Aku segera berlari menuju Yuuji dan berdiri di hadapannya membentangkan kedua tanganku.
"Yuuji bukan orang jahat!"
"…Aku tidak pernah mengatakan bahwa anak ini adalah orang jahat lho. Lagipula, jahat atau tidaknya seseorang itu tergantung persepsi keadilan masing-masing," ujar Gojo menundukkan tubuhnya menatapku sambil menyeringai.
"Kau sendiri! Tiba-tiba saja kau berbohong dengan mengatakan bahwa kau adalah kakakku."
"Eh? Aku tidak berbohong kok. Kalau Yume-chan tidak percaya kita bisa melakukan uji DNA setelah ini. Sama seperti yang telah kalian lakukan~," jawabnya dengan seringai yang semakin lebar.
Orang ini…
Ia sudah tahu sejak awal!
Ia pasti telah melihatku dan Yuuji pergi ke tempat uji DNA!
"Kau membuntuti kami?! Dasar rendahan! Mesum!"
Walau kuhina anehnya Gojou-san tidak terintimidasi sedikit pun dan malah bertepuk tangan. Suara tepukannya bergema ke seluruh penjuru hutan.
Tiba-tiba saja Nanami-san mengangkat kaki panjangnya dan melayangkan tendangan ke wajah Gojou-san, namun tendangan itu tidak menyentuh wajah Gojou-san sama sekali dan berhenti tepat di depannya, seolah-olah ada tembok tidak terlihat yang menghalangi wajah Gojou-san.
"Nanami selalu tidak sabaran ya~"
"Menyingkir dari Yume dan Yuuji sekarang juga."
"Tidak mau~ Aku tidak akan pergi sampai anak ini mengatakan hal yang sebenarnya dari mulutnya sendiri~," jawab Gojou-san dengan nada jenaka sambil mengerucutkan bibirnya. Walau aku tidak mau mengakuinya, aku sadar bahwa apa yang dikatakan orang ini semuanya adalah sebuah kebenaran. Ia adalah kakakku. Yang berarti Yuuji juga berhubungan darah dengan orang ini. Jika begitu maka terjawab sudah darimana sikap ceria Yuuji didapatkan. Bahkan bibir mereka yang suka mengerucut saat sedang ngambek itu pun sama persis.
"Kaachan, sudahlah. Aku akan menceritakan semuanya. Lagipula sejak awal aku memang tidak berniat untuk menyembunyikannya kan. Aku tidak mengatakannya hanya karena Kaachan yang meminta."
Yuuji menyentuh pundakku dan kemudian menyingkirkan tubuhku ke belakang tubuhnya.
"Nanami-san, tidak, Touchan maafkan aku. Aku telah berbohong pada Touchan. Gojou-sensei benar, aku bukan keponakan dari Kaachan," ujar Yuuji sambil menundukkan tubuhnya ke hadapan Nanami-san. Mulut Nanami-san sedikit terbuka seolah ia ingin mengatakan sesuatu namun ia mengatupkannya kembali.
"Kau bahkan memanggilku sensei. Hanya orang-orang Kousen yang tahu bahwa aku adalah seorang guru. Un, un, aku guru yang sangat hebat dan teladan. Oleh karena itu sudah pasti aku mengingat semua nama dan wajah muridku, tapi… rasanya aku tidak punya murid sepertimu~" ujar Gojo sambil menggerak-gerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri.
"Bukan di masa ini, karena saat ini aku belum dilahirkan. Tapi aku murid sensei di masa 16 tahun yang akan datang."
Hentikan Yuuji… Jangan diteruskan…
Kalau kau teruskan…
Aku melirik ke arah Nanami-san yang ternyata juga sedang melirik ke arahku. Aku segera menundukkan wajahku menghindari tatapannya dan bergeser berlindung ke belakang punggung Yuuji.
"16 tahun yang akan datang katamu…?" ucap Gojou-san dengan perlahan.
"Ya! Perkenalkan! Namaku adalah Nanami Yuuji, anak laki-laki dari Itadori Yume dan Nanami Kento yang datang dari masa 16 tahun yang akan datang!" seru Yuuji dengan suara lantangnya. Namun kemudian keheningan menyelimuti kami.
Aku menutupi wajahku dengan kedua tanganku dan tidak berani melihat bagaimana ekspresi wajah Nanami-san. Apakah ia sangat terkejut? Apakah ia tidak percaya? Apakah ia menganggap aku dan Yuuji tidak waras?
"HAHAHHAHAHHAHHAHAHAHAHAHA!" tawa Gojou dengan sangat kencang hingga menggemakan seluruh isi hutan dan membuat burung-burung berterbangan dari sangkarnya.
Reaksi yang normal tentu saja. Tidak ada yang akan langsung percaya cerita fiksi ilmiah seperti itu. Aku juga percaya baru setelah aku melakukan uji DNA. Tapi menyebalkan sekali rasanya mendengar suara tawanya itu.
"HAHAHAHHA! Aku percaya sih karena memang itu yang terlihat oleh mataku tapi tetap saja HAHAHAHHAHA! Aku tidak percaya Nanami jadi adikku! HAHAHAHHAHAHA!"
Malah kesitu?!
Aku memberanikan diriku untuk melongokkan kepalaku dari balik bahu Yuuji. Aku melihat Gojou yang sedang tertawa terpingkal sambil memegang perutnya dan menunjuk-nunjuk Nanami-san dengan jari telunjuknya. Sementara itu Nanami-san berdiri melipat tangannya di depan dada sambil menatap sinis Gojou-san yang sedang mentertawakannya, "Jangan tunjuk-tunjuk aku Gojou-san."
"HAHAHAHHA! Panggil aku Oniichan dong Nanami~"
"SIAL!"
Kenapa mereka berdua justru jadi asik sendiri sih…
"Tuh kan Kaachan tidak apa-apa. Touchan tidak akan mungkin jadi membenci Kaachan hanya karena aku mengatakan hal yang sebenarnya."
Mendengar perkataan Yuuji, Nanami-san langsung menengok ke arah kami berdua, "Membenci?"
"Un, Kaachan merahasiakannya karena takut Touchan akan membenci kita dan menganggap kita berdua tidak waras," ujar Yuuji dengan wajah polosnya. Tawa Gojou-san masih belum berhenti, "Tapi memang sih, secara akal sehat orang normal kalau diceritakan hal seperti itu pasti tidak akan percaya dan menganggapmu tidak waras, HAHAHAHHA! Nanami jadi adikku! Lucu sekali! HAHHAHA!"
Tidak mempedulikan tawa Gojou-san, Nanami-san kemudian berjalan menghampiri kami. Spontan aku menarik bagian belakang baju Yuuji seperti makhluk kecil yang ketakutan karena akan diomeli oleh makhluk besar.
"Membenci? Aku? Membenci Yume?"
Tunggu…
Aku baru sadar… Sejak kapan Nanami-san mulai memanggil nama kecilku?!
