Disclaimer : I don't own Harry Potter

Please enjoy the story

Chapter 3

Jilian POV

"Thanks Merlin.. Kita bisa datang tepat waktu," ucap Mom sambil menghela nafas setelah melewati dinding platform 9 ¾.

"Semua tidak ada yang ketinggalan kan?" tanya Mom lg

"Tidak Mom," jawabku dan Cedric bersamaan.

"Aku akan merindukan kalian berdua," Mom terisak namun tersenyum, kemudian menarikku dan kakakku ke pelukannya.

Lalu Dad ganti memelukku dan berkata "Have a good year in school,Kiddo."

"And take care of your sister, Ced," ucap Dad kepada Cedric.

"Always Dad," jawab Cedric sambil tersenyum dan memandangku geli, mengetahui bahwa diriku tidak suka dianggap masih kecil.

"Dad, aku bisa mengurus diriku sendiri, terima kasih, dan aku sudah besar sekarang, usiaku 13 tahun," jawabku percaya diri. Mom, Dad, dan Cedric hanya tertawa melihat tingkahku, dan aku pun akhirnya ikut tertawa. Thanks Merlin.. I Love my Family..

Suasana di stasiun King Cross platform 9 ¾ pada hari ini sangat ramai. Bagaimana tidak, hari ini adalah tanggal 1 September, dimana semua murid-murid Hogwarts akan memulai tahun ajaran barunya di sekolah.

Para penyihir-penyihir muda menuju gerbong kereta dengan troli dorong yang berisi koper-koper mereka. Burung hantu, kucing, kodok dan peliharaan lainnya terlihat di kandangnya, kadang ada yang terlepas dan membuat kehebohan di antara pemiliknya.

Para penyihir tingkat pertama terlihat masih malu-malu dan menempel pada orangtua mereka, sedangkan para penyihir tingkat lebih tua tampak lebih mandiri, biarpun masih diantar oleh orangtuanya, beberapa tampak enggan ketika orangtuanya memeluk dan memberikan ciuman perpisahan.

Suasana ini tampak tidak sesuai dengan berita lolosnya seorang tahanan Azkaban, Sirius Black. Kabar ini telah menghebohkan dunia sihir Inggris. Seorang kriminal yang telah membunuh 13 orang muggle dengan cara meledakkan mereka dan hanya menyisakan 1 jari dari korbannya. Daily Prophet mengatakan bahwa Sirius Black gila, dan mungkin saja dia memang gila, tapi dia cukup pintar untuk melarikan diri dari Azkaban.

Azkaban adalah penjara yang seharusnya tidak mungkin tahanannya dapat melarikan diri karena dijaga ketat oleh para Dementor.

Dikabarkan pula bahwa Sirius Black adalah alasan kenapa You Know Who bisa menemukan keluarga Potter. Dia adalah penjaga rahasia lokasi persembunyian mereka. Sirius telah mengkhianati keluarga Potter dengan memberitahukan lokasi persembunyian mereka kepada Voldemort.

Karena penasaran, aku pernah menanyakan hal ini kepada Mom. Tapi Mom tidak mau mengatakan apapun, beliau hanya bilang supaya diriku jangan khawatir, dan aku serta Cedric akan aman dan baik-baik saja selama di Hogwarts.

Well… Kita semua berpikir Azkaban adalah tempat aman yang dijaga ketat, namun jika Sirius Black bisa keluar menembus keamanan disana, dia bisa saja masuk menembus keamanan Hogwarts.

Aku bertanya kepada Mom karena sebelum menikah dengan Dad, Mom adalah seorang Black, Emily Black, saudara jauh dari Sirius Black.

Kakek dari kakekku, ayah Mom, adalah seorang squib dari keluarga Black. Sebagaimana keluarga pureblood lainnya, apabila hal ini menyebar akan sangat memalukan, yang akhirnya menjadikannya diungsikan ke US.

Selama masa kecilnya, Mom tinggal di US sampai akhirnya menerima surat bahwa dirinya adalah penyihir dan diterima di sekolah sihir Hogwarts. Awalnya kedua orangtua Mom, kakek dan nenekku, tidak setuju Mom bersekolah di Hogwarts, karena jauh dari keluarga dan khawatir akan mendapatkan perlakukan buruk dari keluarga Black lainnya. Tapi Mom yang keras kepala tidak mau bersekolah di Salem Witches' Institut di Massachusetts US. Mom ingin lebih mengenal latar belakang keluarganya yang penyihir.

