Disclaimer:

Naruto: Masashi Kishimoto

A Silent Voice: Kyoto Animation

.

.

.

Pairing: Naruto x Shouko

Genre: romance, friendship, hurt/comfort, slice of life, humor

Rating: T

Setting: Alternate Universe (AU)

.

.

.

Hidden

By Hikayasa Hikari

.

.

.

Chapter 4. Rebutan

.

.

.

"Aku sudah membuatnya bersedih, Oka-san?" tanya Naruto saat duduk di pinggir ranjangnya, tepatnya di apartemennya sendiri, "apa yang harus kulakukan sekarang?"

"Kau harus meminta maaf padanya," jawab Kushina yang duduk bersisian dengan Naruto.

"Ya. Aku harus meminta maaf padanya secepatnya."

"Bagus. Kau harus pergi ke rumahnya malam ini."

"Baiklah. Aku tanya dulu alamat Nishimiya-san pada Naruko."

Naruto mengirim pesan pada Naruko lewat Whatsapp. Kemudian balasan dari Naruko terkirim juga. Naruto tersenyum karena Naruko sudah memberikan peta lokasi tempat tinggal Shouko.

"Oka-san, aku pergi dulu!" seru Naruto langsung bangkit dan berlari keluar dari apartemennya, "kalau Oka-san mau pergi, tolong kunci apartemenku dan apartemen Naruko. Kuncinya ada di atas meja."

"Hati-hati di jalan, Naruto," balas Kushina melambaikan tangan.

"Ya."

Naruto berlari menyusuri beranda yang sepi. Dia keluar dari gedung apartemen dan menggunakan sepedanya yang terparkir di depan gedung apartemen. Tetap berpakaian serba tebal seperti berpakaian musim dingin.

Malam sudah tiba. Tapi, cahaya mentari yang berwarna jingga kemerah-merahan masih terlihat di ufuk barat. Lampu-lampu di jalan sudah hidup, menerangi perjalanan Naruto menuju rumah Shouko dengan menggunakan Google Maps.

Naruto hanya bisa keluar pada malam hari. Karena itu, dia dianggap seperti kelelawar oleh beberapa penghuni gedung apartemen. Namun, Naruto mengabaikan semua itu, tetap bersikap biasa.

Rumah Shouko cukup jauh dari gedung apartemen Naruto. Itu tidak akan mematahkan semangat Naruto untuk mencapai tempat Shouko. Ini demi meminta maaf pada Shouko sebab ketidaksengajaan.

Naruto tiba di depan rumah Shouko. Rumah Shouko berbentuk rumah minimalis, tetapi berlantai dua. Dikelilingi pagar besi setinggi satu meter. Pintu pagar itu terbuka karena ada gadis berambut cokelat kemerah-merahan yang akan keluar bersama gadis berambut pirang.

"Ah, Nii-chan, akhirnya kau datang juga," ucap Naruko tersenyum lebar, melambaikan tangan pada Naruto.

Shouko tersenyum ketika Naruto berjalan sambil menyeret sepeda. Naruto berhenti di depan Shouko. Membuka kacamata hitam dan maskernya, memperlihatkan wajah yang letih.

"Ini untukmu," kata Naruto menyodorkan secarik kertas pada Shouko.

Shouko menerima kertas itu dan membaca isinya. Maaf, Nishimiya-san, aku tidak bermaksud memarahimu dengan menunjukmu. Sebenarnya aku kesal pada Naruko yang selalu bertentang denganku. Karena itu, aku harap kau juga tidak marah padaku. Oh ya, satu lagi, apa kita bisa menjadi teman?

Shouko melebarkan mata. Mendongak untuk menatap wajah Naruto. Mencari kesungguhan di mata Naruto. Hanya mendapatkan senyum menawan di muka Naruto.

Sejatinya, Shouko mudah memaafkan orang yang telah menyakitinya, justru dia menyalahkan dirinya sendiri. Dia tidak ingin menjadi seperti ini selamanya. Ingin berbicara dan mendengar suara orang dan suara apa saja di sekitarnya. Tapi, inilah takdir yang harus dijalaninya sejak bayi. Karena itu, dia berusaha sabar menjalani kehidupannya yang tidak sempurna.

