Hyuga Araka dilupakan.

Dia tidak pernah kembali. Semua orang tidak tahu mengapa tapi tidak berusaha mencari jawaban. Ujian kenaikan kelas akan segera berlangsung dan masing-masing anak sibuk urusan mereka masing-masing. Naruto aman.

Tapi selama seminggu dia mengawasi si anak pemalu. Hyuga Hinata kalau tidak salah. Naruto mencari segala informasi dan bersiap kemungkinan terburuk. Tapi pengamatan pada Hinata tidak menghasilkan apa-apa dan lama-lama dia bosan.

Hinata sendiri juga tidak lagi melihatnya malu-malu.

Gadis itu tidak lagi melihat Naruto.

(AGRRESIVE)

Naruto menarik napas dalam-dalam, sangat fokus sehingga kepalanya benar-benar mulai sakit. Kuda-kudanya semakin kacau dan seluruh ototnya semakin lembek. Pagi dan siang ujian akademi lalu malam dia menyelinap ke hutan yang tak jauh dari rumahnya. Berlatih diam-diam seperti ini sudah menjadi jadwal rutin hariannya.

Satu-satunya hal baru adalah Rubah mau keluar. Tidak muncul dalam wujud aslinya. Tapi keluar dalam bentuk rubah biasa berekor satu dengan memakai topeng putih pucat dengan ukiran seperti wajah rubah tersenyum. Makhluk itu duduk di atas batu dan sinar bulan seakan menunjukkan wujudnya sebagai makhluk kuno.

'Aku sudah bilang padamu untuk tidak terhanyut dalam jutsu curian itu. teruslah melatih teknik shunshin supaya lebih cepat dan jutsu warisan leluhur mu itu gaki.'

Naruto tidak menggubris. Dia bertahan selama dia bisa. Harga dirinya masih belum puas untuk memiliki jutsu rahasia klan ini. Ada yang salah dan menurutnya cara untuk memuaskan rasa bersalah itu adalah berlatih menggunakannya sampai mahir. Atau mendekati itu.

'Oke, kali ini aku ijinkan kamu memakai beberapa futon yang aku kuasai? Bagaimana puas?'

Naruto memandang Rubah dengan tatapan tidak percaya. Sejak insiden itu, Rubah seperti lebih memperhatikan Naruto dan itu membuatnya terganggu. Naruto bertanya tapi Rubah hanya memberi jawaban tidak jelas.

Sekali lagi Naruto mencoba memperagakan juuken dan langsung dia merosot kelelahan setelah selesai. Kali ini dia tidak bisa berdiri. Dia butuh istirahat.

'Terserah…'

"Hei Rubah, Kenapa kamu berusaha agar aku menguasai Hiraishin milik ayah?" Hiraishin terlalu rumit dengan teori belum lagi fuinjutsu yang dirinya saja masih jauh dari level master. Shunshin meski bukan jenis teleportasi semacam Hiraishin tapi dasar kecepatan keduanya tetap sama. Rubah yang mengusulkan ide ini, jika Shunshin sudah bisa dia kuasai sempurna, Hiraishin akan lebih mudah untuk dilatih.

"Aku tahu kamu membenci ayah… dan juga ibu. Kenapa justru kamu jadi orang yang memberi tahu semua jutsu milik ayah dan warisan keluarga ibuku?" Sulit membaca Rubah ketika hewan itu memakai topeng. Tapi Naruto bisa merasakan perubahan suasana dari hati iblis makhluk itu.

'Aku Cuma ingin Jinchūriki yang membawa nama Kyuubi bukan manusia lemah. Sudah cukup dua pendahulumu yang bodoh itu hanya bisa menangis dan bergantung pada rasa peduli orang lain.'

Naruto menatap rubah yang kini sibuk mencari posisi nyaman untuk tidur. Tidak ada tipuan dalam kata-katanya barusan. Tapi kebaikan bukan hal umum, dan Naruto tidak mudah percaya.

"Terima kasih. Kali ini aku akan lebih kuat dari ibu atau bahkan Nenek."

Rubah mendengkur. Tidur.

(AGRRESIVE)

Sasuke secara tersirat mengultimatum persaingan dengan Naruto.

Hasil ujian telah diumumkan dan Sasuke (seperti biasa) menempati peringkat pertama. Naruto untuk pertama kalinya sejak tiga tahun berturut-turut turun ke peringkat empat. Posisi dua yang biasa diisi namanya kini dimiliki si gadis pemalu. Bahkan Shikamaru yang tidak ingin menjadi pusat perhatian tiba-tiba menduduki peringkat tiga.

Itu tidak aneh. Bahkan sebenarnya Naruto sadar konsentrasinya turun selama ujian. Setiap malam dia berlatih dan itu menguras banyak tenaganya.

Iruka Sensei memiliki raut kecewa itu, tapi dia segera menunjukkan senyum teduh dan memberitahu Naruto masuk lima besar saja sudah prestasi yang luar biasa. Mizugi sensei tampaknya berpesta. Meski mata pelajarannya masih menjadi nilai Naruto yang paling unggul.

Naruto pikir dengan turunnya posisi ranking, Sasuke akan tenang.

Tapi itu malah seperti mengundang badai datang di saat tidak tepat.

Sasuke mengatakan jika Naruto main-main dan tidak serius. Naruto memilih diam. Dia belajar percuma memberi banyak penjelasan.

Dua kroni Uchiha anak buah Sasuke yang melakukan aksi. Mereka mengganggu, tapi tidak seberani Araka.

Kenapa aku masih memikirkan orang itu?

(AGRRESIVE)

"Dari mana saja kamu?" Kushina bertanya pada putranya saat kembali terlambat pulang. Ini sudah berkali-kali. Awalnya Kushina tidak curiga, dia berpikir anak laki-laki itu menyiapkan diri untuk ujian. Tapi seminggu ujian berlalu anak itu malah hampir terlambat pulang.

Matanya masih biru itu membuat lega sekaligus takut. Minato seperti ada di sana tapi juga tidak di sana dalam waktu bersamaan. Yang paling buruk, Kushina sering melihat kilatan mata rubah beberapa waktu dari sorot mata anak itu.

"Cuma latihan lebih sering di hutan dekat taman bermain. Aku harus jadi lulusan terbaik agar mendapat tim genin yang baik," jelasnya sambil melepas sandal keluar dan melemparnya asal. Seperti biasa dia berjalan ke dapur lalu mencuci tangan, mengambil minuman dan makanan kecil kemudian berjalan ke kamarnya. Menyendiri sampai waktu makan malam.

Naruto berubah. Kushina tahu. Itu naluri sebagai seorang ibu.

Naluri ibu? Kamu bercanda? Suara kecil dari benaknya berbisik. Kamu sendiri tidak pernah melihatnya sebagai anak… kamu membencinya karena keberadaannya memisahkanmu dengan Minato terkasih

Tangan Kushina bergetar. Cangkir teh di tangannya hampir terlepas. Kushina tidak benar-benar membenci Naruto. Dia memang mengabaikannya, tapi sebisa mungkin Kushina ingin terbaik untuk anak laki-lakinya. Kushina melakukan semua ini karena setiap mata biru itu melihat dirinya, Kushina memohon itu adalah Minato yang memberinya ketenangan. Tapi saat berharap, justru Rubah muncul. Tertawa lalu mengejeknya dan suara-suara itu selalu berbisik kalau rubah masih belum selesai. Masih membutuhkan darah segar yang lain.

