Dance of Flower
Part 15
"Yang mulia?...Yang mulia?, Apa keputusan ini sudah valid?"
Itachi terenyak, Suara perdana menteri mengembalikan kesadarannya. Ia pun lantas mengerutkan dahi mendapati tulisannya yang belum selesai sudah dinodai oleh gumpalan tinta dari kuas yang mengering. Apa dia melamun lagi?
Sang kaisar meluruskan punggungnya, menaruh kuas yang dia genggam kembali ke tempatnya. Dari ekspresinya Perdana menteri sepertinya menunggu jawaban, tapi Itachi tak tahu topik apa tengah mereka bahas. Hari pertama dia duduk di sini sebagai Kaisar, pikirannya malah tidak ada di tempat. Betapa memalukan, untung saja ini hanya perdana menteri. Orang yang sudah mengenalnya dengan sangat baik.
"Maaf Perdana menteri, tolong ulangi pertanyaanmu? Aku tidak menyimaknya."
Inoichi ingin menghela nafas. Sudah berapa kali sang Kaisar terlihat melamun hari ini. Seumur-umur mereka bekerja bersama. Inoichi tak pernah melihat Itachi Uchiha kehilangan konsentrasinya dan membuat kesalahan seperti harus menulis ulang dokumen.
"Ini tentang rencana pengantian pejabat. Apa anda serius menuliskan nama Danzo Shimura di dalam daftar?"
"Apa aku tak boleh memecatnya?"
"Apa anda sudah memikirkan konsekuensinya?"
"Aku sudah siap, Lagi pula kita terlalu menganggap Danzo menakutkan. Hal macam apa yang menurut perdana menteri dia bisa lakukan? Mencoba melengserkanku? Jumlah prajurit keluarga Shimura bahkan jauh lebih sedikit daripada keluarga Yamamaka. Memanfaatkan kekuatan Ibu suri? Ibunda tak memegang kekuatan riil di istana. Satu-satunya yang bisa dia lakukan mungkin mendekati Sasuke, tapi mustahil karena Sasuke juga membenci pak tua itu."
"Tapi yang mulia, Faksinya bisa memboikot anda. Meski anda bisa membuat keputusan, keputusan besar mengenai hajat hidup orang banyak tetap harus disepakati oleh para penasihat dan pejabat negara. Jika faksi Danzo menolak, rencana anda tak akan pernah terealisasi."
"Maka dari itu, Saat ini aku akan bertindak tegas. Perdana menteri, Jika mereka masih bersikeras meletakkan kesetiaannya pada Danzo Shimura. Mereka bisa mengikuti pemimpin mereka ke keluar dari istana. Apakah menurutmu tindakanku ini salah? Lagi pula saat ini dukungan pada dirimu juga bertambah. Jika kau dan faksimu serta klan Sabaku setuju itu sudah lebih dari cukup suara untuk menjalankan titahku."
"Mereka bisa saja membuat cerita anda menjelma menjadi seorang tiran yang menyingkirkan orang-orang yang anda tidak sukai."
"Itu tidak buruk, Biarkan saja mereka yang tak menyukaiku menganggap aku tiran. Aku malah menduga mereka akan mengirim pembunuh untuk menyingkirkanku."
"Anda mencurigai Danzo sebagai orang yang mencoba menyingkirkan anda, Bukan klan Otsutsuki atau Otogakure?"
"Dalangnya bisa lebih dari satu orang dan bisa jadi mereka semua bekerja sama. Perdana menteri aku yakin mereka di sini mengawasiku. Meskipun orang yang ditugaskan menyerangku dari luar, bagaimana mereka bisa tahu rute perjalananku yang merupakan rahasia? Semenjak aku menjadi dekat denganmu, Danzo terlihat berusaha memojokkanku dan sekalinya aku menyinggungnya, dia lalu berusaha menekanku balik melalui Ibu suri. Hal itu cukup aneh dilakukan oleh orang yang tak punya agenda tersembunyi."
"Danzo dan Hamba dari awal telah berseberangan. Akibat Kaisar Fugaku memfavoritkannya peran hamba kian melemah, tapi berkat pernikahan yang mulia dan putriku. Pelan-pelan keseimbangan itu terbangun lagi. Situasi politik seperti ini jauh lebih baik. Ketika faksi Danzo berkuasa sistem pengawasan tak berjalan dengan benar, karena semua orang yang diperintahkan untuk memeriksa adalah kroni-kroninya. Dia tentu tak ingin anda merusak jaringan yang telah dia bangun."
