Saat ini aku hanya diam menyaksikan dia pergi meninggalkan kuil ini dan aku hanya bisa terdiam menyaksikan hal menyakitkan ini dari balik bayangan.
Ketakutan ku jika aku akan menyakiti nya justru membuat lubang di dalam hatiku semakin membesar setiap harinya
Hari demi hari aku menyaksikan dia datang dan pergi dengan senyuman yang sama di wajahnya dengan penuh keyakinan jika aku akan kembali suatu saat. Dia masih percaya dan yakin mengabaikan jika kami adalah ras yang berbeda, 'kenapa?'
'kenapa kau tidak menyerah? kenapa kau memaksakan dirimu untuk makhluk sepertiku?'
tanyaku saat menatap kearah bayangan dimana dia tadi berdiri disana sebelum akhirnya pergi dari tempat ini.
Kuil yang sederhana sekarang perlahan menjadi cukup luas berkat kerja kerasnya.
Aku diam memperhatikan dia dan setiap kali dia pergi pulang, aku selalu berharap jika aku bisa di depannya dan mengatakan sampai jumpa lagi tapi...
tapi kenapa?
Kenapa aku harus merasakan perasaan sakit ini?
"Chiho..."
Keesokannya aku melihat dia datang di pagi ini sambil tersenyum kearah kuil yang masih kosong. aku diam menyaksikan kearahnya yang berdoa di depan kuil sebelum akhirnya pergi
saat dia pergi aku bisa merasakan perasaan hangat menyelimuti ku.
Dia masih berharap dan dia tidak berbohong mengenai perasaannya.
Aku hanya bisa terduduk diam menatap langit biru. Imajinasi ku melayang-layang ketika memikirkan bagaimana jadinya jika suatu saat aku bisa menjadi manusia yang bisa berdiri dan menjadi wanita bahagia yang di cintai oleh orang yang aku kasihi
Aku ingin di peluk olehnya, aku ingin bersikap manja jika dia ada di sampingku, aku ingin dia mengelus kepalaku seperti yang dia lakukan padaku sebelumnya dan aku juga ingin merasakan perasaan kebahagiaan yang tidak pernah bisa ku jelaskan dengan kata-kata.
Apakah begitu sulitnya aku untuk bisa hidup normal layaknya manusia biasa?
Apakah aku harus mengalami hal seperti ini selamanya?
Apakah ...
hick...
hick...
Perlahan aku merasakan tetesan air mata yang hangat mengalir dari mataku. Aliran air mataku tak mau berhenti ketika perasaan sesak mulai menusuk tepat ke jantungku.
'Sakit...'
hick...
'Sakit... Kenapa ini sangat sakit'
Aku meremas dengan erat baju miko khas ini.
rasa sesak di dadaku semakin menguat saat aku melihat apa yang terjadi dalam satu tahun ini.
Aku mulanya ingin pergi dari sini, tapi aku tidak sanggup untuk pergi lebih jauh karena aku takut jika di lupakan olehnya.
Tapi apa yang ku alami ternyata jauh lebih menyakitkan. Melihatnya datang dan pergi tanpa ada yang menyambut, sendirian di kuil ini, tersenyum tulus kearah kuil seolah aku ada di depannya membuat perasaan sakit ini semakin menguat.
tanpa kusadari aku mulai menantun kan sebuah lagu yang menggambarkan perasaanku saat pertama kali aku hampir kehilangannya.
'Jika ada kehidupan di sana...
aku pasti akan menjumpai mu~
Jangan mengatakan hal-hal yang menyedihkan seperti "Aku tidak akan melihatmu di akhirat."
Karena aku pasti akan melindungi mu
Senyuman kecilmu.
Di tempat itu, selalu ada kebiasaan mencolok mu yang membuat ku tersenyum.
Sepanjang perjalanan kehidupan ini.
Itu tidak berubah.
Tapi kau akan pergi, dan aku sedang dalam perjalanan mengarungi waktu.
Suatu saat ku harap kau bisa menemukan seseorang yang kau cintai selain diriku.
