Bab 02

"Ya aku juga tidak menyangka akan hal ini. Tapi aku rasa cepat atau lambat, anakmu itu akan memahami kondisimu."

"Terima kasih telah menghiburku."

"Sama-sama."

Beberapa tahun kemudian, saat ujian chunin dimulai, Naruto nampak cemas ketika melihat anaknya berhadapan dengan Shikadai, anak dari Shikamaru. Hinata duduk disampingnya lalu menggenggam tangannya dengan senyum di wajahnya.

Dalam pertandingan, Boruto terlihat sangat hebat, terutama ketika ia memunculkan beberapa jutsu tingkat tinggi tanpa menggunakan segel tangan.

Setelah memenangkan pertarungan melawan Shikadai, Naruto sangat senang dan memuji anaknya, pertarungan berikutnya adalah pertarungan tiga orang satu lawan satu, dimana ada Sarada Uchiha, anak angkat Gaara dan juga Boruto yang saling berhadapan.

Merasa ada sesuatu yang mencurigakan, Naruto dengan mata putihnya menatap tajam anaknya, lalu secara perlahan urat-urat nadi disekitar lingkar matanya mulai menonjol terlihat, Naruto mengaktifkan byakugannya tanpa harus berteriak, setelah melihat sekilas dengan byakugan milik Neji, perasaan bangganya langsung berubah menjadi kecewa.

"Hentikan pertarungan ini!"

Semua orang kaget mendengar perintah sang Hokage, Naruto langsung turun ke bawah menghentikan pertandingan antara, tiga Genin tersebut dan mendatangi anaknya.

"Boruto..."

"Ayah, ada apa ini?"

Naruto pun melepaskan pelindung kepala milik Boruto sembari berkata, "Ayah sangat kecewa padamu. Mulai sekarang kau bukan lagi ninja Konoha."

Semua orang terdiam dan bingung, akan hal itu, kenapa Naruto mengatakkan hal sekejam itu pada anaknya sendiri, padahal anaknya memilikki kemampuan yang luar biasa.

"Ayah, apa maksud dari perkataan ayah barusan? Kenapa aku tidak pantas?"

Boruto yang kebingungan langsung bertanya pada ayahnya, ia yakin ayahnya tidak tahu kalau ia sedang menggunakan peralatan alkimia ninja. Jadi tidak mungkin, karena ia merasa telah menyembunyikan alat itu dengan baik.

"Sejak kapan kau memakai alat itu Boruto? Apakah sejak pertama kali ujian ini dimulai?"

Seketika, Boruto langsung tegang mendengar pertanyaan Naruto, ia tidak menyangka ayahnya mengetahuinya.

"Katakan padaku Boruto! Sejak kapan kau memakai alat yang dilarang dalam ujian ini!"

Boruto semakin tertekan ketika Naruto bertanya dengan nada yang sangat keras, orang-orang terkejut mendengar pertanyaan Naruto, bahkan menatap tak percaya Boruto, air mata Naruto pun menetes.

"Ayah tidak akan malu kau kalah, bahkan ayah akan merasa lebih bangga kalau kau kalah dengan kekuatanmu, ketimbang melihat kau menang dengan kecurangan. Aku memang ayah yang buruk, karena tidak bisa membagi waktu dengan baik, aku sudah cukup bersabar dengan membiarkanmu mencoret patung wajahku, karena aku juga sering melakukannya dulu. Tapi ..., tindakan pengecutmu ini telah mencoreng harga diri ayah! Selama ini aku tidak memarahimu, karena aku bisa mewajarkan tindakanmu yang sebagian besar juga pernah aku lakukan. Tapi yang satu ini..., aku tidak bisa mentolerirnya lagi!"

Naruto mulai mengangkat tangan Boruto dan memperlihatkan alat ekstraksi jutsu instan di pergelangan tangan Boruto.