"Kronisme dalam pemerintahan ini mempermudah akses untuk melakukan korupsi dan penyelewengan. Apalagi Ayahanda tak peduli soal pengawasan seakan kerajaan ini bisa berjalan sendiri. Pernikahanku dengan Ino ternyata memberikan banyak keuntungan. Jika saja Danzo tak merasa terancam oleh potensi yang ditawarkan oleh kedudukan putrimu aku tak akan pernah tahu niatnya untuk menguasai pemerintahan."
"Yang mulia, Apakah anda memutuskan untuk mengangkat Ino sebagai permaisuri hanya demi mencoreng wajah Danzo?"
"Menurutmu karena apa perdana menteri? Bukankah kau tahu semua tindakanku selalu berdasarkan perhitungan. Kau pun tidak rugi memiliki putri yang menjadi permaisuri."
"Hatiku sebagai seorang ayah ingin percaya yang mulia memberi putri hamba gelar permaisuri karena yang mulia menyayanginya. Hamba ingin percaya pada semua rumor yang tersebar di istana. Kalau putri hamba selalu bahagia dan dicintai."
"Ino sudah dicintai oleh banyak orang. Mereka yang membuat hidup putrimu di istana menjadi sulit adalah orang-orang yang dengki, tapi aku yakin Ino bisa menangani intrik mereka dengan kepala dingin. Aku minta maaf padamu perdana menteri. Aku hanya bisa berjanji untuk melindunginya dan membahagiakan putrimu bukanlah hal yang bisa aku lakukan. Perhatianku terbagi untuk banyak hal dan wanita bukan salah satu di antaranya."
"Jadi semua hal yang anda telah lakukan untuk putriku juga sekedar kebohongan? Apa putriku tahu anda hanya memperlakukannya seperti sebuah alat? Ini menyedihkan untuk kudengar."
Pertanyaan Inoichi mendorong Itachi untuk bertanya pada dirinya sendiri, Tindakan mana yang merupakan sandiwara, tindakan mana yang berasal dari kepeduliannya. Lama-lama dia sendiri jadi bimbang.
Dari pada terombang-ambing dalam emosi yang tidak dia mengerti. Itachi memutuskan dia tak punya perasaan apa pun pada Ino selain perkawanan. Meski bibir mereka saling menyentuh dam jari jemari mereka bertaut itu tak bermakna apa-apa, tapi mengapa ia tak bisa mengenyahkan suara rintihan manis yang keluar dari bibir permaisurinya?
Semalam dia tak bisa tidur dan terus memikirkan hal itu padahal dia sama sekali tak melihat apa-apa. Itachi pun menyimpulkan semua pikiran aneh ini terjadi karena ia mengabaikan kebutuhan biologisnya. Barangkali jika dia menghabiskan malam ini bersama Izumi dia akan merasa lebih baik.
Nyaris setengah tahun ia tak menyentuh wanita dengan begitu intim, Wajar saja tubuhnya beraksi saat membantu Ino semalam dan mungkin karena ia lalai memenuhi kewajibannya pada Izumi juga yang membuat wanita itu kian membenci Ino.
Andai Izumi menyadari kebenaran masihkah ia akan merasa keberatan? Itachi ingin meluruskan kesalahpahaman ini demi kedamaian hatinya, tapi ia tak bisa mengekspos kebohongan mereka sebelum tujuan mereka sukses.
"Jika anda ingin tahu lebih jelas bicaralah pada Ino. Aku telah memberikan izin bagimu untuk bisa keluar masuk istana. Jadi anda bisa menemui Ino kapan saja di paviliun permata."
"Mengapa permaisuri tidak tinggal di istana phonix?"
"Ino dan aku sepakat untuk tidak mempermalukan Putri Izumi lebih jauh. Sebelumnya dia telah tinggal di istana phonix bersama ibunda. Jadi kami tak ingin membuat Izumi merasa lebih sakit hati lagi dengan menyuruhnya pindah dari situ. Lagi pula Ino tak keberatan."
"Tetapi yang Mulia, Tidak membiarkan seorang permaisuri menempati istana Phonix hanya akan membuat orang meremehkan kekuasaan permaisuri. Seakan anda memberikan Ino gelarnya dengan setengah hati."
"Aku harus membicarakan hal ini pada Izumi terlebih dahulu dan aku juga tak bisa memaksanya untuk pindah. Aku harap perdana menteri paham, tindakanku ini aku lakukan agar tidak terjadi lebih banyak konflik antara Ino dan Izumi."
