Dance of Flower

Part 16.


Langit tak lagi menurunkan salju, tetapi rintik hujan masih sering datang di kala petang. Sang kaisar berdiri di ambang pintu ruang kerjanya menengadah melihat langit senja yang suram. Seorang kasim mendekat menyerahkan jubah berlapis bulu rubah coklat yang kemudian dia sampirkan di bahu.

"Yang mulia, Apakah lebih baik hamba menyiapkan tandu?" Tanya sang kasim yang tetap menjaga jarak dan menunduk.

Itachi membuka payung berwarna merah cerah. Satu kakinya menapak anak tangga. "Tidak perlu. Aku ingin menikmati hujan."

Jarak antara ruang kebijakan tempatnya bekerja dan istana phonix tidak jauh. Meski jalanan terlihat becek dan udara terasa dingin, sang kaisar tak merasa terganggu. Ia malah berharap hawa dingin yang menusuk tulang ini bisa menjernihkan pikirannya.

Sepanjang hari dia sengaja menghindar dari permaisuri karena ia merasa tidak enak hati atas pikiran kotor yang diam-diam menyeruak di benaknya. Sensasi lembut, hangat dan basah yang dirasakan oleh jari-jarinya tak kunjung sirna. Semalam dia benar-benar tersiksa, hingga terpaksa mencari pelepasan sendirian. Mengapa sepanjang hidupnya yang tak bisa dibilang singkat baru kali ini ia mendapati hasrat yang begitu sulit untuk dia kuasai. Apa dia kurang meditasi? Mengapa pertahanan mentalnya menjadi lemah begini? Dia telah bertemu ratusan wanita dan tak satupun mampu memperngaruhinya, tapi Ino melakukannya tanpa usaha.

Di kawal oleh dua prajurit dan empat orang pelayan. Beliau melangkah menuju kediaman Putri Izumi. Sudah lama ia tak menghabiskan waktu dengan istrinya.

Dulu ia punya banyak waktu untuk sekedar mendengar Izumi bermain musik atau menemani wanita itu menulis puisi, tetapi sejak Ino datang prioritasnya bergeser. Itachi menatap papan dengan kaligrafi besar yang terpampang di pintu masuk. Dia masih tak yakin dengan apa yang dia cari di sini. Ia berpikir barangkali bicara dengan Izumi bisa mengalihkan pikirannya dari sang permaisuri, tapi apakah ini sebuah ide yang bagus?

Rasa bersalah menaungi nurani sang kaisar, karena pada akhirnya ia mengakui tak bisa adil dalam membagi waktu dan pikirannya bahkan sekarang saja ia mencari Izumi hanya karena ia butuh distraksi sambil berharap kunjungan ini akan meluruhkan kecemburuan sang putri.

Kecemburuan itu mengerikan, tak pernah Itachi membayangkan gadis yang selalu tenang dan lembut punya keberanian untuk menekan dan mengancam orang lain. Mungkin jika ia terus diam dan bersikap abai pada Izumi hal yang lebih buruk bisa terjadi. Orang lain bisa memanfaatkan situasi ini untuk memperkeruh suasana bahkan mengadu domba.

Itachi tak ingin ada gesekan di dalam harem istana. Apalagi jika itu terjadi di antara para pendukungnya. Akan jadi lebih baik jika Izumi paham Ino bukan ancaman dan tak memperlakukannya sebagai saingan cinta karena sudah jelas tak ada hati untuk dibagi.

Entah kapan Izumi bisa ingat kembali pada didikan keras yang mereka terima. Emosi negatif dalam bentuk apa pun adalah sumber kejatuhan. Cinta dan kecemburuan tidak boleh mempengaruhi objektivitas. Pikiran yang keruh membutakan mata hati untuk melihat fakta. Sebagai pendampingnya Izumi tak boleh mengutamakan keinginannya sendiri. Mungkin dia harus mengingatkanya lagi tanggung jawab dan kebahagiaan sebagai istri kaisar tak akan sama dengan rakyat biasa.

Izumi yang telah diberitahu akan kunjungan ini sebelumnya menanti di dekat pintu masuk. Ia menyambut sang suami dengan penampilan terbaik, tetapi wajah cantiknya tidak tersenyum.

"Selamat datang, Yang mulia."

"Izumi kau tak perlu menyambutku seperti ini." Balas sang Kaisar menanggalkan jubahnya yang basah terkena percikan hujan.

"Ini hari istimewa untuk saya, Entah kapan lagi Yang mulia datang."

Di tengah ruangan, api perapian menyala. Meja dipenuh hidangan lezat. Aroma makanan yang menggugah selera membuat perut terasa lapar. Putri Izumi dalam waktu yang singkat mengerahkan pelayan di istana phonix untuk menyiapkan jamuan ini. Dia ingin kaisar merasa nyaman selama kunjungannya.

Sayang sekali, Perkataan yang manis disertai ekspresi wajah masam Izumi membawa efek bertolak belakang dari yang dia harapkan.

"Semenjak kemunculan permaisuri, anda tak pernah mencari penghiburan dariku. Saya pikir yang mulia sudah tak memerlukan saya lagi." Sindir wanita berambut gelap itu.

"Bukankah kita baru bertemu seminggu yang lalu?"

"Benar, tetapi kita bertemu untuk membahas masalah penobatan bukan untuk sekedar menghabiskan waktu bersama."

Itachi menghela nafas. Lenyap sudah niatnya untuk mendapatkan kehangatan dari istri pertamanya. Ketimbang bersikap manis, Izumi malah melempar racun bernama fakta padanya, tapi apa yang dikatakan wanita itu benar. Dia memang bersalah dan kemarahan wanita itu terjustifikasi.

