HEY HEY
I'm back!
Ada yang kangen ngga? engga ya? huh... udah biasa emang (jangan curhat thor)
Oke oke, maap
Berhubung Sere lagi bingung mikir buat lanjut ff sebelah, jadi Sere mau refresh ff yang ini dulu.
Maaf ya lama ngga update (ga ada yang nungguin dih, gausah maap-maapan)
:(
Langsung aja deh
.
.
.
"Souma?"
Asahi yang memanggil namun tak kunjung mendapat jawaban, akhirnya ia pun memutuskan untuk membuka selimut yang menutupi Souma dan sedikit membalikkannya.
Asahi mengangkat alisnya terkejut melihat Souma yang meringkuk mencari kehangatan, wajahnya yang merah karena panas, dan alisnya berkerut. Jujur, karena ini sangat jarang terjadi, ini benar-benar membuatnya luluh. Melihat Souma yang selalu riang dan penuh energi namun sekarang terbaring di tempat tidur karena demam, itu membuat Asahi merasa terluka dan gagal. Dia menelan ludah dengan berat sebelum dia mengangkat tangannya untuk menyentuh adik laki-lakinya.
Itu terasa panas. Dia sangat panas. Asahi memindahkan tangannya ke bahu lalu mengguncangnya pelan.
"Souma. Sekarang waktunya makan siang." Asahi berkata pelan namun jelas.
Souma sedikit bergerak-gerak dan mengerang. Satu matanya setengah terbuka untuk melihat keadaan sekitarnya dan berhenti pada mata kakaknya.
Asahi tersenyum lembut menyambutnya. "Sudah waktunya makan. Aku membuat porsi kecil, tenang saja." kata Asahi yang menyiapkan makanannya.
Souma masih mengedipkan matanya untuk penglihatan yang lebih jelas, sebelum dia ke posisi duduk bersandar yang tentu saja dibantu Asahi.
Souma tidak mengucapkan sepatah kata apa pun namun menatap makannya dengan sedikit mengerutkan keningnya.
Asahi langsung tau apa yang dipikirkan adiknya dan mengambil makanan dari tangan Souma.
"Kau perlu dan harus makan, oke?" kata Asahi yang menyendok supnya dan sedikit mengangkatnya.
Souma bukan mau menjadi manja, namun dengan perasaan mual yang memuakkan, Souma tau makan bukanlah pilihan terbaik untuk saat ini. Dia pasti akan memuntahkannya bahkan saat makanannya belum sempat sampai ke pencernaan. Dia tidak mau membuang-buang makanan. Dan sungguh, sakit kepalanya sama sekali tidak membantu apa-apa.
"Aku mual." Souma mengatakannya.
Asahi menghela nafas pelan sebelum berkata "Jangan pikiran itu dulu. Tubuhmu membutuhkan energi dan nutrisi sekarang." Asahi mengangkat sendoknya.
Souma terus menatap sup ayamnya sebelum akhirnya menyerah.
Asahi yang tersenyum mendekatkan sendok supnya "Ayo, buka mulutmu."
Souma sedikit cemberut "Aku tidak ingin disuapi."
"Tidak apa-apa. Tidak usah malu-malu."
Itu membuat Souma semakin kesal. "Aku bilang tidak."
Asahi tidak menghiraukannya dan hanya mendekatkan sendoknya ke mulut "Ayo ayo, makan sebelum supnya menjadi dingin."
Souma memprotes walaupun pada akhirnya Asahi tetap menyuapinya.
"Jangan perlakukan aku seolah kau memanjakan ku." ucap Souma
"Ini bukan memanjakan. Ini namanya perhatian, ingat itu." Kata Asahi dengan pedenya.
Souma memutar matanya, yang langsung disesali saat kepalanya mulai berdenyut menyakitkan.
.
.
.
.
"Whoah, makanamu habis! Kerja bagus, Souma." Kata Asahi yang menatap mangkuk kosong dengan bangga dan senang.
Souma merasa jengkel saat Asahi bersikap seolah dia adalah anak berumur 2 tahun yang berhasil menghabiskan makanannya.
"Hm? kenapa kau cemberut?"
"Tidak ada." Souma menjawab singkat dan melirik ke arah lain.
Asahi berkedip.
"Ayolah, jangan selalu buat aku gemas seperti itu." Kata Asahi yang sekarang mencubit pipinya.
"A-aah, sakit."
Asahi melepaskannya dan pindah ke kepalanya untuk mengelusnya.
"Apa kau mengantuk?" Tanyanya.
Souma menggelengkan kepalanya pelan.
