Kisah yang aneh terjadi padaku, semuanya terjadi dan semuanya berlalu bagaikan air yang mengalir di sungai
Setiap manusia yang hidup mereka pasti akan mati suatu saat nanti
Konsep kehidupan yang sangat indah
Tapi mengapa konsep kehidupan seperti itu tidak berlaku untuk ras seperti kami?
Apakah aku hanya akan diam menunggu hingga waktu yang akhirnya membunuhku suatu saat nanti?
Perasaan hangat yang ku rasakan masih terasa bagaikan kemarin walau waktu sudah berlalu cukup lama.
Perpisahan yang menyakitkan itu sedikit demi sedikit di hapuskan oleh waktu yang berjalan. Pertemuan yang singkat menjadi kenangan yang di lupakan namun sensasi itu tidak pernah aku lupakan.
Dia dan aku, kami berdua sangat berbeda. Dia adalah sumber matahariku ketika duniaku di selimuti kegelapan abadi yang membuatku jatuh dalam keputus-asaan dan amarah akan dendam yang sangat besar.
Namun matahariku akhirnya berubah menjadi sinar yang sangat redup bagaikan bulan purnama yang menyinari kegelapan malam dan hilang tak bersinar namun tetap ada disana saat siang hari.
Dia adalah sosok yang sangat pantas aku sebut sebagai cinta pertamaku sebagai ras yang sangat berbeda.
Kisah kami yang berbeda ras itu di mulai ketika dia menyadari sosokku saat dia berdoa padaku seperti biasanya dan memberitahukanku bahwa dia akan pergi
Saat itu jurang kegelapan mulai menghantuiku, ketakutanku mulai menggerogoti pikiranku ketika membayangkan jika dia pergi dan tidak akan pernah kembali lagi
Saat itu aku dan dia untuk pertama kalinya bisa saling bersentuhan, selama bertahun-tahun aku tidak pernah merasakan sensasi tubuh manusia akhirnya aku bisa tahu seperti apa mereka
Dia sangat hangat, memelukku dengan erat membaut seluruh duniaku menjadi indah. Dia menatapku dengan lembut dan tersenyum mengatakan jika aku sangat indah dengan telapak tangannya yang menyentuh wajahku
Dengan lembut dia menyentuh dua tanduk di kepalaku tanpa ada rasa takut sama sekali dengan wujudku dia masih tersenyum dan kembali memelukku.
Untuk saat itu aku sangat tidak ingin di tinggal sendirian lagi. Aku ingin bersama dengan manusia ini, aku ingin berada di sampingnya setiap saat, aku ingin tahu apa perasaan yang selalu menggangguku setiap saat ketika dia pergi dan perasaan apa yang merasukiku ketika dia datang
Hingga aku cukup sadar apa yang ku rasakan ini
Aku jatuh cinta padanya
Manusia pertama yang aku cintai dan dia yang pertama memanggilku indah
Aku tidak ingin berpisah dengannya
"Hei, apa kau mau ke karaoke bersama kami?"
Ucap salah satu siswa padaku, mereka terlihat sangat bersemangat setelah selesai ujian semester.
"Tidak, aku punya urusan nanti"
Jawabku dengan tenang sambil membereskan barangku bersiap untuk pulang. Aku dapat melihat ekspresi kekecewaan mereka, namun aku juga punya rencana lain jadi aku tidak mungkin membuang waktuku bersama dengan mereka
'Kira-kira kami-sama suka atau tidak?'
Pikirku ketika aku melihat isi di dalam tasku
Aku tidak pernah menyangka jika sosok kami-sama yang ku temukan di reruntuhan merupakan sesosok wanita yang sangat indah.
Bahkan saat aku sampai di rumah wajahnya tidak pernah terlepas dari imajinasiku
"Hei, kenapa kau melamun bro?"