Sandaime sudah berkali-kali membujuk Kushina untuk berkonsultasi dengan seorang spesialis. Tapi Kushina selalu menolak. Dia takut. Kushina takut menghadapi kenyataan bahwa dialah alasan semua mimpi buruk ini terjadi.

(AGRRESIVE)

Suatu hari kelas akademi gempar. Hinata, si anak pemalu tanpa sebab tiba-tiba dituduh melakukan kecurangan dan menggunakan nama klannya demi nilai dan rangking. Itu semua dimulai ketika Ito si tukang gosip menyebarkan desas-desus soal beberapa orang Hyuga mendatangi kepala sekolah dan fakta bagaimana Hinata yang selalu berada di rangking rata-rata kemudian ada di peringkat dua tahun ini.

Naruto masuk ke kalas. Bahkan tanpa insiden dengan anak pemalu itu dia selalu diabaikan dengan mudah.

"Apa benar keluargamu menyuap kepala sekolah?"

"Itu berarti semua nilai-nilai palsu?"

"Kenapa kau selalu diam? Kenapa kau tidak bicara dengan kami?"

"Kamu tahu apa yang terjadi pada Araka bukan?"

Naruto melirik ketika nama tak asing itu disebut. Mata biru itu menatap Hinata mencari jawaban. Tapi melihat betapa layu gadis itu, meringkuk tak berdaya. Suara tidak akan pernah muncul dari mulutnya.

Lalu suara bisik gadis lain, menyebut jika Araka adalah suruhan Hinata karena betapa anak laki-laki itu selalu menemani Hinata pulang. Rupanya gadis-gadis ini cemburu karena pria baik Araka bisa-bisanya menghabiskan waktu dengan gadis bisu. Tertawa. Naruto menggeleng melihat kebodohan para gadis itu.

Trio Uchiha sibuk dalam masalah mereka. dua kroni Sasuke sibuk sendiri dengan diskusi siapa yang lebih kuat Byakugan atau Sharingan. Sasuke diam, tidak peduli karena mungkin masalah ini terlalu remeh untuk anak bintang akademi.

Sungguh desa ini sudah mundur ketika anak-anak semacam ini kelak menjadi ninja.

"Terus?" Naruto berkata, suaranya memotong tawa dan membuat keheningan.

Dia melihat mereka. anak-anak lain merasa terganggu dengan reaksi Naruto. Anak rubah hampir tidak pernah menarik perhatian pada dirinya. dia cemoohan. Kutukan sekaligus sumber yang ditakuti. Beberapa orang memilih menjaga jarak.

"Apa salahnya kalau dia tiba-tiba ada di rangking dua? Dia bekerja keras untuk itu dan bahkan jika itu semua tipuan, ujian sudah selesai. Omongan kalian tidak mengubah apapun."

Hinata menatapnya untuk pertama kali tanpa rasa malu.

Begitu juga yang lain, tapi jelas tidak nyaman.

Naruto mungkin sebaiknya tetap diam. Kini dia merutuk sikap sok pahlawannya. Hinata bukan apa-apa baginya. Masalah apa yang terjadi pada gadis pemalu itu tidak akan membawa Naruto menuju apapun.

"Kenapa kau tidak kesal!" itu Mako salah satu yang terdekat dengan Ito.

"Kesal? Karena nilai? Astaga apakah rangking akan menjamin masa depanmu? Apakah selalu menjadi nomor atas akan menjamin kamu jadi ninja yang baik? Bahkan Jiraya salah satu sannin itu selalu ada di rangking bawah sepanjang di akademi. Itu jika kalian lupa waktu orientasi kemarin dengan Hokage."

Mako mengatup rahangnya. Tidak menyukai bagaimana Naruto membalas kata-katanya. Beberapa tampak marah, tapi sebagian besar tahu Naruto sudah menyerang titik kelemahan. Mereka kalah.

Ninja selalu menjaga emosi dan menghormati sesama ninja. Tidak menunjukkan kedengkian dan berusaha lebih tangguh untuk menutupi kekurangan. Apa yang disaksikannya hari itu adalah bukti orang-orang bodoh akan mengisi tempat-tempat yang semestinya di isi mereka yang menginginkan perubahan baik.

Benar kata Rubah. Manusia itu bodoh. Ninja tidak salah, tapi manusia lah yang membuat semuanya selalu menjadi rumit.

Kebodohan yang membuat dunia tidak pernah tenang.

(AGRRESIVE)

Meski ujian berakhir, para murid hanya mendapat libur seminggu. Mereka kembali dan langsung memulai tingkat berikutnya. Terakhir sebelum ujian menuju kenaikan pangkat mereka sebagai genin.

Ketika waktu kembali masuk Naruto menemukan ada yang berubah dari Hinata. Anak itu tidak memotong rambutnya. Itu dibiarkan panjang. Dia bukan laki-laki yang muda terpikat pesona perempuan, tapi menurut hatinya penampilan Hinata yang baru cantik. Mungkin untuk Araka? Manusia berubah ketika mengalami kesedihan. Ibunya seperti itu.

Itu perubahan kecil. Lalu tidak ada lagi tatapan minder. Itu tatapan baru untuk siap menghadapi hari baru.

Iruka-sensei mengisi hari dengan beberapa nasihat dan setelahnya anak-anak dibiarkan bebas. Naruto langsung pulang kembali ke rumah dan betapa kaget kamarnya dimasuki orang dan seluruh catatan soal teknik Fuinjutsu hilang.

Dia telah membuat pengamanan, bahkan memasang jebakan agar orang yang masuk sembarangan, tidak mencari gara-gara. Tapi semua itu di lecuti dengan halus. Seakan dia sendiri yang melepas jebakan itu. Naruto marah. Dia membutuhkan semua catatan itu. itu adalah hasil kerja keras Naruto.

Ibunya kembali sejam kemudian dan menemukan Naruto duduk di sofa. kali ini menatap ibunya dengan sorot rasa sakit.

"Mengapa?" ibunya mungkin tidak mencintainya. Tidak pernah mengharapkannya. Tapi apakah dia juga menginginkan Naruto menjadi manusia gagal? Bahkan dia tidak diperbolehkan menjadi seorang ninja.

Ibunya menghela nafas. "Siapa yang mengajarimu semua tulisan-tulisan itu?"

"Apakah itu penting?"

"Itu penting Naruto. Fuinjutsu adalah seni yang sudah lama hilang di Konoha. Memang ada beberapa ahli… tapi apa yang kamu tulis, itu bukan milik Konoha… dari siapa kamu tahu itu?"

Untuk pertama kalinya Naruto tidak memahami sikap ibunya. Wanita itu mendadak asing. Bukan bagian dalam hidupnya. Hanya perempuan yang curiga dia menyembunyikan sesuatu.