"Un, begitulah yang dikhawatirkan Kaachan selama ini," jawab Yuuji sambil membawa tubuhku yang sedang bersembunyi di belakang tubuhnya ke hadapan Nanami-san.
"Yu, Yuuji! Apa yang kau lakukan?!" seruku sambil memalingkan wajahku dan memundurkan sedikit tubuhku. Tapi Yuuji malah semakin mendorongnya ke hadapan Nanami-san.
"Kaachan kan selalu mengajarkan padaku untuk berbicara jujur jadi katakanlah pada Touchan yang sebenarnya kalau Kaachan menyukai Touchan!"
"Si, siapa yang suka?!" pekikku membuat suasana kembali menjadi hening.
Nanami-san kemudian jatuh berlutut dengan kepalanya yang tertunduk.
"Tuh… Touchan jadi sedih kan. Kaachan sih…" ujar Yuuji dengan alisnya yang turun.
Eh?! Begitu sedih?! Itu gara-gara aku?!
Tawa Gojou-san kembali terdengar menggema, "HAHAHAHA! Nanami ditolak! HAHAHA! Duh sakit perut! HAHAHAHA!"
Ahhhhh! Aku tidak tahu lagi! Merepotkan sekali mereka bertiga!
"Yuuji! Bekap mulut Niisan agar dia tidak berisik!"
"Siap!"
"Eh?"
Atas perintahku, dengan gerakan yang gesit Yuuji langsung berlari menuju Niisan dan memiting tubuh Niisan serta membekap mulutnya, "Sudah Kaachan!"
Aku kemudian berjongkok di hadapan Nanami-san sambil memeluk kedua lututku, "Maafkan aku Nanami-san… Aku dan Yuuji telah berbohong padamu. Karena aku tidak ingin dibenci oleh Nanami-san. Kupikir Nanami-san tidak akan percaya pada kami dan justru akan jadi membenciku. Aku tidak mau hal itu terjadi karena sebenarnya sejak pertama kali bertemu Nanami-san… Aku… Aku sudah menyukai Nanami-san."
Setelah aku menyelesaikan perkataanku Nanami-san mengangkat kepalanya dan mendekatkan wajahnya pada wajahku. Sangat dekat hingga kedua bibir kami bersentuhan. Aku bisa merasakan tangan besar Nanami-san yang mendorong kepalaku agar semakin menempelkan bibir lembutnya pada bibirku. Tanpa sadar aku pun memejamkan kedua kelopak mataku.
Di belakang kami Niisan segera menutupi kedua mata Yuuji dengan tangannya. Entah sejak kapan ia sudah lepas dari pitingan Yuuji. Yuuji yang ditutup kedua matanya jadi kebingungan dengan apa yang sedang terjadi, "Eh? Eh? Kok gelap? Kenapa mataku ditutup?"
Rasanya kepala dan hatiku menjadi sangat ringan, semua keraguan dan kegelisahan yang kurasakan hingga saat ini telah menguap. Setelah itu Nanami-san menjauhkan wajahnya dari wajahku dengan perlahan. Ia kemudian menyentuh wajahku dengan sangat lembut, dengan suara rendahnya yang terdengar sangat tenang ia berkata, "Apapun yang terjadi aku tidak akan mungkin membencimu Yume. Karena sejak awal aku juga sudah menaruh hati kepadamu."
Eh?
Sejak awal?
"Sejak hari wawancara kerja itu."
Bohong…
Bagaimana bisa? Padahal selama ini kupikir hanya akulah…
"Hari itu, walau kau sebenarnya sedang merasa sakit tapi kau sama sekali tidak menunjukkannya dan tetap melakukan wawancara. Dengan wajah tenang dan cara bicara yang tegas kau menjawab setiap pertanyaan dengan baik. Setelah aku tahu bahwa kau diterima bekerja di perusahaan, tanpa sadar aku pun jadi semakin memperhatikanmu. Kau selalu bekerja keras dan sangat rajin. Laporan dan dokumen yang kau buat selalu rapi dan mudah untuk dipahami. Kau juga selalu bersikap sopan setiap kali bertemu denganku. Kau tidak pernah memandangku dengan pandangan yang aneh. Kau berbeda dari wanita-wanita lain yang pernah kukenal. Aku ingin segera mengajakmu berbicara tapi… Kupikir kau akan takut denganku jika aku tiba-tiba mengajakmu berbicara tanpa ada alasan khusus."
Tentu saja!
Tapi daripada disebut tidak pernah memandang mungkin lebih tepatnya itu karena aku tidak bisa memandangnya. Jantungku akan menjadi sangat ribut setiap kali aku memandang Nanami-san.
"Kemudian Yuuji muncul dan ternyata kau punya kemampuan melihat jurei. Aku jadi mempunyai alasan untuk mendekati dan melindungimu. Apalagi setelah kau diganggu oleh orang mesum."
"Eh? Orang mesum yang dimaksud itu aku?" ucap Niisan sambil menunjuk dirinya sendiri. Yuuji mengangguk membenarkan, "Tentu saja siapa lagi." Niisan mengerucutkan bibirnya, "Eh~~~"
"Oleh karena itu, tidak ada alasan bagiku untuk tidak mempercayai bahwa Yuuji adalah anakmu dan anakku. Apalagi setelah Gojou-san berkata seperti itu. Walaupun aku tidak menghormatinya, tapi kuakui bahwa kekuatan mata Gojou-san, Rikugan, adalah kekuatan mata yang dapat melihat hal-hal semacam itu."
"Eh?! Kau tidak menghormatiku?!"
"Un, un paham."
"Eh?! Yuuji kau sepaham?!"
Tidak mempedulikan dua orang yang sedikit-sedikit ribut berkomentar di belakang kami, air mataku mulai mengalir keluar, "Jadi… Aku tetap boleh menyukai Nanami-san?"
"Aa, tentu saja. Justru aku ingin memintamu untuk terus menyukaiku."
"Tidak apa-apa? Walaupun aku mempunyai kakak orang mesum?"
"Yume-chan?!"
"Aa, tentu saja. Aku akan mengurus orang itu nanti."
"Oi Nanami!"
Nanami-san kembali memelukku. Rasanya benar-benar seperti mimpi. Tapi aku tahu bahwa aroma yang lembut ini bukanlah sebuah kebohongan.
Suara tangis bercampur tepuk tangan kemudian terdengar dari Yuuji, membuat kami semua menoleh padanya, "Syukurlah Kaachan, Touchan, Syukurlah! Aku senang sekali melihat kalian akhirnya bersama!"
"Yuuji… Terima kasih…"
Benar… Semua berkat Yuuji. Mungkin jika tidak ada dorongan dari Yuuji aku tidak akan pernah bisa mengetahui isi hati yang sebenarnya dari Nanami-san.
"Bolehkah aku memeluk Kaachan dan Touchan?" tanya Yuuji dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya. Nanami-san mengangguk dan sambil melambaikan tangannya ia menjawab, "Aa, tentu saja."
Yuuji langsung berlari ke arah kami dan memeluk tubuhku dan Nanami-san. Aku bisa merasakan tubuh Yuuji yang sedikit gemetar saat memeluk kami, membuatku jadi ikut menangis dan membalas pelukannya dengan sangat erat.