Keluarga Black tidak ingin nama baik mereka tercoreng dengan tersebarnya kabar bahwa pernah ada seorang squib di keluarga mereka. Maka dari itu, keluarga Black pun mengakui Mom dan memperlalukannya dengan cukup baik. Sejak saat itu Mom menjadi dekat dan bersahabat dengan Narcissa Malfoy (nee Black), yang menjadikan diriku pun sekarang menjadi dekat dengan Draco.

Tidak lama kemudian sirine Hogwarts Express berbunyi, tanda bahwa kereta akan berangkat, aku dan cedric bergegas naik ke gerbong kereta, kemudian kami melambaikan tangan kepada kedua orangtua kami sampai kereta berbelok dan mereka tidak terlihat lagi.

Cedric membantu membawakan koperku, sampai aku menemukan kompartemen yang isinya adalah teman-teman Hufflepuff-ku.

"Halo Ladies," sapa Cedric ramah sambil tersenyum

"Halo Cedric," balas Susan Bones dan Hannah Abbott, keduanya tersenyum malu-malu dan merona, aku tidak bisa menahan untuk memutar kedua bola mataku.

Setelah menaruh koperku dan mengobrol ringan dengan Susan dan Hannah, tentang apa kabar?dll.. dll.. Cedric pun pamit dan segera mencari teman-temannya. Begitu Cedric pergi, teman-teman perempuanku ini mulai tertawa geli.

Akupun menghela nafas, "Kalian menyadarinya kan, yang kalian coba goda adalah kakakku?"

"Ya tentu saja dia kakakmu Jilian, kakakmu yang tampan, pintar, dan.." ucap Hannah dengan pandangan menerawang dan senyum-senyum sendiri

"Senyumnya yang menawan." sambung Susan

"uuwhh… Kalian sekarang benar-benar terdengar seperti duo Parvati dan Lavender."

"Hei, jangan samakan kami dengan mereka." protes Susan.

"Hahaha.. aku hanya bercanda. Tapi bisakah lain kali jangan menggoda Ced di depanku, rasanya aneh sekali melihat Cedric digoda oleh teman-temanku sendiri."

"Aahh… Kau berlebihan Jilian, kami hanya mengobrol ringan." Hannah berkata masih sambil senyum-senyum sendiri.

Aku hanya bisa menghela nafas. Cedric memang tampan dan popular, bahkan dikalangan anak-anak perempuan di angkatanku.

"So.. How is your summer?" aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Aku mengeluarkan cemilan untuk kami nikmati bersama dan kami pun mulai saling menceritakan liburan musim panas kami.

"Aku pergi ke Paris bersama Tanteku. Beliau ada urusan pekerjaan disana, sekaligus mengajakku berlibur." Susan mulai bercerita sambil mengambil salah satu coklat kodok yang aku tawarkan padanya, ketika dibuka sang kodok melompat dan Susan mendapatkan kartu Dumdledore.

"Wow, Pariiiisss.. Aku belum pernah kesana, pasti menyenangkan sekali." jawabku tertarik pada cerita Susan.

"Ya sangat menyenangkan, apalagi ketika kau harus menunggu di depan ruang rapat atau di ruang tunggu suatu kantor pemerintahan ketika Tantemu harus menyelesaikan beberapa urusan kementrian." jawab Susan tampak agak kesal.

Aku dan Hannah saling bertatapan dan berkata bersamaan, "Ouuuwh.. kasihan Susan." Ekspresi geli menahan tawa tampak jelas di wajah kami, karena membayangkan Susan kebosanan karena harus menunggu berjam-jam saat Tante nya, Amelia Bones, yang notabene-nya adalah Kepala Departemen Penegakan Hukum Sihir Inggris, rapat dengan pemerintahan Perancis.

"Aku tau kalian tidak benar-benar mengasihaniku." Susan berkata sambil memutar kedua bola matanya.

"Ahahahaha…." dan kami bertiga pun tertawa bersamaan.