Perlahan mata Shouko berkaca-kaca. Terharu karena mendapatkan laki-laki yang ingin menjadi temannya. Langsung mengangguk yang menjadi arti menerima Naruto menjadi teman.

Naruto sedikit melebarkan mata, lalu tersenyum. Hatinya berseri-seri saat melihat Shouko tersenyum. Kemudian Shouko mengambil pena dari jaketnya dan menulis di buku catatan yang selalu dipegangnya. Usai menulis, Shouko memperlihatkan tulisannya itu pada Naruto.

Tapi, yang membuatku penasaran, kau dianggap phobia perempuan karena kau sangat ketakutan saat didekati perempuan. Aku mengetahuinya dari Naruko.

Naruto yang selesai membacanya, langsung menyambar buku catatan dan pena dari tangan Shouko. Menulis balasan dan memperlihatkan tulisannya pada Shouko.

Itu tidak benar. Sebenarnya aku sengaja menjauhi perempuan karena tidak mau jatuh cinta. Aku sadar karena aku sakit. Tidak akan bisa membahagiakan gadis yang kucintai nanti.

Shouko yang membacanya, tertegun. Menatap lekat-lekat mata biru Naruto. Ada pancaran sedih di mata laki-laki itu.

Shouko menulis balasan. Aku yakin kau akan menemukan gadis yang mengerti dengan keadaanmu dan mau merawatmu.

Naruto tersenyum, menulis lagi. Semoga saja.

Mari, kita berteman.

Ya.

Obrolan yang hanya berlangsung lewat tulisan, menjadi momen berkesan di antara Naruto dan Shouko. Naruko yang menyaksikan semua itu, merekam kejadian itu dengan ponselnya. Berharap video rekaman itu menjadi bukti dimulai kedekatan di antara Naruto dan Shouko.

.

.

.

Naruto yang selalu menjalani rutinitas sehari-hari di apartemennya, seperti membaca novel, bermain game, belajar bersama Asuma, membersihkan apartemen, dan melakukan kegiatan lain, kini selalu menunggu balasan Whatsapp dari Shouko -- mendapatkan nomor telepon Shouko dari Naruko. Matanya tidak pernah lepas dari ponselnya. Tangannya akan merasa gatal jika tidak mengetik balasan untuk Shouko.

Tapi, kegiatan chatting Naruto dan Shouko harus terhenti sejenak ketika Asuma datang ke apartemen Naruto, di setiap pukul sembilan pagi. Asuma mengajari Naruto semua mata pelajaran selama satu jam.

Asuma yang selesai menulis sesuatu di papan putih, meletakkan spidolnya ke atas meja berkaki rendah. "Namikaze-kun, kau mengerti dengan apa yang saya jelaskan?"

Naruto menunduk, sedang memikirkan sesuatu, menggeleng. "Tidak, Sensei."

"Kau tidak memperhatikan saya lagi. Aaah, dasar kau itu!"

Asuma mendesah pelan. Dadanya naik-turun. Perasaan sedikit kesal menguasai jiwanya. Menuntunnya untuk duduk menghadap Naruto di dekat meja.

"Baiklah, apa kau bisa menceritakan apa yang membuatmu tidak memperhatikan apa yang saya ajarkan?" tanya Asuma bermuka serius.

Naruto diam sebentar, kemudian menjawab, "aku sudah lama ingin mengatakan ini pada Sensei ... aku ingin bersekolah seperti biasa di tempat Sensei, bukan Home Schooling lagi."

"Oh, saya kira apa." Asuma sedikit tersenyum. "Tapi, Namikaze-kun, permintaanmu yang satu ini, tidak bisa saya kabulkan karena ibumu tidak mengizinkanmu bersekolah seperti biasa."