Pada garis hidup yang panjang.
Aku bertemu denganmu.
Aku mengucapkan selamat tinggal padamu.
Benar atau salah.
Tidak masalah. Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih untuk semua ini.
Tetapi jika kita bisa bertemu lagi,
Jika ada satu kesempatan lagi
Lain kali,
aku tidak akan pernah kehilanganmu lagi.
Dan aku tidak akan pernah berbohong padamu lagi.'
Air mataku mulai tak terbendung ketika menyanyikan lagu menyedihkan ini. Aku sangat ingin di berikan kesempatan untuk menjadi sosok yang bisa berada di sampingnya
Aku sangat ingin itu...
T... tapi..
...
hick...
'Saat itu, aku dapat melihat dimana kamu tersenyum seperti anak kecil.
tapi saat itu aku melihatmu selalu memiliki sisi wajah yang sedih.
Sepanjang perjalanan waktu yang panjang.
Tak ada yang berubah.
hatimu
Tumbuh terpisah.
Saya masih berdiri di sana dalam diam.
Pada garis hidup yang panjang.
Jika ada masa depan di suatu tempat,
Dan kita bertemu secara kebetulan.
Saya akan mendapatkan kembali kepercayaan diri saya, seperti yang saya lakukan hari itu.
Tersenyum dan berbicara dengan Anda secara alami.
Apa yang akan kamu ceritakan padaku?'
'Pada garis hidup yang panjang.
Bahkan jika suatu saat nanti
Hilang dan hilang
Ketika saya melihat ke belakang, Anda masih bersama saya.
Begitu saja, kamu bisa tersenyum lagi.'
'Pada garis hidup yang panjang.
Aku bertemu denganmu.
Aku mengucapkan selamat tinggal padamu.
Waktu untuk tertawa, waktu untuk satu sama lain.
Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih.
Katakan terima kasih.
Tapi jika ada kehidupan lain,
Lalu aku akan mendatangimu.
Saya harap Anda masih tetap sama.
Dengan senyum yang sama.
Di tempat ini'
Matahari mulai terbenam sesaat setelah aku selesai menyanyikan lagu ini. Angin berhembus pelan meniup beberapa helai rambutku, dingin
itulah yang ku rasakan ketika angin itu membelaiku.
Aku masih ingat tangan hangatnya yang menyentuh wajahku.
Aku masih ingat betapa hangatnya dia
Hari berganti dan seperti biasanya aku di paksa untuk melihat perpisahan dimana dia pergi menganggap jika aku ada di depannya memberikan ucapan selamat tinggal
hingga
"Kau bisa jadi manusia"
Sebuah kata-kata yang tidak pernah bisa ku bayangkan mulai terdengar jelas dari sosok pria dewasa yang berdiri di depanku.
Saat itu aku tidak mampu berpikir apapun, aku langsung menuju dia dengan penuh harap jika aku tidak berhalusinasi. Tapi dia tidak berbohong mengenai hal itu
A...aku bisa jadi manusia?!
Aku bisa bersama dengannya?
A...apa aku bermimpi?
Apa ini semacam halusinasi?
Aku berusaha menolak itu, tapi nyatanya ternyata ada metode dimana aku bisa menjadi manusia!
Aku... aku mau! Aku ingin sekali bersama dengan dia!
Hari demi hari ku jalani dengan penuh kerja keras berusaha mewujudkan mimpiku untuk bersama dengan dirinya
Aku tidak tahu harus berapa banyak usaha yang ku jalani demi menggapai mimpi itu, tapi aku tidak boleh menyerah!
Aku...
Aku mencintai nya!
Hari demi hari ku jalani dengan sangat berat hingga akhirnya aku sampai di hasil kerja kerasku.
Aku berdiri di sebuah tempat dimana para manusia hidup dan belajar untuk tumbuh menjadi manusia dewasa. Tempat dimana dia sekarang berada, tempat dimana dia menjalani kehidupan normalnya
Namun apakah aku bisa beradaptasi disini?