"Lagipula aku tidak merasa bosan, ada seorang anak dari salah satu pejabat pemerintahan Perancis yang menemaniku," Susan berkata, kemudian melanjutkan, "seorang anak laki-laki yang umurnya lebih tua satu tahun dariku." sambungnya, dan kemudian pipinya merona.

"Aww.. Susan, pipimu merona." Hannah menggoda Susan, aku pun ikut tertawa.

"Aku tidak merona." jawab Susan cepat, yang tidak sesuai dengan pipinya yang makin merah.

"You had a crush on him, are you?" aku ikut menggoda Susan.

"No no no, I'm not." Susan menyangkal namun pipinya masih merah karena malu. Aku dan Hannah masih tertawa cekikinan melihatnya.

"Ehm.. By the way.. I have something for you two." Susan berkata untuk mengalihkan pembicaraan, kemudian membuka tas nya, dan mengeluarkan dua buah kotak bingkisan yang cantik dan berkata, "Debauve-Gallais, Le meilleur chocolat à paris."

"Wow,, terima kasih Susan." Aku dan Hannah berkata bersamaan dan dengan senang hati menerima oleh-oleh darinya.

"Cokelat terbaik di paris ya?" tanya Hannah.

"Yes, for almost 200 years." Susan menjawab sambil tersenyum, kemudian menjelaskan "Pada tahun1800-an, di Paris cokelat digunakan untuk membuat obat-obatan pahit menjadi lebih enak. Mereka mengkombinasikan cokelat dengan bahan-bahan "sehat" yang mempromosikan kekuatan dan kesehatan."

"Sulpice Debauve dan keponakannya Agustus Gallais, adalah pendiri perusahan coklat ini, dan mereka mulai menjual "cokelat kesehatan"." sambung Susan. "Sulpice Debauve sendiri adalah mantan ahli kimia kerajaan, di bawah pemerintahan Raja Louis XVI dan pembuat cokelat untuk Raja Charles X"

"Wow,, kau sempat belajar sejarah juga di Paris." aku berkata pada Susan.

"Well.. yeah." Susan menjawab sambil tersenyum. "Bagaimana dengan liburan kalian berdua?" sambungnya.

"Aku mengunjungi keluargaku di London, mereka muggle, dan kami mengunjungi berbagai tempat wisata. You know what, British Museum merupakan museum tertua di dunia, dan banyak sekali koleksi mereka." Hannah mulai bercerita.

"Aku tidak pernah menyangka kau menyukai sejarah, Hannah." balasku menanggapi Hannah, sambil memakan salah satu cokelat Debauve-Gallais, dan wow rasanya sangat enak, yummy...

"Aku menyukai British Museum, dan aku menyukai kelas Professor Binns karena di kelasnya aku bisa istirahat tidur sejenak." Hannah berkata, dan kami bertiga tertawa bersamaan.

Kelas Professor Binns memang terkenal menjadi kelas yang paling membosankan di Hogwarts. Beliau mengajar dengan membaca dari catatan yang sepertinya tidak pernah berakhir. Kebanyakan murid akan jatuh tertidur setelah mendengar kalimat pertama yang ia ucapkan, kecuali mungkin Hermione Granger, dan beberapa anak dari asrama Ravenclaw. Kami bertiga termasuk golongan murid-murid yang seringkali tertidur di kelasnya.

"Yang lebih menarik lagi adalah saat mengunjungi Madame Tussauds London. Tempat ini adalah sebuah museum juga, tapi museum ini memamerkan patung lilin berupa tokoh-tokoh terkenal dari seluruh dunia muggle dan menurut sepupuku patung-patung itu sangat mirip dengan aslinya. Kebanyakan aku tidak mengetahui tokoh-tokoh muggle tersebut, tapi patung-patung lilin itu benar-benar seperti manusia, " Hannah melanjutkan ceritanya, lalu memakan salah satu kacang Bertie Bott's segala rasa, "yaiks,, yang ini rasanya aneh sekali."

"Bagaimana denganmu Jils? Apa yang kau lakukan selama musim panas," tanya Susan kepadaku.

"Musim panasku biasa saja tapi menyenangkan. Dad tidak bisa meninggalkan pekerjaannya, sehingga kami tidak bisa berlibur keluar kota tahun ini." aku mulai bercerita.