"Jika Yang mulia berkenan. Bolehkah hamba mengakhiri tugas hamba hari ini, Hamba ingin bicara empat mata dengan putri hamba?"
"Silakan perdana menteri dan jangan lupa sampaikan pada sekretaris kerajaan untuk mempersiapkan acara perburuan."
"Sudah saya lakukan. Seperti tahun-tahun sebelumnya acara akan diadakan di awal musim semi. Semoga saja kita tidak menemui kendala. Karena ini adalah acara perburuan pertama untuk merayakan awal dari pemerintahan Anda."
"Semuanya akan baik-baik saja. Meski aku sangat mengkhawatirkan kondisi keuangan kita."
"Yang Mulia, Jangan khawatir soal uang. Klan Yamanaka siap membantu anda."
"Terima kasih, Inoichi. Di saat seperti ini kau bisa diandalkan."
.
.
Di paviliun permata, Shion menyeduhkan teh hangat bagi permaisuri yang baru. Ino menutup mata dan memijat pelipisnya. Pertemuan pagi ini dengan penghuni harem istana membuatnya pusing. Ia telah berbicara dengan sekretaris dan bendahara istana untuk membicarakan agenda penghematan dengan memotong tunjangan bagi para selir dan seperti biasa mereka datang untuk protes padanya karena hal itu dianggap kejam.
Ino sakit kepala mendengarkan keluhan mereka, padahal Ino juga memangkas anggaran bagi dirinya sendiri hingga menyisakan seperempat saja dari jumlah pengeluaran pribadi permaisuri setiap tahunnya.
"Shion, menurutmu mengapa orang ingin masuk ke istana?"
"Tentu saja untuk menikmati kemewahan permaisuri. Bahkan dengan menjadi kasim dan pelayan saja sudah cukup untuk mengubah nasib keluarga."
"Sekarang kondisi ekonomi memburuk dan yang mulia memutuskan untuk tidak lagi memanjakan penghuni istana. Sepanjang pagi mereka mengeluh padaku, memohon agar aku membuat yang mulia mengubah pikirannya. Wanita-wanita ini tidak mau peduli, kalau sepotong jubah sutra yang melekat di badan mereka dapat menghidupi keluarga selama setahun. Mereka tak mau tahu mengisi perut rakyat yang lapar lebih penting dari memerciki tubuh mereka dengan parfum. Hidup mereka dalam istana terlalu nyaman sampai-sampai sedikit penghematan membuat mereka menderita. Mereka tak punya ide penderitaan sebenarnya."
"Anda bisa memberikan contoh pada mereka permaisuri."
"Mencontohku? Shion, Mereka itu adalah selir kaisar terdahulu. Mana mau mereka mendengarkan aku yang lebih muda. Mereka akan mendengarkan ibu suri, tapi ibu suri pun tak setuju dengan keputusan putranya. Jika ibu suri setuju, tak seorang pun akan berani terlihat keberatan."
"Anda harus berusaha merayu Ibu suri, lagi pula semua ini untuk kepentingan baginda."
"Shion, Kau tahu bagaimana hubunganku dengan ibu suri, Itu mustahil."
"Sepertinya Ibu suri sudah mulai melunak, Bukankah anda di minta untuk menemani beliau makan malam?"
"Aku harap, beliau mengundangku bukan untuk mempermalukanku lagi." Ino menyesap teh nya. "Hari ini aku merasa buruk sekali, wanita di istana ini tak satu pun berdiri di pihakku. Banyak yang bersikap netral dan mengamati bagaimana aku akan menghadapi putri Izumi dan ibu suri. Jika saja kedua orang itu menunjukkan dukungan padaku, tugas mengatur istana akan jadi lebih mudah."
Shion menduga majikannya terlihat suram tak hanya karena masalah istana tapi juga karena Kaisar tidak tidur di paviliun permata setelah datang berkunjung tengah malam. Apa mereka bertengkar? Shion tak tahu karena ia telah tertidur. Yang jelas pengawal bilang Yang mulia keluar dari paviliun permata dengan tergesa-gesa. Seolah tak ingin berada di sana lebih lama.
"Permaisuri, Hamba dengar bunga lotus kuning sedang mekar. Apa anda tak ingin melihatnya? Mungkin sedikit udara segar bisa membantu memperbaiki suasana hati anda." Shion menganjurkan.
