Dance of Flower
Bab 12.
Dari paviliun permata Itachi langsung pergi ke istana phonix. Mengapa ia sampai tak diizinkan menemui Ino? Selama ini dia selalu menjaga perasaan ibundanya dengan bersikap menurut, tetapi kali ini dia tak bisa diam saja jika selirnya harus menerima ketidak adilan. Keputusan ibunda untuk menutup pintu paviliun permata bahkan dari dirinya terasa keterlaluan.
Pertama konflik antar pelayan, sekarang konflik dengan permaisuri. Keberadaan Ino di istana menambah pertikaian. Semakin ia terlihat menyayangi Ino, semakin banyak pula yang iri. Padahal apa yang terjadi diantara mereka sebatas kepura-puraan.Apakah mungkin seorang Ibu merasa tersaingi oleh istri anaknya? Ingin rasanya dia bicara jujur pada Izumi dan Ibunya sehingga mereka tak lagi salah paham soal Ino, tapi hal tersebut tak bisa dia lakukan.
"Ibunda, Putramu datang berkunjung " Itachi menyimpan emosinya dan berbicara dengan hormat.
Ia menemukan permaisuri Mikoto duduk dengan santai sementara seorang dayang memijat kakinya. Beberapa dayang sibuk mengatur hidangan di meja. Permaisuri memilih makan sendirian malam ini, biasanya ia ditemani Izumi, tapi hari ini dia kesal pada anak bodoh itu yang malah membela selir Ino.
Tak diragukan lagi kesetiaan Izumi pada Itachi lebih besar daripada ketakutannya pada permaisuri. Dia lebih memilih membuat bibinya marah ketimbang melihat suaminya sedih. Yang dilakukan Izumi sebagai istri memang baik, tapi itu bukan sikap yang bisa diambil oleh calon permaisuri. Gadis itu berhati lemah.
Mikoto menghembuskan nafas panjang, ia tak berniat melepaskan pengaruh yang dia miliki. Gelar Ibu suri tak akan berarti apa-apa jika Kaisar dan permaisuri tidak segan dan menghormatinya.
ia akan menasihati Izumi untuk tidak menjadi lemah dan permisif. Bagaimana bisa dia menjadi permaisuri nanti dan memimpin harem kaisar jika seorang selir sudah berhasil membuatnya begitu tertekan.
Melihat Izumi mengingatkan Mikoto pada masa mudanya. Ketika ia hanya seorang putri biasa yang bahagia menikah dengan pangeran ke dua. Ia mengira pernikahan mereka berdasar cinta, tapi ternyata Fugaku melamarnya untuk sekedar menaikkan status. Kakak Fugaku melanggar peraturan dengan menjadikan bangsawan dari Ame sebagai istri pertama dan adiknya menjadikan hal tersebut sebagai konflik dan memecah dukungan bangsawan terutama mereka yang konservatif.
Sang permaisuri dengan wajah merenggut menatap kemewahan di sekelilingnya. Kau bisa menemukan banyak hal di Istana terkecuali
Cinta? Tak ada cinta dalam tembok istana ini. Hanya ada ambisi dan usaha untuk bertahan hidup.
Dia harus mendorong Izumi untuk melakukan sesuatu dan mulai membatasi pengaruh Ino Yamakana yang kian membesar tiap harinya. Gadis itu sudah berhasil menyingkirkan semua mata-mata yang dia tempatkan di paviliun permata. Dia juga mendengar putranya memberikan sejumlah tanah dan permata kepada sang selir hanya karena selirnya merajuk.
Ini meresahkan, putranya yang selalu dingin malah bertindak serampangan hanya karena kata-kata dari Ino Yamanaka. Mikoto tahu putranya berada di sini untuk protes, tapi ia tak akan mengubah hukuman yang sudah terlalu ringan itu.
Itachi masih menunggu ibundanya memberi respon atas kemunculannya.
" Apa kau datang untuk bercengkerama dengan Ibumu?"
"Ibunda, Ini tentang selir Ino."
Belum selesai Itachi bicara permaisuri langsung memotong kalimatnya
"Ah, Putraku datang hanya untuk membahas masalah selirnya? Kau membuatku merasa sedih. Kau bahkan tidak bertanya tentang kesehatanku hari ini." Mikoto menyindir sang putra mahkota yang belakangan ini sering tidak datang mengunjunginya.
"Apa Ibu menghukum Ino karena sikapku? Aku akan selalu menyempatkan diri untuk memgunjungimu."
"Itachi, Hukuman yang aku limpahkan pada selirmu tak ada hubungannya denganmu. Sekarang katakan padaku sebagai Ibu dan permaisuri apa aku tidak punya hak untuk mengajarkan satu dua hal pada selirmu? Di depan orang banyak dia dengan lancang berani menentangku dan tak mau mengakui kesalahannya."