"Aku mohon, Sensei. Aku ingin bersekolah seperti biasa karena aku sudah bosan mengurung diri di sini. Aku ingin bebas dan bergaul lagi dengan teman-teman sebayaku."

"Tidak bisa."

"Aku mohon, tolong bicarakan ini pada ibuku."

Naruto berdiri dan berjalan ke tempat Asuma. Dia berlutut, menundukkan kepala. Asuma tersentak, tidak merasa nyaman saat Naruto bersikap seperti itu.

Asuma memegang kedua bahu Naruto. "Tegakkan badanmu. Jangan seperti ini pada saya."

Naruto menegakkan badannya, meredupkan mata. "Tapi, Sensei mau berbicara dengan ibuku agar mengizinkan aku bersekolah di tempat Sensei, 'kan?"

"Ya. Saya akan mencobanya."

"Terima kasih, Sensei."

"Iya, tetapi jangan peluk saya!"

Asuma kelabakan saat dipeluk erat oleh Naruto. Dia tersenyum karena Naruto sudah menganggapnya seperti ayah sendiri. Betapa tidak, Namikaze Minato, ayah Naruto, sudah meninggal dunia karena menderita penyakit yang sama dengan Naruto.

Asuma terlepas dari jeratan Naruto, menghela napas lagi. "Kalau kau tidak mau belajar lagi, ya, sudah, kita akhiri pelajaran hari ini."

Naruto mengangguk. "Tapi, jangan lupa Sensei harus singgah ke rumah ibuku."

"Ya. Tunggu saja kabar selanjutnya dari saya."

Asuma membereskan semua perlengkapan mengajar. Memasukkan semua itu ke tas sandang besar. Langsung berdiri menghadap Naruto yang juga berdiri.

"Saya permisi dulu. Sampai jumpa lagi, Namikaze-kun," ucap Asuma tersenyum.

"Ya, Sensei," sahut Naruto mengangguk, tersenyum.

Asuma sempat memegang puncak kepala Naruto. Dia bergegas berlalu. Tidak lupa memakai sepatunya yang sejak tadi tergeletak di pojok pintu.

Kini hanya ada Naruto bersama lengang yang menemaninya. Naruto berjalan dan mengambil ponselnya yang terletak di atas tempat tidur. Mengecek pesan dari Shouko. Tapi, kekecewaan menderanya karena Shouko tidak membalas pesannya sejak pagi tadi.

"Mungkin Nishimiya-san sedang belajar atau hp-nya tertinggal di rumahnya," gumam Naruto tersenyum. Mencoba berpikir positif.

Jam digital yang ada di pojok atas kanan smartphone Naruto, masih menunjukkan pukul 10.45. Naruto menatap jam digital itu, berpikir tidak akan mengganggu Shouko dengan cara menelepon atau video call. Mencoba mengalihkan perhatian dengan membaca novel favoritnya.

Di sisi kiri ranjang, ada dua lemari bertingkat lima, yang memuat banyak novel. Naruto mengambil salah satu novel itu, dan membacanya seraya duduk di dekat meja berkaki rendah. Tapi, entah mengapa kegiatan membaca novel kini membosankan baginya.

Naruto menutup buku, meletakkan buku ke atas meja. "Memang menyenangkan kalau pergi keluar siang begini, tetapi..."

Perkataan Naruto terputus saat menyadari dirinya yang mengidap Solar Urticaria. Penyakit alergi matahari yang didapatkannya tiba-tiba sejak berumur satu tahun, ditandai akan muncul ruam kemerahan, biduran, bentol, serta gatal dan nyeri pada area kulitnya yang terpapar sinar matahari. Selain di kulit, gejala yang muncul saat seseorang mengalami Solar Urticaria adalah mual, muntah, sakit kepala, sulit bernapas, dan tekanan darah rendah.

Untung, Naruto hanya mengidap Solar Urticaria ringan. Tapi, ibunya takut apabila Naruto bisa mengalami apa yang dialami ayah. Ayahnya mengidap Solar Urticaria berat, harus meninggal karena nekad pergi keluar rumah pada saat matahari bersinar terik, hanya ingin pergi menemui Kushina yang baru melahirkan Naruto dan Naruko di rumah sakit.