"Bolehkah aku juga memeluk kalian?" tanya Niisan sambil menelengkan kepalanya dengan ekspresi yang dibuat agar terlihat imut, namun tentu saja hal itu tidak memberi pengaruh pada kami, Nanami-san justru memelototinya sambil mendecakkan lidah.
"Syukurlah aku datang ke masa ini…" ucap Yuuji sambil melepas pelukan dan menyeka air mata dengan punggung tangannya.
"Itukah tujuanmu datang ke masa lalu Yuuji?" tanya Nanami-san sambil menepuk-nepuk kepala Yuuji.
"Un. Untuk menyatukan Kaachan dan Touchan."
"Itu saja? Tidak ada tujuan lain?" Niisan bertanya dengan nada suara skeptisnya. Yuuji kembali terdiam sejenak, "…Un, itu… Itu agar aku dapat melihat Kaachan yang manis mengenakan gaun pengantin dengan mata kepalaku sendiri!"
Niisan langsung berwajah terkejut. Tentu saja, ia pasti tidak akan percaya dengan alasan sembarangan yang diucapkan oleh Yuuji. Aku harus membantu Yuuji, "Sebentar maksud Yuuji itu—"
"Tentu saja~~! Kau memang keponakanku Yuuji! Aku mengerti perasaanmu! Sudah pasti Yume-chan akan sangat manis mengenakan gaun pengantin ya~! Un, Un, Kejadian langka yang tidak boleh dilewatkan!" Niisan langsung menghampiri dan mengacak-acak kepala Yuuji.
"Yakan! Yakan! Sudah kuduga Gojou-sensei pasti bisa memahaminya!"
Mereka berdua kemudian saling berjabat tangan dengan ekspresi heboh yang sama persis. Walau aku tidak ingin mengakuinya sudah pasti sifat ekspresif Yuuji diturunkan dari Niisan melalui diriku.
"Mmm… Tapi aku sedikit heran. Padahal Kaachan sangat manis kan? Kenapa sampai sekarang tidak pernah punya pacar ya?"
Mendengar pertanyaan Yuuji membuat tubuh Nanami-san sedikit tersentak.
"Oh, itu sih karena aku selalu menyingkirkan serangga pengganggu yang ingin mendekati Yume-chan."
Jadi kau rupanya penyebab mengapa tidak ada yang mendekatiku?!
"Syukurlah ya Nanami~ Kau harus berterima kasih padaku lho~ Kau bisa membayarnya dengan menggantikanku pergi misi besok. Ah~ Akhirnya aku bisa bersantai~"
Aku bisa mendengar dengan jelas suara decakan lidah dari Nanami-san.
Tidak mempedulikan Niisan, Nanami-san kemudian mengalihkan wajahnya kembali pada Yuuji, "Lalu Yuuji, bagaimana bisa kau datang ke masa ini?"
"Dengan bantuan dari Master Tengen! Beliau yang membukakan portal waktu untukku!"
"Master Tengen bisa melakukan hal seperti itu?"
"Nanami-san kenal dengan Master Tengen?"
"Daripada disebut kenal mungkin lebih tepatnya aku tahu karena ia adalah orang yang menjaga keseimbangan kekkai di Kousen dan seluruh Jepang ini. Semua orang Kousen dan Jujutsushi pasti tahu. Walau aku belum pernah bertemu dengannya."
"Aku pernah sekali~ Kalau tidak salah ia memang bisa melakukan hal seperti itu. Tapi yang kutanyakan disini adalah… Mengapa ia mau melakukan hal seperti itu untuk Yuuji?" Niisan bertanya sambil menyipitkan matanya. Memandang Yuuji dengan tatapan meragukan. Yuuji segera bersembunyi di belakang tubuh Nanami-san dan Nanami-san balas memelototi Niisan.
"Uwa~ Merepotkan sekali~ Kau punya ayah yang menyeramkan ya. Hhh… Baiklah. Untuk hari ini kuakhiri sampai disini. Lagipula aku juga sudah mendapatkan jawaban atas pertanyaanku."
"Aa, kita juga harus kembali dan tidak boleh membuat orang-orang di toko roti menjadi khawatir."
"Ah! Nanami-san benar! Mereka pasti mengira sekarang kita masih bertarung melawan jurei."
Dengan gerakan yang cepat Niisan menarik tangan besar Nanami-san dan kemudian menjauhkan Nanami-san dari diriku dan Yuuji. Ia mendekatkan wajahnya pada telinga Nanami-san dan membisikkan sesuatu.
Setelah itu Niisan menghilang dari hadapan kami. Ia pasti menghilang dengan menggunakan suatu jurus Jujutsushi semacam teleportasi. Aku tidak tahu apa yang telah dibisikkan Niisan pada Nanami-san, tapi untuk sesaat wajah Nanami-san berubah menjadi tegang.
Mungkin Yuuji tidak menyadarinya. Ia justru bertanya pada Nanami-san dengan wajah polosnya, "Touchan? Apa yang dikatakan oleh sensei?"
Nanami-san terdiam, namun kurasa jawaban yang keluar dari mulutnya setelah itu bukanlah kata-kata yang sebenarnya dikatakan oleh Niisan.
"Aa, katanya kita harus segera pergi pulang dan beristirahat."
Setelah peristiwa penyerangan jurei di pegunungan, aku mengalami demam selama beberapa hari dan tidak bisa bergerak dari kasur. Mungkin karena semua kenyataan yang tiba-tiba datang datang membuat diriku terguncang dan tubuhku tidak bisa menerimanya, sehingga aku pun diserang oleh demam tinggi.
Aku sungguh bersyukur Yuuji datang ke masa ini. Yuujilah yang merawatku selama aku sakit. Dulu jika aku sakit, aku hanya bisa tertidur di kasur tanpa melakukan apapun dan hanya meminum air. Dan hal itu membuat sakitku sembuh semakin lama. Jika sedang tidak ada lembur, Nanami-san juga hampir setiap hari datang setelah selesai jam kerja. Sementara itu, aku meminta Yuuji untuk tidak mengizinkan Niisan masuk karena entah mengapa jika melihat wajah dan matanya yang sama persis denganku itu aku justru menjadi kesal.
Berdasarkan hasil uji DNA, aku dan Niisan memang terbukti bersaudara tiri. Aku masih ingat ekspresi kesal Nanami-san saat melihat surat hasil uji DNA yang disodorkan Niisan tepat ke hadapan wajahnya. Setelah itu Nanami-san langsung merobek kertasnya menjadi potongan-potongan kecil dan membuat Niisan tertawa terbahak-bahak.
Berdasarkan cerita dari Nanami-san, Yuuji mengatakan bahwa Niisan adalah benar senior satu tingkat di atas Nanami-san. Sejak jaman sekolah Niisan sudah bersikap seenaknya dan selalu mengisengi Nanami-san serta selalu menyerahkan semua tugas yang seharusnya dikerjakannya sendiri kepada Nanami-san. Sudah sejak itulah Nanami-san menumpuk kebenciannnya pada Niisan.