"Aku banyak menghabiskan waktu bersama Cedric dan Mom. Dan tentunya mengunjungi Malfoy Manor, menelusuri koleksi buku di perpustakaannya, bermain Quidditch bersama para Slytherin atau berenang di danau yang terletak di lahan pribadi keluarga Malfoy."

"Terdengar seperti kau lebih banyak menghabiskan waktu di Malfoy Manor daripada bersama Cedric dan Mom." Hannah berkata kemudian menyeringai.

Aku memutar kedua bola mataku, dan berkata lagi, "oh iya, dan Draco beberapa kali memaksaku untuk menemaninya di acara pesta yang diadakan keluarga Malfoy di manor mereka, untuk acara kementrian atau untuk kalangan "pureblood". Dan itu sangat membosankan."

"Oh ya, aku mengerti perasaanmu", Susan menanggapi. "Akupun seringkali diajak Tanteku untuk menghadiri pesta seperti itu, dan kau benar itu sungguh membosankan. Kebanyakan mereka bicara tentang hal-hal politik, ekonomi, dan berbagai hal yang tidak kumengerti."

"Kadang aku masih tidak habis pikir Jils, tentang hubunganmu dengan Malfoy. Seorang Hufflepuff bersahabat dengan seorang Slytherin." Hannah menanggapi.

"Well.. Seperti kalian tau, aku mengenal Draco sejak dari masih memakai popok. Dan bersahabat dengannya adalah seperti hal yang sangat natural."

Kami pun lanjut membicarakan banyak hal, tentang sekolah dan pelajarannya, tentang kira-kira siapakah guru DADA tahun ini, bahkan sampai membahas tentang lolosnya Sirius Black dari Azkaban dan hubungannya dengan Harry Potter. Mungkinkah Sirius akan menembus Horgwarts dan mengincar Harryr?

"Kau sepertinya sangat khawatir Sirius Black akan melakukan sesuatu terhadap Potter" tanya Hannah kepadaku

Entah mengapa pertanyaanya itu membuat pipiku panas dan merona.

Melihat pipiku merona, Susan menyeringai dan berkata "Apakah ada sesuatu lagi yang terjadi antara kau dan Harry Potter kali ini?"

"Apa?" jawabku, "Tentu saja tidak ada apa-apa antara aku dan Harry."

"Jadi sekarang kau sudah memanggilnya Harry?" Hannah menanggapi dan menyeringai.

"We know you fancied him," Susan ikut menggoda diriku.

"Kalian ini… I'm sure almost all little girls in Magical England ever fancied Harry Potter, the savior of wizarding world. Stories about him are our bedtime story. Dan kalian berdua pun pasti mengalaminya, kan?"

"Ahahaha…" Susan dan Hannah tertawa, dan aku pun akhirnya ikut tertawa.

Tawa kami berhenti karena kami merasakan kereta melambat, diluar jendela, langit tampak kehitaman dan hujan terlihat makin lebat.

Kereta semakin melambat, suara bunyi mesin kereta semakin lama menghilang, dan kereta pun berhenti dengan hentakan, membuat barang-barang yang cukup ringan di rak kompartemen terjatuh.

"Kenapa kita berhenti? Apakah kita sudah sampai?" Hannah bertanya.

Susan melihat jam tangannya dan berkata,"Seharusnya kita belum sampai di Hogsmeade."

Karena penasaran dengan apa yang terjadi, aku bangkit untuk melihat ke koridor. Hampir dari setiap kompartemen ada satu atau dua orang anak yang kepalanya yang mencuat, ingin tahu apa yang terjadi.

Dan seketika semua lampu padam, membuat suasana menjadi gelap gulita,"Ada apa ini?" tanyaku panik.

Aku kembali ke tempat duduk dan tidak sengaja menginjak kaki Susan,"Ouch.." teriaknya

"Sorry Susan."

Kemudian terdengar suara yang berderak lembut di koridor kereta. Apapun itu tampaknya adalah sesuatu yang buruk dan membawa teror.

"A..apakah kalian merasa… u..udara semakin dingin…?" Hannah bicara terbata-bata, tampak kepanikan dan ketakutan di suaranya.