"Kesalahan apa yang dia lakukan?"
"Ino mengotori jubahku."
"Ibunda menghukumnya karena masalah kecil?"
"Tidak hanya itu, Yang membuatku marah dia telah mempermalukan aku dengan berkata tuduhanku mengada-ada. Sikap macam itu tak bisa aku biarkan tanpa konsekuensi. Aku kecewa padamu Itachi, karena berani mempertanyakan kebijakan Ibumu. Aku hanya meminta Selir Ino untuk merenungkan tindakannya selama dua minggu padahal seharusnya gadis itu dicambuk, Bukankah aku sudah bermurah hati?"
"Saya tidak menuntut ibunda untuk melepaskan selir Ino dari hukumannya yang saya minta, tolong biarkan putramu ini mengunjungi selirnya."
Kali ini permaisuri Mikoto berdiri. Ia menyentuh pundak putranya. "Kenapa kau begitu ingin menemui selir Ino? Jika kau ingin ditemani seseorang tidakkah kau masih memiliki Izumi? atau bila kau suka kau bisa memilih salah satu dari gadis pendampingku. Mereka semua cantik, terpelajar. Aku yakin gadis-gadis ini juga bisa melayanimu. Putraku, selir Ino berani bertindak lancang karena kau memberikannya terlalu banyak perhatian. Tidak baik bila perhatian putra mahkota hanya tertuju pada satu wanita."
"Mengapa ibunda memperlakukan Ino seperti sebuah ancaman? Dia hanya gadis naif yang dipaksa masuk istana tanpa persiapan apa pun. Jika ada tindakan Ino yang menyinggung perasaan ibunda tolong maafkan dia. Dia masih begitu muda dan harus banyak belajar."
"Itachi, lihatlah dirimu. Aku sampai tak mengenali putraku sendiri. Di setiap kesempatan kau membela selirmu itu, Dengan berani mempertanyakan keputusan wanita yang melahirkanmu demi wanita yang diangkat untuk melayanimu. Bagaimana aku tidak jadi khawatir? Kau akan menjadi kaisar dan kau membiarkan seorang selir mempengaruhi keputusanmu. Apa kau terpikat oleh keluguannya? Putraku, Jangan tertipu. Ino Yamanaka sama seperti ayahnya, Seekor rubah licik."
Mikoto berang pada putranya. Entah apa yang dimiliki oleh Ino Yamanaka hingga mampu membuat putranya yang selalu taat dan patuh mulai membangkang.
"Selama ayahmu jatuh sakit, Aku juga mengawasi apa yang terjadi di pemerintahan. Kau seharusnya mengambil tindakan yang menguntungkan kita, tapi apa yang terjadi? Kau terang-terangan mengabaikan nasihat orang yang dipercaya oleh ayahmu selama ini dan mengikuti anjuran perdana menteri."
"Meski Danzo pejabat kepercayaan ayahanda, jika nasihat yang dia berikan padaku tak memuaskan apakah masih harus kudengarkan? Aku mempunyai penilaian tersendiri. Danzo Shimura tidak pernah memikirkan rakyat, Dia hanya berpikir bagaimana caranya untuk menyembunyikan fakta dari Kaisar. Danzo tidak bekerja demi klan uchiha, tapi untuk dirinya sendiri. Jika ia mengkhianati Senju demi kesempatan meraih kekuasaan yang lebih tinggi, Apa yang membuat ibunda berpikir jika dia tak akan mengkhianati kita. Aku tak boleh diam saja kan melihat Danzo mencoba memanipulasiku."
"Bukankah dengan melawan nasihat Danzo kau baru saja memberikan dia alasan untuk menikam kita? Lalu siapa yang akan kau percaya, Nak? Kita semua di suatu titik adalah pengkhianat. Jika kau memainkan permainan kekuasaan. Hanya ada pilihan menang atau mati. Apa kau tak mengerti pengorbananku? Aku selama ini berjuang untuk membuat jalanmu menjadi putra mahkota begitu mulus. Dari sekian banyak wanita yang menjadi pendamping ayahmu. Kau pikir sebuah kebetulan dari sekian banyak wanita yang dimiliki ayahmu hanya aku yang memiliki putra?" Suara permaisuri tak mengandung penyesalan. Seakan dia hanya melakukan hal yang harus dilakukan. Sesuatu untuk melindungi kepentingannya dan masa depan putranya.
Mikoto memang wanita kesayangan dan kepercayaan kaisar, tapi tak selalu seperti itu. Ada masanya kaisar Fugaku melupakan keberadaannya, Rasa cemas akan kehilangan posisi terhormat membuat Mikoto melakukan hal terlarang. Ia mulai memberikan ramuan yang jika dikonsumsi dalam kurun waktu yang panjang dapat membuat benih seorang pria melemah. Benar, dia tak ingin pangeran yang lebih hebat dari putranya terlahir.