Keraguanku mulai membuatku gugup, hingga sebuah tepukan pelan mengenai bahuku, ku lihat pria dewasa itu tersenyum di sebelahku
"Jangan khawatir, kau sudah melakukan yang kau bisa. Ini saatnya kau jalani apa yang ingin kau lakukan"
Ucapnya sambil melangkah masuk kedalam area yang di panggil sekolah ini.
Jika aku yang di masa lalu dimana aku sedikit pun tidak percaya dengan manusia, aku pasti tidak akan pernah Sudi mengatakan terima kasih tapi sekarang
Jauh di lubuk hatiku, aku berulang kali mengatakan terima kasih padanya yang telah berbuat banyak untukku
Langkah kakiku membawaku ke sebuah ruangan dimana dia berada. Manusia yang di panggil sensei itu mempersilahkan aku masuk kedalam dan...
Dia disana!
Disana melihat kearah ku dengan wajah terkejut
Aku dapat melihat nya lagi, senyuman di wajahku tak dapat ku bendung lagi
Aku mulai menarik nafas dan tersenyum setulus mungkin dari lubuk hatiku.
"Namaku Sasaki Chiho"
Saat perkenalan selesai, aku dapat melihat jika sensei ini mulai melanjutkan kelas, walau aku sedikit kesulitan mengikuti pelajaran ini namun sejauh ini aku tidak ada masalah apapun mengingat banyaknya hal yang harus ku pelajari saat aku mengikuti pelatihan bersama pria itu, hal seperti pelajaran sekolah seperti ini dapat aku ikuti dengan cukup mudah
Namun rasa gugup ku masih terus menghantuiku, dan itu adalah seorang remaja laki-laki yang duduk di sebelahku
Dia adalah laki-laki yang sangat ku rindukan. Aku berusaha keras untuk menahan diri untuk tidak mengalihkan pandanganku ke arahnya dan berbicara panjang lebar, dan tertawa lagi bersama seperti dulu
Saat aku berusaha memfokuskan diriku ke papan tulis, rasa rinduku yang tak bisa ku bendung lagi akhirnya membawa arah mataku ke kursi di sebelahku.
Dia disana, hidup dan sangat memukau mataku.
"?"
Saat dia merasakan tatapan mataku, dia mengalihkan pandangan kearahku dan tersenyum lembut sama seperti dulu.
Aku langsung melebarkan mata.
("dump...dump")
Detakan keras dapat ku dengar dari jantungku, wajahku terasa panas saat dia menatapku. Aku langsung mengalihkan pandangan darinya sambil menutupi wajahku menggunakann benda bernama buku ini.
Aku sangat malu
Aku sangat malu sekali...
Kenapa perasaan ini mendadak menyerang ku?
Apa ini rasanya menjadi manusia?
Rona kemerahan masih tidak mau hilang dari wajahku dan detakan keras jantungku hampir membuatku pingsan.
Aku menghabiskan waktu dengan berusaha untuk tidak menatapnya hingga jam pelajaran pun berakhir
Saat jam pelajaran berakhir banyak murid perempuan menghampiriku dan berusaha untuk memperkenalkan diri mereka padaku.
Mereka satupun tidak memberikanku tatapan benci ataupun kemarahan, melainkan mereka menatapku layaknya gadis normal pada umumnya dan itu membuatku sangat bahagia
"ne Chiho-chan, dari tadi kamu melirik kearah dia. Apa kalian sudah saling mengenal sebelumnya?"
Saat aku tertangkap basah melirik kearah dia, aku tidak bisa menyembunyikan rasa malu yang sangat luar biasa ini, wajahku mulai memerah dan aku berusaha menyembunyikan wajahku dengan buku yang ada di genggaman ku.
"Heee~"
Gadis remaja itu mulai tersenyum lebar melihat reaksi dari Chiho.
"Begitu ya~"
Beragam percakapan terus terdengar di sekeliling ku hingga jam pelajaran pun kembali di mulai satu jam kemudian.