Semoga Oka-san mengerti apa yang kuinginkan dan mengizinkan aku bersekolah seperti biasa, batin Naruto.

.

.

.

Pintu apartemen Naruto diketuk keras oleh seseorang dari luar. Naruto yang tertidur di lantai, bersama banyak buku yang berserakan di lantai, tersentak. Buru-buru bangun dan berjalan menuju pintu.

"Siapa?" tanya Naruto membuka pintu yang sebelumnya dikunci, menemukan seorang gadis berambut cokelat kemerah-merahan di depannya, "Nishimiya-san."

Shouko membungkukkan badan untuk meminta maaf pada Naruto. Tindakannya ini membuat Naruto tercengang, tidak mengetahui apa yang terjadi.

"Nishimiya-san, ada apa?" tanya Naruto mengerutkan kening ketika Shouko berdiri. Menyadari ada Naruko, Hinata, Ino, Ten Ten, dan Sakura yang berdiri tak jauh dari mereka.

Shouko memperlihatkan buku catatan yang telah terisi tulisannya di salah satu halaman buku. Naruto teliti membacanya.

Maaf, aku tidak bisa membalas pesanmu karena handphone-ku tertinggal di rumahku.

Naruto mengerti mengapa Shouko membungkuk padanya. Dia tersenyum, memperhatikan wajah Shouko yang kusut. Mata cokelat Shouko juga meredup.

Naruto mengambil buku catatan dan pena dari tangan Shouko. Menulis balasannya di bawah tulisan Shouko. Menampakkan tulisannya pada Shouko.

Tidak apa-apa. Aku maklum.

Shouko tersenyum, mengangguk. Dia menggenggam tangan Naruto karena bahagia. Momen itu sudah direkam dengan handphone Naruko.

"Ternyata benar. Kakakmu tidak phobia perempuan, Naruko," kata Ino melirik Naruko.

"Semula aku menyangkanya begitu karena kakak selalu mengusir kalian setiap kali ke apartemenku," balas Naruko tersenyum, "kakak hanya mengurung dirinya dari dunia luar agar tidak merasakan jatuh cinta. Karena kakak takut tidak akan bisa membahagiakan gadis yang dicintainya."

"Aku paham yang dialami kakakmu," ucap Sakura bersedekap dada.

"Apa Naruto dan Shou-chan akan jatuh cinta nantinya?" tanya Hinata tersenyum.

"Aku percaya cinta akan tumbuh di antara mereka," jawab Ten Ten turut tersenyum.

"Benar. Kisah cinta mereka ini akan kujadikan inspirasi untuk novel pertamaku." Naruko terkikik geli.

Semua teman hendak menjitak kepala Naruko, tetapi Naruko berhasil menghindari mereka. Kegaduhan mewarnai suasana keceriaan di antara mereka. Menjadi daya tarik bagi Naruto dan Shouko.

"Nii-chan, tolong aku!" seru Naruko berlari mendekati Naruto dan bersembunyi di belakang Naruto.

"Naruko, jangan berlindung di dekat kakakmu," balas Sakura menunjuk Naruko.

"Biarkan saja."

"Teman-teman, bantu aku untuk menarik Naruko!" titah Ino berhasil meraih tangan Naruko.

"Ayo!" sahut Hinata, Sakura, dan Ten Ten. Mereka menarik tangan Naruko agar menjauh dari Naruto.

"Aaah! Nii-chan!"

Naruko tidak sengaja mendorong punggung Naruto hingga Naruto jatuh ke pelukan Shouko. Dia dan teman-temannya membelalakkan mata ketika melihat Naruto merangkul kedua bahu Shouko.

Ini bukan adegan FTV. Di mana laki-laki dan gadis yang saling berpelukan, akan saling menatap serta jatuh cinta. Tapi, Naruto langsung menjauh dari Shouko, kemudian berlari masuk ke apartemennya dan mengunci pintu. Sementara Shouko yang ditinggalkan, seolah membeku. Samar-samar, kedua pipinya merona merah.