Awalnya aku masih tidak percaya dan tidak tahu harus bersikap bagaimana di hadapan Nanami-san yang sikapnya berubah 360 derajat setelah kami mulai menjalin hubungan. Nanami-san yang sebelumnya kukenal sangat dingin dan tidak berekspresi itu berubah menjadi sangat lembut dan perhatian. Ia bahkan sudah benar-benar menganggap Yuuji sebagai anaknya sendiri. Walaupun Nanami-san mengatakan bahwa ia sudah berhenti menjadi Jujutsushi, tetapi ia masih mau melatih Yuuji di hari liburnya, mengajari Yuuji memasak di saat aku sedang sakit, dan bahkan sering memujinya.
Walau melalui hasil uji DNA mereka juga sudah terbukti sebagai pasangan ayah dan anak, tapi interaksi secara langsung dengan Yuujilah yang membuat Nanami-san semakin yakin. Nanami-san berkata bahwa ia mengerti apa yang kurasakan terhadap Yuuji. Perasaan nostalgia dan hangat yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Bagi kami keberadaan Yuuji sudah menjadi keberadaan yang tidak bisa tergantikan lagi.
Beberapa bulan berlalu tanpa ada peristiwa besar khusus. Selama itu beberapa jurei tingkat rendah beberapa kali menyerangku entah di kantor atau saat aku sedang sendirian. Jika aku sedang ada di kantor tentu saja jurei itu akan dimusnahkan oleh Nanami-san. Namun jika aku sedang sendirian aku pasti akan menghubungi Yuuji atau lari kabur atau Niisan tiba-tiba saja muncul dan datang membasminya. Aku sedikit curiga apakah Niisan memasang alat pelacak padaku.
Aku tahu jika aku sebenarnya selalu merepotkan mereka semua. Karena aku tidak memiliki Jutsushiki, maka aku selalu saja dilindungi. Oleh karena itu, aku berkali-kali meminta pada Niisan untuk melepaskan kekuatanku yang tersegel. Namun Niisan selalu mengalihkan pembicaraan dan tidak pernah mengabulkan permintaanku.
"Jika segel Yume-chan kulepaskan, itu akan menghancurkan keseimbangan dunia Jujutsu. Coba bayangkan apa yang akan terjadi jika ada dua diriku di dunia ini?"
"Rasa kesalku akan jadi berlipat ganda," jawab Nanami-san sambil mendecakkan lidahnya.
"Dua Gojou-sensei? Hmm… Jadi akan semakin berisik pastinya, ya kan Kaachan?"
"Iya. Rasa menjijikkan akan jadi berlipat ganda."
"Keluarga ini kenapa sih?! Kenapa kalian semua membenci makhluk tampan sepertiku?!"
"…"
"Aku nggak membenci sensei kok."
"Mesum."
"Hueeeeee~~ Sekutuku memang cuma Yuuji~~~" rengek Niisan sambil memeluk Yuuji dan Yuuji menepuk-nepuk kepalanya sambil menenangkan.
Walau Niisan memiliki kekuatan dengan daya penghancur yang dahsyat. Sikapnya sungguh sangat menyebalkan seperti anak kecil.
Saat pertengahan musim gugur, Nanami-san tiba-tiba saja mengajakku pergi kencan untuk yang kedua kalinya. Ia meminta maaf padaku karena selama ini tidak pernah mengajakku pergi keluar. Nanami-san mengutuk pekerjaan kantornya yang tidak pernah mendapat libur ditambah dengan Niisan yang akhir-akhir ini semakin menyeret Nanami-san untuk kembali menjadi Jujutsushi dan memberikannya misi dengan alasan Kousen sedang kekurangan orang. Dengan alasan yang sama ia juga menyeret Yuuji. Yuuji karena sifat santainya itu tidak merasa masalah dan justru merasa senang karena bisa mendapat uang jajan tambahan. Akan tetapi Nanami-san jelas-jelas menunjukkan ketidaksukaannya dan kekesalannya pada Niisan. Walaupun begitu, anehnya Nanami-san tidak pernah menolaknya. Bahkan Nanami-san masih berbicara dengan bahasa sopan pada Niisan. Walau aku sedikit heran tapi seperti itulah Nanami-san. Dalam pekerjaan ia selalu bersikap sangat profesional.
Nanami-san mengajakku ke sebuah taman bermain yang cukup terkenal. Karena aku mengatakan bahwa aku tidak pernah pergi ke taman bermain. Walau kami sudah pergi secara diam-diam, namun entah mengapa Niisan dan Yuuji tetap mengetahuinya dan mereka saat ini dengan terang-terangan membuntuti di belakang kami.
"Kakakmu itu hobinya buruk sekali."
"Setuju."
"Jika Kousen memang sedang kekurangan orang, mengapa ia tidak pergi melakukan misi dan malah mengganggu kencan orang lain?!"
"Tenang Nanami-san, Yuuji ada di sampingnya kok, jadi ia tidak akan berulah macam-macam, mungkin."
"Soal Yuuji…"
Nanami-san berhenti melangkah. Ia kemudian menundukkan wajahnya dan mendekatkan bibirnya pada telingaku, mengeluarkan suara bisikannya yang terdengar menggelitik, "Aku memang senang menghabiskan waktu bertiga dengan Yuuji. Tapi aku juga ingin sesekali menghabiskan waktu hanya berdua saja denganmu."
?!
Tubuhku terkesiap, secara spontan aku langsung menutupi kedua telinga dengan tanganku. Aku sedikit ceroboh karena telah merasa tenang dan nyaman dengan Nanami-san yang selalu bersikap lembut paddaku. Aku kembali merasakan jantungku berpacu dengan cepat.
Melihat reaksiku Nanami-san justru tertawa kecil, "Wajahmu memerah. Manis sekali... Sejujurnya aku suka sekali reaksimu yang seperti itu Yume."
?!
Nanami-san! Memanggil nama kecilku dan mengatakan hal seperti itu dengan suara dan ekspresi yang lembut adalah tindakan kriminal lho!
"A, aku akan membeli minuman dulu!"
Untuk menenangkan diriku aku segera kabur dan menjauh dari Nanami-san. Aku berlari menuju mesin penjual otomatis yang berada di paling ujung taman bermain. Syukurlah tempat ini sepi dan tidak ada orang yang lewat sehingga aku bisa menenangkan diriku.
Padahal sudah beberapa bulan berlalu, aku masih saja tidak bisa terbiasa dengan sikap Nanami-san jika ia tiba-tiba berubah menjadi mode romantis seperti itu. Mungkin karena Nanami-san telah cukup lama menahan stress yang menumpuk akibat pekerjaan, Jujutsushi, dan juga Niisan. Nanami-san jadi terlihat lebih lepas dan berbeda dari biasanya. Padahal Nanami-san tahu bahwa Niisan dan Yuuji sedang membuntuti mereka di belakang tapi Nanami-san seolah tidak peduli dan tetap melepaskan stressnya dengan bersikap romantis seperti itu.