Aku terus mengalami beragam kejadian yang pertama kalinya dalam hidupku, yaitu menjadi manusia normal yang dapat di terima oleh banyak manusia dan di perlakukan sama seperti mereka memperlakukan manusia yang lain.
Aku sangat bahagia namun aku penasaran apa yang sebenarnya dia pikirkan saat aku berada disini?
Apa dia merindukan ku?
Apa dia marah
Apa dia takut?
Atau apakah...
dia sudah muak dengan ku?
Aku mulai takut, ketakutan ku mulai membuat dadaku sesak, aku sangat takut jika dia membenciku.
Tapi aku sangat yakin jika dia tidak akan membenciku
Aku terus berpikir hal itu berulang-ulang hingga tanpa kusadari jam sekolah telah usai dan sekarang aku hanya terdiam di kelas yang telah sepi.
'Aku melamun...'
Pikirku saat tidak menyadari bagaimana waktu bisa berlalu sangat cepat tanpa kusadari sama sekali.
TKetika aku berdiri dari kursi ku, tatapanku teralihkan ke sosok manusia di sampingku
"Hrrhm..."
Dia tertidur dengan wajah dia baringkan di meja
Wajah tidurnya yang sangat damai itu membuat jantungku berdebar keras seolah-olah aku terkena serangan jantung.
Aku mulai duduk di kursiku dan melirik sekali lagi kearahnya yang masih tertidur dengan tenang.
'A...aku...'
Telapak tanganku seolah-olah memiliki pikirannya sendiri ketika bergerak kearah wajahnya.
Tanganku mengelus wajahnya yang lembut itu berusaha untuk tidak membangunkan tidurnya.
Usapan demi usapan pelan aku lakukan di wajahnya, rona kemerahan pun semakin terlihat di wajahku saat aku melihat dia sangat nyaman dengan usapan tanganku
Sampai...
"Ibu..."
"Ayah..."
Gyuu...
Aku mulai terasa sesak ketika ia menggunakan kedua orang tuanya yang telah tiada.
Dia sangat merindukan mereka dan itu sangat wajar karena dia manusia yang lahir dari mereka.
Lantas bagaimana dengan aku?
Apakah aku masih bisa di katakan sebagai manusia? Aku bahkan tidak lahir dari rahim manusia tapi kenapa aku menganggap jika aku manusia?
A...aku adalah monster...
Aku kembali mengucapkan hal itu di dalam pikiranku ketika membayangkan apa yang telah aku perbuat selama ini.
"Hrrrmmm..."
Dia mulai terbangun dan aku langsung menarik tanganku dari wajahnya secepat mungkin.
Saat sepasang mata birunya itu mulai terbuka sepenuhnya, dia menatap ke arahku dengan tenang
Lalu dia tersenyum dengan air mata perlahan mulai menetes dari wajahnya.
"I...ini bukan mimpi... A..apa kau benar-benar Chiho?"
Tanyanya dengan suara bergetar
Aku hanya bisa membalas senyumannya dengan anggukan, aku pun ikut tersenyum berusaha menahan segala rasa rindu yang selama ini ku alami.
"Aku... aku pulang..."
Ucapku sambil tersenyum berusaha menahan setiap tetes air mata yang ingin mengalir dari wajahhku namun sesuatu membuatku terkejut dan itu adalah...
Dia langsung memelukku dengan erat
'Eeep!'
Aku yang terkejut akan tindakan tiba-tiba itu hanya bisa terdiam ketika merasakan kehangatan yang sangat ku rindukan ini.
"Syukurlah kau masih hidup, aku senang kau disini... Chiho"
Aku berusaha menahan diri untuk tidak membalas pelukannya
"... Y..ya.. Aku juga"
Balasku dengan nada lemah
Kami tetap dalam posisi seperti itu hingga beberapa menit, berusaha melepaskan segala perasaan yang sangat banyak di dalam dadaku yang ku tahan selama ini.
(0)
"Ku harap mereka baik-baik saja"
Ucap pria dewasa itu saat berada di rumah menunggu keponakan nya pulang ke rumah.