Benar saja, aku merasa udara semakin dingin, dadaku menjadi sesak, dan aku merasa sangat sedih dan ketakutan, seperti semua kehangatan dan kebahagiaan telah diserap keluar dari diriku. Hanya bersisa semua memori pahit dan kesedihan.

Dan disaat aku merasa sudah tidak ingin hidup lagi, tiba-tiba tampak suatu cahaya yang sangat terang yang entah berasal dari mana. Cahaya itu seperti mengusir segala kesedihan dan ketakutan, digantikan oleh perasaan hangat dan bahagia.

Namun selama beberapa saat, kami bertiga masih duduk terpaku, belum terlepas dari rasa kaget, dan tidak ada yang berani untuk bergerak. Tidak lama kemudian lampu kereta kembali menyala, dan kereta mulai bergerak kembali. Kami saling bertatapan dan menghela nafas.

Tiba-tiba muncul seseorang di pintu kompartemen kami yang masih terbuka. Seorang anak laki-laki seusiaku, berambut pirang platina, berkulit putih pucat dan bermata abu-abu. Mata yang biasanya tampak meremehkan orang lain dan aroggant, kini melihatku dengan khawatir dan penuh perhatian.

Tiba-tiba aku merasa tanganku ditarik dan seketika tubuhku bangkit, dan kepalaku berada di bahu Draco Malfoy. Rasa nyaman dan aman pun memenuhi diriku. Tapi kebingungan masih memenuhi benakku, apa yang sebenarnya terjadi?

"Apakah kau baik-baik saja?" tanya Draco pelan kepadaku sambil masih memelukku. Aku yang belum bisa bicara, hanya menggangguk pelan.

Masih belum yakin dengan jawabanku, Draco melepaskan pelukannya, kemudian menatapku dengan perhatian di matanya, dan berkata,"Kau punya cokelat?"

"Ya,,"jawabku pelan.

Draco mendudukan kembali diriku dan melihat sekeliling kompartemen kami, lalu menemukan kotak coklat Debauve-Gallais milikku.

"Sebaiknya kau makan ini," ucap Draco sambil membukakan salah satu bungkus coklat dan memberikannya kepadaku.

"Kalian juga sebaiknya makan coklat ini," Draco berkata lagi sambil membagikan coklat kepada Susan dan Hannah. Kemudian duduk di sebelahku.

Apabila dalam suasana yang tidak membingungkan ini, tidak pernah terbayangkan akan ada hari dimana seorang Draco Malfoy membagikan coklat kepada Hufflepuff.

Setelah aku menelan coklatku. Energi seperti kembali kepadaku, dan aku seperti baru kembali menemukan suaraku, "Apa yang terjadi Drake?"

Draco menatapku dengan pandangan serius dan menjawab, "Dementor."

"Apa?" balas Susan kaget, "bagaimana mungkin Dementor bisa kemari, bukannya mereka di Azkaban?" Susan pun sepertinya sudah mendapatkan suaranya kembali.

"Entahlah, mungkin mereka mencari Black. Sirius Black." Draco menjawab Susan.

Seperti Susan, aku pun merasa kaget. Lalu aku menatap Draco dengan pandangan khawatir.

Draco mendekatkan kepalanya ke telingaku dan berbisik, "Tenanglah, kita akan aman di Hogwarts."

"Baiklah, kalian sudah baik-baik saja bukan? Bila masih merasa aneh, makanlah lagi coklatnya."ucap Draco sambil berdiri dan menuju pintu kompartemen untuk keluar, sebelum keluar ia berbalik dan menatapku lalu menganggukan kepalanya, kemudian pergi.

"Apakah kau yakin hubunganmu dengan Draco Malfoy adalah hanya sebatas sahabat?" tiba-tiba Hannah berbicara.

Aku menatap Hannah dengan pandangan bingung dan seolah-olah mengatakan ya, tentu saja.

Sebelum aku menjawab, Hannah berkata lagi. "Bahkan Kakakmu Cedric tidak datang menghampirimu setelah kejadian aneh tadi."

Well.. Benar juga pikirku. Tapi mungkin Cedric pun masih kaget karena kejadian tadi, dan aku pun tidak mau terlalu memikirkannya.

Perjalanan pun berlanjut, dan sambil mengunyah coklat, kami tidak terlalu banyak mengobrol. Sampai akhirnya kami tiba di stasiun Hogsmeade.