Sunyi. Semua gadis terpaku. Tiba-tiba, suara laki-laki berambut raven mengusir keheningan itu.

"Shinimiya-san, ternyata kau tiba di sini lagi," ujar Sasuke berjalan melewati kelompok Naruko dan menghampiri Shouko, "aku ingin berbicara denganmu."

Sasuke menggunakan bahasa isyarat yang dimengerti langsung oleh Shouko. Dia menggenggam tangan Shouko sebelum Shouko memberi jawaban. Menarik Shouko pergi dari sana.

"Hei, Sasuke! Kau mau membawa Shou-chan kemana?" tanya Sakura. Alisnya menukik.

"Aku akan mengantarkan Nishimiya-san pulang," jawab Sasuke tanpa melihat Sakura dan gadis-gadis lainnya.

"Tapi, Sasuke! Nii-chan!" seru Naruko menoleh ke arah pintu apartemen Naruto. Matanya membulat sempurna saat menyadari Naruto sudah ada di hadapannya.

"Sasuke mau mengantarkan Nishimiya-san pulang?" tanya Naruto mengerutkan kening.

"Iya." Naruko dan gadis-gadis mengangguk kompak.

Naruto segera berlari meninggalkan kelompok Naruko. Menimbulkan banyak pertanyaan di benak Naruko dan keempat gadis lain. Gadis-gadis itu saling pandang.

"Sepertinya, ada yang cemburu," kata Sakura tersenyum.

"Hah? Maksudnya, kakakku yang cemburu?" tanya Naruko tercengang.

"Ya."

"Wah, ini yang kutunggu-tunggu dari dulu!"

Senyuman terkembang di wajah Naruko yang berseri-seri. Tidak sabar menanti hari itu tiba. Hari yang menjadi saksi Naruto yang menyatakan cinta pada Shouko.

Di halaman depan gedung apartemen, Shouko berdiri di dekat motor yang dinaiki Sasuke. Dia berpikir keras sehingga Sasuke tidak sabar menunggunya.

"Apa yang kau tunggu, Nishimiya-san?" tanya Sasuke menggunakan bahasa isyarat.

Shouko menulis di buku catatannya dan memperlihatkannya pada Sasuke. Aku belum mau pulang.

"Mengapa?"

Aku ingin...

"Nishimiya-san!" Mendadak muncul teriakan yang sangat keras, menarik perhatian Sasuke dan Shouko.

Naruto berlari dengan menggunakan jaket bertudung yang menutupi kepalanya. Tidak lupa menggunakan sarung tangan. Berhenti di dekat Shouko. Memberanikan diri untuk meraih tangan Shouko.

"Biar aku yang mengantarmu pulang, Nishimiya-san," pinta Naruto melirik Shouko.

"Apa? Kau juga mau mengantarnya pulang, Naruto?" tanya Sasuke menyipitkan mata.

"Ya. Dia akan aman pulang bersamaku."

"Tapi, aku yang duluan mengantarkannya pulang."

Sasuke menggenggam tangan Shouko yang satu lagi. Tindakannya ini membuat Shouko terperanjat. Shouko bingung, mengapa dua lelaki ini memegang tangannya.

.

.

.

Bersambung

.

.

.

A/N:

Lagi asyik-asyik membaca di bagian Naruto dan Sasuke memperebutkan Shouko untuk mengantarkan Shouko pulang, malah bersambung. Aduh, author yang satu ini suka bikin cerita menggantung kayak gini. Pasti kalian berkomentar gitu, 'kan? Hehehe.

Tenang aja. Kalian bisa mengetahui kelanjutannya di keesokan harinya karena saya akan berusaha mengupdate cerita ini setiap hari. Itu kalau ada waktu, ya?

Oke, sampai di sini cerita di chapter 4 ini. Sampai jumpa lagi di chapter 5. Terima kasih.

Tertanda, Hikayasa Hikari.

Selasa, 30 Agustus 2022