Salah satu temanku berhasil mengejutkanku dari lamunan. "Maaf, aku cuma sedikit ngantuk"
Aku tidak mau banyak basa-basi dan bergegas menuju rumah. Aku sudah tidak sabar untuk menemui dia lagi, aku sangat ingin melihat ekspresinya lagi
"Aku pulang"
Saat aku sampai di rumah seperti biasanya tidak ada siapapun disini, pamanku yang merawatku sejak meninggalnya kedua orang tuaku 4 tahun lalu, sekarang harus bekerja ekstra keras untukku. Aku sejujurnya tidak ingin merepotkan dia namun pamanku bersikeras untuk menjadi waliku
Saat aku sampai di kamar aku langsung bergegas mengganti baju dan pergi menuju kuil yang ku bangun sendirian untuknya.
Kami-sama yang menempati kuil yang ku bangun itu nampaknya tidak keberatan dengan keadaan kuil, malah aku sangat ingin sekali memperbesar kuil itu.
'Kami-sama'
Aku berlari dengan bayangan seorang wanita dengan rambut berwarna merah muda dan dua tanduk kecil diatas kepalanya, berpakaian kimono khas miko saat ini tengah menungguku disana.
'Tinggal sedikit lagi'
Aku berlari berusaha untuk sampai disana secepatnya.
Ketika aku sampai di anak tangga terakhir, diatas bukit kecil ini terlihat sebuah kuil sederhana.
Disana sesosok wanita dengan rambut berwarna merah muda memiliki tanduk kecil diatas kepalanya, berpakaian kimono putih sedang berdiri di depan kuil dengan senyuman
Aku tidak tahu lagi harus berkata apa
Aku takut jika pengalaman kemarin hanyalah sebuah mimpi, namun saat ini, di depanku, seorang wanita berdiri dengan senyuman yang sama membuat hatiku melompat dalam kegembiraan
Aku pensaran apakah dia merasakan hal yang sama sepertiku?
Ku harap aku bisa bersama dengannya
Hari demi hari telah berlalu sejak pertemuan kami, Aku masih di perlakukan sebagai kami-sama oleh anak itu walau aku sebenarnya tidak keberatan tapi entah kenapa aku sedikit kecewa ketika dia memanggilku seperti itu
"Kami-sama, t...tolong terima ini"
Anak itu terlihat sangat ragu-ragu ketika menyerahkan sebuah kotak kecil padaku. Dia terlihat gemetar ketakutan akan sesuatu
Saat aku mengambil kotak itu dan membukanya, jantungku seperti di serang sesuatu yang tidak terlihat
"...k...Kami-sama... anda pernah bilang kalau anda tidak punya nama... j... jadi ijinkan saya untuk memberikan anda nama"
"... saya memutuskan untuk memberikan anda nama Chiho"
Di dalam kotak itu berisikan sebuah kalung yang sederhana namun terlihat sangat indah di mataku
Saat aku menatapnya dia hanya tersenyum padaku.
"Chiho?..."
Dia mengangguk lalu menarik tanganku sedikit kearah tanah. Dia menuliskan sesuatu di tanah itu, sebuah huruf dari bahasa manusia yang aku belum pahami
"Chiho.. Dalam kanjinya seperti ini"
dia menuliskan huruf sekali lagi sebagai contoh padaku bagaimana mengeja namaku yang ia berikan
千穂
Sedikit sulit dari yang ku bayangkan namun anak itu masih tersenyum padaku ketika aku selesai menuliskan ulang nama yang dia berikan
'Chiho... itu namaku'
"Hei bro... kau kenapa?"
Salah satu teman kelasku bertanya dengan wajah khawatir. Aku sedikit terkejut karena sejak tadi aku melamun menatap kearah luar jendela
"Tidak ada... aku cuma melamun"
"Bro, apa kau yakin kau baik-baik saja? Belakangan ini aku sering melihatmu melamun"
Aku juga heran dengan diriku
Sejak aku melihat wujud Kami-sama, wajahnya tidak pernah lepas dari pikiranku.
Seolah-olah dia menghantuiku setiap hari baik di mimpiku maupun di kenyataan.