"Kyuubi bukan? Iblis itu membisiki mu dan mempengaruhi mu bukan?"

"Ya. Dia lebih baik dibanding kamu!."

"Naruto! Apa yang kamu katakan!" dia berteriak. "Iblis itu sumber masalah dan karena ulahnya lah ayahmu mati. Desa berduka dan semua orang di desa ini memandang mu dengan kebencian dan ketakutan. Dia bukan teman untuk diajak ngobrol. Semua kata-katanya adalah tipuan untuk mengambil ahli dirimu dan meracuni otakmu!"

Naruto tahu Rubah mengamuk. Perutnya panas.

"Ini masih belum terlambat… Naruto bilang pada ibu, apa saja yang sudah dia katakan. Ibumu juga pernah menjadi dirimu dulu… ibu bisa membantumu."

Tapi Naruto sudah lama menyerah percaya bantuan orang lain. Ibunya terlambat.

"Kamu gagal menjaga Rubah tenang. Kalau kamu lebih kuat… bahkan kalau kamu mati bersama ayah. Kamu tidak perlu menahan rasa bersalah itu."

Ibunya mengambil dua langkah ke arahnya. Lalu berhenti, air matanya, semua menyesal karena kehilangan kesabarannya.

"Naruto maafkan ibu, saya tahu ini sulit, dan aku menyesal."

Awal segala masalah ini adalah ketika malam itu dia dilahirkan.

Jika Naruto tidak lahir… semua baik-baik saja.

"Bisakah kamu…" dia memulai, hanya mencoba untuk tetap tenang tapi gagal karena air matanya menghianatinya. "Bisakah kamu berhenti menyalahkan dirimu karena melahirkan ku?"

Kushina menangis lebih keras.

Naruto meminta maaf dan mengatakan dia harus pergi untuk menenangkan diri. Dia butuh bersama dengan Rubah. Dia membutuhkan waktu dan tempat untuk dirinya sendiri. Tapi jika saja dia tahu, hari itu akan mengubah banyak hal ke depan.

(AGRRESIVE)

Naruto tahu ada yang tidak beres begitu dia kembali ke rumah, dan itu dikonfirmasi oleh catatan yang dia temukan di meja dapur.

Maafkan aku, Naruto. Kamu benar. Selama ini bukan salahmu. Aku terlalu bodoh dan lemah untuk mengakui kekurannganku. Aku sudah gagal menjadi seorang ninja, seorang ibu. Dan untuk itu aku minta maaf.

Ibu pergi keluar desa untuk menenangkan diri. Tidak perlu khawatir, Hokage akan datang dan mengatakan sesuatu padamu.

Kuharap nanti, kita berdua akan bisa kembali memulai dengan cara baru.

Ibu minta maaf.

Naruto membaca surat itu lagi dan lagi, mencoba memahami kata-katanya. Tapi tidak ada tipuan di sini. Hanya rasa sakit dan malu. Dan itu karena Naruto emosional dengan perasaannya. Tapi telah nasi menjadi bubur. Tidak ada bisa dia perbuat.

(AGRRESIVE)

Seperti yang dituliskan dalam surat yang ditinggalkan ibunya, keesokan harinya Hokage datang ke rumah. Tepat di pagi hari ketika Naruto bersiap ke akademi. Kakek tua dengan senyum ramah khasnya mengetuk pintu sambil membawa bingkisan buah. Naruto tidak menangkap banyak apa yang di ucapkan kakek itu kecuali menangkap dengan rasa penasaran laki-laki berambut perak dengan topeng yang selalu mengikuti kakek kemanapun. Ini hal baru dan Naruto cukup penasaran dengan si orang asing.

"Ada sesuatu Naruto-kun?"

"Siapa dia?"

Seolah sebenarnya Hokage ingin Naruto yang bertanya, dia berpura-pura lupa dan meminta maaf.

"Dia salah satu asisten ku yang paling bisa ku andalkan."

"Kenapa dia memakai topeng?" mata biru Naruto menyipit. Ada sesuatu dari pria itu yang tidak Naruto sukai. Biasanya ini karena insting rubah bercampur aduk atau dirinya yang terlalu berhati-hati.

"Itu untuk melindunginya. Seperti seorang ninja yang harus terus bersembunyi."

Naruto menangguk. "Topeng yang keren."

(AGRRESIVE)

Meski Hokage menyebut ibunya aman dan dia tidak perlu khawatir. Tiga hari Naruto menghabiskan waktu mencoba mencari ibunya. Dia berpikir ibunya berbohong soal pergi keluar desa agar Naruto tidak mencari, tapi bahkan dengan bantuan rubah keberadaan ibunya tidak ada desa.

Dia tidak tahu keadaan luar desa, tapi cukup yakin itu bukan tempat yang aman. Tapi Hokage bilang ibumu baik-baik saja bukan?

'Ibumu kuat. Aku pernah hidup bersamanya cukup lama. Jadi jangan membuat kepalaku sakit dengan rasa khawatirmu, gaki!'

Naruto mencoba menerima jawaban Rubah meski ragu. Dia tahu sedikit kalau manusia seperti dirinya sangat dijaga oleh desa, terbukti dengan keberadaan laki-laki berambut perak yang terkadang sering ada di sekitarnya.

Ibu pasti aman, kan?

(AGRRESIVE)

Tapi dia tetap khawatir. Dan entah Rubah memulai rencana keji atau perubahan emosi yang mulai mengikis sisi baik menuju lumpur penuh apati.

(AGRRESIVE)

Hari-hari suram. Naruto menjalani semuanya tanpa antusias. Tapi cukup mengejutkan nilai akademisnya terjaga dan latihan bersama rubah kini mencapai tahap baru dimana dia mulai melatih beberapa seni Fuinjutsu baru.

Jutsu Hiraishin masih belum banyak perkembangan, tapi dia mulai terbiasa memakai Shunshin. Satu-satunya rasa puas adalah ketika Rubah memuji (sedikit Sarkasme) dan rasa bebas bisa membaca gulungan catatan tanpa perlu khawatir ketahuan ibunya.

Akademi berlalu tanpa tahun-tahun akhir benar-benar tidak menarik. Naruto sudah mulai tidak peduli pelajaran dan fokus pada latihan beberapa jutsu baru. membaca catatan gulungan yang Rubah berikan.

Setidaknya suatu hari Sasuke mendatanginya dengan cara yang sangat 'sopan'.

"Aku ingin bicara denganmu,"

"Aku mendengarkan," mencoba untuk tenang. Tapi tatapan Uchiha itu mengganggu.

Dia terus bicara tetapi Naruto tidak mendengarkan apa-apa, tiba-tiba, semunya menjadi sangat jelas dan sederhana.

Naruto menyadari kenyataan ini. Hari-hari semenjak ibunya pergi. Dia mungkin terlihat tanpa masalah di mata orang-orang. Tapi sebenarnya desa ini sengaja memenjarakannya. Melarangnya untuk melakukan apa yang menurutnya bisa dia lakukan. Orang-orang sebenarnya ingin Naruto berada di tempat yang seharusnya. Bukan sebagai calon ninja potensial. Bisa menggunakan banyak jutsu. Naruto harus menjadi orang biasa tanpa bakat atau masa depan yang hanya boleh dimiliki orang terpilih atau setidaknya bukan seorang anak tanpa iblis.

Desa ini adalah musuh

Rubah terkekeh. Secara tidak Naruto Sadari, sedikit cakra gelap merasukinya dan mata biru itu menunjukkan kebuasan dari makhluk yang harusnya dihormati.

"Kenapa tidak kita selesaikan dan semua beres? Temui aku sepulang sekolah."

(AGRRESIVE)

Sasuke melihat Naruto pergi. Anehnya kali ini dia tidak setenang biasanya. Tapi ada rasa puas mengembang di dadanya. Dia bukan maniak seperti anjing Inuzuka yang ingin menunjukkan superioritas. Sasuke butuh pengakuan kalau dirinya bisa sehebat Itachi.

Naruto adalah langkah awalnya.

(AGRRESIVE)

Sudah setengah jam sejak kelas berakhir dan Naruto masih belum datang dan seluruh sekolah mulai kosong. Kelas paling akhir sudah selesai sejam lalu dan guru-guru mulai meninggalkan sekolah.

Sasuke masih menunggu. Bersandar di batang kayu yang bisa dipakai untuk latihan melempar shuriken. Tidak ada yang bertanya kenapa dia sendirian di sana. Sasuke bintang kelas. Semua percaya apa yang dilakukannya baik.

Tapi anak Uchiha marah. Merasa diabaikan. Seperti yang dilakukan Ayahnya. Seperti yang dilakukan Itachi.

Dan kini Naruto yang bukan siapa-siapa mengabaikannya.

Dia baru saja hendak pulang dengan rasa marah ketika mendengar langkah kaki. Dia berbalik, bersiap bertanya pada Naruto apa saja yang membuatnya lama. Tapi tidak melihat apa-apa.

Sebaliknya seperti kilat. Lalu sensasi terbakar menyerang mata Sasuke dan rasa sakit menyentuh belakang lehernya. Tidak Cuma itu, ada tekanan berat yang membuatnya menggigil dan mual.

Anak itu berteriak, mengangkat tangannya untuk melindungi matanya. Tapi tidak ada yang berubah. Ada yang menindihnya. Dia pikir itu Naruto. Tapi suara gelap dan dalam yang diucapkan penyerang nya sungguh membuat perutnya mual.

'Kamu tidak sebanding. Yang kuinginkan adalah Uchiha matang untuk menghina apa yang sudah coba kalian lakukan'

Sasuke masih memberontak tapi cengkraman di kepalanya benar-benar mempersulit dia bergerak. Dia mencoba mencengkeram tangan penyerang itu, tapi seperti tidak mempengaruhi apa-apa. Cengkeraman penyerangnya lebih menyakitkan.

'Kalian selalu membanggakan mata busuk itu kan? Nah kenapa tidak merasakan sedikit kegelapan? Meski sama milik si kecil Tobirama cuma mengganggu penglihatan… milikku benar-benar bisa membuatmu buta. Kamu beruntung si kecil ini masih mau berbalas kasih. Menurutku Uchiha pantas untuk dibunuh.'

Lalu ada sesuatu yang hilang.

Sasuke yakin matanya ada disana.

Tapi ada sesuatu yang lepas dari kedua mata itu.

Tidak lengkap.

"Apa yang kamu lakukan!"

Penyerang itu masih di sana, tapi diam.

Sasuke takut.

Itachi tolong…

'Pertama desa ini perlu belajar. Cara menghormati.'

Saat sebelum Sasuke pingsan. Dia yakin mendengar suara ledakan.

(AGRRESIVE)

Naruto tadinya khawatir Rubah berbohong. Tapi makhluk itu tidak melanggar perjanjian. Jadi kini Rubah mengambil alih tubuhnya dan Naruto duduk bersandar dengan bulu-bulu hangat dan empuk. Melihat dari adegan visual bagaiman tubuhnya bisa melakukan beberapa gerakan manuver yang luar biasa.

Rubah terkekeh dalam bentuk tubuh anak kecilnya.

Naruto puas melihat kehancuran yang bisa dia perbuat.

Aku harus sering melakukannya.

Mungkin itu Cuma sebentar. Tapi kerusakannya cukup parah.

(AGRRESIVE)

Malam itu, Naruto tidur seperti bayi. Rubah mengatakan dia tidak akan memakai sama sekali cakra asli miliknya, Tapi begitu dia sampai di rumah tubuhnya ambruk. Tak bisa melakukan apa-apa selain membiarkan sistem tubuhnya sendiri bekerja untuk memulihkan. Rubah tidak mengatakan apapun dan pura-pura tidur seperti biasa. Tapi Naruto tahu dia makhluk besar itu puas dan dia sendiri sama.

Naruto tahu tindakannya sore itu murni spontanitas. Sejak ibunya pergi, dia tidak seperti dirinya yang terkontrol.

Aku hanya melakukannya… aku sadar atas semua tindakanku… ini murni perasaan yang sudah lama aku pendam.

Dia telah menjadi ninja paling buruk dalam sejarah. Bahkan sebelum resmi menjadi ninja.

Seperti dugaan, Pria bertopeng berambut putih itu datang esok pagi dan memberitahu jika Hokage tidak bisa datang karena urusan penting. Pria itu juga bertanya apa dia baik-baik saja. Kejadian akademi itu sudah jelas telah menyebar.

Ada perasan takut, pihak desa tahu pelakunya adalah dia. Pria bertopeng ini juga rasanya seperti mencoba menguliti kulitnya, untuk mencari tahu apa yang sedang dia sembunyikan. Tapi bisikan Rubah selalu membuatnya tenang. Dan bahkan dia terkejut sendiri, semua pertanyaan pria itu berhasil dia jawab tanpa keraguan sedikitpun.

"Besok aku akan mengantarmu ke kantor polisi untuk menjawab beberapa pertanyaan. Kau sudah baik?"

"Ya. Aku baik-baik saja. Tapi masih terguncang. Maaf, boleh aku tahu siapa namamu? Aneh rasanya jika memanggil mu 'kamu' terus."

"Kakashi."

Apakah itu nama asli? Sudahlah.

"Kakashi-san boleh minta bantuan?"

"Tentu apa itu?"

"Bisa belikan Yakiniku? Ku pikir Hokage tidak keberatan jika aku meminjam uang darinya."

Sebenarnya dia ingin ramen. Tapi Rubah bosan dan dia berhutang budi padanya.

"Tentu, tunggu 10 menit."

Naruto tidak sadar pria bertopeng itu membentuk senyum kecil di balik topeng yang dikenainya.

(AGRRESIVE)

Uchiha ada dimana-mana dan rasanya setiap pasang mata hitam itu mengawasinya seperti predator. Dia pernah melihat seperti apa Sharingan itu, dan bertaruh tidak akan bisa bertahan jika semua petugas di kepolisian ini menggunakannya. Rubah tidak membantu. Perasaan makhluk itu buruk semenjak kakinya menginjak kantor polisi. Untungnya pengalaman menjaga emosi, membuat Naruto bisa membawa diri. Jadi Naruto dengan cepat menyelinap ke kafetaria setelah bertanya pada petugas wanita yang ramah begitu selesai mengisi daftar hadir. Bertanya pada wanita itu dimana kafetaria dan dengan senyum menujukan jalanya. Ini pertama kalinya dia bertemu Uchiha yang bisa tersenyum.

Naruto terlalu terburu-buru melangkah menuju mesin penjual minum otomatis sampai tidak berhati-hati lalu menabrak seseorang. Dia langsung buru-buru minta maaf.

"Bukan masalah. Lain kali hati-hati. di kantor ini tidak banyak yang bisa menerima permintaan maaf."

Pria itu pendek. Tapi Naruto yakin umurnya sekitar 17 atau lebih sedikit. Dia sempat membeku ketika melihat wajah pria itu. familier. Dia juga tersenyum, seperti perempuan di meja resepsionis. Tapi ada yang aneh dari senyum pria ini.

"Apa yang kamu lakukan di sini? Ada yang kamu cari?"

"Aku ingin beli minuman."

"Ah maafkan, tapi mesin itu kehabisan stok dan baru siang ini akan diisi petugas. Kamu suka es teh?"

Pria itu tidak menunggu jawaban Naruto dan memberinya sekaleng teh hijau yang dia bawa. Pria itu masih tersenyum dan Naruto mulai merasa risih. Dia segera berterima kasih dan buru-buru kembali ke ruang tunggu. Sambil berjalan dengan cepat, dia merasakan tatapan pria itu masih terus mengikutinya.

Ketika kembali betapa mengejutkan, Shikamaru duduk dengan pandangan malas dan saat Naruto mendekat anak itu memberinya salam dengan malas. Keduanya tidak pernah benar-benar bicara satu sama lain di sekolah, tetapi pernah terlibat dalam proyek bersama dan menurut Naruto, Shikamaru adalah sedikit dari anak-anak yang tidak terlalu menyinggung masalah Naruto. Atau mungkin anak itu malas melakukan apapun.

"Menyebalkan. Untungnya bukan ibuku yang pergi ke sini bersamaku."

"Oh ya?"

"Hm, sepupu ku yang mengantarku… tapi entah kemana dia sekarang. Kamu Naruto?"

"Sendiri. Ibuku pergi untuk urusan yang tidak bisa ditinggalkan," Naruto bohong.

"Orang dewasa itu memang seenaknya sendiri."

Lalu keduanya diam. Melihat Uchiha lalu lalang dan mungkin menunggu siapa yang lebih dulu masuk ke ruang di depan mereka. kemudian Shikamaru menghela nafas.

"Padahal aku pulang lebih cepat dan tidak tahu apa-apa. Kenapa aku juga dimintai keterangan?"

"Mereka cuma melakukan tugasnya."

"Hm. Sudah dengar apa yang terjadi dengan teman-teman?"

"Belum. kamu?"

"Cuma dari Chouji. Katanya Sasuke yang paling parah. Kritis atau entahlah… lalu terjadi keanehan dengan anak-anak lain. Tiga atau empat teman sekelas kita tiba-tiba tidak bisa menggunakan cakranya dengan normal. Kiba yang berisik itu juga termasuk."

Naruto tidak pernah mengawatirkan dirinya sendiri dengan kehidupan setelah kematian sampai sekarang, tetapi dia tahu dia akan pergi ke neraka.

"Aku menyesal. Siapapun yang melakukannya, dia pasti berani."

"Atau bodoh… menyerang akademi dimana anak-anak disana. Meski kejadian sore, tetap bodoh. Orang-orang Uchiha di sini pasti senang menerima tugas semacam ini."

"Benarkah?"

"Ya… merepotkan sih, tapi kata ayahku ada hubungannya dengan apa yang terjadi dengan masalah pribadi mereka. apalagi Uchiha punya mata itu bukan? Genjutsu atau apalah… pasti masalah ini cepat selesai."

Apakah Shikamaru curiga dan itulah kenapa dia mendekati Naruto?

Naruto memang selalu curiga jika kemalasan Shikamaru Cuma akting untuk membuat dia tidak terlibat dalam banyak masalah. Byakugan boleh dikatakan tajam, tapi menurut Naruto. Shikamaru yang harus lebih diwaspadai.

Sekarang dia mulai merasa takut.

"Kuharap dengan begini ujian genin bisa ditunda, agar aku tidak buru-buru jadi ninja. Bagaimana menurutmu?"

"Keren."

Lalu Nara menguap malas dan menggerutu. Lima menit kemudian petugas memanggil Shikamaru dan anak itu menepuk pundak Naruto sebentar sebelum mengikuti petugas itu masuk ke dalam ruang.

Lima belas menit rasanya lama dan Rubah dengan terampil memberi banyak masukan untuk membantu Naruto.

(AGRRESIVE)

Ruang interogasi itu setidaknya memiliki penyejuk ruangan. Seorang Uchiha, Pria dan mungkin sekitar 25 tahun menyambut kedatangan Naruto dengan ramah. Rubah berkali-kali berbisik untuk tidak mempercayai para Uchiha. Dia melempar senyum menyapa kembali petugas. Sopan santun terkadang bisa menyelamatkan.

"Maaf, ibuku tidak bisa datang," dia meminta maaf sebelum duduk di kursi yang disediakan untuknya.

"Tidak masalah. Sebenarnya Orang tua hanya mendampingi anak-anak agar tidak ketakutan. Banyak yang tidak suka datang ke kantor polisi."

"Menurut ku kalian semua ramah."

"Terima kasih."

Tapi rupanya Uchiha di depannya tidak terkesan dan Rubah tertawa mengejek.

'Jika mereka muda tersanjung aku sudah makan mereka semua.'

"Ngomong-ngomong, Namaku Rakuto."

"Uzumaki Naruto."

"Oke."

Ruang itu memiliki warna abu-abu polos dengan sedikit perabotan kecuali meja, kursi dan penyejuk ruangan. Lampu juga seperti sengaja dibuat redup agar menimbulkan kesan tidak nyaman. Lalu kedua mata Naruto sedikit terhenti ke arah kaca yang tidak bisa melihat apapun di baliknya. Rubah mengatakan ada tiga orang di sana, tapi ruangan ini sepertinya memiliki semacam kekkai untuk mengganggu sensorik sehingga tidak bisa mendeteksi pengamat di balik kaca dengan benar.

"Apa kamu bisa menembusnya?"

'Beresiko. Sebaiknya ikuti saja permainannya.'

"Pasti sangat sulit," ucapan pertama petugas itu.

Naruto mengangguk, meskipun sebenarnya cukup mudah.

Wawancara dimulai seperti prediksi rubah. Apa yang terjadi, di mana dia, apa yang dia pikirkan tentang segalanya. Rubah mengatakan untuk menjawab dengan jujur dengan polesan. Naruto mengatakan semua yang sudah mereka berdua latih dan petugas ataupun orang yang mengamati dari balik kaca menerima semua jawabannya.