"Sungguh pria yang menakutkan…" gumamku pelan sambil menundukkan tubuhku untuk mengambil dua botol minuman yang keluar dari bagian bawah mesin penjual otomatis.
Saat aku berdiri dan membalikkan tubuhku tiba-tiba saja angin berhembus sangat kencang hingga aku harus menahan rokku agar tidak terangkat oleh angin. Aku terdiam sesaat menunggu angin kencang selesai berhembus. Setelah itu aku mendengar suara kepakan sayap burung yang sangat kencang.
Tidak jauh dariku mendarat seekor burung seperti burung pelikan namun dengan ukurannya yang berkali-kali lipat lebih besar. Seorang pria berambut panjang berpakaian kesa[1] berwarna hitam mendarat bersamanya dengan berpegangan pada kaki burung itu. Ia kemudian tersenyum ke arahku. Senyumannya seketika membuatku merinding. Hawa di sekitarku menjadi terasa berat dan membuatku sama sekali tidak bisa menggerakkan tubuhku. Auranya bahkan lebih mengerikan daripada jurei tingkat 1 yang kami hadapi di hutan waktu itu. Siapa pria ini?!
"Wah… Rumor itu ternyata benar ya. Tidak kusangka Satoru benar-benar mempunyai seorang adik yang berwajah sangat mirip dengannya. Mata ini… Sungguh mirip dengan mata Satoru…"
?!
Aku tidak mengerti. Padahal sedetik yang lalu pria ini masih berdiri di samping burung besar itu tapi sekarang ia sudah berada di sampingku sambil mengangkat daguku dengan jari-jari panjangnya. Dari suhu hangat pada jari-jarinya aku tahu bahwa ia adalah seorang manusia dan bukan jurei. Aku kemudian teringat pada cerita Niisan yang mengatakan bahwa Ibuku ternyata dibunuh oleh Jujutsushi jahat yang disebut dengan Jusoshi. Aku pun langsung sadar bahwa pria ini adalah Jusoshi. Ditambah lagi ia mengenal Niisan. Tidak, tidak hanya sekedar mengenal. Pria ini pasti memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niisan karena ia memanggil Niisan dengan nama kecilnya.
"Apa yang terjadi ya… Jika tubuh dan kekuatan Juryoku yang bagai pinang dibelah dua dengan Satoru ini… Menjadi milikku…" dengan suaranya yang sedingin bilah pisau ia berbisik perlahan dan menjilati telinga kananku, membuat sekujur tubuhku tersentak dan langsung gemetar hebat. Walau aku sangat ingin lari dan berteriak, aku tidak dapat melakukannya. Tangan kanannya yang memegang wajahku dan tangan kirinya yang memegang pergelangan tanganku mencengkramku dengan sangat kuat seolah-olah ia ingin menghancurkan tubuhku. Jika aku bergerak sedikit saja, rasanya aku pasti akan hancur berkeping-keping.
"Jutsushiki Hanten. Aka.[2]"
Sepersekian detik setelah suara dingin Niisan masuk ke dalam sistem pendengaranku, ekspresi wajah pria berambut panjang segera berubah dan ia langsung mendorong tubuhku dengan keras, dan melompat menjauh. Seseorang kemudian menangkap tubuhku yang terlempar dan mendekapku dari belakang. Karena dorongan kuat yang mengalir, kami berdua terdorong dan terpental menabrak sebuah pohon besar dengan posisi punggung yang menyentuh pohon terlebih dahulu. Bersamaan dengan itu cahaya misterius berwarna merah melesat lurus tepat pada posisi dimana tadinya aku dan pria menyeramkan itu berdiri.
"Yume… Kau tidak apa-apa?" saat kutengokkan wajahku, Nanami-san sedang memandangku sambil memejamkan sebelah matanya sebagai reaksi dari menahan rasa sakit.
"Na, Nanami-san?!" seruku panik saat melihat darah mengalir pada pelipis Nanami-san. Aku segera mengeluarkan sapu tangan dari dalam saku rokku dan menempelkannya pada bagian pelipis Nanami-san.
"Dibandingkan diriku, apa kau tidak apa-apa? Apa Geto-san menyakitimu?"
Nanami-san mengetahui nama orang menyeramkan itu. Sudah dapat dipastikan bahwa orang bernama Geto-san itu pasti berasal dari Kousen. Karena tidak ingin membuat Nanami-san cemas, aku menggelengkan kepalaku perlahan. Nanami-san langsung menghela napas lega dan menggenggam tangan kiriku yang tidak sedang menekan pelipisnya, "Syukurlah…"
"Wah…Satoru lama tidak jumpa ya! Kapan ya terakhir kali kita bertemu?" seru Geto-san sambil tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah Niisan. Namun Niisan sama sekali tidak tersenyum dan menatap tajam ke arahnya.
"…Sebelum upacara kelulusan."
"Ah, kau benar. Sudah 15 tahun berlalu ya… Pantas saja rasanya rindu sekali. Padahal dulu kita berlima sangat akrab ya, benar kan Nanami-kun?"
Sambil tersenyum Geto-san menoleh ke arah kami. Namun Nanami-san tidak menjawab pertanyaan Geto-san dan justru semakin mempererat genggaman tangannya padaku.
"Walaupun kau adalah teman akrabku aku tidak akan memaafkanmu jika kau menyentuh adikku," ucap Niisan dengan suaranya yang terdengar lebih rendah dan dingin dari yang pernah kudengar selama ini. Ia kembali mengangkat jari telunjuknya. Dari kacamata hitamnya yang sedikit turun posisinya aku bisa melihat mata berwarna biru terang Niisan yang biasanya berkilauan berubah menjadi terlihat hampa dan gelap.
"Eh… Padahal kau mengizinkan Nanami-kun menyentuhnya seperti itu? Tapi aku tidak boleh?"
"…Nanami, bawa Yume pergi dari sini sekarang juga."
Saat Nanami-san dan aku akan beranjak pergi, dua orang gadis muda berpakaian seragam sekolah tiba-tiba saja muncul dan berdiri di hadapan kami.
"Aku tidak akan membiarkan kalian pergi dengan mudah. Habisnya sudah lama kita tidak berkumpul lengkap seperti ini lho... Yah tidak semuanya sih. Habisnya… Shoko dan Haibara-kun tidak ada sih."
Aku bisa merasakan tubuh Nanami-san yang sedang memelukku tersentak sesaat setelah Geto-san menyebutkan nama dua orang yang tidak kukenal itu. Nanami-san kemudian berbisik dengan suara yang sangat pelan dan mencekat, "Yume… Jangan pernah sedikit pun lepaskan pelukanmu dariku."
Aku tahu itu bukan sebuah permintaan romantis. Walaupun dari ekspresi wajahnya Nanami-san tidak menunjukkannya tapi Nanami-san saat ini sedang ketakutan. Kemungkinan besar dua atau salah satu dari yang namanya disebutkan itu telah mengalami hal buruk akibat perbuatan Geto-san.