Itachi merasa izumi sedikit berubah, Mungkin karena dia sendiri yang berubah. Dulu ia bisa mendapatkan persahabatan, keramahan. Dia adalah wanita yang akan selalu di sana, tersenyum tanpa pernah mengeluh, tak pernah membantah tapi sepertinya rasa cemburu itu telah mengubah segalanya.

"Aku datang untuk menebus kesalahanku, tapi aku merasa tak nyaman mendengar perkataanmu. Jika kau sedang marah dan tak ingin berhadapan denganku maka aku akan pergi. Aku juga tak ingin membuang waktu berbicara dengan wanita yang hatinya masih panas."

Izumi menyadari kesalahannya, ia tak akan mendapatkan kembali perhatian Itachi jika terus merajuk seperti ini. Tak sepantasnya dia menuangkan kemarahan ini pada Yang Mulia, tapi Izumi tak bisa menghentikan luapan emosinya.

Ini semua karena ia merasa apa yang terjadi sama sekali bukan kesalahannya. Bukankah dia sudah menjadi putri mahkota dan istri yang baik selama ini? Rasanya ia tak rela lelaki yang ia sukai dari kecil berpaling dengan mudah darinya. Apakah Itachi sama sekali tak punya perasaan? Atau semua lelaki memang egois?

"Maafkan saya, Hanya saja kekesalan hati ini sulit saya anggap tak ada."

"Izumi, sebaiknya kita duduk dulu."

"Baik, Yang mulia."

Mereka duduk berdua di meja makan. Begitu banyak hidangan tapi Itachi sama sekali tak bernafsu. Apalagi melihat wajah muram di depannya.

"Aku akan mendengarkanmu, jadi ceritakan padaku apa yang menjadi masalah untukmu?"

"Perlakuan anda. Saya juga istri anda, tapi mengapa sekarang saya merasakan keberadaan saya tak lagi berarti?"

"Aku memang telah melanggar kesepakatan yang kita buat, tapi saat ini aku terpaksa harus mencurahkan perhatianku seluruhnya pada permaisuri. Aku memang suamimu tapi aku juga seorang kaisar. Jika aku harus memikirkan serta bertanggung jawab atas perasaanmu atau semua wanita yang diberikan padaku bukankah itu menyulitkan? Yang aku katakan terdengar egois, tapi apa ada hal lain yang bisa aku lakukan? Jika memiliki banyak wanita sudah pasti aku tak bisa memenuhi semua harapan kalian. Kau sepatutnya mengerti tentang itu. Lagi pula aku tak menelantarkanmu atau menyingkirkanmu ke istana dingin."

"Bukankah keadaannya nyaris seperti itu. Semua bilang saya kehilangan perhatian kaisar dan saya juga perlahan kehilangan dukungan dari Ibu suri. Sebagai anggota klan Uchiha saya tak suka dipandang sebelah mata seperti ini. Anda seharusnya bisa menempatkan saya di posisi yang lebih baik, tapi anda memilih menempatkan Yamanaka Ino di atas."

"Aku sudah jelaskan aku punya alasan, lagi pula jika aku tak peduli padamu aku tak akan pernah datang. Jika aku tak memikirkan posisimu, aku pasti akan menyuruhmu pindah ke istana lain dan menempatkan Ino di sini. Apa lagi yang harus aku lakukan untukmu Izumi?"

"Saya marah karena merasa anda memperlakukan permaisuri dengan begitu istimewa. Anda bahkan bermalam di paviliun permata hampir setiap hari. Sementara selama kita menikah anda hanya bermalam satu kali sebulan sesuai aturan. Sulit bagi saya untuk percaya semua itu hanya kepura-puraan antara kalian."

"Siapa yang memberitahumu kalau kami hanya berpura-pura?"

"Permaisuri, Pembicaraan itu sendiri cukup mencengangkan bagi saya."

Itachi menghela nafas dan menuangkan minuman ke gelasnya. Ia tak mengerti mengapa Ino merasa perlu menceritakan kesepakatan mereka pada Izumi. Apa yang akan terjadi bila Izumi membicarakannya dengan orang lain?

"Untuk menaikkan posisi klan Yamanaka aku harus memperlakukan Ino dengan istimewa."

"Kenapa anda harus menaikkan posisi klan Yamanaka?"

"Karena aku tak mau ada pihak yang dominan dalam jajaran pejabatku dan Ino juga tahu dia mendapatkan gelar itu sebagai ganti akses yang aku dapatkan untuk menggunakan harta klan Yamanaka. Ini pertukaran yang sebenarnya lebih menguntungkan diriku."

"Saya tak tahu situasi keuangan kerajaan begitu parah."

"Sekarang kau tahu. Jika kau tak ingin pemerintahanku dianggap gagal sebaiknya berusahalah membantu Ino ketimbang berusaha menyulitkannya."

"Mengapa anda begitu percaya pada Ino? Bahkan lebih mempercayainya dari pada saya."

"Bukannya aku tak mempercayaimu. Aku hanya takut kenaifan mu dimanfaatkan musuh-musuh yang menyamar sebagai pendukungku. Ino lebih jeli dalam menilai orang dan dia juga seseorang yang menyelamatkan aku dari kematian. Jadi aku percaya Ino dan klan Yamanaka tak akan mengkhianatiku, Izumi. Jangan pernah lagi cemburu pada Ino. Tanpa dirinya kau mungkin tak akan pernah melihatku lagi."