Secara garis besar Naruto menjelaskan semuanya terjadi begitu cepat dan kabur. Asap di mana-mana setelah sebuah ledakan besar terjadi, dia sedang berada di salah satu gedung ketika itu terjadi. Meski sore, sekolah masih berisi beberapa murid dan guru. Semuanya panik.

Kemudian, petugas itu menyebut nama-nama murid. Nama-nama yang telah Naruto tandai dengan jangkar yang membuat mereka tidak bisa mengakses cakra. Rubah mengatakan segel itu tidak rumit dan seorang ahli Fuinjutsu bisa mematahkan segelnya. Apa ada orang seperti itu di desa, Rubah Cuma mengatakan ada tapi sedang berkelana. Naruto tidak tanya lagi lebih jauh.

Setiap nama dengan karakter atau bagaimana mereka bersosialisasi di akademi. Petugas bertanya pendapat pribadi Naruto tentang mereka berempat.

Tidak sulit. Tapi sedikit merepotkan soal Sasuke.

"Dia akhir-akhir ini sedikit mengompori saya untuk menerima tantangannya. Saya tidak tahu apa yang menyebabkan itu secara pasti. Sejujurnya Sasuke selalu mendapat ranking paling atas dan saya yang kedua sampai tahun ini gagal menjaga nilai sehingga turun dari peringkat biasanya. Kami tidak dekat. Tapi menurut saya Sasuke mungkin sedikit ingin membuat saya jadi saingannya."

"Apa Sasuke-san punya musuh?"

"Setahu saya tidak. Tapi karena dia bersama Shinya dan Makau mungkin di luar sana ada yang tidak suka dengan Sasuke."

"Begitu?"

"Shinya dan Makau sedikit mengganggu dan mereka pikir itu tidak masalah selama ada Sasuke bersama mereka. keduanya menurut ku pengaruh yang buruk."

Petugas diam dan mencatat semuanya ke dalam notes. Lalu pertanyaan-pertanyaan aneh datang.

"Apakah kamu melihat orang dewasa mencurigakan kemarin di sekitar sekolah? Memakai topeng?"

"Aku… Kurasa tidak. Ada banyak asap, aku ragu bisa melihat orang dewasa dengan baik kecuali teriak-teriakan dari sana-sini yang aku kenal. Mengapa?"

"Hanya melengkapi beberapa titik," petugas itu tersenyum. "Dan bagaimana keadaanmu? Apa kamu masih trauma atau semacamnya? Kami akan bekerja sama dengan rumah sakit bila ada gejala-gejala seperti itu."

Mungkin ketakutan karena pertama kali berbuat onar seperti kemarin.

"Kurasa tidak."

"Baik."

Tidak ada kecurigaan.

(AGRRESIVE)

"Sudah memuaskan mu Itachi? aku memakai sharingan ku juga dan anak Rubah ini tidak berbohong sama sekali," kata Uchiha Shisui salah satu dari tiga orang yang mengamati dari cemin satu arah.

"Namanya Naruto, kalau kamu lupa."

"Maaf, Kakashi-senpai," ucap Shisui berikutnya dengan nada lucu dan tandai dua jari teracung. Damai.

Itachi masih duduk tenang di kursi mengacaukan dua orang lain. Pikirannya yang berpacu untuk memikirkan segala kemungkinan. Dia mungkin masih muda, tapi kapasitas Itachi sebagai ninja telah melebihi pria dewasa rata-rata. Oleh karena itu di usia 12 dia masuk ke korps Anbu mengalahkan rekor Shisui ataupun Kakashi. Bahkan sekarang yang sudah hampir usia 17, Itachi diberi kepercayaan sebagai kapten tim khusus pasukan pengamanan Daimyo. Ayahnya boleh jadi kurang setuju, tapi Itachi punya ambisi lain. Semakin banyak jabatan dan pengalaman yang dia pernah rasakan, langkah menuju Hokage akan lebih mudah.

Sandaime sendiri bahkan memberi janji agar Itachi kelak mengisi posisi strategis di desa.

Semua demi Uchiha lebih baik. Kudeta yang semula hampir meletus berakhir dengan damai meski bayarannya adalah Shisui kehilangan satu mata kanannya. Danzo mengambil tindakan gegabah dan kini buron dengan setengah Uchiha serta Anbu bersih dari pengaruh Ne mengejarnya.

Dia tidak puas. Meski Shisui masih periang. Dia tidak ingin hasil seperti ini.

Sejak itu Itachi serius. Dia memastikan orang yang dia sayangi tidak menjadi korban demi kediaman Konoha. Shisui maupun Sasuke.

Lalu ada kejadian ini.

Itachi menyadari kadang dewa punya pilihan lain yang sulit diterima.

"Kau dengar aku Itachi?"

"Ya Shisui," setengah berbohong. Dia masih menilai anak Uzumaki itu.

Sedikit yang tahu, Itachi tahu rahasia bahwa Uzumaki Naruto adalah anak Yondaime dan kejadian sebenarnya saat Kyuubi lepas…

Itachi bahkan tahu pria bertopeng yang bersembunyi di balik bayang-bayang neraka.

"Aku pengawas nya. Tapi aku tidak memungkiri jika kejadian di akademi kemarin aku buta, ada misi langsung dari Hokage sehingga tidak mengikuti Naruto seperti biasa."

"Anak itu dicurigai karena Kyuubi. Aku bukan pesimis. Tapi jika ini hanya akademi yang hancur akibat ledakan yang dibuat dari bom kertas ledak aku percaya anak umur 6 tahun pun bisa melakukannya. Secara motif, anak itu punya. Dia dijauhi. Meski pintar, kadang orang pintar yang menyendiri bisa berbahaya."

Itachi tahu kata-kata Shisui menyindir dirinya. dia mengakui itu.

Kakashi diam, berpikir. Lalu mengutarakan apa yang mengganggunya, "Dan Naruto memiliki jadwal latihan yang menurut ku tidak wajar."

"Oh, aku baru dengar itu,"

Itachi juga sama tertariknya, melirik ke arah mantan senpai dari Anbu.

"Dia berlatih sama seperti anak-anak lainnya. Insting nya bagus. Dia juga sering bermeditasi," jelas Kakashi.

"Lalu apa yang aneh, senpai?" tanya Itachi. Dia juga sering meditasi, itu bagus untuk jiwanya.

"Anak itu bisa menguasai satu keahilan baru yang menurut ku tidak cocok dengan usianya meski dia jenius. Karyuudan mungkin kelas C, tapi menurut pengamatanku tidak ada seorang pun yang mengajarinya."

"Dia menemukannya di gulungan? Tidak sulit bukan? Ada banyak Sarutobi dari mana asal jutsu itu. Aku tahu anak ini menyelinap masuk ke arsip penyimpanan," Shisui adalah kepala tim yang diminta Hokage untuk mengawasi jika Naruto ceroboh mengambil gulungan jutsu terlarang. Dia masih belum puas dengan pilih kasih yang dilakukan Sandaime. Anak itu memang Jinchūriki. Tapi Shisui adalah orang yang adil.