"Tenang saja. Shoko dan para Jujutsushi Kousen lainnya sedang dalam perjalanan ke tempat ini. Aku telah mengirim seseorang untuk memanggil mereka semua."
Saat Niisan mengatakan telah mengirim seseorang, aku langsung menyapukan pandanganku ke sekeliling kami. Aku tidak bisa menemukan sosok Yuuji, padahal tadi ia bersama Niisan membuntuti di belakang kami. Berarti orang yang Niisan kirim ke Kousen untuk memanggil bantuan adalah Yuuji?
"Wah aku merasa tersanjung karena akan mendapat sambutan. Tapi sayang sekali ya kau tidak bisa memanggil Haibara-kun. Habisnya Haibara-kun sudah meninggal sih. Ya kan Nanami-kun?"
Nanami-san semakin mempererat pelukannya sehingga membuatku sedikit merasa sesak. Nanami-san bereaksi karena nama Haibara. Seseorang bernama Haibara itu pasti dulunya memiliki hubungan dekat dengan Nanami-san…
"Lalu, apa tujuanmu muncul di hadapan kami setelah 15 tahun buron dan menjadi Jusoshi?"
"Wah… Wah… Kata-katamu membuatku terdengar seperti orang jahat lho Satoru. Menurutmu untuk apa?"
"Tentu saja bukan untuk menyapa sahabat lama."
"Ya… Aku datang untuk mendeklarasikan perang."
Perang katanya?!
"DENGARKAN AKU SATORU, NANAMI-KUN! PADA TANGGAL 24 DESEMBER TAHUN INI, SETELAH MATAHARI TENGGELAM AKU AKAN MEMBUKA PARADE HYAKKI YAKOU! TEMPATNYA ADALAH TANAH SUCI JUJUTSU, KYOTO, DAN SHINJUKU, TOKYO! AKU AKAN MELEPAS RIBUAN JUREI DAN KUTUKAN DI SETIAP LOKASI, TENTU SAJA DENGAN PERINTAH UNTUK MEMUSNAHKAN SEMUANYA! Jika kau ingin menghentikannya… MARI KITA SALING MENGUTUK SATU SAMA LAIN DENGAN SEPENUH HATI DI HARI ITU!"
24 Desember katanya?
"Tidak bisa begitu! Pokoknya Kaachan harus sudah menikah dengan Touchan sebelum natal tahun ini!"
Kata-kata Yuuji langsung terngiang di dalam kepalaku. Apakah ini alasan sebenarnya Yuuji datang ke masa ini? Berhubungan dengan deklarasi perang Geto-san?
"Suguru kau…"
Cahaya merah kecil mulai berputar-putar di ujung jari telunjuk Niisan, sementara itu Nanami-san sudah mengeluarkan pedangnya dan memasang kuda-kuda sambil tangan kirinya tetap melingkar pada tubuhku erat-erat.
"Hentikan Satoru. Simpan kekuatanmu untuk nanti. Aku tidak mau ada pertumpahan darah yang percuma sebelum waktunya. Nanako, Mimiko ayo kita pergi. Katanya kalian ingin pergi ke toko crepe kan? Kalau begitu, sampai jumpa di medan perang semuanya!"
Dua gadis berseragam yang ada di hadapan kami segera berlari masuk ke dalam mulut pelikan berukuran besar itu. Sementara itu Geto-san berpegangan pada salah satu kaki burung pelikan itu sambil melambai-lambaikan satu tangannya yang bebas ke arah kami. Tidak lama burung pelikan itu mengepakkan sayapnya dan terbang jauh ke atas. Angin dari kepakan sayapnya begitu kuat hingga membuatku menutupi wajahku dengan tanganku.
Saat kuangkat kepalaku, sosok mengerikan yang bagaikan badai itu telah menghilang tidak berbekas, meninggalkan Nanami-san dan Niisan yang jarang sekali menunjukkan ekspresi wajah tegang yang sama.
Kubalutkan perban dengan perlahan mengelilingi kepala Nanami-san. Sementara itu Niisan duduk di samping kami sambil berpangku tangan dan mengangkat sebelah kakinya dengan wajah tertekuk. Jelas sekali terlihat bahwa suasana hatinya sedang sangat tidak baik. Di hadapan kami Yuuji duduk seiza dengan kepala tertunduk sangat dalam.
"Haibara adalah teman seangkatanku saat aku bersekolah di Kousen. Ia meninggal bukan karena dibunuh oleh Geto-san. Tapi karena diriku yang saat itu adalah seorang yang sangat lemah. Namun peristiwa meninggalnya Haibara seperti saklar yang menyalakan api tersembunyi di dalam diri Geto-san."
"Suguru beranggapan jika saja tidak ada Hijutsushi[3] yang tidak bisa mengontrol emosi mereka yang menjadi asal muasal jurei, tentu saja tidak akan ada yang namanya jurei, dan kematian para Jujutsushi yang percuma bisa terhindarkan. Teori seperti itu tidak sepenuhnya salah."
"Beberapa saat setelah itu Geto-san melakukan pemberontakan dan membunuh banyak para Hijutsushi, ia kemudian melarikan diri dari Kousen dan dinyatakan sebagai Jusoshi oleh para petinggi dunia Jujutsu. Aku pun… Sama seperti Geto-san… Aku melarikan diri dan berhenti menjadi Jujutsushi karena kematian Haibara."
Karena itulah Nanami-san sangat bereaksi terhadap nama Haibara-san. Aku kembali teringat dengan dua pemuda Jujutsushi yang kutemui saat aku kelas 2 SMP dulu. Jika pemuda berambut pirang saat itu adalah Nanami-san, pemuda berambut pirang berwajah ceria di sampingnya itu pastilah Haibara-san…
"Maafkan aku Touchan," ucap Yuuji entah untuk keberapa kalinya.
"Sudah kubilang, aku tidak apa-apa. Daripada itu aku ingin kau menceritakan pada kami tentang alasan sebenarnya mengapa kau datang ke masa ini. Berdasarkan cerita dari Yume, kau mengatakan padanya bahwa kau ingin aku dan Yume menikah sebelum malam natal. Apakah benar itu ada hubungannya dengan penyerangan yang akan dilakukan oleh Geto-san?"
"Sebaiknya kau segera mengatakannya Yuuji, kalau tidak akan kusentil keningmu dengan sangat keras," ujar Niisan dengan jarinya yang terangkat seperti posisi akan menyentil.
"Hiii" pekik Yuuji ngeri sambil menutupi keningnya dengan kedua tangannya.
"Hentikan Niisan! Jangan menakut-nakuti Yuuji!" omelku sambil menepuk kepala Niisan ringan.
Kuhampiri Yuuji dan berjongkok di hadapannya sambil menggenggam kedua tangannya, "Yuuji pernah berkata padaku kan, kalau Yuuji tidak pernah akan berbohong pada Kaachan?" tanyaku dengan suara yang kubuat sangat lembut. Yuuji menganggukkan kepalanya pelan sambil memandangku dengan tatapan sedih dan sedikit mengigit bagian bibir bawahnya.