"Apa karena itu anda mengaguminya? Oh bukan, Sejak Yang mulia bertemu Ino Yamanaka di pesta ulang tahun perdana menteri, anda menyebut namanya di depan saya dan ketertarikan anda pada Ino semakin jelas saat saya mengundangnya ke istana. Mengapa anda tak jujur pada diri anda sendiri kalau anda memang benar lebih menyukai permaisuri dari pada saya."

"Itu tidak benar, Jika aku menyukai Ino aku tak akan memohon pada ayah untuk menjodohkannya dengan Sasuke. Aku tak pernah menginginkan Ino Yamanaka berada di sini untuk ikut menanggung masalahku."

Izumi melengos " Sudahlah, Percakapan ini tak ada gunanya. Saya tak akan mengharapkan apa-apa lagi dari Yang mulia. Wanita yang menjadi pendamping seorang kaisar dipilih untuk melayani bukan menuntut seperti ini, Mohon Yang mulia memaafkan kelancangan ini."

"Berhentilah merendah Izumi, ini semua kesalahanku karena tak bisa menjadi lelaki yang kau harapkan."

"Bibi pernah berkata menjadi salah satu wanita dengan gelar tertinggi di istana sudah menjadi hal yang istimewa. Kebahagiaan seorang Istri kaisar bukan karena mereka dicintai."

"Tapi karena mereka lebih berkuasa dari wanita lain. Izumi, Jika kau ingin menemukan tempatmu di istana ini, Jika kau ingin dihormati berjuanglah sendiri. Kau bisa memulainya dengan membantu permaisuri."

Mata kelam itu mulai tampak berkaca-kaca. Kesadaran mengoyak segala impian yang Izumi pernah miliki.

"Sekeras apa pun saya berusaha. Yang mulia tak akan mencintaiku seperti saya mencintaimu."

Itachi mendesah, Apa yang dia tahu soal masalah hati? Perjalanan hubungan antara pria dan wanita begitu rumit dan tak semua keputusan berakhir dengan rasa puas dari kedua pihak. Dia selalu tahu pernikahan dengan begitu banyak wanita tak pernah bisa membahagiakan semua pihak yang terlibat dan dia bukannya sengaja memilih banyak wanita hanya untuk memuaskan nafsu dan egonya.

Bisa dibilang mengumpulkan banyak selir merupakan tuntutan pekerjaan. Bahkan dia juga harus menerima wanita yang tak dia sukai demi urusan politik, ekonomi dan diplomasi.

"Izumi, Lelaki biasa bisa menjanjikanmu kesetiaan. Dia bisa menjanjikan bulan dan matahari serta hari-hari penuh tawa, sadarkah kalau aku tak bisa memberikan semua itu pada wanita mana pun termasuk dirimu. Kekuasaan ini dibangun di atas darah dan air mata, kau tak bisa mengharapkan jalan yang kau lalui sebagai pendampingku akan penuh bunga. Jika kau tak bahagia sekarang, Aku tak bisa membantumu sebab Izumi kebahagianmu harus kau cari sendiri. Aku berterima kasih karena kau mencintaiku, tapi kau tak bisa mengantungkan kebahagiaanmu padaku yang sudah jelas tak diperkenankan untuk medikasikan diriku hanya untuk satu orang ."

"Apa anda juga berkata begini pada permaisuri?"

"Ino tahu harapannya akan sebuah pernikahan yang normal telah kandas saat ia melewati gerbang istana. Dia tak pernah meminta atau berharap aku menjadi miliknya, Permaisuri tidak mencintaiku. Dia hanya tahu bagaimana menjalankan kewajiban dan menggalang kekuatan untuk bertahan di dalam istana. Seharusnya kau juga begitu Izumi."

"Saya malu bersikap tidak dewasa, Sebagai orang yang mencintai anda seharusnya saya berusaha untuk tidak menjadi beban."

Itachi berdiri dan memeluk Izumi, Merasa bersalah pun tak ada gunanya. "Ini juga kesalahanku, Maaf, Sebagai suami aku tak bisa memenuhi harapanmu. Aku tak bisa mencintaimu sepenuhnya seperti yang kau inginkan dan aku tak bisa menjadi milikmu seutuhnya, tapi Izumi kau memang lebih istimewa dari wanita lainnya karena kau adalah keluargaku dan aku akan selalu berdiri di belakangmu."

"Yang mulia, saya tak akan meminta anda memilih di antara saya dan permaisuri. Saya tak akan lagi merajuk. Sebagai wanita yang terpilih untuk mendampingi anda. Saya akan selalu berada di sini ketika anda membutuhkan."

"Terima kasih atas pengertianmu Izumi. Sebaiknya kita makan sebelum hidangannya dingin."

Setelah percakapan yang menguras emosi, Itachi menceritakan perihal Danzo dan alasannya menjadikan Ino permaisuri. Tetapi ia tak mengungkapkan rencana pemberontakan Sasuke atau kenyataan pernikahannya dengan Ino tidak sah.

"Apakah yang mulia akan bermalam di sini?"

Kali ini Itachi merasa bimbang. Dia baru saja melukai Izumi, mana mungkin mereka tidur bersama. Lagi pula dia tidur dengan istrinya hanya karena kewajiban. Melihat Izumi menatapnya dengan berharap. Itachi segan untuk menolak.

"Jika kau tak keberatan."

Malam berlalu dengan lambat, Itachi terlentang di tempat tidur membiarkan Izumi melakukan hal apa pun yang menurut wanita itu bisa menurunkan ketegangannya. Rasanya benar-benar aneh. Rambut panjang dan legam serta kulit seputih porselen milik Izumi tak membuat darahnya berdesir. Bukankah sejak tadi malam tubuhnya dikuasai hasrat? Mengapa tiba-tiba rasa itu menghilang mendadak.