Dia telah bertekad membuat posisi Itachi sebagai pewaris takhta tak tergoyahkan. Meski ia menunjukkan wajah ikhlas, tetap saja sebagai wanita yang mencintai Fugaku sejak lama ia menyimpan kecemburuan. Apalagi Fugaku tak pernah mengunjungi ranjangnya lagi saat dia dinobatkan menjadi Kaisar. Hal ini membuat kepercayaan dirinya jatuh. Dia yang seharusnya menjadi permaisuri dan wanita yang dicintai perlahan tergantikan oleh wajah cantik dan muda yang datang satu per satu menghiasi istana.
Hal yang begitu lumrah, tapi tetap membuat Mikoto merasakan kegetiran. ia masih bisa tersenyum hanya karena ia melahirkan putra pertama dan seorang Uchiha, Tetapi usaha untuk membuat Fugaku menjadi kaisar mengorbankan kedudukannya sebagai istri pertama.
Penderitaan dan kepahitannya bertambah manakala Kaguya Otsutsuki mengenakan mahkota phonix. Seluruh wanita di istana menertawakan dirinya ada pula yang kasihan, tapi pada akhirnya mereka semua memilih menjilat kaki sang permaisuri dan berpaling darinya. ia pernah merasakan bagaimana rasanya kehilangan pengaruh dan kekuasaan sebab itu ia bersumpah untuk selalu menjadi wanita dengan posisi tertinggi dalam istana, tak peduli bagaimana pun caranya.
Dia sangat beruntung, Fugaku pada akhirnya mencium niat busuk Kaguya dan klan Otsutsuki yang terang-terangan mengabaikan wewenangnya sebagai kaisar. Di tengah kekalutan itu dan pergolakan politik, Fugaku kembali padanya dan bersama mereka berhasil menyingkirkan Kaguya.
Menjadi permaisuri tak serta merta membuatnya merasa aman. Entah kapan lagi Fugaku akan mengubah hati dan pikirannya lagi. Bertambahnya selir membuat dirinya semakin waswas, sebab itu ia membuat kaisar mandul.
Yang terpenting bagi Mikoto, tidak ada pangeran lain yang bisa menyaingi Itachi. Sayang sekali Putra yang dilahirkan Kaguya masih hidup padahal mereka berhasil membunuh ibunya, Entah keberuntungan macam apa yang dimiliki Sasuke, tiap kali ia mengirimkan seseorang bocah itu selalu selamat. Mungkin Dewa dan klan Otsutsuski melindunginya.
Saat ini Mikoto tak begitu mengkhawatirkan keberadaan Sasuke. Pangeran yang tak punya pendukung tak bisa melakukan sesuatu. Sebentar lagi suaminya akan mati dan Mikoto akan tenang menjadi penguasa tertinggi sebagai Ibu suri. Ia hanya butuh Itachi naik takhta dan menjalani takdirnya.
"Apa ibunda juga berusaha menyingkirkan Sasuke?"
"Oh, Anak itu. Ayahmu berubah pikiran sejak melihat dia berguna."
Itachi tak lagi terkejut. Mendengar pengakuan ibunya kali ini ia paham mengapa terasa wajar jika diam-diam Sasuke membencinya.
Sesayang apa pun Itachi pada Sasuke, hal itu barangkali tak cukup untuk mengobati luka dan trauma yang disebabkan oleh orang tua mereka. Dari awal mereka telah dirancang menjadi musuh. Dia saja yang berpikir terlalu positif.
Apa yang ada dipikiran Sasuke melihat kakaknya mendapatkan Jamuan sementara dirinya hanya bisa makan semangkuk mie dingin? padahal mereka sama-sama putra kaisar. Itachi mengira dirinya berbuat kebajikan, tapi mungkin ia malah membuat Sasuke semakin menyadari betapa tak adil hidup memperlakukan dirinya.
Setelah semua konspirasi yang dia dengar tak seorang pun bisa menunjukkan warna asli mereka dan tetap hidup di istana. Itachi membisu, kisah ayahnya, Ibunya dan masa depan yang diceritakan Ino. Semuanya penuh tragedi berdarah. Mungkin ia telah salah berpikir keluarga kerajaan bisa menjadi keluarga yang normal dan harmonis, terlalu banyak kepentingan di sini dan Itachi tahu ia harus berhenti bermimpi. Bahkan Ino sekalipun tak menunjukkan kelemahan di depannya meski mereka berjabat tangan dan menjadi sekutu. Kenyataan memang begitu dingin.