Ino bersama rombongan dayang dan pelayannya berjalan menuju telaga, tetapi ternyata putri Izumi telah lebih dulu berada di sana. Ino ingin berbalik tetapi wanita yang lebih tua itu sudah melihat kedatangannya. Ino terpaksa melangkah dan menyapa wanita bermata legam itu.
"Selamat sore, Putri Izumi."
"Hormat permaisuri." Izumi membungkuk.
"Putri Izumi anda tak perlu menghormat padaku."
"Anda adalah permaisuri yang dipilih kaisar, Bagaimana mungkin saya bersikap lancang."
"Apakah aku mengganggumu?" Ino merasa tidak enak karena Izumi sudah duduk di sana terlebih dahulu.
"Tidak permaisuri, Bunga-bunga ini tidak untuk dinikmati sendirian. Apakah anda berkenan berbagi sepoci teh bersamaku?"
"Tentu saja."
Kedua wanita itu duduk menghadap telaga yang dipenuhi bunga lotus. Di tepian kolam puluhan pohon willow menjuntaikan daunnya. Langit biru terefleksikan dengan sempurna di atas air yang tenang.
Izumi menuangkan teh untuk mereka berdua.
"Aku merasa bersalah padamu." Ungkap Ino.
"Tentang posisi permaisuri? Saya memang sempat marah, tapi sekarang saya telah merelakan."
"Aku tahu kau mengalah karena yang mulia menjanjikan sesuatu padamu."
"Apa menurut anda beliau akan melupakan janjinya jika waktu itu tiba?, apakah anda juga akan rela melepas seorang anak ketika kaisar memerintahkannya?"
Ino teringat Arashi, Putranya yang hanya pernah dia dekap beberapa jam saja. Anak yang dia lihat tumbuh dari kejauhan. Seorang anak yang tak bisa dia dekati dan beritahu kalau dia adalah wanita yang melahirkannya ke dunia. Sasuke merampas anak itu darinya dan jika suatu hari hal yang sama kembali terulang bisakah dia menjalaninya?
"Aku tak akan membiarkan siapa pun memisahkanku dari anakku kelak."
"Apakah anda tidak merasakan sedikit simpati padaku. Anda harus tahu permaisuri. Saya tak akan pernah bisa melahirkan anak dari orang yang saya cintai dan jika ibu suri atau orang lain tahu tentang ini, Mungkin saya hanya akan menjadi hantu tak terlihat di istana. Tanpa pengaruh, tanpa guna, terlupakan. Saya tak ingin menjalani hari-hari suram seperti itu. Seorang anak yang dicintai Kaisar akan menyelamatkan saya dari masa depan seperti itu."
"Yang mulia tak akan membiarkan hal itu terjadi padamu, Putri Izumi. Bahkan aku sendiri tak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi padamu."
Dari wajah sendunya Izumi tersenyum miris. Menganggap ucapan Ino sebagai sebuah kekonyolan.
"Bagaimana anda bisa berkata seperti itu dengan mudah? Apakah anda tidak sadar semua kemalangan yang saya alami terjadi karena anda? Anda datang dan merebut perhatian suamiku, setelah itu anda merampas yang diperuntukkan bagiku. Saya membenci anda dari lubuk hati." Ujar sang putri dengan lugas. Izumi bisanya menyembunyikan perasaannya, tapi kali ini ia merasa Ino perlu tahu di mana dia berpijak.
Ino sendiri memahami perasaan Izumi. Ia mengerti kecemburuannya, kesedihannya serta bertanya-tanya apa kesalahannya sehingga sang suami berpaling. Ia mengalaminya sebagai istri Sasuke, tapi Itachi bukan Sasuke yang akan membuang siapa saja yang dirasa tak berguna. Itachi tak akan menipu dan memanfaatkan orang lain untuk mencapai hal yang dia inginkan.
"Jika kau begitu membenciku, Mengapa melindungiku saat Ibu suri berniat menghukumku. Kenapa kau rela ditampar demi aku yang kau benci."
"Saya tidak melindungi permaisuri. Saya hanya berniat melindungi kebahagiaan orang yang saya kasihi. Membenci anda tidak membuat perasaan saya jadi lebih baik, membenci anda tidak membuat perhatian Yang mulia kembali. Saya tak ingin kebencian ini mendatangkan hal buruk bagi kita semua, tapi saya juga tak kuasa menanggalkannya."