Izumi sendiri heran, semua upaya yang dia lakukan tak sanggup membuat benda itu berdiri. Apa ada yang salah dengan suaminya.

"Yang mulia, Apa anda baik-baik saja?"

Itachi pun duduk. "Maaf, Sepertinya aku teramat sangat lelah."

"Bukankah sebaiknya anda bertemu tabib. Anda tak bisa membiarkan masalah ini begitu saja."

Izumi begitu khawatir, akan jadi berita buruk jika Kaisar tak mampu menjalankan kewajibannya sebagai laki-laki. Dia pernah mendengar rumor jika bibit Kaisar Fugaku lemah, karena itu dia hanya menghasilkan dua putra. Apakah kelemahan itu menurun?

Itachi menghela nafas. "Aku tak selalu seperti ini. Maafkan aku Izumi kau pasti kecewa. Kemarilah!"

Izumi beringsut dan Itachi memeluknya. "Malam ini kita tidur saja." Ujarnya lirih.

"Saya cukup senang anda mau memeluk saya."

Itachi menutup matanya. "Selamat tidur."

Di Paviliun permata lampu masih menyala. Ino membolak-balik halaman buku di depannya. Suara pintu berkeriut membuatnya menoleh dengan antisipasi kemudian dia merasa sedikit kecewa karena yang memasuki ruangan itu hanya pelayannya.

"Permaisuri, Mengapa anda belum tidur?" tanya Shion.

"Aku belum mengantuk." Balas Ino singkat.

"Apakah anda sedang menantikan Yang mulia? Lupakan saja, karena hamba dengar beliau sedang bersama putri Izumi. Sebaiknya anda tidur sekarang jika tak ingin terlihat kuyu saat pertemuan besok pagi."

Ino menutup bukunya, memang dari tadi ia hanya membalik-balik halaman tanpa membaca isinya. "Baiklah Shion, Kau matikan lampu."

Ino beranjak ke tempat tidur, merebahkan diri dan menarik selimut. Shion meniup satu per satu lilin yang menyala di ruangan itu.

Sang permaisuri memejamkan mata, Mengapa ia merasa kecewa karena tidak bertemu Itachi hari ini? Beliau sudah pasti lebih sibuk dari dirinya.

Mengapa dia jadi galau seperti ini. Dia tak sedang merindukan kaisar bukan? Ino menghela nafas. Istana bukan tempat yang baik untuk menemukan persahabatan maupun rasa kekeluargaan. Di tempat ini begitu mudah untuk merasakan kesepian. Ino bergelung di dalam selimut yang memberikannya kehangatan. Sejak kapan ranjang ini terasa begitu luas.

.

.

Duduk di depan meja rias. Ino berhadapan dengan cermin tembaga. Entah berapa lama ia sudah menghabiskan waktu di sini menunggu Shion dan dayang lainnya selesai menghias rambutnya. Bayang hitam di bawah mata terlihat samar oleh bedak yang dibalurkan degan merata.

"Kenapa lama sekali?" Ino bertanya pada Shion yang sedang menyelipkan bunga segar di atas jalinan-jalinan rumit yang tadi dia buat.

"Anda permaisuri, anda tak boleh terlihat biasa saja."

"Benar, tapi Ibu suri bisa murka bila aku terlambat."

"Tenang permaisuri, ini sudah selesai."

Untungnya Ino tak membutuhkan banyak waktu untuk berpakaian. Diiringi dayang dan Sai yang menjadi kepala kasim paviliun permata. Ino berangkat menuju istana ibu suri.

Saat Ino tiba di sana puluhan wanita dengan status lebih rendah membungkuk padanya. Kemudian di ujung ruangan dia bertemu dengan Izumi.

"Salam permaisuri."

"Salam Putri Izumi. Ke mana ibu suri? Bukankah kita diminta datang ke sini untuk memberi penghormatan."

"Sepertinya ibu suri belum bangun. Kita harus sabar menunggu. Jika permaisuri berkenan bolehkah kita keluar sebentar untuk bicara?"

"Kenapa tidak di sini?"

"Sebab saya tidak ingin percakapan kita di dengarkan orang lain."

Wanita-wanita lain yang juga berada di sana memperhatikan mereka, menantikan sebuah drama keributan antara Putri dan Permaisuri.

Ino melirik wanita-wanita yang mengamati interaksinya bak induk elang. "Baiklah, Kita berjalan-jalan sebentar."

Izumi mengikuti Ino. Setelah jauh dari orang-orang akhirnya dia bertanya, "Apa yang ingin kau bicarakan?"

"Ini soal kesehatan yang mulia. Saya tak tahu dengan siapa saya harus membahasnya selain dengan permaisuri."

Hari ini Izumi membulatkan tekad untuk berhenti menabuh genderang perang pada permaisuri. Seperti kata Kaisar, Jika hubungan Izumi dengan ibu suri hancur maka untuk tetap bisa memiliki pengaruh di dalam istana dia harus berada di sisi baik permaisuri.

"Ada apa? Apa yang telah terjadi dengan kaisar?" Ino terdengar khawatir.

Izumi membisikan sesuatu pada Ino. Pertanyaan sang putri membuat wajahnya memerah. Apa dia pernah memperhatikan hal yang seperti itu? Ino tak tahu harus menjawab jujur atau berbohong.

"Aku tak tahu."

"Kenapa tak tahu? Bukankah yang mulia sering bermalam bersama anda? Apakah permaisuri pernah mengalami fenomena seperti itu bersama kaisar?"

Ino berbisik, "Yang mulia tak menunaikan kewajibannya padaku, Jadi aku tidak tahu."