"Aku tahu… Aku tidak akan mungkin bisa mencegah peristiwa besar yang telah terjadi 16 tahun lalu sebelum aku lahir. Berdasarkan cerita Kaachan, ah maksudku Kaachan di masaku saat aku dewasa, peristiwa di malam natal itu merupakan salah satu peristiwa sangat mengerikan yang pernah terjadi di dalam sejarah dunia Jujutsu masa modern. Peristiwa itu terjadi karena Geto-san ingin memusnahkan semua Hijutsushi yang baginya tidak berguna dan hanya mengotori dunia Jujutsu. Bagi Geto-san dunia lebih baik diisi hanya oleh para Jujutsushi sebagai ras terkuat. Banyak korban berjatuhan dan gedung-gedung yang hancur baik di Kyoto ataupun Shinjuku..."
"Lalu apa hubungannya kejadian itu dengan Yume dan Nanami? Mengapa mereka harus menikah sebelum itu?" tanya Niisan sambil mulai menggerak-gerakkan kakinya yang terangkat ke atas dan ke bawah.
"Itu…" pertanyaan Niisan membuat bola mata Yuuji bergerak-gerak dengan cepat. Kedua tangannya yang sedang kugenggam terasa sedikit gemetar, "…Karena peristiwa itu… Touchan…"
"Sesuatu terjadi padaku kan, Yuuji?"
Spontan aku langsung menoleh pada Nanami-san. Ia menatap lurus dan dalam ke arah Yuuji dengan wajahnya yang masih terlihat datar seperti biasa. Niisan berdiri sambil melepas kacamata hitamnya dengan kasar dan menunjuk Nanami-san, "Oi oi Yuuji jangan bercanda! Maksudmu sesuatu telah terjadi pada gorila satu ini di malam itu sehingga mereka tidak bisa menikah? Tidak mungkin! Ayahmu ini gorila lho! Lihat! Tidak mungkin gorila satu ini dikalahkan!"
"Gojou-san sudah kubilang jangan tunjuk-tunjuk aku!" balas Nanami-san dengan suara sinisnya dan alisnya yang terangkat sebelah.
"Yuuji! Katakan padaku, apa maksudmu dengan telah terjadi sesuatu pada Nanami-san? Apa yang akan terjadi Yuuji?!"
Yuuji balas menggenggam tanganku dengan kuat dan mulai menangis, "Walau Kaachan tidak pernah menunjukkannya padaku, aku tahu bahwa setiap malam ketika aku sudah tertidur Kaachan akan selalu diam-diam menangis. Di dalam tangisan Kaachan, Kaachan selalu berulang kali memanggil-manggil nama Touchan… Aku… Tidak bisa berbuat apapun untuk Kaachan. Padahal Kaachan membesarkanku seorang diri, bekerja, dan selalu tersenyum untukku dan selalu memberikan kebahagiaan padaku. Oleh karena itu… Aku datang ke masa ini… Dengan bantuan Master Tengen… Aku… Aku ingin membuat Kaachan banyak tersenyum dan banyak membuat kenangan bahagia bersama Touchan sebelum peristiwa itu… Aku… Maafkan aku Kaachan… Touchan… Maafkan aku…"
Aku langsung memeluk Yuuji dengan erat. Tubuh besarnya yang gemetar kini terlihat sangat kecil bagiku. Akhirnya aku menyadarinya… Karena itulah kami berdua tetap tinggal di kamar apartemenku yang sekarang dan Yuuji selalu seperti mengalihkan pembicaraan ketika aku bertanya tentang Nanami-san di masa depan. Kisah-kisah kehidupan kami di masa depan yang diceritakan oleh Yuuji sama sekali tidak memperlihatkan adanya kehadiran Nanami-san. Oleh karena itu juga, Yuuji tergesa-gesa membuatku agar segera dapat menikah dengan Nanami-san…
Aku tidak ingin mempercayai bahwa ada masa depan tanpa Nanami-san. Tanpa kusadari air mata juga telah mengalir dari mataku…
Nanami-san berjalan perlahan menghampiri diriku dan Yuuji yang saling menangis. Nanami-san kemudian mendekap kami berdua. Kehangatan tubuh Nanami-san yang mengalir ke dalam tubuh kami justru menambah intensitas aliran air mata kami semakin bertambah deras. Aku merasa sesak ketika membayangkan bahwa tangan besar Nanami-san yang kokoh ini tidak akan bisa kurasakan lagi.
"Yuuji, terima kasih telah mengatakan yang sesungguhnya pada kami. Terima kasih juga karena kau telah menjaga Yume selama kepergianku. Yuuji benar-benar adalah anak kebangganku," ucap Nanami-san lembut sambil menepuk-nepuk kepala Yuuji pelan. Tangis Yuuji pun semakin kencang dan ia kembali berkali-kali meminta maaf pada Nanami-san.
"Berhentilah menangis Yuuji. Di masa ini semua itu belum terjadi. Tidak, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi."
"Benar, aku juga tidak akan membiarkan gorila ini mati. Kalau ia mati, siapa yang akan menggantikan pekerjaanku saat aku ingin bermalas-malasan dan bolos kerja?!"
Malah kesitu?!
"Dengan ini aku bisa lebih berhati-hati dan mengeluarkan segenap kekuatanku. Bisakah kau ceritakan pada kami lebih detail tentang apa yang akan terjadi pada hari itu Yuuji?"
Setelah mengelap air mata dengan punggung tangannya, Yuuji mulai menceritakan secara detil apa yang terjadi pada hari itu berdasarkan cerita dari diriku dan Niisan di masa itu.
Selesai bercerita, Niisan dan Nanami-san segera pergi ke Kousen untuk melakukan rapat strategi dengan para Jujutsushi lainnya. Tidak hanya para Jujutsushi dari Kousen cabang Tokyo tapi juga cabang Kyoto dan Ainu, mereka juga mengumpulkan alumni, tiga keluarga besar Jujutsushi, yang salah satunya termasuk keluarga Gojou, dan Jujutsushi lainnya dari seluruh Jepang. Niisan mengatakan bahwa sudah dapat dipastikan malam natal nanti akan terjadi perang besar-besaran.
Sementara itu, Yuuji diminta Nanami-san untuk tetap menjagaku di rumah dan aku tidak diperbolehkan keluar rumah sampai semua situasi terkendali.
Walau begitu aku tetap berangkat kerja seperti biasa. Hanya saja aku harus selalu diantar dan dijemput oleh Yuuji. Berdasarkan informasi yang kudengar dari salah satu staff Akunting saat aku menyerahkan laporan bulanan seperti biasanya, Nanami-san telah mengajukan cuti panjang. Tentu saja, ia tidak akan bisa tetap bekerja selama harus pergi ke sana kemari ke seluruh penjuru Jepang bersama Niisan demi melakukan persiapan untuk malam natal nanti.
