Disclaimer:

Naruto: Masashi Kishimoto

A Silent Voice: Kyoto Animation

.

.

.

Lagu yang digunakan author saat menulis cerita ini:

Endless Tears by Maiko Nakamura feat. CLIFF EDGE

Maboroshi by Ikimonogakari

Fly High Ost. Haikyuu by Burnout Syndromes

.

.

.

Hidden

By Hikayasa Hikari

.

.

.

Chapter 9. Senasib, sepenanggungan

.

.

.

Semua seisi kelas Shouko membeliakkan mata saat melihat murid baru. Mereka tercengang. Pasalnya, murid baru yang berdiri di depan kelas, berpakaian serba tertutup. Mulai dari mantel yang melapisi pakaian seragam, masker, kacamata hitam, sarung tangan, kaos kaki, dan sepatu. Penampilannya sungguh membuat orang-orang curiga.

"Perkenalkan namanya Namikaze Naruto. Murid pindahan dari kota Konoha. Sebelumnya dia menjalani pendidikan Home Schooling karena harus tetap berada di dalam ruangan," ungkap guru wanita berambut hitam, tersenyum. Bersisian dengan Naruto. "Tentu kalian heran mengapa dia harus memakai pakaian tertutup seperti ini. Itu karena dia mengidap Solar Urticaria atau penyakit alergi matahari."

"Alergi matahari? Apa dia itu vampire sehingga tidak bisa terkena sinar matahari?" tanya seorang laki-laki berambut hitam sehingga semua mata tertuju padanya.

"Benar. Hanya vampire yang tidak bisa terkena matahari," jawab pemuda yang lain, mengangguk.

"Aku jadi takut. Hati-hati, kita akan digigit oleh anak baru itu," timpal lelaki yang lain lagi, bermuka horror.

Sontak, semua orang tertawa kecuali Naruto, Shouko, dan guru. Kemudian Naruto membuka tudung mantel, kacamata, dan maskernya. Memperlihatkan wajah marah yang mengejutkan semua orang.

"Aku bukan vampire, tetapi manusia yang sama dengan kalian. Sejujurnya, aku tidak mau menjadi seperti ini. Aku ingin hidup normal seperti kalian yang ada di sini. Jadi, jangan pernah menghina kekuranganku!" seru Naruto menukikkan alis.

Sunyi. Tidak ada yang berani berbicara. Beberapa orang saling melirik. Merasa si anak baru berani melawan mereka. Kemudian perhatian Naruto tertuju pada Shouko. Melemparkan senyum terindahnya pada pujaan hati.

Shouko sedikit membesarkan mata, tersentak. Perlahan semburat merah tipis terukir di wajahnya yang malu. Tersenyum tipis, bersama debaran jantung yang memuncak.

Akibat Naruto tersenyum tadi, sukses membuat beberapa gadis yang duduk di sekitar Shouko, menjadi salah paham. Gadis-gadis itu menyangka Naruto melemparkan senyum pada salah satu dari mereka. Menciptakan rona merah di dua pipi gadis-gadis itu.

"Namikaze-kun, kau tidak usah khawatir. Kami, para guru, akan selalu memperhatikanmu dan Shinimiya-san," kata guru tersenyum.

"Ya, terima kasih, Sensei," balas Naruto mengangguk sambil menutupi kepalanya dengan tudung mantelnya lagi.

"Kau duduk saja di sana."

Guru menunjuk tempat duduk di barisan pertama di deretan empat. Naruto mengangguk, langsung berjalan menuju tempat duduknya. Melihat Shouko lagi. Shouko duduk di deretan yang sama dengannya, di barisan kelima, dekat jendela.

Shou-chan, jarak tempat duduk kita cukup jauh, tetapi aku senang bisa sekelas denganmu. Dengan begini, aku bisa menjagamu dari orang-orang yang tidak menyukaimu.

Naruto bermonolog. Duduk di bangkunya, lalu meletakkan tas yang semula disandangnya di atas meja. Hatinya bahagia sudah bisa memulai sekolah seperti biasa. Ini pertama kali baginya.