'Akan sangat merepotkan menjelaskan semuanya pada dia, mungkin sebaiknya aku mulai memikirkan penjelasan sederhana mengenai situasi Chiho'
Pria dewasa itu kemudian membaca beberapa lembar surat yang di tulis tangan oleh Pendeta Kuil Inari Taisha di Kyoto.
"tsukumogami (付喪神) Tak pernah terpikirkan olehku kalau metode seperti itu cukup sederhana tapi mematikan disaat yang sama"
Pada dasarnya metode tersebut adalah sebuah ritual dimana proses peletakan kekuatan Kami-sama ke sebuah wadah dimana wadah tersebut akan menjadi sumber energi yang di dapat dari energi Kami-sama.
Kami-sama sendiri (神) adalah sosok dewa lokal yang bermutasi dari roh leluhur yang telah lama meninggal dan menjadi Dewa Lokal penjaga tempat.
'Hanya saja'
Berdasarkan Mitologi dari Kuil Inari Ookami Kyuushu yang telah lama terlupakan sejak Era Meiji di mulai, Teknik Tsukumogami merupakan sebuah teknik yang tabu karena pada dasarnya manusia dapat menggunakan energi tersebut dan menjadikannya sebagai alat bencana. Akibat hal itu maka lahirlah sosok mengerikan dari kekuatan itu, sosok Oni/鬼 adalah perwujudan dari energi itu.
Oni adalah sosok yang biasanya tidak mungkin muncul tanpa sebab tertentu karena berdasarkan artifak dari Kamus Wamyōshō, Oni adalah sosok yang tidak mau menampakkan diri dan juga hanya mau menyembunyikan diri mereka.
'Apakah Chiho merupakan Oni? Atau Kami?'
'Legenda dari Keluarga Uchiha yang telah lama menurunkan beragam Kamus Kuil yang telah lama terlupakan menyatakan bahwa adanya sosok monster berbahaya yang pernah di segel dan terkubur jauh di perbukitan. Apakah maksud dari kisah itu mengarah ke Sosok Chiho?'
Aku tidak tahu
(0)
Chiho, itulah aku dan saat ini aku sangat bahagia
Berjalan berdua tanpa takut apapun adalah impianku, aku berjalan dan terus berjalan dengan dia di sampingku menggenggam tanganku dengan erat seolah-olah menolak melepaskannya.
"Erm... C... Chiho"
"Y...ya!"
Aku tersentak dari imajinasi ku saat dia memanggilku di tengah perjalanan pulang.
"Apa kau benar-benar Chiho?"
Tanyanya dengan ragu seolah-olah dia meragukan jika ini adalah sebuah mimpi
Aku hanya tersenyum kearahnya, senyuman yang sama yang aku berikan saat dia tengah terluka akan perbuatanku. Sebuah senyuman sedih bercampur rasa rindu yang ku tahan untuknya selama ini
"Iya, Ini aku Chiho. Chiho, nama yang kau berikan padaku satu tahun lalu"
Genggaman tangannya semakin mengerat dan dia kembali menatapku dengan haru sebelum menyambutku dalam pelukan erat.
"Chiho... Syukurlah... Aku sangat senang kau kembali"
Dia memelukku dan detakan jantungku yang semakin mengeras membuatku hampir pingsan di tempat.
Beberapa orang yang lewat di persimpangan melihat kearah kami dengan senyuman.
'Perasaan apa ini? Kenapa aku... Aku...'
Aku sangat malu
Sangat malu sekali
Ku harap hari membahagiakan ini dapat berlangsung selamanya.
Tapi apakah itu mungkin?
Apakah mungkin jika kami berdua dapat bersama selamanya?
Aku telah hidup selama ribuan tahun dan telah melihat betapa singkatnya hidup manusia itu, apakah aku siap untuk menghadapi hari dimana dia akan pergi selamanya meninggalkanku disini, sendiri di dunia ini
Apakah aku siap untuk menghadapi hari itu?