Mikoto menangkup pipi putra yang tampak tertegun. "Aku tak akan membiarkan satu hal pun menghalangimu nak, Apalagi seorang wanita. Jika kau bijaksana, sebaiknya kau hanya menjadikan selir Ino sebagai mainanmu saja. Kau tahu apa yang akan terjadi bila dia ternyata menjadi gangguan bagimu. Aku pikir bukan kebetulan perdana menteri dan putrinya rajin berderma. Semua orang bisa melihat niat mereka."
Tangan Itachi mengepal. "Mereka membantu karena mereka peduli, tak ada urusannya dengan politik. Kita pun sebagai bangsawan seharusnya bisa melakukan sesuatu. Jika saja penghuni istana ini rela menyisihkan sedikit saja harta benda mereka tentu akan lebih banyak orang yang terbantu."
"Jadi itu rencanamu. Menolak menaikkan pajak dan berniat memiskinkan para bangsawan? Itukah nasihat perdana menteri? Aku sama sekali tak setuju. Apa kau sudah memperhitungkan keberatan kaum bangsawan, Bagaimana bila mereka memberontak? Sebagai calon kaisar kau hendaknya tahu untuk tidak mengganggu bangsawan yang menjadi pendukung terbesar kita selama ini. Ibu merasa Inoichi membuatmu berjalan di sisi yang salah."
"Ibunda, Simpan semua prasangkamu terhadap perdana menteri dan selirku. Jika Ibunda tak mempercayai mereka berarti ibunda meragukanku juga. Kali ini aku biarkan Ibu menghukum Ino untuk menyelamatkan wajahmu tapi lain waktu, Aku tak akan tinggal diam bila ibu berencana untuk menyakitinya. Aku akan menerobos masuk ke paviliun permata meski harus membunuh prajurit yang ibu siagakan di sana."
Setelah menegaskan sikap yang akan dia ambil Itachi pergi. Selagi dia menjadi pimpinan kerajaan ia tak akan membiarkan ketidak adilan terjadi dalam istananya. Yang salah tetap salah, meski itu ibunya sendiri.
Rasa terkejut Mikotodtak bisa dipungkiri. Kepala dayang yang ikut menyaksikan perdebatan itu mendekati majikannya.
"Apakah anda baik-baik saja, Yang mulia permaisuri?"
"Bagaimana aku merasa baik-baik saja. Itachi baru saja melawanku."
"Permaisuri, Apakah anda mau mendengarkan saran saya?"
"Apa yang bisa kau sarankan. Tae Yun?"
"Anda bisa menunjukkan itikad baik pada selir Ino dengan begitu hubungan anda dan putra mahkota bisa diperbaiki."
"dan membiarkan gadis ingusan itu memegang kendali di istana?" Permaisuri Mikoto mendengus.
"Anda harus bisa bersabar, Yang mulia. Jika ada hal yang mengubah pandangan putra mahkota tentang selirnya hanya ada satu hal. Menemukan gadis itu menghianatinya."
Pandangan permaisuri tertuju pada kepala dayang. "Apa kau mendengar sesuatu."
Dayang Tae Yu mengangguk. Ia membungkuk dan berbicara dengan pelan di telinga permaisuri. Ia tampak puas dengan sekeping informasi yang diberikan oleh dayang itu.
"Bisa saja Itachi menolak untuk percaya jika itu hanya sebatas rumor."
"Tapi pangeran tak akan mampu berkelit jika ada banyak saksi yang melihat. Apalagi jika beliau sendiri yang menemukannya."
"Eksekusi rencana ini tidak mudah, tapi jika berhasil aku bisa menyingkirkan keduanya sekaligus dan menghukum keluarga Yamanaka juga."
"Benar, Permaisuri."
"Kalau begitu, suruh orang diam-diam membawa Sakura Haruno ke padaku dan panggil juga Izumi kemari."
"Aku tak peduli kalian diperintah ibu suri. Jika kalian berani mencegahku aku terpaksa membunuh kalian."
Pengawal yang berjaga di depan Paviliun permata terdiam. Membiarkan putra mahkota lewat berarti mereka mungkin akan dihukum ibu suri, tapi melihat pangeran Itachi menggenggam pedangnya membuat mereka memilih untuk tidak mati sekarang.
Sang putra mahkota lewat setelah membuka pintu kayu berwarna turkis itu dengan paksa. Suara keributan di luar membuat Ino menghentikan kegiatannya menyalin buku kebijakan wanita. Ia meletakkan kuas dan melangkah ke kebun.
"Yang mulia putra mahkota, Mengapa anda berada di sini?"
Itachi cepat-cepat mengecek penampilan Ino. Ia memeriksa wajah, pergelangan tangan untuk melihat bekas lebam atau luka dan dia lega tak menemukan semua itu di tubuh sang selir.
"Apa kau baik-baik saja? Aku sudah dengar semuanya."