"Oke, berarti kau siap mendengarkan ceramah ayah?"
Souma langsung mengerutkan alisnya "Tidak. Tiba-tiba aku merasa mengantuk karena kenyang, aku mau tidur saja."
Asahi tertawa mendengar itu.
"Baiklah baiklah." Kata Asahi di sela-sela tawanya.
Asahi menarik kursi sedikit lebih dekat lalu kembali duduk di atasnya.
Souma menatap kakaknya yang sepertinya akan tinggal di kamarnya lebih lama. "Kenapa Nii-san masih di sini?" Tanyanya blak-blakan.
"Menemanimu. Kau pasti bosan kan kalau sendirian."
"Tidak. Sudah, Nii-san bantu ayah saja. Di jam-jam segini pasti sibuk." Kata sang adik.
Asahi menghela nafas mengalah dengan sikap dewasa adiknya.
"Oke. Panggil saja jika kau butuh sesuatu." Asahi mengambil nampan yang tadi dia bawa lalu berjalan menuju pintu.
"Iya."
Pintu ditutup.
Souma menghela nafas panjang lalu pindah posisi tidur.
"Tidur lagi saja deh."
"Bagaimana dia?"
"Baik-baik saja. Dia menghabiskan makanannya." kata Asahi yang menunjukkan mangkuk kosong.
"Itu bagus. Aku akan melihatnya nanti."
•
•
•
•
Next day...
Souma tidur tidak terlalu nyenyak semalam. Sakit kepala dan rasa tidak nyaman sangat mengganggunya.
Jadi Joichirou memeriksa suhu tubuhnya lagi untuk melihat apakah ada perubahan yang lebih baik.
Namun ternyata sebaliknya.
"41 derajat Celcius. Itu terlalu panas."
"Perlukah kita memanggil dokter?" Kata Asahi yang mengerutkan keningnya khawatir.
"Tidak tidak... Tidak usah. Di pagi hari memang biasanya panasnya naik, tapi nanti pasti akan turun." Kata Souma dengan susah payah.
"Mual nya sudah tidak seberapa sekarang. Aku hanya merasa lelah."
Joichirou dan Asahi bertukar pandang, merasa tidak yakin.
Pada akhirnya mereka memanggil dokter setelah Souma muntah sampai 3 kali. Satu setelah sarapan, dua saat bangun tidur siang dengan jeda hanya beberapa menit.
Asahi sempat memelototinya karena berbohong.
Souma berbaring di kasur dengan lengannya diangkat menutupi matanya. Kompres diletakan di dahinya.
"Dengar itu? kau harus banyak istirahat dan makan dengan cukup." Ucap Asahi yang meletakkan sepiring apel yang sudah dipotong ke meja.
"Iya iya..."
Asahi duduk di kursinya.
"Ngomong-ngomong, di mana ayah?" Tanya Souma.
"Sedang bicara dengan tamu." Jawab Asahi yang mengambil potongan apel dengan tusuk gigi.
"Tamu?" Souma menarik tangannya dari wajahnya.
"Shinomiya Kojirou." Asahi menyodorkan apelnya pada adiknya.
Souma terkejut dan menjadi lebih bersemangat. "Shishou?"
"Shishou?" Asahi mengerutkan keningnya bingung.
"Dia membawakan buah-buahan. Ada puding juga." Kata Asahi.
"Kau lelah? tidurlah, isi energi mu kembali." Lanjutnya.
Souma terlihat mempertimbangkan sesuatu. "Aku sudah cukup banyak tidur hari ini. Apa aku boleh keluar? aku ingin keluar sebentar." Ucapnya.
Alis Asahi berkerut. "Jangan bercanda. Berdiri saja susah kan. Tidur saja, kau ingin cepat sembuh kan?"
Souma langsung cemberut.
"Sebentar saja tidak boleh?" Souma masih mencoba membujuk kakaknya.
"Souma..." Tidak pernah mudah menghadapi sifat keras kepala adiknya itu.
Pada akhirnya Souma tetap tidak diizinkan keluar, namun saat Shinomiya akan pergi dia melambaikan tangannya dari jendela kamarnya.
Dari bawah, Shinomiya hanya menatapnya sebentar lalu mendengus dan pergi.
Sudahlah, semakin gajelas ini.
Tapi entahlah, semua yang ada di kepala langsung tulis aja. Tidak peduli, saya hanya ingin menulis hahahahaha.
Tapi buat yang udah baca dan support, thanks ya (ʘᴗʘ)
Cerita yang ini to be continued yak (. ᴗ .)
Bye bye~ chu:
