apa maksud kata-kata goblin itu.
"Dan, untuk darahmu, saat dia menggunakannya untuk ritual kacau itu, dia melakukan pelanggaran sihir kuno terberat." Lagi-lagi, tetua goblin itu mendengkus jijik. "Pencurian garis darah, terhadap Rumah Bangsawan Kuno pula! Kuberi tahu, Sihir Kuno sama sekali tidak menyukainya."
Wajah Harry memucat, badannya mulai gemetaran. Api di sekitar mereka menyala liar. Lord Peter langsung menyentuh Pundak anak itu untuk menenangkannya.
"Kau, Harry James Potter," ujarnya dengan penuh wibawa, "harus mengambil alih kembali sihir keluarga yang dicuri darimu."
Dia berdiri, melepas tudungnya. Wajahnya yang menua terlihat mengerikan di bawah penerangan obor. "Termasuk sihir dari garis keturunan Slytherin. Garis yang dihadiahkan padamu oleh Sihir itu sendiri melalui Hak Penaklukkan, mengingat kau telah mengalahkannya berkali-kali."
Matanya yang menerawang membuat mereka membeku ketika jari kurusnya menunjuk Harry dan menuntut, "Ambil alih Sihir dan cincin Slytherin! Ambil hakmu sebagai garis sihir terakhir dari Keluarga itu. Kau bukan pewaris darah, tetapi pewaris sihir atas Hak Penaklukkan! Kau adalah penerus terakhir dari garis keluarga itu dan semua sihir Slytherin—baik masa lalu, masa kini, dan masa depan—adalah milikmu—untuk kau gunakan, kau buang, atau kau lepas—sesuai kehendakmu!"
Terjadi keheningan mutlak sebelum suara gelak tawa membahana Ragnok memenuhi seisi ruangan.