"Sekalipun itu gulungan, Naruto masih membutuhkan seorang mentor. Beberapa katon seperti Karyuudan bisa membuat cidera pengguna jika tidak diawasi oleh orang berpengalaman," kata Itachi menangkap garis besar masalahnya. "Anak itu… menguasainya dalam waktu singkat dan sempurna?"

"Tepat," kata Kakashi.

Shisui tidak perlu meminta Rakuto untuk interogasi ulang. Matanya dan penilainya yakin jika Naruto tadi tidak berbohong selama wawancara. Tindakan dan mimiknya juga tidak dibuat-buat. Mungkin saat anak rubah menatap cermin satu arah, Shisui sedikit terganggu. Tapi bukannya semua orang akan tertarik dengan tempat baru dan melihat sekeliling dengan mata rasa ingin tahu?

Bahkan jika Naruto memang seorang aktor yang cerdik. Untuk anak seusia itu, mengerikan.

Mengingatkan Shisui pada Danzo yang kini membawa mata kanannya.

Lubang itu kembali sakit. Dia bersumpah akan membawa Danzo lengkap dengan matanya.

Mati atau hidup.

(AGRRESIVE)

Malam itu sejuk untuk pertama kali dan anehnya Naruto di buat nyaman. Sepanjang perjalanan dari kantor polisi, dia memikirkan banyak hal. Tadinya Naruto memiliki penyesalan itu. ada harapan sebenarnya, polisi curiga dan akhirnya menahan Naruto. Lalu setelah penyelidikan lebih dalam, mereka menemukan bukti dan dirinya di tetapkan bersalah.

Ada rasa penyesalan.

Tapi dia juga berpikir bahwa itu adalah pembalasan. Dia tidak membuat mereka benar-benar rugi. Tidak sebanding dengan intimidasi selama bertahun-tahun. Ada orang yang nantinya bisa membuat mereka kembali normal.

Naruto baik-baik saja, dia lebih baik-baik saja. Sebenarnya dia bahagia dan dia bebas.

Tidak semua tindakan harus sesuai aturan. Kadang ada yang dilanggar.

Selama itu bukan merugikan orang secara permanen.

Naruto duduk di atas salah satu batu di hutan belakang rumahnya. Matanya terpejam mencari konsentrasi dan kediaman. Tidak ada tanda-tanda berambut perak bertopeng.

Masa bodoh, dia butuh bicara dengan rubah.

"Rubah, kenapa kamu menolongku?"

(AGRRESIVE)

Kyuubi menatap anak itu. seharian setelah pulang dari sarang mahluk kotor keturunan Indra, Bijuu mencoba diam dan membiarkan semua berlalu. Pikiran anak itu berisik. Rubah belajar percuma memenangkannya. Biarkan wadahnya mencari jalan keluarnya sendiri.

"Aku Cuma ingin kamu lebih baik dari dua pendahulu mu yang payah."

"Rubah… aku tahu kamu tidak sepenuhnya jujur. Diskriminasi dan semua yang sudah terjadi membuatku belajar untuk tidak mudah mempercayai seseorang. Bahkan meski kamu sudah mengajari ku sebagai guru… kamu tetap dalang di balik peristiwa naas di hari kelahiranku itu."

"Itu karena pria bertopeng yang mengendalikan ku."

Anak itu diam. Berdiri dari bentuk kecilnya. Menatap lurus dengan mata biru.

… kelak ada seorang anak bermata biru langit mengembalikan kalian menjadi satu keluarga…

Kyuubi sudah melupakan omong kosong kakek. Dia sudah memutuskan memanfaatkan anak ramalan ini demi keuntungannya sendiri. Biarlah para bijuu lain menderita. Kyuubi akan menggunakan wadahnya untuk menjadi lebih kuat. berkuasa dan akhirnya alat membalas dendam.

Tapi sebagai Kurama… ada suara lembut mengatakan jika Naruto tidak sesederhana itu. anak itu masih bisa dipoles demi sekedar balas dendam...

… mata biru…

Kuso!

"Aku punya rencana."

Naruto tidak langsung menuntut jawaban. Malah dia mendekat. Masuk ke dalam jeruji dan tanpa ketakutan seperti pertama mereka bertemu, tangan kecil itu meraih tanpa ragu bulu-bulu miliknya.

"Saat aku bisa melepas kunci penjara ini. Apa kamu akan membunuh ku?"

Ya, sebagai Kyuubi

Namun diri Kurama-nya justru ingin yang lain.

"Membunuhmu hanya akan membuatku mati," kata Kyuubi bosan dengan fakta itu

"Saat kamu mengendalikan ku kemarin. Aku sadar kamu punya banyak cara untuk memanfaatkan ku sebagai boneka. Jujur, aku tidak keberatan. Aku juga marah dan ingin mengamuk. Mungkin menyerahkan semuanya padamu adalah jalan yang paling terbaik."

Apakah pipi anak itu memerah, pikir Kyuubi. Meski manusia itu kecil, matanya bisa melihat perubahan emosi di wajahnya. Bahkan tanpa itupun dia bisa dengan mudah membaca isi hati Naruto.

"Tapi, sekarang setelah semua ini. Aku berpikir lain."

Kyuubi diam.

"Apakah tidak bisa kita menjadi sebuah tim yang saling mempercayai dan membuat semua orang menerima balasan karena sudah meremehkan kita?"

Mungkin dia akan tertawa. Mengejek dan segala cara untuk menunjukkan cara berpikir manusia kecil itu naif. Dia sudah ratusan tahun hidup. Dia bisa membaca isi hati manusia. Hasrat adalah akar dari perbuatan bodoh manusia kebanyakan. Hasrat yang mendorong Madara ragu dan akhirnya memilih jalan paling bodoh yang menurutnya efisien.

Hasrat yang juga membuat dirinya menderita. Dia percaya itu.

Tapi kali ini, Kyuubi ragu.

"Kamu mempercayai ku?"

"Aku percaya padamu. Seperti kataku. Aku tidak keberatan kamu mengambil alih diriku. Aku tidak membenci mu karena itu."

"Aku tidak percaya padamu," kata Kyuubi.

"Aku tahu. Tapi aku tetap mempercayai mu," Naruto mendongak dan bertemu langsung dengan mata merah dari bijuu paling kuat saat ini. "Dibanding ibu, aku lebih senang hanya bisa hidup bersamamu, Rubah."

Anak itu selalu memanggilnya Rubah. Kyuubi tidak tahu kenapa. Kini dia ingin tahu.

"Kenapa kau memanggil ku Rubah dibanding Kyuubi?"

"Kyuubi itu jahat untuk sebutan mereka yang membenci mu. Tapi aku tidak, kamu keluargaku."

Kurama, kamu yang paling kuat dari semuanya. Bisakah aku mempercayai mu untuk terus berharap pada kata-kataku?

Jujur saja, sampai saat ini Kyuubi/Kurama masih belum memaafkan kebohongan kakek Rikudo.