Kali ini mata Izumi terbelalak. "Bagaimana bisa? Jadi soal malam pertama itu semuanya juga sandiwara?"

Ino mengangguk. "Kami perlu mengelabui semua orang bukan?"

"Saya sama sekali tak paham dengan situasi ini. Dari sudut mana pun Yang mulia memfavoritkan anda." Izumi jadi semakin bingung menyadari ada suatu hubungan yang rumit antara Itachi dan Ino. "tapi sekarang saya mengerti mengapa permaisuri tak kunjung mengandung dan betapa mudahnya beliau setuju dengan permintaan saya. Hanya saja jika hal seperti ini dibiarkan terus berlanjut akan jadi persoalan besar nantinya."

Ino tak menjelaskan pada Izumi jika Itachi menjanjikan masa depan lain untuknya. Masa depan yang Ino sendiri belum pikirkan. "Untuk saat ini saya tak perlu menguatkan posisi saya dengan keberadaan anak. Saya sebagai wanita juga tak bisa memaksa Yang mulia melakukan hal yang tidak ingin beliau lakukan. Meski ada peraturan yang mewajibkan beliau menghabiskan malam setidaknya sebulan sekali."

Putri Izumi menarik nafas panjang. "Mungkinkah Permaisuri tak memberikan perasaannya pada yang mulia?" pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Izumi. Dia mengenal Itachi dan lelaki itu bukan jenis laki-laki yang suka memaksakan diri dan kehendaknya pada wanita. Barangkali Permaisuri Ino sendiri yang tak menunjukkan niat untuk memberikan tubuhnya dan membuat Kaisar ragu untuk melakukan apa-apa.

"Apa itu penting putri Izumi? Kaisar tahu apa pun yang aku rasakan dan pikirkan tak ada artinya. Diriku dan dirimu hanya alat untuk melahirkan generasi Uchiha berikutnya."

"Meski begitu Tubuh itu milik anda. Jika anda tak memberikan izin, tentu Yang mulia tak akan melakukan apa-apa. Beliau adalah lelaki yang seperti itu."

"Maksud putri Izumi, Aku harus lebih bersikap aktif? Ini aneh, Mengapa kali ini Putri malah memberikan aku nasihat? Bukankah kemarin anda menolak bersekutu denganku?"

"Itu karena Yang mulia berbicara pada saya."

"Mudah sekali anda berubah haluan. Apa anda berpikir dengan menuruti permintaan yang mulia, Beliau akan semakin memedulikan anda?"

"Permaisuri, Saya sebagai istri kaisar tentu saja akan mementingkan kepentingan kerajaan di atas perasaan pribadiku. Jika berjabat tangan dengan anda merupakan pilihan terbaik dalam usaha saya mendukung kaisar maka saya akan melakukannya. Lagi pula setelah ini akan semakin banyak wanita yang datang, Persaingan akan menjadi lebih sengit. Anda ingin saya melepaskan tangan ibu suri, tapi rasanya tak mungkin saya bisa bernaung pada pohon yang mudah tumbang."

"Putri Izumi kau akan menjadi salah satu akar yang menunjang posisiku di dalam istana." Ino mengulurkan tangan, " Jika dua wanita teratas dalam kerajaan ini bersatu, Tak akan ada kekuatan yang menyaingi kita termasuk ibu suri. Anda harus belajar lepas dari cengkeramannya dan mulai mempercayaiku."

"Baiklah, Jika saya menunjukkan dukungan pada permaisuri. Seisi harem pun akan mengikuti anda." Izumi menyambut tangan Ino dengan kesadaran yang lebih baik. Dia akan bertahan di tempat ini.

"Itulah yang aku harapkan putri Izumi. Sebaiknya kita kembali."

Untung saja kedua wanita itu kembali tepat waktu. Tak lama berselang Ibu suri akhirnya menemui mereka di ruang tamu. Ibu sang kaisar berjalan diiringi sepuluh orang wanita muda yang menjadi pelayan pribadinya. Di antara gadis-gadis berusia antara lima belas dan dua puluh lima tahun itu Ino terkejut melihat wajah yang dia kenal.

Seisi ruangan serempak memberi salam. Ino dan Izumi berdiri di barisan terdepan sesuai dengan peringkat mereka.

"Baguslah kalian sudah berkumpul. Karena putraku telah naik takhta. Sudah saatnya kita mengosongkan wisma kecantikan."

Wajah empat puluh wanita yang merupakan selir kaisar Fugaku merenggut.

"Ibu suri, Tolong biarkan hamba yang mengurusnya." Ino memohon.

"Baiklah dan kalian juga harus membantuku mengurus prosesi pemilihan selir."

"Secepat ini? Yang mulia baru saja dinobatkan tiga hari yang lalu."

Mikoto menatap dua wanita yang melayani putranya dengan rasa tak puas. "Ini terjadi karena kalian berdua tak ada yang beres." Ibu suri menunjuk Izumi dengan kesal, "Kau menikahi putraku sudah tiga tahun tapi sampai sekarang masih tak ada hasil." Lalu ia juga menunjuk Ino. "Aku dengar putraku setiap malam menghangatkan ranjangmu dan pelayanmu terus menerus meminta tonik kesuburan, tapi mengapa sampai hari ini pun aku tak mendengar kabar baik? Kalian berdua sungguh tak berguna." Umpat sang ibu suri. "Bagaimana kerajaan ini bisa berlanjut tanpa adanya penerus."

"Bukankah sebaiknya Ibu suri meminta pendapat yang mulia terlebih dahulu?"