Aku menatap temanku dengan senyuman dan menyakinkan dia jika aku baik-baik saja
Saat sekolah berakhir aku seperti biasanya bergegas pulang dan pergi menuju ke kuil, aku tidak sabar untuk menemui dia lagi. Entah kenapa satu hari saja tidak bertemu dengannya perasaan gelisah selalu menggangguku
'Ku harap dia juga merasakan hal yang sama'
Aku berlari secepatnya menuju kuil untuk menemui dia lagi, dan saat aku sampai di puncak bukit aku tidak melihatnya dimanapun
'Dimana dia?'
Aku berusaha mencari dimana Chiho, aku berkeliling sambil memanggil namun aku tidak menemukan siapapun
"Jangan bilang"
Aku mulai panik. Aku berlari mencari dan terus mencari dimana dia berada, kepanikan dan ketakutanku mulai membuatku gelisah. Aku takut jika dia menghilang, aku takut jika dia pergi, aku tidak ingin itu semua
Aku terus mencari dan terus mencari hingga aku sampai di sebuah kolam kecil yang terletak tak jauh dari kuil. Disana aku melihat sesosok wanita dengan rambut merah muda dengan sepasang tanduk kecil mencuat di kepalanya, rambutnya yang halus itu di tiup angin pelan, dia berdiri menatap kearah kolam itu dengan tatapan kosong tanpa ada perasaan sama sekali
Untuk sesaat aku merasa jika kami terasa begitu jauh
Aku merasa jika kami tidak di takdirkan untuk bersama
Aku merasa jika dia akan pergi suatu saat nanti
Kegelisahanku membawaku kearahnya, aku mendekat dan memberikannya pelukan erat, sangat erat hingga aku yakin jika dia tidak akan pergi
"ee..."
Dia terkejut ketika aku mengejutkannya dengan pelukan namun setelah beberapa saat dia tidak mengatakan apapun selain diam.
"Apa ada yang mengganggumu?"
Tanyanya dengan lembut padaku, aku tidak menjawabnya selain mengeratkan pelukanku padanya.
"..."
Chiho mulai memerah ketika dia melakukan itu, Ia ingin tahu apa yang sedang mengganggunya namun ia tidak bisa mengeluarkan kata-kata seolah-olah semua kalimatnya tertahan di tenggorokannya
Keduanya tetap dalam posisi seperti itu hingga beberapa saat. Saat suasana mulai senja, Chiho mengajaknya untuk kembali ke kuil dan dia hanya diam mengikuti Chiho kembali ke kuil yang dia bangun dalam beberapa tahun ini
"hei Chiho"
Ia menatapku saat kami sampai di kuil
"Bisa aku mendengarkan sedikit soal dirimu"
Ia bertanya padaku, sejujurnya aku sangat tidak ingin menceritakan soal masa laluku hanya saja entah kenapa melihat wajahnya yang terlihat kesepian itu membuatku ingin sedikit mencurahkan kisah masa laluku padanya
'Apa yang sebenarnya terjadi padaku belakangan ini?'
"Apa kau yakin mau mendengarkan ceritaku? Ceritaku sangat panjang dan membosankan"
Dia hanya tersenyum geli mendengar jawabanku
"Jika kisahnya sangat panjang, aku jadi punya banyak waktu untuk memandangimu"
Jawabannya entah kenapa membuatku langsung memerah dan beragam emosi asing memasukiku seolah-olah saat ini aku sedang di landa perasaan malu yang sangat luar biasa
"A...Apa yang kau ... a..."
Aku kesulitan berbicara dengan refleks aku menutupi wajahku darinya. 'Kenapa denganku...'
Jantungku berdegup kencang dan ini adalah pengalaman pertamaku merasakan perasaan seperti ini.
Saat aku berusaha menenangkan diriku, dia menarikku ke kuil dan membawaku duduk di sebelahnya sambil menatap langit sore.