"Rasa maluku, bukan hanya sebatas sebagai Hokage, tapi aku juga malu sebagai seorang ayah, karena tidak bisa mendidikmu." Boruto hanya bisa menundukkan wajahnya ketika mendengar apa yang Naruto katakan. Naruto pun melepaskan genggaman tangannya dari pergelangan tangan Boruto.

"Ayah, aku ..."

"Sudahlah, bicaralah dengan ibumu, sekarang aku benar-benar menyesal telah menjadi Hokage, karena rasa malu yang aku rasakan berlipat ganda karenamu. Mulai sekarang Boruto di diskualifikasi dan untuk pertarungan kali ini sementara akan ditunda."

Naruto pun pergi meninggalkan lapangan, orang-orang menatap tak percaya ke arah Boruto, karena hal ini, Sarada kemudian mendekati Boruto dan berkata.

"Kelihatannya aku benar-benar salah menilaimu Boruto."

Sarada pergi, Boruto terlihat mengepalkan genggaman tangannya dan menatap ke arah ayahnya.

"Kau! Kau hanya peduli pada dirimu sendiri! Ayah macam apakau! Aku masih ingat dengan jelas pada saat hari ulang tahun Himawari! Kau bukan hanya tidak datang. Namun, telah mengacaukan segalanya dengan mengirim Bunshinmu utuk datang dan ia hilang lalu menghancurkan kue yang di bawanya!"

Naruto diam beberapa saat lalu menatap ke arah Boruto. "Jika kau tahu kehidupanku di masa lalu, apakah kau masih berani berkata begitu di hadapanku?" mendengar Naruto bertanya seperti itu, membuat Boruto terdiam, lalu menatap tajam sang ayah.

"Ya! Aku yakin kau hidup bahagia semasa hidupmu makanya kau bisa berbuat seenaknya tanpa memikirkan perasaanku!"

"Hinata!" panggil Naruto dengan keras, Hinata dengan cepat mendatangi Naruto dan menyahut.

"Ada apa?"

"Ceritakan semua masa laluku pada anak kurang ajar ini, biar dia tahu kalau penderitaannya tidaklah sepadan dengan penderitaanku dulu."

Setelah itu Naruto pergi meninggalkan Hinata dan Boruto yang masih berdiri di tengah lapangan dalam keadaan babak belur. Orang-orang mulai pulang karena ujian Chunin yang dihentikan sementara.

"Boruto."

Boruto pun menatap ke arah ibunya, ia merasa sangat bersalah sehingga tak berani menatapnya terlalu lama dan setelahnya ia hanya bisa menundukkan kepalanya.

"Ibu benar-benar kecewa kepadamu."

"Soal kecuranganku, aku benar-benar menyesal, tapi masalahku dengan sikap ayah tidak akan. Aku tidak akan meminta maaf padanya!"

Hinata yang mendengar perkataan Boruto, langsung menghela nafas dan menarik lengan anaknya dan menyeretnya pergi.

"Ikut ibu pulang, ibu akan mengatakan semua hal yang tidak kamu ketahui tentang ayahmu."

Boruto menurut dan mengikuti Hinata ibunya untuk pulang, sepanjang perjalanan banyak orang-orang menatap tak senang ke arah Hyuuga Boruto, karena kelakuannya yang mempermalukan desa.

Sesampainya di Hyuuga Mansion, nampak jelas orang-orang Hyuuga mulai menatap tajam ke arah Boruto, baik itu keluarga cabang dan utama, keduanya sangat tidak bersahabat. Boruto cukup tertekan akan tatapan itu.

"Sewaktu kecil, tatapan seperti itulah yang ayahmu dapatkan, sejak kelahirannya ia tidak mengenal siapa ayah dan ibunya. Apakah kau mengerti sekarang Boruto? Meskipun ayahmu jarang dirumah karena pekerjaannya, kamu masih jauh lebih baik darinya yang sama sekali tidak mendapat perhatian orang banyak."