"Hamba, baik-baik saja. Terkurung selama dua minggu tak akan membuat hamba jatuh sakit. Apa anda tahu mengunjungi hamba sekarang hanya akan membuat permaisuri bertambah marah."
"Aku tak peduli, Aku telah bicara dengan ibunda. Aku tak akan membiarkan permaisuri bertindak semena-mena padamu."
"Tindakan anda hanya akan membuat permaisuri semakin tidak menyukaiku. Hamba akan baik-baik saja yang mulia, Sebaiknya anda pergi segera."
"Aku minta maaf Ino."
Gadis berambut pirang itu tersenyum. "Ini belum apa-apa, Yang mulia. Marabahaya yang sebenarnya belum datang dan hamba tak berniat kehilangan nyawa ini dengan mudah."
"Aku takut aku akan gagal menuntaskan janjiku."
"Untuk melindungi hamba? Jangan salah, Keberadaan hamba di sini untuk melindungi yang mulia."
"Kau bicara begitu besar, Dengan tubuh yang ringkih dan tak bisa ilmu bela diri kau malah berniat melindungiku."
"Tak perlu mengkhawatirkan hamba, Satu kehidupan telah mempersiapkan diri ini dari segala kemungkinan terburuk. Sebaiknya Pangeran pergi. Hamba tak ingin membuat jurang antara pangeran dan permaisuri semakin dalam. Hamba akan baik-baik saja." Ino mengantar pangeran Itachi ke luar "dan sebaiknya jangan menemui hamba lagi sampai permaisuri mengakhiri masa hukumannya pada hamba."
"Baik, Baik aku paham. Jika kau menemui sesuatu yang janggal kirim dia padaku."
"Tunggu sebentar pangeran!"
"Ada apa lagi Ino. Bukankah kau menyurihku pergi?"
"Tolong Kunjungi putri Izumi. Hamba merasa bersalah telah membuat putri menerima murka permaisuri. Sebaiknya anda menghiburnya."
"Tentu Ino, Aku tak melupakan Izumi."
Setelah Itachi pergi, Ino melanjutkan kembali tugasnya. Shion membantu majikannya menyiapkan tinta, puluhan lembar kertas yang tak lagi kosong bertumpuk dengan rapi. Ditemani lampu minyak yang berpendar Ino menulis dengan giat. Seorang kasim mendekat dan membungkuk hormat.
"Shion bilang anda memanggil saya."
Gadis pirang itu menghentikan gerakan tanggangnya.
"Apa mungkin bagimu untuk menyelinap keluar istana?"
"Bisa saja, tapi tambahan prajurit yang mengelilingi paviliun permata membuat misi ini semakin berisiko."
"Aku perlu mengirim kabar pada ayahku."
"Bukankah kita bisa membuat putra mahkota menyampaikannya? Lebih mudah bagi hamba untuk pergi ke Istana naga."
"Ini bukan sesuatu yang perlu diketahui Pangeran Itachi. Kita batalkan saja, Aku tak ingin menempatkanmu dalam bahaya. Sebaiknya aku akan mengabari ayahku lain waktu."
Keriuhan di kedai teh Nyonya Katsuyu mendadak berhenti mana kala dua lelaki memasuki pintu. Pakaian sederhana berbahan muslin dengan warna gelap dan solid membuat keduanya tampak salah tempat, tapi penjaga pintu tak berani mengusir mereka. Mungkin karena keduanya membawa pedang yang terlihat mahal. Para pengunjung merasa tegang dan tertarik, Mungkin kah mereka akan menyaksikan pendekar membuat keributan di tempat ini? Apakah mereka sedang mengejar seseorang.
"Hei, Bukankah itu putra mahkota?" Bisik salah satu administrator kerajaan pada rekannya. Mereka berdua tengah melepas penat selepas jam kerja. Belakangan ini kondisi antar pejabat memanas. Mereka yang hanya pegawai rendah dibuat bingung oleh peraturan-peraturan yang berubah-ubah dan pekerjaan yang kian bertambah.
"Benar dan sepertinya lelaki berambut merah itu adalah Jendral Gaara."
"Kira-kira apa yang mereka berdua lakukan di sini? Berpakaian seperti itu?"
"Mungkin sama seperti kita, Melepas penat dengan arak dan makanan yang enak serta bunga-bunga indah ini tanpa ada yang mengetahui, Penyamaran mereka tidak buruk."
"Memang di dalam istana bisa kekurangan hiburan. Putra mahkota hanya perlu menjentikkan jari dan dia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan."
"Apa kau tak tahu kondisi istana sedang tidak kondusif? Putra mahkota terseret konflik antara Perdana Mentri Inoichi dan Danzo. Belum lagi ada gesekan antara selir Yamanaka dan Permaisuri Mikoto."
"Tapi sudah terlihat jelas Putra mahkota lebih memihak perdana menteri, beliau bahkan tak mengacuhkan ibunya."