Beberapa orang yang mencoba mencemooh Naruto tadi, merasa penasaran dengan sosok Naruto. Pertama kali bagi mereka bertemu dengan orang yang mengalami alergi matahari. Berpikir ingin membuktikan apa yang terjadi jika Naruto terkena sinar matahari langsung.

Pelajaran berlangsung selama tiga jam. Pada pukul dua belas siang, semua orang di Yuki High School itu, beristirahat. Mereka pergi ke kantin, toilet, atap, dan tempat apa saja yang ada di sekolah.

Kelas I-B, perlahan sepi. Satu persatu orang meninggalkan kelas. Hanya Naruto, Shouko, dan Shoya yang masih ada di kelas.

"Hei, Shou-chan, kau bawa bento lagi?" tanya Shoya berjalan mendekati Shouko. Membawa bento sendiri.

Shouko mengangguk, mengeluarkan dua bento dari tasnya yang terletak di laci meja. Dia melihat Naruto. Wajah Naruto tampak marah.

"Shou-chan, siapa dia?" tanya Naruto bernada dingin. Bangkit berdiri dari bangkunya dan berjalan cepat menghampiri Shouko.

"Eh, kau kenal Shinimiya-san?" Shoya balik bertanya, melebarkan mata.

"Aku ini pacarnya."

"Hah? Kau pacarnya?"

"Masih kurang jelas?"

"Jangan marah. Aku ini teman Nishimiya-san. Kenalkan namaku Ishida Shoya, ketua kelas di sini."

Shoya mengulurkan tangan ke arah Naruto. Menampilkan senyum. Matanya bersinar terang.

Naruto bergeming. Mukanya masih kesal. Berpikir tidak ingin berteman dengan siapapun. Tapi, saat melihat senyuman Shouko, membuat perasaan marah itu seolah menguap pergi entah kemana.

"Aku Namikaze Naruto," kata Naruto berjabat tangan dengan Shoya.

"Senang berjumpa denganmu, Namikaze-san. Tapi, apa aku boleh berteman denganmu?" balas Shoya bermuka kusut.

"Sejujurnya, aku tidak mau berteman."

"Mengapa?"

"Kau lihat tadi? Ada orang-orang yang menghinaku, hanya karena aku alergi matahari."

"Oh, kau tenang saja. Aku ini berbeda dari mereka. Justru aku tidak suka berteman dengan mereka yang suka merendahkan orang lain karena kekurangannya."

Shoya meredupkan mata. Menatap wajah Naruto dan Shouko bergantian. Berpikir orang-orang yang memiliki kekurangan seperti Naruto dan Shouko, seharusnya didukung dan diperhatikan agar mereka merasa bersemangat untuk meneruskan hidup. Tapi, bagi banyak orang yang hanya berpikir bahwa orang-orang sempurna dan sehat pantas didekati karena tidak menyusahkan mereka. Justru itu salah.

Shoya tersenyum, melanjutkan kata-katanya. "Kalau kau mau menjadi temanku, tentu aku bisa membelamu saat ada orang-orang yang ingin menyakitimu dan Nishimiya-san. Kalian itu istimewa, pantas dijadikan teman. Bagaimana, Namikaze-san?"

Naruto mengembuskan napas. "Kau pemaksa sekali. Ya, sudah, aku mau berteman denganmu."

"Syukurlah. Oh ya, aku sudah lapar. Bagaimana kita makan sekarang di sini? Tampaknya, Nishimiya-san juga membuat bento spesial untukmu, Namikaze-san."

Shouko mengangguk, menyodorkan bento pada Naruto. Mukanya sedikit memerah. Naruto melebarkan mata, kemudian tersenyum lembut sambil meraih bento itu.

Shoya melihat ke jendela. Sinar matahari tentu berada di puncak kepala. Merasa Naruto aman jika duduk di dekat meja Shouko.

"Tunggu sebentar!" seru Shoya meletakkan bento miliknya ke meja Shouko. Mengambil satu bangku yang ada di belakang Naruto. Kemudian meletakkan bangku itu di sisi kanan meja Shouko.