Wajahnya yang di sinari sinar matahari terbenam menunjukkan beragam emosi yang aku tidak mengerti. Dia diam untuk sesaat hingga matahari sepenuhnya terbenam.
"Chiho... Aku ingin berterima kasih padamu"
"?"
Aku tidak mengerti apa yang ingin dia katakan namun aku memilih untuk tetap diam mendengarkan.
"Hari ini adalah hari dimana orang tuaku meninggal beberapa tahun lalu"
Wajahnya yang terlihat kesepian, entah kenapa mendengar hal ini aku merasa sakit. Sangat sakit sekali ketika dia menunjukkan ekspresi kesedihan yang terpendam itu
"Fue?"
Aku terkejut ketika merasakan sebuah usapan halus yang menyentuh kepalaku. Dia mengelus kepalaku dengan lembut sambil tersenyum
"Hei, jangan seperti itu, aku tidak mau melihatmu ikut sedih"
"er...Ya..."
Aku hanya menundukkan kepalaku karena wajah kesedihan dia masih tidak bisa aku hilangkan dari ingatanku. Dia membiarkanku mengelus kepalaku dan anehnya aku merasa sangat tenang
'Apa ini artinya menjadi manusia?'
'Memiliki beragam emosi yang tidak pernah ada habisnya'
'Merasakan kebahagiaan hanya hal kecil'
'Merasa ingin melihat yang ku sayangi tersenyum dan merasa sedih ketika dia terpukul'
'Aku...'
Kenangan masa lalu yang ku perbuat pada manusia membuat diriku seperti makhluk yang paling hina.
Entah kenapa aku mulai merasa takut, takut jika dia mengetahui masa laluku padahal sebelumnya aku berencana menceritakan masa laluku padanya
Kenapa aku sekarang takut?
Kenapa aku ragu setelah dia menceritakan soal kematian kedua orang tuanya?
Aku hanya diam menundukkan kepala membiarkan malam berjalan. Dia seperti biasanya pulang setelah matahari terbenam namun sebelum dia pergi aku masih tidak tahu harus berekspresi seperti apa
"h...Hei"
Aku memberanikan diriku untuk menatapnya
"j...Jika kau bertemu dengan iblis yang menghancurkan manusia dulu sekali. Apa kau akan membencinya?"
Aku mulai takut
Aku mulai resah
Aku sangat takut jika dia membenciku, aku tidak ingin dia pergi meninggalkanku, aku tidak mau. Aku hanya memejamkan mataku dan bersiap jika dia akan mengatakan padaku jika dia membenciku
Tapi
Aku tidak mendengar apapun, sebuah sentuhan lembut menyentuh kepalaku. Saat aku membuka mataku, dia menatapku dengan senyuman seperti biasanya dengan tangannya yang hangat itu masih mengusap kepalaku dengan lembut
"Sejujurnya aku tidak peduli soal itu. Bagiku yang paling penting adalah saat ini, masa lalu adalah cerita sejarah, besok adalah misteri dan saat ini adalah berkah"
Aku merasa sedih namun senang di saat yang sama saat dia mengatakan hal itu
Entah kenapa aku merasa aku sangat ingin sekali mendapat jawaban yang ingin aku dengarkan darinya, hanya saja aku tidak bisa membawa diriku untuk lebih berani mengatakan hal itu padanya
Aku memutuskan untuk tidak menanyakan hal itu lebih jauh, kami berdua tetap diam hingga ia pulang ke rumahnya meninggalkan tempat ini dengan janji jika dia akan menemuiku lagi besok
Malam ini terasa sangat sunyi, aku sendirian tidak ada siapapun, aku duduk dan menunggu hingga pagi.
Entah kenapa malam ini terasa sangat panjang sekali.
Tanganku menyentuh kepalaku, aku mengingat lagi bagaimana lembutnya tangan dia mengelus kepalaku. 'Uh... Kenapa denganku'
Aku merasa jika wajahku memerah, entah perasaan apa yang memasukiku saat mengingat lagi ekspresi dia
'Ku harap pagi datang secepatnya'