"Konon katanya sikap Pangeran Itachi seperti itu akibat kecintaannya pada sang selir. Menurutmu apa yang harus kita lakukan?"
"Jika tak mau kehilangan pekerjaan sebaiknya kita tak terlalu dekat dengan faksi Danzo, tapi agar tak dimusuhi kita juga tak boleh terlihat menjadi pendukung Inoichi. Kita tunggu saja siapa yang keluar menjadi pemenang."
"Ikan kecil seperti kita memang paling benar berenang mengikuti arus."
Mereka berdua melanjutkan minum-minumnya, Sebagai pegawai terendah yang bisa mereka lakukan hanya mengikuti perintah atasan agar tidak didepak. Entah siapa yang akan berkuasa, tetap saja gaji mereka tak bertambah.
Nyonya Tsunade melihat kedatangan mereka dan segera memerintahkan anak buahnya menyambut. Gaara tak berani mempertanyakan maksud pangeran Itachi yang membawa mereka mengunjungi tempat yang bukan sekedar rumah teh biasa ini. Apakah mengunjungi rumah bordil telah menjadi kegiatan lumrah bagi laki-laki bangsawan? ia melihat semua meja penuh.
Gaara semakin tak mengerti moral kompas penduduk kota ini, pantas saja Temari sering mengeluh tak menemukan pemuda yang layak. jika semua tuan muda hanya bisa bersenang-senang. Entah bagaimana masa depan kerajaan ini nanti.
"Pangeran apakah sekutu yang kau bilang berada di sini?" Gaara mengedarkan tatapannya dengan tidak nyaman terhadap gambaran eksplisit yang memenuhi ruangan. Siapa pun yang mendekorasi ruangan ini punya selera buruk.
"Iya, Kita akan menemui orang yang juga memiliki informasi tentang kelompok Hebi."
"Pangeran, Hamba membawakan arak terbaik untuk menjamu anda." Nyonya Tsunade muncul dengan membawa guci tanah liat dan beberapa cawan.
"Nyonya, Maaf aku tidak bisa datang bersama Ino."
"Hamba sudah dengar semuanya. Apa yang bisa hamba bantu."
"Ini perihal kelompok Hebi, Bukankah anda juga sedang menyelidikinya?"
"Benar." Jawab Tsunade. "Apakah ini Jendral Gaara?"
"Perkenalkan Nyonya."
"Ino banyak menulis tentang Anda."
Gaara mengamati lawan bicaranya. Wanita ini paling tidak berusia tiga puluh tahun. Dari penampilannya terlihat seperti wanita penghibur berkelas. Jika Pangeran Itachi dan Ino mempercayai Nyonya Tsunade, maka ia tak punya alasan untuk meragukan wanita itu.
"Apakah Ino juga membicarakan sosok yang saya kejar? Kelompok Hebi adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas kerusuhan di wilayah barat. Saya mendapatkan petunjuk pemimpin mereka berada di ibu kota. Selama beberapa minggu anak buah saya berusaha mengawasi tempat-tempat di mana orang itu sering terlihat, tapi hingga saat ini lelaki dengan rambut putih yang disebutkan oleh kepala pemberontak tak pernah muncul."
"Barangkali dia tahu anda sedang memburunya."
"Mungkin, Sebab itu saya ingin meminta bantuan anda untuk membantu kami menangkapnya. Lebih banyak orang yang mengawasi akan lebih baik." Ujar Gaara menjelaskan.
"Provokasi, penculikan, perdagangan budak dan obat-obat terlarang dilakukan secara sistematis oleh satu organisasi? Ini sesuatu yang besar, Mereka sepertinya memiliki tujuan lebih besar dari sekedar uang. Tiap kali kelompok hamba berhasil menangkap anggotanya, mereka akan mati sebelum diinterogasi. Entah dibunuh atau memutuskan bunuh diri."
"Hal itulah yang membuat mereka sulit dilacak. Begitu sedikiti informasi. Biro intelegen istana juga tak bisa diandalkan." Keluh Gaara.
Dia juga mengalami hal yang sama. Beruntung kepala pemberontak berhasil dia amankan sebelum dilenyapkan oleh anggota geng lainnya. "Mengapa mereka begitu setia sampai bersedia mati begitu tertangkap."
"Jendral dan pangeran, Hamba merasa besar kemungkinan anggota kelompok Hebi telah dikondisikan dengan metode tertentu untuk menjalankan misi mereka."
"Maksud nyonya Tsunade mereka dicuci otak dan dipengaruhi untuk menjadi sekedar pion dan dikorbankan? Aku tak pernah mendengar ada metode seperti itu, tapi pendapatmu sejalan dengan tingkah mereka yang cukup aneh. mayoritas petarung nekat yang sama sekali tak punya rasa takut."
"Mungkin catatannya telah terhapus dari sejarah, tetapi ketika klan Senju masih memerintah ada seorang pria yang bereksperimen untuk menciptakan prajurit-prajurit yang luar biasa setia dan tak memiliki emosi. Dengan bantuan metode sadis dan racun yang bisa mengacaukan otak dia berhasil membuat manusia menjadi boneka yang hanya akan bergerak atas perintahnya."
"Apa hubungannya cerita ini dengan kelompok Hebi?" Itachi tak pernah mendengar dan membaca tentang peristiwa ini di catatan arsip kerajaan. padahal dia orang yang rajin memeriksa catatan biro hukum. Seharusnya semua kejahatan istimewa memiliki catatan, seperti halnya bencana, wabah dan pristiwa besar lainnya. Apa karena Madara menghancurkan semua peninggalan Senju ia tak bisa menemukan apa pun. benar, tak satu pun peninggalan dinasti senju tersisa.
"Hamba mengautopsi semua jenazah anggota kelompok Hebi yang tertangkap. Ada indikasi racun dalam tubuh mereka. Apa anda mengenal Sai, Yang Mulia?"
Itachi mengangguk. "Pengawal Ino?"
"Ino menyelamatkannya dari pedagang budak, sebelumnya ia juga diserang oleh kelompok yang sampai saat ini belum teridentifikasi. Ketika hamba memeriksanya dia juga terkontaminasi racun yang sama."
"Jadi anda menduga Sai merupakan korban penculikan kelompok Hebi yang selamat."
"Benar, Sai ditargetkan untuk menjadi anggota kelompok itu. beruntung saya berhasil mengeluarkan racunnya tepat waktu."
"Tunggu sebentar, Jika tak ada catatan tentang racun dan metode pencucian otak ini bagaimana Nyonya Tsunade mengetahui dan mampu mengidentifikasinya? Siapa anda sebenarnya?" Jika tak pernah tercatat dan tak ada yang tahu. Mengapa Nyonya Tsunade memiliki pengetahuan untuk mengidentifikasi kejanggalan pada anggota kelompok Hebi. Hal ini membuat Gaara kembali curiga.
Nyonya Tsunade menatap Putra mahkota sembari menghembuskan nafas panjang. "Pangeran, Apa anda akan mengeksekusi sekutu anda?"
"Hanya jika mereka mencoba berkhianat. Apa pun yang anda katakan Nyonya Tsunade, Saya tidak akan menghukum anda. Saya mempercayai orang yang dipilih Ino."
"Saya seorang Senju. Apakah itu akan mengubah pandangan anda sekarang?"
Fakta itu membuat Itachi tercengang. Bukankah Madara tak menyisakan klan Senju. "Kesepakatan apa yang anda buat dengan Ino sampai anda yang jelas-jelas diburu klan Uchiha malah berniat membantu?"
"Hal tersebut sebaiknya anda tanyakan pada selir anda, Jika anda ingin berprasangka hamba tak bisa mencegah yang mulia, tetapi hamba tak punya niat untuk meneruskan dendam pribadi. Negeri ini sudah cukup melihat darah."
"Saya hargai kejujuran Nyonya dan saya minta maaf atas apa yang dilakukan oleh leluhur saya."
"Itu adalah perang. Dalam perang hanya ada dua pihak. kita dan musuh. Tak peduli anak-anak, wanita, dan kaum tak berdaya selama mereka diasosiasikan sebagai musuh mereka akan dibinasakan. Bukankah anda telah menyingkirkan seluruh anggota klan Otsutsuki, Klan mana yang akan ada singkirkan selanjutnya?"
"Bukan saya. Saya tak pernah memerintahkan pembantaian. Adik saya berpendapat sebaiknya calon masalah tak dibiarkan berkembang dan harus dicabut sampai akarnya."
"Apakah anda setuju?"
Itachi menggeleng, "Kita tak bisa menghukum seseorang sampai mereka terbukti bersalah. Jika saya bisa bergerak dan mengeliminasi tiap orang hanya bermodal dugaan dan tuduhan tentu saya tidak akan serepot ini, tapi hal itu hanya akan membuat saya terlihat lalim."
"Sepertinya anda memang memiliki kebajikan. Saya harap anda juga lelaki yang memegang ucapan, sebab Ino mempertaruhkan dirinya untuk anda."
Bercakapan mereka terputus akibat suara lonceng yang berdentang sahut menyahut di sepanjang ibu kota. Setiap kuil dan biara membunyikan lonceng mereka.
"Sepertinya aku harus kembali ke istana." Itachi dengan terburu-buru keluar dan mengambil kudanya.
"Sepertinya Kaisar Fugaku telah mangkat." Ucap Gaara yang tak berniat menyusul putra mahkota.