Naruto mengerti, langsung duduk di bangku yang disediakan oleh Shoya. "Terima kasih karena kau sudah bersikap baik padaku."

"Ya, sama-sama. Mulai hari, kita bertiga adalah teman."

Naruto dan Shouko mengangguk. Mereka membuka tutup kotak bento, kompak. Tindakan mereka membuat Shoya tersenyum. Shoya berpikir mereka adalah pasangan yang unik.

Gadis tuna rungu wicara dan laki-laki alergi matahari saling mencintai. Ya, itu jarang terjadi di dunia ini.

Shoya membatin. Senyum senang terukir di wajahnya semringah.

.

.

.

Pelajaran selanjutnya adalah olahraga. Para penghuni kelas I-B, bergegas keluar kelas dengan membawa pakaian olahraga. Mereka akan berganti pakaian di toilet. Hal itu dicemaskan Naruto.

"Namikaze-san, tunggu!" seru Shoya di ambang pintu. Semua laki-laki sudah pergi keluar meninggalkannya dan Naruto. "Kau dilarang melakukan aktivitas olahraga di luar ruangan. Karena pelajaran olahraga sekarang adalah lari estafet. Barusan Orochi-Sensei yang memberitahuku."

"Aku sudah tahu itu dari Koyuki-sensei. Tapi, aku harus pergi ke toilet perempuan untuk memastikan Shou-chan baik-baik saja," balas Naruto berlari melewati Shoya.

"Hah? Hei, tunggu!"

Shoya terperanjat, buru-buru mengejar Naruto. Suara tapak sepatu mereka yang menapaki lantai keramik putih, menimbulkan gema. Cukup mengganggu orang-orang yang ada di kelas lain.

Toilet perempuan ada di ujung koridor lantai dua yang buntu. Berhadapan dengan toilet laki-laki. Terdengar kegaduhan di toilet perempuan saat Naruto dan Shoya tiba di depan toilet perempuan.

"Hei, kau itu siapanya anak baru yang tampan itu?"

"Ya. Kau sudah dekat dengan Shoya-kun, malah dekat dengan anak baru itu!"

"Ayo, bicara!"

"Jangan paksa dia begitu! Kasihan dia!"

"Diam kau!"

Naruto dan Shoya membelalakkan mata saat mendengar suara teriakan serta makian itu. Terutama Naruto, membuat darahnya mendidih sehingga kemarahannya seolah berkobar besar di jiwanya. Mencoba membuka pintu toilet, tetapi terkunci.

"Dasar!" bentak Naruto. Mukanya mengeras. Kemudian mundur beberapa langkah. Tanpa pikir panjang lagi, Naruto berlari kencang dan mendobrak pintu beberapa kali hingga pintu itu terbuka lebar.

Semua gadis yang sudah memakai pakaian olahraga, kaget dengan kehadiran Naruto di ambang pintu. Mereka membelalakkan mata. Ternganga.

Naruto memandang tajam semua wajah gadis itu. Perhatiannya tertancap pada Shouko yang tergeletak miring ke kanan. Membuat badannya bergetar hebat. Kedua tangannya meremas kuat.

"Kalian!" bentak Naruto keras sekali, "kalian sudah menyakiti pacarku! Sialan!"

Naruto meninju pintu hingga menimbulkan bunyi yang sangat keras. Itu caranya untuk melampiaskan kekesalan. Tindakannya itu mampu membuat semua orang takut.

Naruto berjalan cepat mendekati Shouko. Semua gadis berhamburan, menjauhinya. Mereka merapat di antara satu sama lain.

"Shou-chan, ayo!" seru Naruto mengangkat badan Shouko dan menggendong Shouko dengan gaya bridal. Kemudian berjalan cepat keluar dari toilet.

"Namikaze-san, kau mau membawa Nishimiya-san kemana?" tanya Shoya hendak mengikuti Naruto dan Shouko, mengerutkan kening.

"Jangan ikuti kami! Kau pergilah mengganti pakaian!"

"Tapi..."