Takut, aku sangat takut jika dia tidak ada disini bersamaku di dunia ini.
Tanpa sadar aku menghentikan langkah kakiku dan menarik sedikit baju sekolahnya.
"Ada apa Chiho?"
Tanyanya dengan khawatir, aku hanya menundukkan kepalaku, tanganku bergetar dalam ketakutan ku ketika membayangkan hari perpisahan akan datang
"..."
Aku masih menunduk dan dia semakin khawatir bahkan dia mulai meletakkan tangannya di kepalaku, mengelus dengan lembut di antara helai rambutku aku merasa sangat nyaman.
"A...aku ... "
Aku mulai menatapnya dengan air mata penuh ketakutan
"Apa kita bisa bersama? A...apa kau janji?"
Pertanyaan aneh aku arahkan kearahnya namun dia tidak terlihat ragu sama sekali, justru ia menatapku dengan penuh keyakinan dan penuh dengan rasa kasih sayang yang sangat aku inginkan dari nya
"Tentu saja, kita akan bersama. Aku janji"
"Ta...tapi!... T..tapi aku ini iblis! Aku..."
Dia menahan bibirku dengan jari telunjuknya dan menatapku dengan tegas yang membuatku sedikit takut jika dia marah
"Chiho!"
Dia menaikkan nada membuat ku terdiam bergetar sedikit takut melihat dia yang mulai marah.
"Tidak peduli kau itu iblis, atau apapun itu. dirimu tetaplah dirimu dan aku tetap melihatmu sebagai Chiho yang ku cintai"
"..."
Dia mengatakan itu berulang kali tapi tidak tahu entah kenapa setiap kali aku mendengar dia mengatakan kalau dia mencintaiku, aku selalu bergetar dalam kebahagiaan.
(0)
Perjalanan waktu terus bergulir layaknya air sungai yang mengalir, setiap harinya aliran sungai itu mengalir tanpa peduli apa yang ada di depannya, bahkan batu yang kokoh pun akhirnya hancur oleh aliran air itu
Perjalanan kisah antara dia dan aku yang penuh dengan hal buruk pastinya akan terjadi cepat atau lambat, tapi saat ini aku berbeda
Aku bersama dengan dia
Selama dia ada di sisiku aku pasti bisa melewati segala rintangan yang ada, bahkan jika itu artinya aku harus menghadapi dunia sekalipun
Pagi hari menyinari bumi setelah gelapnya malam menyelimuti telah berlalu
Hari yang indah ini aku terbangun dari lelapnya tidurku.
Saat aku membuka kedua mataku, tempat tidur yang nyaman adalah hal pertama yang ku rasakan
Saat pandangan mataku tertuju ke kedua tanganku yang masih sama seperti kemarin aku merasa lega, lega jika hal yang ku alami bukanlah mimpi yang selalu aku dambakan
'Apa dia sudah bangun?'
Pikirku saat melihat kearah pintu kamar ruangan ini.
Kemarin saat kami sampai di rumah nya, kami di sambut oleh pria dewasa itu, dia menjelaskan semua yang terjadi hingga memberikan beberapa alasan untuk bisa dia percaya.
Pria dewasa itu memutuskan jika aku bisa tinggal satu rumah dengan dia dan Pria dewasa itu.
Keputusan itu sontak membuat dia terkejut namun setelah beberapa saat, dia menerimaku disini dengan senyuman, sebagai salah satu anggota keluarga mereka.
Aku sangat senang bahkan rona kemerahan yang ada di wajahku semakin terlihat jelas di pagi ini ketika mengingat kembali bagaimana dia memegang kedua tanganku sambil mengatakan
"Kita adalah keluarga"
Aku tidak bisa menahan air mataku ketika melihat dia yang sangat yakin akan kata-katanya itu.
Hal yang damai ini ku harap bisa berlangsung selamanya.
Saat aku mulai tersadar akan lamunanku, aku bangun dari tempat tidur yang nyaman ini dan memberanikan diri untuk melangkah keluar dari tempat ini.