Ino mengalami dilema yang buruk, bagaimana cara dia menyampaikan kebenaran tanpa membeberkan detailnya. Dia tak ingin Putri Izumi merana terlalu lama dalam kebohongan mereka. Dia membuat Izumi menderita di masa lalu dan ia tak ingin wanita itu menderita lagi karena nya.
"Putri Izumi, Yang mulia memberikan gelar ini padaku bukan karena masalah hati. Langkah ini diambil murni karena alasan politik. Hubungan kami tidak seperti yang tampak di permukaan, Sungguh anda tak perlu merasa sakit hati melihat kami sering bersama."
"Permaisuri saya merasa sakit hati atau tidak bukan urusan permaisuri. Seharusnya anda tak usah peduli."
"Bukankah tadi anda meminta saya untuk simpati? Saya berkata jujur jika tak ada perasaan apapun di antara kami."
"Permaisuri, bicara seperti itu pun tak mengubah situasi. Status anda secara resmi adalah istri ke dua kaisar dan hanya kematian yang bisa membatalkannya. Sudah menjadi hak dan kewajiban anda untuk dekat dan intim dengan Yang mulia. Kita dibawa ke istana untuk melayaninya dan melahirkan penerus kerajaan ini. Sayalah yang picik dan dengki, Sejatinya saya tak boleh menyalahkan anda bila Yang mulia memilih menghabiskan waktu bersama anda daripada saya. Lagi pula saya sudah gagal menjalankan tugas utama saya sebagai istri yang mulia." Izumi tampak menahan tangisnya.
"Putri Izumi, Sebenarnya saya ingin kita menjadi teman bukan saingan seperti ini. Apa anda akan bertambah kecewa bila suatu hari nanti jumlah selir istana bertambah? Apa anda akan memusuhi semua wanita yang masuk istana di luar kehendak mereka seperti saya? Saya tak ingin kita berdua menjadi tragedi dan putri Izumi anda wanita yang cerdas, Gunakan kecerdasan itu untuk menopang kedudukan anda."
Izumi berdiri "Jika anda ingin persahabatan saya permaisuri, tolong bantu saya. Lahirkan anak untuknya dan biarkan saya mengadopsi anak itu. Jika kita bisa berbagi suami, tentu kita juga bisa berbagi seorang anak. Anda selalu bisa melahirkan anak lagi, tapi saya tidak. Apakah anda mengerti ketakutan dan keputuasaan ini?"
Ino menghela nafas panjang, "Kau tak perlu mengangkat anak yang lahir dari rahimku bukan, Kau bisa mengambil anak dari selir tingkat rendah"
"Belum tentu anak itu akan mendapat perhatian dari Yang mulia, Jika saya merawat anak dari wanita yang dia cintai, sudah pasti yang mulia akan menyayanginya."
"Dan apa kau pikir itu adil untukku menyerahkan anak yang akan kulahirkan padamu?"
"Jika bicara tentang keadilan anggap saja anak yang akan anda lahirkan sebagai pengganti kebahagiaanku yang telah anda renggut. Sungguh tak adil jika anda selalu bahagia dan saya harus menderita padahal kita sama-sama istri dari Yang mulia. Saya rasa perbincangan kita telah cukup hari ini. Maaf jika kata-kata saya membuat anda terusik. Saya memohon diri dari hadapan permaisuri."
Ino tak tersinggung sama sekali karena perkataan Izumi masuk akal, lagi pula kemungkinan ia melahirkan anak Itachi nyaris nol. Izumi akan mengadopsi anak, tapi tidak darinya. Hal itu membuat Ino merasa lebih tenang.
"Silakan, Terima kasih atas secangkir teh yang kau hidangkan. Aku menikmatinya dan ingatlah mahkota phonix ini akan aku kembali padamu. Aku hanya meminjamnya sementara waktu."
Izumi tersenyum tipis, "Meski membenci anda, tapi saya juga tak ingin sesuatu yang buruk menimpa permaisuri. Saya tak perlu mahkota Phonix asal Kaisar menjadikan diriku sebagai satu-satunya wanita yang dia cintai, Saya tak ingin menyerah mencintai Yang mulia."
"Putri Izumi, Kita tak bisa memaksa orang lain untuk membalas perasaan kita. Terkadang meski telah berusaha dengan keras pun mereka masih bisa berpaling, tapi Yang mulia mengasihi dan menghormatimu putri Izumi. Beliau tak akan pernah menelantarkan orang-orang yang setia padanya. Seorang kaisar tak akan pernah menjadi suami yang baik, tapi Itachi Uchiha adalah lelaki yang baik. Mungkin putri Izumi bisa mencegah rasa kecewa itu dengan tidak berharap terlalu banyak pada Yang mulia."