Ucapan Shoya terputus. Matanya meredup. Mengkhawatirkan keadaan Shouko.

Naruto membawa Shouko ke ruang kesehatan. Takut Shouko terluka. Saat tiba di ruang kesehatan, Naruto dan Shouko bertemu dengan dokter yang menjaga tempat itu. Dokter yang sedang membersihkan tempat tidur.

"Oh, apa gadis itu sakit?" tanya wanita berambut krem yang diikat dua di bawahnya. Bersetelan bisnis yang dilapisi jas putih.

"Ya, dok. Tadi teman-teman sekelas mendorongnya sampai jatuh di toilet perempuan," jawab Naruto menatap Shouko. Matanya meredup.

"Kasihan sekali. Pakaiannya juga basah. Tunggu sebentar, saya ambil pakaian penggantinya."

Wanita berambut krem keluar dari ruang kesehatan yang ada di lantai satu. Bergegas menuju gudang karena banyak pakaian sekolah yang tersisa, disimpan di sana.

Naruto mendudukkan Shouko di pinggir ranjang. Shouko menundukkan kepala. Badannya bergetar. Menangis.

"Shou-chan, kau sudah aman sekarang. Tidak ada yang akan mengganggumu. Aku ada di sini, menjagamu," ucap Naruto membelai puncak rambut Shouko. Merasakan rambut Shouko basah.

Shouko mendongak untuk menatap wajah Naruto. Matanya sembab. Air bening terus mengalir di dua pipinya. Naruto yang sedikit membungkukkan badan, cepat mengelap air mata di dua pipi Shouko dengan tangannya yang terbalut sarung tangan kuning.

Shouko tersenyum tipis. Merasa beruntung karena ada Naruto di dekatnya. Memegang erat tangan kanan Naruto yang sibuk menyeka air matanya.

"Halo, apa saya mengganggu kalian?" tanya wanita berambut krem yang tiba di ambang pintu.

Naruto dan Shouko tersentak. Mata mereka membesar. Lantas Naruto menghadap wanita itu.

"Tidak, dok," kata Naruto tersenyum.

"Apa kalian berpacaran?" tanya wanita berambut krem menatap wajah Naruto dan Shouko bergantian.

"Ya."

"Apa kalian itu anak baru yang ramai dibicarakan di sekolah ini?"

"Benar."

"Gadis tuna rungu wicara dan laki-laki alergi matahari. Kalian pasangan yang unik."

Wanita berambut krem, tersenyum. Wajahnya berseri-seri. Berjalan mendekati Shouko. Menjulurkan handuk dan pakaian olahraga.

"Sebaiknya, kau mandi dulu di sana." Wanita berambut krem menunjuk pintu yang ada di sudut kiri, dekat jendela.

Shouko mengangguk. Turun dari tempat tidur. Berjalan menuju pintu yang ditunjuk wanita berambut krem itu.

"Oh ya, nama saya Senju Tsunade, dokter yang ditugaskan di sekolah ini," ucap Senju Tsunade melirik Naruto yang ada di sampingnya.

"Aku Namikaze Naruto, murid baru pindahan hari ini," balas Naruto mengangguk.

"Sejak kapan kau diketahui mengidap alergi matahari?"

"Sejak bayi, Senju-san. Kebetulan ayahku juga alergi matahari. Jadi, penyakit itu menurun padaku."

"Memang penyakit itu tidak diketahui penyebabnya apa. Biasanya penyakit itu disebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga tidak mampu menahan pengaruh dari sinar matahari. Tapi, penyakit itu bisa disembuhkan dengan terapi khusus."

"Kalau soal itu, aku sudah tahu karena aku sudah beberapa kali menjalani pengobatan. Untuk sementara ini, aku mengandalkan obat-obatan dari dokter kenalanku jika gejala alergi matahari itu muncul lagi. Tapi, untuk menjalani terapi yang dikatakan Senju-san, itu membutuhkan biaya yang sangat besar. Aku belum punya biaya untuk menjalani terapi itu."