"Dalam hitungan hari Pangeran Itachi akan diangkat menjadi Kaisar." Nyonya Tsunade mengisi dua cawan dengan arak.
"Besar kemungkinan penobatan tak berjalan mulus." Gaara menerima cawan dari tangan Nyonya Tsunade.
"Anda pikir mereka akan kembali berusaha melenyapkan pangeran Itachi?" Tanya Tsunade melanjutkan diskusi mereka.
"Selama beliau punya pemikirannya sendiri, Saya ragu pihak yang dirugikan akan tetap diam. Kita tak tahu siapa dan kapan mereka akan menyerang."
"Selir Ino mengetahui siapa yang terlibat, tetapi butuh waktu untuk memancing mereka keluar. Ini hanya awal dari badai." balas Tsunade.
"Sebaiknya saya bersiap-siap." Setelah meneguk minumannya Gaara menuju kediaman Perdana Menteri. Ternyata seluruh jajaran pemerintahan dan bangsawan diminta untuk datang ke istana.
"Nona, Apakah hamba harus mempersiapkan pakaian berkabung?"
"Siapkan saja Shion, tapi aku tak tahu apa kita bisa keluar tanpa izin permaisuri."
Kematian Kaisar Fugaku menjadi lebih cepat dari yang seharusnya. Apakah ini memang suratan takdir atau campur tangan seseorang seperti waktu itu? Ino memijat pelipis mencoba menerka apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sai yang berada di dekat kebun mengawasi Nona nya. Tiba-tiba ia mendeteksi kemunculan seseorang. Ia hendak mencegat penyusup yang baru saja melompat dari atap bangunan dengan ilmu meringankan tubuh, tapi ia menghentikan langkahnya begitu menyadari sang penyusup adalah pangeran Sasuke.
Sang pangeran berjalan tanpa suara menemui Ino yang sedang duduk sendirian. Paviliun permata memang sedang sepi dan Ino juga hanya membiarkan Sai dan Shion berada di dekatnya.
"Ini bukan tempat yang tepat untuk anda kunjungi, Pangeran Sasuke. Apa anda tidak takut seseorang akan melihat kita."
"Aku tak akan berkunjung jika situasi tidak aman. Apa kau sudah tahu kabar buruknya?"
"Bunyi lonceng itu terdengar sampai di sini. Bagaimana mungkin hamba tidak tahu Kaisar Fugaku telah meninggal. Hari ini kakak anda resmi menjadi penggantinya."
"Aku mengharapkan ada kejutan." Ucap Sasuke meraih tubuh Ino dan memeluknya.
"Anda merencanakan sesuatu?"
"Aku berharap kau yang merencanakan sesuatu."
Ino menyunggingkan senyum licik. "Sesuatu yang besar akan terjadi."
"Kuharap itu akan menguntungkanku, Sejauh ini aku telah dirugikan dan Itachi tak tampak akan tergelincir."
"Anda akan terkejut melihat seberapa besar pengaruh hamba pada putra mahkota."
"Aku penasaran, apa yang kau gunakan untuk memperbudak kakakku? Apakah itu wajahmu, pikiranmu atau satu hal di antara kedua kakimu ini."
Ino diam saja ketika tangan Pangeran Sasuke dengan kurang ajar merayap menggerayangi pahanya.
Sai melihat dengan geram. Menahan diri untuk tidak menginterupsi lakon majikannya. Nona semenjak masuk istana harus membohongi orang-orang. Hatinya yang hangat mengeras dikelilingi banyak orang culas. Senyum yang tulus perlahan menjadi penuh kalkulasi. Apakah putra mahkota menyadarinya juga?
Ino beringsut, seakan-akan dia menikmati belaian seseorang yang menjadi adik iparnya. "Pangeran bukankah lebih bijaksana jika anda pergi ke istana naga untuk memberi penghormatan terakhir? Jangan sampai mereka menganggap anda sebagai putra yang tak berbakti."
"Kau benar, Itachi pasti sudah berada di sana."
Sesenyap dia datang, sesenyap itu juga saat ia menghilang.
Ino menarik nafas lega, Dia mual benar-benar mual berdekatan dengan pembunuhnya.
"Nona, Hamba menemukan pakaian berkabung." Shion muncul dengan tergopoh-gopoh.
"Bantu aku mengenakannya. Kita akan pergi ke istana naga."
"Tapi, Bagaimana dengan hukuman permaisuri?"
"Kita akan lihat apa permaisuri berani kembali menyulut api."
Ino mengganti pakaiannya dengan jubah berwarna putih sederhana. Rias wajahnya dibuat sepucat dan seminimal mungkin. Tak ada perhiasan yang dia kenakan, hanya sebuah tusuk konde dari giok dan perunggu.
Ino sedang mempersiapkan panggung untuk dirinya.