"Apakah anda juga tidak berharap banyak pada yang mulia meski dia telah jatuh cinta pada anda?"
"Cinta yang bertahan selamanya hanya ada dalam dongeng putri Izumi, Waktu bisa menggubah hati. Sebaiknya jangan berpikir yang mulia menganggapku istimewa karena sejatinya beliau mencintai banyak hal."
"Anda terdengar seperti berusaha menghiburku. Seorang istri selalu tahu kapan sang suami mulai berpaling darinya. Ketika ia masih menjadi seorang pangeran dia hanya milikku dan saat ini situasinya berbeda. Meski sudah mempersiapkan diri, tapi ternyata saya tidak siap untuk menerima kenyataan saya bukan lagi wanita satu-satunya. Kaisar punya banyak pilihan."
"Putri Izumi, Kita menikahi Kaisar. Sosok yang mana tak satu orang wanita pun bisa memilikinya, tapi beliau bisa memiliki semuanya. Nasib wanita ini hanya bisa terus melayani dan mengikuti hingga akhirnya terlupakan dan tergantikan oleh yang lain. Apa yang terjadi padamu, bisa terjadi padaku juga. Bukankah ini menyedihkan." Ujar Ino membalas ucapan Izumi. "Sejujurnya aku ingin menghindari istana, tapi putri seorang perdana menteri tak bisa menghindari takdirnya dan sejujurnya aku merasa terjebak."
"Hidup seperti ini tidak untuk setiap orang. Kemewahan tak bisa mengobati kesepian, Kekecewaan dan kemarahan tertuang menjadi kekejaman. Berusaha menenggelamkan rasa pahit dengan berpikir kita lebih agung dari wanita lainnya. Hidup di istana penuh kekosongan dan kebohongan. Kita hanya bisa sabar. Sepertinya permaisuri sendiri juga telah kehilangan keluguannya."
"Seorang yang lugu tak dapat melindungi dirinya sendiri. Seperti yang anda juga tahu. Untuk bertahan di tempat ini kita harus berebut kekuasaan dan perhatian dari Yang mulia. Jika ibu suri tahu anda tak bisa melahirkan anak apakah anda yakin beliau masih akan mendukung anda."
"Saya yakin tidak. Meski kami memiliki darah yang sama. Bibi tak akan mau mengurus wanita tak berguna. Apalagi kali ini saya telah kalah telak dari anda. Jika anda ingin menghancurkan saya, anda bisa melakukannya sekarang."
"Aku tak ingin melakukan itu. Melihat bagaimana ibu suri memukulmu, Aku bisa bayangkan beliau melakukan hal yang lebih buruk. Tolong pikirkan permintaanku. Kita tak perlu bersaing. Jika kau tak mengusikku itu lebih dari cukup untuk menjamin adanya kehidupan yang tenang di dalam istana ini. Nasibmu sekarang tak lebih dari menjadi boneka bagi ibu suri. Apa kau ingin selamanya patuh. Bahkan Yang mulia pun berani melawan."
"Itu karena anda mempengaruhi yang mulia." Balas Izumi.
"Yang mulia tahu mana yang benar dan yang salah dan jika kita akur bukankah yang mulia akan jadi lebih tenang? Kesampingkan masalah perasaanmu. Pikirkan apa yang terbaik baik yang mulia saat ini dan aku butuh bantuanmu untuk mengatur istana."
"Permaisuri, Saya tidak akan menjabat tanganmu. Akan tetapi saya berjanji tidak akan membuat masalah bagi anda Semoga hari permaisuri menyenangkan. Sampai jumpa lain waktu."
Shion yang melihat putri Izumi dan rombongan dayangnya pergi beringsut mendekati Ino. Apa pun yang mereka perbincangkan tadi membuat majikannya bertambah lesu.
"Apa putri Izumi mengganggu anda?"