"Kalau kau mau, saya bisa membawamu berobat ke dokter kenalan saya yang pernah menangani pasien sepertimu. Kau tidak usah memikirkan biaya lagi. Biar saya yang menanggungnya. Bagaimana?"

"Soal itu, aku akan memikirkannya. Tapi, terlebih dahulu, aku harus membicarakannya pada ibuku."

"Baiklah. Saya tunggu kabar baik darimu."

Tsunade tersenyum. Matanya melembut. Tetap berbicara dengan Naruto hingga Shouko selesai mandi dan memakai pakaian olahraga baru. Shouko berjalan mendekati Tsunade, lalu menjulurkan handuk pada Tsunade. Menunjukkan senyum.

"Ya. Pakaian olahraga yang kau pakai sekarang, untukmu saja, gadis yang manis," ujar Tsunade mengangguk, menerima handuk dari Shouko.

"Dokter baik sekali pada kami. Terima kasih banyak," sahut Naruto membungkukkan badan untuk memberikan hormat.

"Sama-sama. Oh ya, saya periksa dulu pacarmu ini dulu untuk memastikan keadaannya baik-baik saja." Tsunade menuntun Shouko untuk duduk di pinggir ranjang. "Ya, begitu. Bagus."

Tsunade mulai memeriksa wajah, leher, tangan, dan kaki Shouko. Tidak ditemukan luka apapun di tubuh Shouko.

"Syukurlah. Dia tidak terluka." Tsunade tersenyum. "Apa kau mau beristirahat di sini sampai pulang atau ikut berolahraga dengan teman-teman sekelasmu?"

Shouko berekspresi pucat. Matanya sedikit melebar. Kedua tangannya meremas kuat. Tubuhnya bergetar. Tsunade memahami bahasa tubuhnya, menukikkan alis.

"Baiklah. Kau beristirahat saja di sini. Namikaze-san, kau jaga dia," ujar Tsunade menoleh ke arah Naruto.

"Ya," tukas Naruto mengangguk.

"Saya pergi dulu."

Tsunade keluar lagi. Menyisakan keheningan.

Perhatian Naruto tertuju pada Shouko. Duduk di samping Shouko. Merangkul bahu kanan Shouko dari samping.

"Aku tahu kau itu kuat, Shou-chan. Memang aku tidak melihat langsung bagaimana sikapmu saat menghadapi orang-orang yang memandang rendah dirimu. Tapi, kali ini, aku merasa kau tidak kuat lagi dengan orang-orang yang menghinamu sekarang," ungkap Naruto bernada lembut. Mencoba menghibur Shouko.

Shouko bertatap muka dengan Naruto. Matanya berkaca-kaca. Ingin menangis lagi. Menyembunyikan wajahnya ke dada Naruto. Memegang kuat kerah mantel Naruto.

"Jangan menangis. Semuanya akan baik-baik saja selama ada aku di dekatmu," ujar Naruto mengelus rambut Shouko yang basah dan kusut dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya membelit pundak Shouko. Diam-diam, Naruto juga menangis.

Naruto dan Shouko menanggung penderitaan bersama. Mereka senasib, tidak diterima oleh kehidupan luar. Berpikir akan tetap bertahan atau justru bersembunyi saja.

.

.

.

Bersambung

.

.

.

A/N:

Sesuai target, saya selalu update cerita ini setiap hari karena pikiran selalu tertuju pada pairing ini. Suer, pairing ini menjadi favorit saya.

Bagi kalian yang khawatir bakal ada NTR di cerita ini, rasanya NTR itu nggak akan ada. Karena fokus cerita ini, adalah kisah cinta Naruto dan Shouko serta kisah persahabatan mereka dengan orang-orang sebaya mereka.

Kayaknya cerita ini masih panjang, mengingat ada sesuatu yang belum terselesaikan. Sesuatu yang belum terselesaikan itu, akan terkuak di chapter-chapter berikutnya. Oh ya, kalau saya sempat, saya akan balas semua review kalian, ya.

Oke, sekian dari saya. Terima kasih.

Selamat menunggu chapter berikutnya!

Dari Hikayasa Hikari.

Minggu, 4 September 2022