Aku pun merasa aku tidak bisa hanya terus menerus dilindungi oleh Yuuji dan Nanami-san. Karena Niisan tetap keras kepala tidak mau membuka segel kekuatanku, aku pun mulai mencari cara sendiri. Tapi sekeras apapun aku mencari dari buku atau internet aku tetap bisa menemukan caranya. Yuuji sama sekali tidak tahu caranya. Nanami-san mengatakan jika ia pun tahu caranya, ia setuju dengan pemikiran Niisan dan tidak akan melepaskan segel kekuatanku. Ia tidak ingin aku berada dalam bahaya. Karena Jujutsushi yang kukenal hanya 3 orang itu aku pun menemui jalan buntu.
Suatu malam di awal musim dingin, saat Yuuji sudah tertidur lelap, Nanami-san datang dan masuk ke dalam kamar dengan kunci cadangan yang kuberikan untuknya (aku tidak memberikannya untuk Niisan, tapi ia tetap dapat masuk dengan teleportasi). Awalnya ia tidak membangunkanku, namun aku terbangun karena merasakan tangan besar Nanami-san yang kurindukan sedang membelai lembut kepalaku. Karena kesibukan persiapan perang dengan Geto-san di malam natal, malam ini adalah pertama kalinya aku dan Nanami-san bertemu lagi.
Tanpa menyalakan lampu ruang tamu agar tidak membangunkan Yuuji yang telah tertidur lelap, kami saling berpelukan cukup lama tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Berkat sinar bulan yang masuk melalui jendela yang ada di ruang tamu, aku bisa melihat dengan jelas wajah Nanami-san. Cahaya lembut rembulan yang menyinari wajahnya membuat air mataku mulai membasahi pipiku tanpa kehendakku. Sambil mendudukkan tubuhku di atas pangkuannya, Nanami-san mulai menjilati air mata yang mengalir di pipiku dengan lidahnya yang terasa begitu hangat.
"Jangan menangis Yume…"
"Ta, tapi… Tapi… Nanami-san akan…" ucapku terbata-bata dengan suara tercekat di tengah-tengah isak tangisku.
"Tenang saja. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menghindarinya…"
"Berusaha saja tidak cukup! Aku… Aku juga harus melakukan sesuatu! Mungkin jika sekali lagi aku memohon pada Niisan untuk membuka segelku… Atau bertanya pada Jujutsushi lain di Kousen… Pasti…"
"Tenangkan dan kecilkan suaramu Yume, kau bisa membangunkan Yuuji."
"Tapi aku tidak ingin berpisah dengan Nanami-san!" teriakku frustasi dengan suara tertahan. Kubenamkan wajahku pada dada bidang Nanami-san. Mencium aroma tubuhnya membuat air mataku justru semakin banyak mengalir dan tanpa butuh waktu lama bagian dada kemeja biru tua Nanami-san telah basah oleh air mataku.
Nanami-san tidak mengatakan sepatah kata pun dan hanya terus membelai kepalaku dengan lembut. Aku tahu bahwa ini bukanlah sekedar masalah perasaanku saja. Aku tahu bahwa aku seharusnya tidak boleh egois. Nanami-san pun pasti merasakan hal yang sama denganku. Ia juga tidak ingin melihatku terluka dan tidak ingin berpisah denganku. Tapi hal itu tidak mungkin. Nanami-san adalah Jujutsushi tingkat 1, berkat kemampuannya ia termasuk Jujutsushi yang namanya cukup terkenal di dunia Jujutsu. Walau kami semua tahu masa depan yang kejam sedang menanti, Nanami-san tidak mungkin bersembunyi dan tidak ikut serta dalam perang dengan Geto-san. Sudah pasti Nanami-san akan ditempatkan di garis terdepan. Aku pun tahu itu. Hal itu masuk akal. Tapi keegoisanku tidak bisa menerimanya.
"Kudengar… Toko roti yang kita kunjungi waktu itu akan membuka cabang baru di Kyoto."
"Eh?"
Kenapa Nanami-san tiba-tiba membicarakan tentang toko roti?
"Si istri adalah alumni Kousen. Saat rapat di Kousen aku bertemu dengannya. Ia telah melahirkan seorang bayi perempuan yang sangat manis. Ia menunjukkan fotonya padaku. Bersama anak dan suaminya ia berkata bahwa ia akan memulai toko roti lagi dari awal dan mengajak kita untuk datang di hari pembukaan tokonya nanti."
Kuangkat kepalaku untuk melihat wajah Nanami-san yang sedang memandangku dengan lembut. Tangannya kemudian membelai wajahku dan menghapus air mata yang membekas di wajahku.
"Aku bisa memakan canele yang enak itu lagi?"
Nanami-san terkekeh pelan, "Yume, kau benar-benar menyukai canele ya."
"Nanami-san juga, kenapa suka sekali dengan roti cascoot?"
"Tentu saja karena rasanya enak."
"Melebihi canele?" balasku sambil sedikit menelengkan kepalaku.
Nanami-san menggelengkan kepalanya, "Yang jelas tidak akan melebihi perasaan cintaku padamu, Yume…"
Aku bersyukur saat ini ruangan sedang gelap jika tidak Nanami-san pasti akan bisa melihat dengan jelas semburat warna merah yang muncul pada pipiku.
"Nanami-san curang… Selalu saja mengatakan hal seperti itu…"
"Yume juga curang lho. Selalu menunjukkan wajah semanis ini padaku…"
"Eh?"
Nanami-san meletakkan telapak tanganku tepat pada bagian tengah dada bidangnya. Aku bisa merasakannya. Suara degup jantung Nanami-san yang berdetak sangat cepat.
"Nanami-san…"
"Kau tidak perlu cemas. Perasaanku padamu tidak akan pernah berubah. Kita pasti akan bisa melalui hari itu dengan selamat. Dan kemudian… Kita bertiga bersama dengan Yuuji, akan pergi toko roti baru itu bersama-sama."
Kuanggukan kepalaku pelan sambil berusaha untuk tersenyum dan menahan agar air mataku tidak keluar. Kupikir selama ini hanya aku saja yang memiliki perasaan pada Nanami-san. Kupikir hanya aku yang selalu perasaannya menjadi tidak karuan karena Nanami-san. Mengetahui untuk pertama kalinya bahwa Nanami-san juga memiliki perasaan yang sama denganku membuatku benar-benar bahagia.
Aku juga…
Apapun yang terjadi perasaanku pada Nanami-san tidak akan pernah berubah.
Sambil mengucapkan sumpah seperti itu di dalam hatiku, untuk yang kedua kalinya… Nanami-san mendekatkan bibirnya padaku dan menciumku seolah-olah tidak ingin melepaskanku untuk selamanya.
[1] Pakaian khusus yang dikenakan oleh biksu atau biksuni Buddha.
[2] Jutsushiki yang diperoleh dari energi kutukan positif namun dibalikkan dengan Teknik pembalikan menyebabkan aktivasi divergensi tidak terbatas dan menyebabkan gaya tolak yang sangat kuat sehingga menghancurkan semua materi di sekitarnya.
[3] Orang biasa yang tidak memiliki energi kutukan.
