Please enjoy the story..
Disclaimer : I don't own Harry Potter
Chapter 2
12 tahun kemudian
Knock.. knock.. knock.. suara pintu kayu diketuk.. Tidak ada jawaban dari dalam kamar dibalik pintu tersebut.
Knock.. knock.. knock.. "Jils…" panggil seorang anak laki-laki tampan berusia 15 tahun, berambut coklat, berkulit putih tapi tidak pucat dan bermata abu-abu gelap. " Jils….?" panggilnya lagi.
"kkrrrr…" suara dengkuran halus dari dalam kamar terdengar, seperti menjawab panggilan Cedric Diggory, nama sang anak tampan ini. Cedric pun menghela nafas, kemudian membuka pintu kamar adiknya yang tidak terkunci. Di dalam kamar benar saja, Jilian Diggory, masih terlelap dengan mulut sedikit terbuka dan mendengkur halus, rambut merah gelap sebahu nya berantakan tak karuan, Cedric geleng-geleng kepala, kemudian tersenyum jahil dan menghampiri sang adik, lalu berkata "aquamenti".
"Whuaaaaaaahhh…" teriak Jilian yang langsung kaget dan terbangun akibat semburan air dingin.
"Ahahaha…" tawa Cedric, yang sebenarnya tidak tega membangunkan adiknya dengan cara seperti ini..
"OOouuuww.. CED!" teriak Jilian
"ahahaha.." Cedric masih tertawa sambil menghampiri adiknya
"it's not funny!" masih teriak Jilian sambil giginya bergemelatuk karena kedinginan..
"ouwh,, I'm sorry little sis.. let me dry you.. exaresco.." dan dengan satu gerakan tongkat, Cedric membuat adiknya yang basah kuyup menjadi kering kembali. Kedua orangtua mereka adalah penyihir, dan sihir selalu ada di rumah mereka, sehingga mereka tidak perlu khawatir melanggar undang-undang pembatasan penggunaan sihir bagi penyihir di bawah umur.
"Aku sudah berusaha membangunkanmu sampai berkali-kali, dan tidurmu itu memang tidak ada tandingannya, aku kadang berpikir apabila ada yang merapalkan bombarda saat kau tidur, kau akan tetap terlelap." Cedric berkata sambil duduk di sisi tempat tidur adiknya dan tersenyum.
Jilian yang masih marah kepada Cedric, tetap manyun dan mata hazelnya melotot kepada kakaknya.
Cedric menghela nafas dan mengusap rambut adiknya yang berantakan dan berkata, "Aku minta maaf Ok? aku tidak akan mengulanginya, maapkan aku yaa…"
Jilian tidak pernah bisa marah lama-lama, apalagi terhadap Cedric, kakak laki-laki kesayangannya. Dia hanya kesal karena kali ini Ced berhasil menjahilinya, biasanya dirinya lah yang seringkali menjahili Cedric.
Jilian memandang wajah kakaknya yang tersenyum tapi matanya penuh penyesalan. Akhirnya Jilian menghela nafas "Baiklah, tapi jangan diulangi lagi, lain kali bangunkan aku dengan cara yang lain"
"I'm promise.." jawab Cedric sambil tersenyum lebar.
"no water or aquamenti spell" balas Jilian
"Ok little one" balas Cedric sambil mencubit pipi Jilian karena gemas.
"I'm not little one, Ced" Jilian kesal karena pipinya dicubit
"Oh, yes you are" Cedric berkata sambil berjalan menuju pintu
"I'm thirteen years old! For merlin sake!" Jilian kesal tapi juga gemas.
"Ahahahaha…. Kamu akan selalu jadi adik kecilku Jils,, dan perempuan tidak baik mengumpat" jawab Cedric sambil tertawa geli melihat kelakuan adik kesayangannya ini.
"Ayo segera bersiap, Mom sudah buat sarapan, kita akan berangkat ke Hogwarts Express dalam waktu .." Cedric melihat jam tangannya " 30 menit dari sekarang…." dan kemudian dia tersenyum lebar
"Apaaaaa?" jawab Jilian yang langsung melihat jam dinding di kamarnya yang sudah menunjukkan waktu pukul 10.15 pagi dan menyadari bahwa Hogwarts Express akan berangkat pada pukul 11.00., wajahnya berubah panik. "kenapa tidak bilang dari tadi….?!"
" Ahahahaha" hanya itu jawaban Cedric sambil berlalu ke ruang makan untuk sarapan.
Jilian segera bergegas ke kamar mandi dan kemudian bersiap-siap. Untunglah kopernya sudah selesai disiapkan tadi malam, sebenarnya karena hal itu lah Jilian tidur malam, selain karena dirinya terlalu bersemangat untuk membaca buku-buku pelajarannya yang terbaru hingga larut malam. Jilian memang sangat menyukai buku, di tahun pertamanya topi seleksi bersikeras ingin memasukan Jilian ke asrama Ravenclaw, tapi Jilian pun bersikeras ingin ke asrama Hufflepuff, karena ia ingin satu asrama dengan kakaknya. Akhirnya topi seleksi pun menempatkan dirinya di asrama yang sesuai keinginannya. Satu-satunya yang protes Jilian masuk asrama Hufflepuff adalah sahabatnya, Draco Malfoy.