"Tidak, Dia sama sekali bukan musuhku Shion. Aku benar-benar kasihan padanya." Ino kemudian berpikir apa di kehidupan yang dulu Itachi mencintai istrinya? Dia selalu memandang hubungan Putri Izumi dan pangeran Itachi sebagai hubungan yang dewasa. Tak pernah ada drama, tapi lelaki itu juga tak menunjukkan banyak perhatian pada istrinya di depan publik. Ino berasumsi memang kepribadian Itachi seperti itu. Ia tak memperlakukan istrinya dengan dingin, tapi juga tidak hangat. Izumi juga tak pernah mengeluh dan terlihat puas. Mungkin karena saat itu Itachi belum memiliki satu orang selir pun situasinya menjadi lebih nyaman. Konflik baru datang jika ada lebih dari satu orang terlibat.
"Nona, Yang namanya rumah tangga apalagi berpoligami, Jarang ada yang akur. Seadil apa pun seorang suami tetap saja akan ada rasa iri."
"Aku hanya berharap, Putri Izumi tidak menghalangiku, Shion. Sebab jika itu terjadi aku tak punya pilihan lain selain menyingkirkannya. Aku rindu tinggal bersama ayah."
"Aku juga rindu bicara dengan tenang bersama putriku."
"Ayah, Kau datang?" Ino memang melihat ayahnya kemarin di acara penobatan, tapi mereka tak sempat bercengkerama. Selama ini mereka berkomunikasi dengan surat yang Sai kirim secara langsung, guna mencegah surat-surat itu jatuh ke tangan yang lain. Melihat ayahnya diizinkan memasuki harem membuat Ino senang.
"Hormat, Permaisuri." Setelah rapat dengan kaisar, Inoichi mendengar putrinya berada di telaga. Ia pun bergegas menemuinya. Banyak hal yang ingin ia tanyakan secara langsung, terutama tentang permainan apa yang tengah dimainkan oleh Ino.
"Ayah, ataukah aku harus memanggilmu perdana menteri?"
"Kunjunganku ke mari sebagai keluarga, Ino. Pasti sulit bagimu untuk ada di tengah-tengah semua ini."
"Tak perlu khawatir ayah, Dengan dukungan kaisar aku bisa mengatasi banyak halangan. Begitu banyak hal yang tidak bisa aku sampaikan melalui surat sebaiknya kita bicara di tempatku."
Di paviliun permata, Sai dan Shion berjaga di luar ruangan memastikan tak ada orang lain yang menguping pembicaraan ini.
Percakapan antara ayah dan anak itu berlangsung rendah. Inoichi berusaha untuk tidak marah dan berteriak. Kenapa putrinya yang lugu mendadak memainkan politik yang begini berbahaya.
"Ino, Sejauh mana kau akan melangkah nak? Jika terjadi kesalahan sedikit saja keluarga kita bisa dituduh. Lalu pengawalmu yang berjaga di situ. Jika mereka tahu Sai bukan kasim bisa jadi seorang menyebarkan rumor kau tidak setia pada kaisar. Jika sudah begitu yang mulia tidak bisa menolongmu."
"Ayah, Kita perlu menempuh bahaya. Saat ini orang-orang yang menjadi ancaman diam bersembunyi, Kita harus memancing mereka semua keluar untuk bisa mengeliminasinya dan aku memerlukan Sai untuk memudahkan kegiatanku. Selain Yang mulia. Aku tak percaya siapa pun di sini."
"Ino, Jika kaisar meninggal kekacauan akan muncul dan kau adalah permaisuri yang berkuasa. Mereka akan dengan segera menuduh kita sebagai pelakunya, bukan orang lain."
"Apa ayah yakin? Aku mungkin permaisuri yang berkuasa, tapi aku belum memiliki anak. Malahan ini akan memperlemah posisi kita yang selama ini bisa naik karena dukungan Kaisar. Ayah akan lihat, Orang-orang yang merasa diuntungkan oleh kekacauan ini akan muncul ke permukaan. Mungkin mereka akan mendekati kita."
"Bagaimana kita akan meyakinkan orang-orang itu jika kaisar benar-benar meninggal."
"Biar aku yang memikirkan. Awal musim semi akan diadakan perburuan, Ayah persiapkan hal itu saja dengan baik. Mandatkan penjagaan pada Jendral Sasuke."
"Apa yang mulia mengetahui rencana ini?"
"tentu saja ayah, Yang mulia setuju. Aku tinggal mengeksekusinya."
"Aku tak ingin mendukungmu dalam hal gila ini. Bagaimana jika di antara orang-orangmu ada pengkhianat? Yang mulia akan benar-benar dalam bahaya."
"Aku memberikan misi ini pada Sai dan mungkin ayah akan terkejut jika tahu Tsunade Senju membantuku."