Tanpa sadar aku sudah berada di luar ruangan kamarku dan langkah kakiku terus bergerak, berjalan kearah pintu ruangan seorang yang sangat aku cintai.
(Ketukan)
Aku mengetuk beberapa kali di depan pintu kamarnya, berharap kalau dia sudah bangun dan menyambutku.
Namun harapanku tidak terjadi, beberapa kali aku mengetuk pintu namun tidak ada balasan sama sekali
'Apa dia sudah bangun?'
Pikirku sambil mengetuk pintu kamarnya beberapa kali dan lagi-lagi aku tidak mendapat jawaban apapun.
'Mungkinkah'
Aku mulai takut sesuatu yang buruk terjadi padanya.
"Masuk saja, dia masih tertidur"
"Hii"
Aku menjerit kecil ketika sebuah suara tiba-tiba datang dari belakangku.
Saat aku berbalik badan aku melihat sosok pria dewasa itu, sedang tersenyum kearah ku
"Jangan takut, dia memang sulit bangun pagi. Jadi tidak mungkin dia akan marah padamu"
Seolah dia membaca pikiranku, Pria dewasa itu kemudian berjalan turun ke lantai bawah dimana dia menunggu kami.
Aku yang masih terdiam di depan pintu kamarnya mulai memberanikan diri untuk membuka pintu kamar
(krrk)
Suara decitan pintu kamar terdengar namun aku tidak mendapat respon apapun bahkan ketika pintu sepenuhnya terbuka, dia masih tidak merespon sama sekali.
Perlahan langkah kakiku mulai membawaku ke tempat tidurnya dimana sosok manusia remaja sedang tertidur dengan pulas dapat ku lihat dengan jelas, tanpa ku sadari diriku semakin berani mendekati wajahnya yang masih tertidur dengan damai itu
Tanganku yang terasa kecil mulai menyentuh wajahnya dimana kehangatan yang sangat nyaman itu dapat aku rasakan di telapak tanganku ini
Entah berapa lama aku duduk diam di sampingnya, menatap kearah wajah tidurnya yang damai itu
Senyuman terbentuk di wajahku ketika dia mengerang damai ketika telapak tanganku mengusap pelan wajahnya, perlahan rona kemerahan kembali terbentuk di wajahku dan tanpa ku sadari perasaan kantuk menyerang diriku ketika melihat dia yang semakin pulas tertidur
Alam mimpi yang indah adalah hal yang sangat ku harapkan ketika perasaan kantuk itu tidak bisa aku tahan lagi
"Hm... Jadi kalian pada akhirnya ketiduran sampai jam segini?"
Kami berdua hanya bisa mengangguk ketika duduk bersebrangan dengan pria dewasa itu.
'Huuuuuuu'
Aku tidak bisa menahan rasa maluku ketika mengingat hal itu lagi
Aku yang tidak bisa menahan rasa kantuk, akhirnya tertidur di sampingnya dengan wajah aku sandarkan ke tubuhnya.
Kehangatan tubuhnya membuatku sangat nyaman seolah-olah aku dapat merasakan sensasi aman yang tidak pernah ku rasakan sebelumnya
Hingga akhirnya pintu kamar terbuka dan menampilkan pria dewasa itu yang sedikit terkejut melihat kami berdua yang masih tertidur
"Hah... Aku tidak peduli kalau kalian masih ingin bermesraan lebih lama, tapi tolong lebih ingat lagi posisi kalian. Kalian masih siswa SMA dan sekarang kalian terlambat untuk ke sekolah"
Pria dewasa itu mendesah kearah kami, namun kalimat soal bermesraan itu justru membuat kami berdua tertunduk dalam malu, aku berusaha untuk mengintip sekilas kearahnya dan apa yang aku lihat justru membuat senyumanku tidak bisa aku tahan lagi
Dia tertunduk malu dengan wajah memerah yang dapat terlihat sangat jelas hingga ke telinganya
'Apa dia juga merasakan hal yang sama sepertiku?'
Pikirku sambil membayangkan bagaimana perasaan dia