"Kurama. Kalau kamu ingin tahu lebih banyak. Pertama panggil aku dengan nama asliku."

(AGRRESIVE)

Di luar, Naruto menangis dalam posisi duduknya. Untuk pertama kali dia merasakan seseorang mempercayainya dengan perasaan tulus.

(AGRRESIVE)

Naruto bersandar pada bulu Kurama. Mendengarkan bijuu menceritakan tentang masa lalunya. Bijuu yang sebenarnya ada sembilan di dunia dan apa yang menurut Naruto ide Kurama.

Tidak sepenuhnya. Tapi Naruto yakin akan banyak waktu untuk membuat Kurama benar-benar mempercayainya.

"Apa Ada cara mengambil bijuu dari Jinchūriki tanpa membuat mereka mati?" tanya Naruto.

"Tidak tahu. Tapi dalam kasus ibumu dia bisa bertahan hidup karena setengah bagianku ada di dalamnya."

Naruto baru tahu itu dan terkejut. "Apa itu baik-baik saja?"

Apakah ibunya tahu selama ini? Itukah yang membuat ibunya membencinya.

Kurama seperti membaca isi kepalanya. "Kami masih berhubungan. Tapi karena kami jiwa yang sama, dia tidak mengatakan apapun. Apa kamu ingin tahu kondisi ibumu sekarang."

Naruto terdiam sejenak lalu menggelengkan kepala. "Itu keputusan ibuku untuk pergi. Jika dia ingin kembali bertemu. Biarkan itu terjadi."

Kurama terkekeh. "Aku tidak sabar menunggu waktu itu."

Sekarang, semuanya sedikit lebih jelas. Dunia ini luas dan di luar tembok desa yang berdiri kokoh. Kesempatannya ada di luar lebih banyak. Pertama dia harus menjadi ninja. Ijin ke luar desa dan status lebih tinggi akan mempermudah banyak urusan.

"Pertama aku ingin mengetahui lebih banyak dan mungkin memiliki banyak kekuatan bukan ide buruk."

"Oh? Dan apa itu?" Kurama sudah tahu apa yang Naruto inginkan. Lagipula anak itu adalah wadah nya. Tidak ada yang tidak bisa Naruto sembunyikan darinya.

"Daikokuten no tenko adalah cara curang untuk menguasai banyak jutsu. Pertama aku harus melatih kemampuan alami darah Uzumaki dalam tubuhku ini. Lalu mengumpulkan semua saudara-saudaramu dan membujuk mereka semua bekerja sama dengan kita. Dengan bakat Uzumaki dan bijuu yang ditakuti. Tidak ada yang bisa melawan kita berdua."

Idenya jelas terdengar kekanak-kanakan. Ajaibnya Kurama suka bayangan kesuksesan itu semua.

"Jalan kita masih panjang, gaki."

(AGRRESIVE)

Bocah itu kembali ke rumahnya setelah duduk hampir dua jam tanpa melakukan apa-apa. Tangisnya sempat mengganggu, Tapi Shisui tetap mengamati dari tempat persembunyiannya.

Kakashi dipanggil Hokage dan Shisui bersedia menggantikan senpainya untuk mengikuti Naruto. Tapi sebenarnya Shisui ingin mencari kebenaran. Benar kata Itachi, anak ini punya sesuatu yang disembunyikan. Meski matanya masih belum menemukan kebohongan. Shisui akan terus mencari tahu.

Dan saat dia melakukannya, sesuatu yang dingin mencengkeram dengan kejam. Itu tiba-tiba dan ini serangan paling cepat yang pernah Shisui terima.

Manusia mempunyai insting alami untuk mengenali bahaya dan naluri selalu mencoba mencari jalan keluar. Tapi bahaya berujung kematian telah menyentuhnya. Tiba-tiba Shisui seperti bukan apa-apa. Dia tidak pernah sombong, tapi percaya diri dengan pengalamannya dan julukan yang diberikan teman dan musuh.

Tapi saat ini, kematian tidak melihat status seseorang.

Dibakar sampai mati oleh cahaya putih. tercabik-cabik. Dipanggang hidup-hidup. Mutilasi dan seterusnya. Puluhan gambar otaknya seolah menyulap untuk menerjemahkan maksud yang dia rasakan.

Teror hampir membuatnya muntah. Ketika Danzo mencuri mata kanannya. Shisui terpojok tapi masih memiliki tekad untuk melawan. Kini dia tidak berdaya. Rasanya apa yang terjadi di sore saat tetua desa menunjukkan pengkhianatan dan pertarungan bertahan hidup dari orang-orang Ne sangatlah tidak sebanding dengan apa yang kini menyerangnya.

Shisui melihat dalang dari semua teror ini. Pria itu berdiri di depannya. Muncul dari ketiadaan. Tingginya normal, dan mungkin sedikit pendek dari Kakashi. Tapi rambut merah dan mata dengan pola riak di balik rambut panjang yang menutup setengah wajahnya memancarkan hawa dingin menusuk kulit.

Rambut merah yang sama dengan milik ibu anak Rubah.

Rinnegan. Meski Shisui belum pernah melihat aslinya dia sudah membaca ratusan jurnal tentang mata legenda itu.

Shisui tidak mengerti ketika pria berjubah corak awan merah itu tersenyum padanya.

(AGRRESIVE)

Naruto belum setengah perjalanan pulang ketika merasakan tekanan dingin paling jahat itu.

Aura pembunuh paling kuat yang pernah dia rasakan.

Kurama juga tidak tahu. Bahkan Bijuu yang selalu menunjukkan keangkuhan itu, untuk pertama kalinya takut.

Harusnya dia lari. Tapi kebodohan mendorongnya untuk kembali. Tak jauh dari batu yang dia pakai tadi untuk meditasi dia menemukan sosok bekas manusia yang nyaris tidak utuh. Darah dimana-mana, daging berceceran. Satu-satunya yang utuh adalah bagian kepala. Itu jelas milik seorang pria. Masih muda tapi mati dengan ketakutan paling mutlak. Dua soket mata yang kosong semakin membuat pemandangan itu lebih mengerikan.

Harusnya dia muntah, terkencing-kencing ketakutan tapi suara langkah bergema di belakangnya. Dan ketika Naruto berbalik dia melihat pria dewasa. Tidak tinggi sebenarnya, tapi hawa di sekitar pria itu membuat Naruto melihatnya tinggi dan besar.

Tidak ada rasa bersalah. Tapi puas tergambar dari wajah pria yang baru saja membunuh orang lain dengan sadis.

Kemudian dia melihat ke arah Naruto, membuat bocah itu tersentak karena ada sesuatu dari pria itu… rambut merah yang familier.

Pria dewasa itu terus mencari, mengukur seorang anak laki-laki berusia 11 yang akan segera menjadi sumber bencana yang kelak ditakuti lima negara. Tatapan sangat dingin ketika menelusuri rambut kuning yang sangat menodai apa yang menurut pria itu merah lebih pantas.

"Akhirnya, keluarga berkumpul lagi," katanya.

END