"Tsunade-sama masih hidup? Putriku kau tidak berencana menggulingkan klan uchiha kan?"
"Ayah, itu tak mungkin. Ayah tahu betapa besar rasa cintaku pada Kaisar."
Wajah Inoichi terlihat muram. "Jangan berbohong Ino, Yang mulia sudah menjelaskan semuanya padaku. Tingkah kalian hanya sandiwara untuk menipu orang-orang."
"Ayolah ayah, Aku menikahi Yang mulia dan pernikahan yang mengikat kami bukan kebohongan. Ada perasaan atau tidak di antara kami berdua tak ada bedanya. Tujuanku masuk ke istana hanya satu. Menyelamatkan klan Yamanaka. Apa ayah pernah berpikir apa jadinya jika kekuatan Danzo bertambah besar? Hal pertama yang akan dia lakukan adalah menyingkirkan ayah."
"Apa yang ayah bisa lakukan untuk membantumu?"
"Rencanakan pertemuan rahasia dengan jendral Gaara."
Di perbatasan timur.
Naruto dan Sasuke berkuda berdua saja melintasi lembah yang menjadi batas antara Konoha dan Otogakure. Sang pengawal bingung dengan perjalanan yang di luar rencana ini. Belum lagi Sasuke meninggalkan pasukannya di benteng timur.
Sang prajurit mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Seluruh indranya bersiaga. Di tengah kegelapan malam, siapa tahu bandit atau prajurit Otogakure muncul. Meski telah terpukul mundur. Pihak Otogakure masih belum menyerah.
"Apa yang akan kita lakukan di sini?" Tanya Naruto pada atasannya.
"Kau akan segera tahu." Sasuke berhenti di depan tumpukan batu yang terlihat seperti makam. Kemudian bersiul. Dari balik pepohonan gelap muncul dua sosok lelaki bersenjata, tatapan mata mereka seperti pembunuh.
Naruto menarik pedangnya merasakan ada bahaya, tapi Sasuke terlihat tenang.
"Ketua, Akhirnya kau datang juga." Ujar lelaki pendek berambut keperakan.
"Kami menunggu perintahmu." Rekannya yang bersandar di bawah pohon menambahkan.
Senyuman keji melintas di wajah tampan Sasuke. "Suigetsu, Jugo. Aku menemukan tikus dalam tendaku."
"Jendral. Apa maksudnya ini?" Naruto kebingungan.
"Naruto, selama ini kau aku anggap kawan. Tapi ternyata kesetiaanmu tidak untukku."
"Itu tidak benar, Saya selalu loyal pada jendral yang mengangkat martabat saya."
"Oh begitu, Kalau bukan kau siapa lagi yang tahu tentang hubunganku dengan Sakura Haruno. Berita itu telah terdengar sampai ke telinga Ibu suri. Untuk siapa kau bekerja? Apa kau orangnya ibu suri? Wanita keparat itu selalu mencoba mengawasiku."
"Jendral, Saya bersumpah hanya bekerja untuk anda." Naruto memang melaporkan setiap gerak-gerik pangeran Sasuke pada Jiraiya, tapi ia tak menceritakan apa pun pada Ibu suri. Dia bahkan tak pernah bertemu orang-orang yang bekerja untuk Ibu suri.
"Tangkap dan siksa dia hingga bicara."
Seringai menghiasi wajah Jugo dan Suigetsu. Naruto membalikkan kudanya dan mencoba melarikan diri. Gurunya benar, Pangeran Sasuke tidak seperti yang terlihat di permukaan.
Naruto memacu kudanya secepat mungkin. Melintasi rumput-rumput basah yang memenuhi lembah. Siapa orang-orang itu? Selama ini Naruto selalu menemani Sasuke dan ia tak pernah melihat ke dua orang yang mengejarnya. Mereka bukan bagian dari pasukan Amaterasu. Apa yang di sembunyikan jenderal Sasuke selama ini.
Anak panah yang di lepaskan Suigetsu melesat cepat. Menusuk bahu Naruto yang tak terlindung baju zirah. Naruto terus saja memacu kudanya menuju benteng timur. Sasuke datang ke perbatasan dengan membawa seratus orang prajurit kerajaan dan Naruto tak tahu hal yang lebih mengerikan menantinya di sana.
ยท Bersambung-
A/N : Izinkan aku menyapa kalian yang masih setia membaca dan mereview. Aku harap kalian masih betah menikmati tulisanku.