Flashback
"Ternyata kau tidak bercanda ingin berada di Hufflepuff?" ucap Draco, yang sengaja menunggu Jilian di depan Great Hall, pagi hari menjelang sarapan di hari pertama kelas akan dimulai di tahun pertama mereka.
"Kenapa aku harus bercanda Drake? Ayah dan Kakakku juga di Hufflepuff, tentu saja aku ingin masuk asrama yang sama dengan mereka.." jawab Jilian
"Tapi kau seharusnya bisa masuk Slytherin, Ibumu dulu seorang Slytherin…" Draco masih bersikeras.
"Well yeaah, Mom dulu memang di Slytherin, tapi topi seleksi mengatakan Slytherin tidak cocok dengan diriku… uhm,, topi seleksi justru sangat bersikeras ingin memasukanku ke Ravenclaw,, melihat betapa berminatnya diriku terhadap buku,, tapi aku lebih memilih menjadi seorang Puff.." Jilian menjawab sambil tersenyum.
Draco menganga mendengar jawaban Jilian, bagi Draco yang selama hidupnya dicekoki pandangan dari Ayahnya, Slytherin adalah yang terbaik, Ravenclaw terbaik kedua setelahnya, dan biarpun Gryffindor seringkali bertindak sebelum berpikir, tetap saja menurutnya lebih baik daripada Hufflepuff. Karena itulah Draco tidak habis pikir akan ada seseorang yang dengan sengaja ingin menjadi seorang Puff. Dan orang itu adalah sahabatnya sendiri!
"Ravenclaw masih lebih baik Jils,, kenapa tidak kau terima dan malah memilih Puff?" Draco masih gemas
Jilian sebenarnya mengerti kondisi Draco yang seorang keturunan pureblood dan berasal dari keluarga ternama dan terutama pengaruh Ayahnya, Lucius Malfoy yang sangat besar terhadap dirinya, dimana soal status darah bahkan asrama sekolah kadang-kadang bisa menjadi masalah besar. Namun lama-lama Jilian menjadi kesal, pembicaraan tentang asrama ini sudah mereka lakukan hampir setiap hari di musim panas kemarin, bahkan sebelum surat dari Hogwarts mereka terima.
"Draco Lucius Malfoy, sampai kapan kita mau membahas ini? Aku sudah jelaskan dari dulu kenapa aku mau masuk asrama Hufflepuff, dan sekarang aku sudah menjadi seorang Puff.. Jika kau keberatan terlihat bersama seorang Hufflepuff seperti aku, kau bebas untuk tidak pernah lagi bicara kepadaku." jawab Jilian sambil melotot kepada Draco.
Draco balas menatap tajam Jilian, dirinya pun merasa kesal, karena Jilian sering tidak mau menurut kepadanya, well... dirinya sahabat Jilian kan, jadi seharusnya Jilian mempertimbangkan untuk mau satu asrama dengan dirinya. Tapi Draco tau ketika Jilian sudah menggunakan nama lengkapnya, artinya sahabatnya ini benar-benar marah.
"is that a threat?" Draco bertanya dengan suara pelan tapi tampak kesal.
"Yes!" jawab Jilian singkat tanpa merubah pandangan tajamnya pada Draco.
Jika ada orang yang benar-benar keras kepala di dunia ini adalah dirinya pikir Draco, tapi sahabatnya yang satu ini bisa lebih keras kepala lagi. Akhirnya Draco menghela nafas, "baiklah, kita tidak akan membahas soal ini lagi" Draco berkata dan pandangan matanya pun melunak menandakan dirinya menyesal dan ingin meminta maaf.
"Aku tidak keberatan terlihat bersamamu ataupun bicara denganmu" Draco berkata lagi, walaupun masih enggan kalau harus mengakui tidak keberatan terlihat bersama seorang Puff. Tapi Jilian adalah sahabatnya, dan Draco tidak mau kehilangan dirinya.
Jilian yang kesal tidak tega melihat ekspresi wajah Draco, sambil menghela nafas Jilian berkata "Baiklah, aku memaafkanmu.." dan kemudian tersenyum. Jilian paling mengerti bahwa Draco yang seorang Malfoy sangat sulit bagi dirinya untuk meminta maaf, tapi Jilian yang sudah mengenal Draco bahkan dari saat masih sama-sama memakai diapers, ekspresi Draco yang seperti ini adalah yang terbaik darinya untuk bermaksud meminta maaf.
Melihat Jilian tersenyum, Draco pun ikut tersenyum dan kemudian berkata "jangan pernah mengancamku lagi Jils"
"ooh Drake, aku juga minta maaf yaa.." Jilian berkata sambil memeluk Draco singkat.
End Flashback