"Ino Yamanaka, Apa kau berpikir putraku akan menolak wanita yang disodorkan oleh ibunya?"

"Hamba tak berkata seperti itu Ibu suri."

"Kalau begitu kalian carilah kandidat selir tingkat empat dan tiga. Biarkan Kaisar memilih minimal tiga orang gadis. Jika putraku menolak berpartisipasi aku yang akan membuat keputusan itu."

"Kami mengerti Ibu suri." Jawab Putri Izumi yang dengan cepat meredam keterkejutannya.

"Sakura Haruno, Kemarilah."

Wanita muda dengan rambut merah jambu dan mata Emerald melangkah ke hadapan Ibu Suri Mikoto.

"Ada apa memanggil hamba Ibu suri?"

"Kau sudah beberapa hari melayaniku dan aku cukup senang. Sekarang aku memerintahkanmu untuk melayani Kaisar. Aku memberikan gelar selir tingkat tujuh padamu."

Sakura bersujud, "Terima kasih Ibu suri, Hamba akan melaksanakan tugas hamba dengan baik."

Ino tak habis pikir bagaimana mungkin Sakura bisa berada di istana dan berada di bawah naungan ibu suri. Apa Ibu suri tahu hubungan mereka berdua dan merencanakan sesuatu?

Setelah pertemuan dengan Ibu suri Ino dan Izumi langsung bekerja. Ino memerintahkan wisma kecantikan dikosongkan dalam satu minggu. Semua selir Fugaku tidak berputra dan Ino berniat sebisa mungkin mengeluarkan mereka dari istana.

Di temani putri Izumi Ia pun memberikan pilihan pada wanita-wanita berbagai usia itu. "Seperti yang kalian tahu, Ketika kaisar Fugaku meninggal tugas kalian pun berakhir dan wisma kecantikan akan diisi oleh wanita-wanita yang akan melayani Kaisar Itachi. Aku memberi kalian pilihan. Jika kalian masih ingin tetap tinggal maka kalian akan menghuni istana utara dan tentu saja uang tunjangan kalian akan dikurangi. Bagi yang ingin kembali pada keluarganya aku juga persilahkan dan tentunya istana akan memberikan santunan."

"Berikan kami waktu untuk mengambil keputusan Permaisuri." Salah satu dari mereka berbicara.

"Berikan jawabannya padaku atau putri Izumi dalam tujuh hari. Bagi mereka yang memutuskan untuk tinggal di istana. Masa depan kalian akan di putuskan oleh Kaisar."

Putri Izumi mengikuti Ino yang memutuskan melepas penat di areal taman. Mereka mendiskusikan tugas yang diserahkan Ibu suri pada mereka.

Tak banyak kehijauan yang bisa dilihat. Pohon-pohon masih terlihat gundul akan tetapi tunas daun mulai terlihat. Sementara Ino dan Izumi duduk dalam kesunyian. Para dayang menyiapkan minuman hangat bagi mereka.

"Permaisuri, Gadis yang bernama Sakura Haruno itu bukankah dia teman anda? "

"Menurutmu mengapa Ibu suri membawanya ke istana dan menjadikannya selir?"

"Saya sama sekali tidak tahu. Malah Bibi tak memberitahuku dia memiliki dayang baru. Mungkin bibi berniat baik padamu, Membawa gadis itu agar permaisuri tidak kesepian di istana."

Dahi Ino berkerut, " Sakura Haruno hanya sedikit lebih baik dari rakyat jelata, aneh sekali dia dipilih untuk mengisi posisi yang bahkan sulit didapat gadis-gadis dari keluarga pejabat kelas satu, apalagi langsung mempromosikannya menjadi selir hanya dalam beberapa hari? Apa ibu suri tak berpikir ini merendahkan martabat yang mulia? Sepertinya ibu suri lebih fokus untuk menyingkirkan aku daripada kepentingan putranya. Omong-omong bagaimana perasaanmu putri Izumi? Akhirnya kita diminta memilihkan wanita untuk yang mulia."

"Saya tak menyukainya, tapi tugas adalah tugas. Saya akan berusaha melakukan semua ini dengan baik."

"Seperti halnya kau dengan berat hati mempersiapkan upacara pengangkatanku sebagai selir. Mencintai Kaisar bukan hal yang mudah. bukan?" Ino di kehidupannya yang terdahulu menyadari mencintai seseorang tak ada gunanya. Apalagi mereka yang tak balas mencintaimu dengan cara yang sama. Cinta hanyalah kelemahan yang tak ingin kembali dia sentuh dan rasakan. Pintu hatinya tertutup oleh trauma dan pengkhianatan.

"Setidaknya saya bisa bangga, karena saya adalah satu-satunya wanita yang memiliki upacara pernikahan dengan Yang Mulia." Ujar putri Izumi menghibur diri. "Sekarang bisa berdiri di sisinya saja sudah cukup. Kita tak pernah bisa berharap lebih."

"Benar putri Izumi, Kita bisa mencari kebahagiaan kita. Kebahagiaan tak selalu bersumber dari cinta dan pengabdian seorang lelaki."

"Apa yang membuat anda merasa bahagia di istana permaisuri?"

"Mengerjakan sesuatu yang membuat negeri ini lebih baik. Melihat orang-orang tertawa dan bahagia. Menerima rasa terima kasih dan syukur mereka yang hidupnya kesulitan. Sekali-kali anda harus ikut kegiatan amal bersamaku. Mungkin dengan melihat kenyataan di luar sana anda akan bisa melihat apa yang ada di sekeliling kita bukanlah segalanya."

"Anda benar permaisuri. Bagi burung yang sejak lahir dipelihara dalam sangkar, ia tak akan pernah mengerti keindahan langit luas, makna kebebasan atau pun menimbang sebuah pilihan. Pandangan sang burung begitu sempit. Hanya berkutat pada sangkarnya dan perhatian sang pemilik."

"tapi jika anda membuka pintu sangkar bisa jadi burung itu tetap akan terbang selama dia memiliki keberanian dan keingintahuan."

"Benar kata Yang mulia. Anda berbeda dari gadis-gadis bangsawan kebanyakan."

"Putri Izumi, aku tak ingin menjadi burung dalam sangkar yang selalu bergantung pada perhatian pemiliknya. Bagaimana jika sang pemilik telah bosan? Burung itu hanya bisa diam bersedih dan mati. Sebab itu jangan terlalu bergantung pada Yang mulia."

"Mengapa gadis yang begitu muda, terdengar begitu bijak."

"Aku tidak bijak, Hanya mencoba menghindari penderitaan yang tidak perlu."

"Sebab itu Permaisuri menutup hati anda dari Yang mulia? Sayang sekali cinta itu perasaan yang sama sekali tak bisa kita atur. Muncul tanpa diminta dan mungkin saja hilang dengan meninggalkan luka. Tapi aku tak pernah menyesali perasaanku pada Yang mulia."

"Itu karena Yang mulia bukan lelaki yang memperlakukan wanita seperti alas kaki. Anda beruntung mencintai lelaki seperti itu. Banyak wanita berakhir menyedihkan akibat jatuh cinta dengan lelaki berperingai buruk."

"dan apa yang mencegah anda jatuh cinta juga pada kaisar?"

"Saya tak bisa mencintainya karena dia adalah kaisar. apa itu masuk akal? Hubungan tanpa emosi jauh lebih menenangkan. Dari pada dicintai saya lebih memilih Yang mulia menghormati saya dan menganggap saya sebagai rekan ketimbang milik."

.

.

Sakura Haruno mensyukuri keberuntungannya. Beberapa hari yang lalu saat pulang dari pasar sekelompok orang tak dikenal mencegat dan menculiknya. Ia sudah pasrah, ternyata dia malah dibawa ke hadapan Ibu suri. Entah dari mana ibu suri mendengar rumor hubungan antara Ino dan Sasuke. Dia pun diboyong untuk diinterogasi. Dia takut pada ancaman Ino, tapi dia lebih takut lagi pada ibu suri. Dia pun menceritakan sepenggal cerita tentang hubungan mereka dan menambahkan berbagai bumbu penyedap yang membuat ibu suri puas mendengarnya. Sepertinya memang benar Ibu suri tak menyukai keluarga Yamanaka dan dia melihat situasi ini sebagai sebuah kesempatan untuk mencari muka.

Jika ibu suri membuat Ino jatuh, tentu dia juga akan ikut tertawa. Sakura kesal melihat Ino begitu sukses, bahkan ia kini bergelar permaisuri dan semua itu hanya karena Ino berhasil mendapatkan perhatian Itachi Uchiha. Apakah Kaisar tahu Ino pernah menjalin kasih dengan adiknya? Bertukar hadiah dan surat yang begitu intim? Apakah yang mulia masih akan menyayanginya bila tahu akan semua itu? Siapa yang tahu hubungan mereka masih berlanjut meski Ino telah terikat pada Kaisar.

Sakura mendengar langkah kaki, Buru-buru gadis itu melepaskan jubahnya. Siapa sangka ia yang hanya menginginkan peningkatan status malah mendapatkan seorang Kaisar. Kesempatan ini akan dia manfaatkan dengan maksimal. Meski sekarang dia hanya selir dengan status paling rendah. Dia bisa saja naik pangkat jika Kaisar menyukainya.

Itachi masih berusaha untuk tidak menemui Ino, tapi rasanya tak mungkin ia menghindari permaisuri terus menerus. Banyak hal yang perlu dibahas sebelum hari perburuan tiba. Bukannya ia tak mempercayai kontrol dirinya. Ia hanya takut akan bersikap canggung dan bodoh setelah malam itu.

Sang Kaisar melangkah dengan lunglai. Saat ini dia hanya ingin makan, mandi dan tidur. Mungkin dia agak berlebihan, Berkuda sepanjang hari dan beradu pedang dengan jendral Gaara membuat ototnya menjerit. Beginilah akibatnya lupa menjaga kemampuan fisik. Sejak ayahnya sakit parah ia terlalu sibuk mengerjakan urusan administrasi dan menelantarkan latihan fisik, Stamina dan ketahananya tak lagi sebaik dulu.

Membuka pintu ruang tidurnya, Itachi terkejut menemukan gadis asing setengah telanjang duduk di kursi. Makanan dan arak sudah sedia di meja.

"Siapa yang mengizinkanmu berada di sini?"

"Ibu suri mengirimkan hamba untuk melayani Kaisar."

Itachi tertawa, Tawanya hampa yang tak mengandung kesenangan sama sekali. Baru berapa hari dia naik takhta ibunya sudah berbuat seperti ini dan tak bertanya padanya sama sekali? "Apa yang ibuku inginkan?"

"Beliau hanya khawatir, Hingga hari ini klan Uciha belum mendapatkan penerus. Beliau hanya ingin yang mulia menunaikan kewajiban anda secepatnya. Agar beliau tak lagi khawatir."

"Aku tak habis pikir kenapa Ibunda mengirimkan wanita rendah sepertimu."

Sakura tak diam saja menerima penghinaan. "Putri Izumi dan Permaisuri Ino adalah wanita kelas atas. Sejauh ini mereka berdua belum menghasilkan, Mungkin ibu suri berpikir wanita rendahan seperti hamba bisa lebih baik dalam melayani Kaisar."

Itachi teringat pernah melihat wajah ini. Rambut merah jambu bukan hal yang umum. "Aku ingat pernah melihatmu bersama Ino."

"Hamba adalah sahabat baik permaisuri." Tutur Sakura dengan percaya dirinya.

"Apa permaisuri tahu kau berada di istana?"

"Tentu saja, tadi pagi hamba telah memberi salam pada beliau. Sepertinya beliau senang melihat hamba. Dari dulu saya dan permaisuri seperti saudari, tidak terpisahkan."

"Begitu?" Itachi duduk di dekat Sakura. "Karena kau teman Ino, Aku akan berusaha memperlakukanmu dengan baik."

Itachi baru menyadari ada asap wewangian aneh yang menyebar di ruangan ini. Ini bukan aroma dupa yang biasa dibakar pelayan untuk membuatnya bisa tidur dengan lelap. Sumber asap itu ternyata tidak jauh. Di atas bara api dari tungku anglo yang biasa dia gunakan untuk menghangatkan poci teh. sekumpulan daun kering tampak terbakar. Pelan-pelan dia merasa pening. Berani-beraninya wanita ini menggunakan aphrodisiac.

Melihat Kaisar duduk diam, Sakura beringsut mendekat. "Terima kasih, Yang mulia. Hamba akan melakukan yang terbaik malam ini."


Di Istana Utama timur, Ibu suri meniup sup ginseng yang baru dihidangkan untuknya. Dayang tua yang menjadi pendamping ibu suri duduk di lantai memijat kaki majikannya.

"Mengapa anda memberikan gelar selir pada Sakura Haruno?"

"Selir rendahan tak ada bedanya dengan pelayan. Aku hanya berharap gadis itu membuat keributan dengan permaisuri. Izumi gagal melakukannya dan aku butuh pion baru. Kalaupun dia gagal tak ada ruginya untukku. Itachi harus cepat sadar, Wanita bermarga Yamanaka itu tak baik untuknya, Apalagi wanita itu punya hubungan mencurigakan dengan Sasuke."

"Sampai saat ini Pangeran Sasuke masih belum kembali dari Timur. Kita jadi harus menunggu."

"Semoga saja anak itu mati, Sehingga kekhawatiranku bisa berkurang."

"Tapi jika tak ada pangeran Sasuke bagaimana anda akan menjebak permaisuri."

"Kita tinggal memanfaatkan lelaki lainnya. Bukankah kita punya kaki tangan di rumah klan Yamanaka dan Istana pangeran ke dua? Jika yang diceritakan Haruno benar, mungkin kita masih bisa menemukan bukti. Sebuah hadiah atau surat. Untuk saat ini sebarkan rumor permaisuri menjalin hubungan dengan lelaki misterius di istana."

"Mengerti ibu suri."

Sementara Itachi sibuk dengan Sakura, Di Pavilliun permata permaisuri dengan bosan membaca buku tentang tumbuhan. Dia tak bisa bela diri, jadi dia harus mempersiapkan senjata. Sesuatu yang kecil, bisa disembunyikan di balik hanfunya dan mematikan. Barangkali ia bisa meminta Sai menemukan sebuah belati untuknya.

Ino menatap pintu untuk kesekian kalinya. Mengapa Kaisar tak kunjung datang. bukankah tadi siang dia sudah mengirimkan surat ke ruang kebijakan agar Itachi menemuinya malam ini. Apa Kaisar sedang marah? Ino tak ingat pernah melakukan sesuatu yang menyinggung.

"Permaisuri, Bukankah sebaiknya anda beristirahat?"

"Aku sedang menunggu Yang mulia."

"Beliau tak akan datang, Dengar-dengar dari para dayang wisma kecantikan kedatangan penghuni baru. Apakah itu benar?"

"Ibu suri baru saja mengangkat satu selir tingkat rendah untuk yang mulia. Kau tahu siapa gadis itu? Sakura."

"Ya ampun, Dia mengikuti nona sampai ke istana."

"Aneh kan, Sudah pasti Sakura digunakan untuk mengganguku." Jari telunjuk Ino mengetuk-ngetuk meja. "Shion, Ambilkan mantelku. Aku akan pergi ke istana naga."

"Malam-malam begini?"

"Memangnya aku tak boleh bertemu Kaisar?"

"Tapi bagaimana jika Yang mulia menolak bertemu anda, Ini sudah hari ke tiga beliau tidak datang. Para pelayan bergosip jika hubungan kalian retak. Apa yang terjadi permaisuri. Kenapa di malam penobatan yang mulia terburu-buru pergi dari ruang tidur anda seakan tak mau berada di sana lebih lama?"

"Aku juga ingin tahu kenapa yang mulia menghindariku karena itu aku ingin bertemu Yang mulia sekarang. Sebelum rumor semakin memburuk."

Bukan rumor yang Ino takutkan, Tapi hilangnya kepercayaan Sasuke. Jika ia terlihat tak bisa mengontrol Itachi, Saat itu pula Sasuke akan berhenti bermain dengannya. Dia tak bisa kehilangan kesempatan untuk membuka kedok Sasuke hanya karena Kaisar memutuskan rehat dari sandiwara ini.

Bersambung...


Hello, I am back. Aduh makasih banget masih setia di sini. Entah bagaiamana cerita ini jadi panjang banget.

Aku harap kalian gak merasa dialog dan narasinya bertele-tele atau nyelimet. Ratingnya terpaksa aku naikkan karena bakal ada adegan smutty next chapter.

Enjoy.