Boruto terdiam mendengar perkataan ibunya, mereka akhirnya sampai di rumah. Hinata mulai menceritakan semua hal yang ia ketahui dari Naruto, bukan hanya Hinata, tapi Hanabi juga menceritakan apa yang ia tahu dari kehidupan masa kecil Naruto yang selalu dikucilkan, bahkan Hanabi pernah melihat Naruto di caci maki pedagang topeng dan tak ada satu orangpun yang membelanya.

Naruto juga dikenal sebagai Shinobi terbodoh diantara seluruh ninja seangkatannya, bahkan saat ujian tertulis Naruto tidak menulis apapun dilembar jawabannya. Namun, entah keberuntungan apa yang ia miliki, ia berhasil lulus, bahkan karena tindakan nekatnya untuk mencoba menjawab pertanyaan yang tak tertulis, ia meluluskan orang-orang yang masih tinggal di ruangan itu.

Boruto pun makin merasa bersalah kepada ayahnya, ketika mendengar masa lalu ayahnya yang kelam, bahkan diceritakan kalau Naruto dijauhi karena hal yang sama sekali tidak ia ketahui dan tidak ia inginkan, yaitu bersemayamnya biju berekor sembilan di tubuhnya, dikatakan pula mata Byakugan di mata Naruto juga pemberian pamannya yang terbunuh di mendan perang, yaitu Hyuuga Neji. Naruto terus menjaga dan merawat mata pamannya dengan sering melakukan cuci mata dengan obat tetes mata dan selalu melakukan pengecekkan.

Naruto juga sering mengeluh sakit mata pada mata dan kepalanya. Hal itu ternyata merupakan efek penolakan anggota tubuh asing karena perbedaan DNA, ya Byakugan itu menolak Naruto. Namun, Naruto tetap tidak mau melepaskan mata itu dengan alasan janjinya kepada Neji untuk memperlihatkan perdamaian hingga akhir hayatnya.

Boruto hanya bisa diam merenungi kesalahannya pada saat itu, ia benar-benar menyesal karena melakukannya. Ia tidak pernah menyangka ayahnya akan benar-benar marah, hal ini bisa diwajarkan, karena tindakannya, ayahnya bukan hanya merasa malu sebagai seorang Hokage, tapi juga malu sebagai seorang ayah.

Tak lama setelahnya, Naruto pulang. Namun, kehadiran Naruto membuat suasana keluarga menjadi canggung, wajah Naruto nampak begitu datar, mata putihnya nampak memerah seperti habis mengeluarkan banyak air mata hal itu diperkuat dengan basahnya pipi hokage ketujuh itu.

"Hinata, mulai besok, aku akan melepaskan jabatanku dan memulai hidup baru, setelah aku pikir-pikir. Daripada menjadi Hokage, lebih baik menjadi pemimpin klan saja."

"Kau yakin melepaskan cita-citamu, Naruto-kun?" tanya Hinata pada saat itu, Naruto yang mendengar pertanyaan istrinya hanya bisa tersenyum getir.

"Dunia akan tetap damai, meski bukan aku Hokagenya, aku hanya ingin beristirahat, ini juga saran dari Shikamaru dan Shizune, Sakura juga bilang kalau aku tidak boleh terlalu banyak berpikir, karena bisa mempengaruhi kondisi mata Neji."

Setelah itu Naruto langsung berjalan menjauhi Hinata, lalu menatap ke arah Boruto sekilas, "Dengan ini aku harap kau puas anakku, aku dan kau sekarang melepaskan mimpi kita, jadi sekarang kita impas." Nampak Boruto membelalakan mata mendengarnya, ia tidak menyangka ayahnya akan mengatakkan hal tersebut kepadanya.

Boruto hanya bisa menatap punggung ayahnya yang telah berjalan memasukki kamarnya, sang kakek Hiashi, hanya bisa diam tak bisa berkata banyak. Hiashi tahu betapa pentingnya posisi Hokage bagi Naruto. Namun, dengan mudahnya ia melepaskan jabatan penting itu. Entah apa yang dipikirkan menantunya itu.

Bersambung