Disclaimer : I don't own Harry Potter

Please enjoy the story..

Chapter 4

Cedric POV

Mataku tertuju pada pintu aula besar, memperhatikan setiap anak yang masuk. Sampai akhirnya menemukan anak perempuan yang sangat familiar, dengan rambut merah gelap sebahunya, adikku Jilian Diggory.

Jils berjalan berdampingan dengan Hannah Abbott dan Susan Bones menuju meja asrama kami. Sesampainya di meja asrama Hannah duduk di sebelah Ernie Macmilan dan langsung mengobrol. Jilian dan Susan duduk di depan mereka, sesekali tampak menanggapi obrolan, kemudian seorang anak perempuan, kurasa namanya Megie or Megan Jones, duduk disamping Susan dan mengikuti obrolan.

Aku pun menghampiri mereka dan duduk di sebelah Jilian. Jils yang menyadari aku duduk disampingnya langsung memeluk pinggangku. Otomatis aku mengusap kepala Jilian yang berada di dadaku. "Hei, bagaimana keadaanmu?" tanyaku padanya

Jilian menarik kepalanya dan menatapku "Awalnya aku masih merasa agak kaget dan bingung, tapi setelah kejadian tadi, Draco datang ke kompartemen kami, lalu membagikan coklat, dan sekarang aku sudah lebih baik. Kau sendiri bagaimana Kak?" Jilian bertanya kepadaku dengan khawatir dan perhatian dimata hazel nya.

Jarang-jarang ia memanggilku Kakak dan tentunya tidak aneh bagiku mendengar Draco Malfoy datang ke kompartemen Jilian setelah kejadian di kereta tadi, ia memang sangat peduli padanya.

"I'm fine Jils." aku berkata dan tersenyum

"Syukurlah." Jilian menghela nafas. Dan melepaskan pelukannya. Namun raut muka dan matanya kembali memancarkan kekhawatiran.

"Tapi Ced, para dementor berjaga di gerbang Hogwarts, apakah kau tidak khawatir?"

"Tenanglah Jilian, semua akan baik-baik saja. Aku yakin Dumbledore dan para guru tidak akan membiarkan dementor mendekati murid-muridnya." aku berusaha menenangkan Jilian, ia tampak menerima pernyataanku dan mulai kembali mengobrol dengan teman-temannya.

Sebenarnya aku pun merasa khawatir. Para dementor keluar dari Azkaban, jelas ini ada hubungannya dengan Sirius Black yang melarikan diri. Bila isu yang beredar benar, ia mengincar Harry Potter yang telah menghancurkan Tuannya.

Tapi Mom dan Dad pernah bilang padaku, Sirius Black bukanlah seorang Death Eather, ia tidak mungkin mengkhianati James Potter dan bergabung dengan You know who. Kedua orangtuaku yakin Sirius dijebak, tapi entah bagaimana membuktikan hal itu.

Tahun lalu beberapa murid tiba-tiba membeku, isunya chamber of secret telah terbuka, dan monster di dalamnya yang menyebabkan hal ini terjadi. Untungnya tidak ada korban jiwa, dan semua murid dapat disembuhkan kembali.

Dua tahun lalu Troll menyerang masuk ke Hogwarts saat perayaan Halloween, dan di akhir tahun ajaran, Prof. Quirrel, guru DADA pada tahun itu, ditemukan tewas dalam keadaan yang mengenaskan.

Sekarang Sirius Black melarikan diri dari penjara yang dijaga amat ketat. Dan akhirnya dementor berjaga di gerbang-gerbang Hogwarts. Semoga tidak ada kejadian buruk di tahun ini.

Tidak lama kemudian, para murid tahun pertama memasuki aula, dan aku pun mulai memperhatikan proses seleksi asrama.

Jilian POV

Pagi ini aku berjalan bersama Susan dan Justin Finch Fletchley menuju aula untuk sarapan. Hannah sudah pergi sarapan duluan dengan Ernie Macmillan. Beberapa jarak di depan kami, aku melihat Harry bersama sahabatnya Ronald Weasley dan Hermione Granger.

Semalam aku mendengar kabar Harry pingsan saat dementor menghampirinya di kereta. Aku merasa khawatir dan ingin mengetahui keadaannya. Tapi kurasa Harry tidak akan mau membahasnya.

Hubunganku dengan Harry Potter cukup dekat, dimulai saat kami menjadi partner dalam beberapa mata pelajaran. Hal ini membuat kami menjadi sering menghabiskan waktu bersama untuk mengerjakan tugas kelompok. Entah mengapa kadang aku merasa telah mengenal Harry sejak lama. Bersamanya aku merasa bisa mengobrol apa saja dan kami cepat menjadi akrab. Suatu hari saat mengerjakan tugas bersama, aku mulai memanggilnya Harry, dan ia pun mulai memanggilku dengan nama depanku.

Saat memasuki Aula besar aku mendengar gelak tawa dari arah meja Slytherin, dan aku melihat Draco sedang memperagakan seseorang ketakutan kemudian pingsan, lalu Draco dan para Slytherin pun tertawa. Aku melihat Pansy Parkinson yang duduk di sebelah Draco tertawa paling keras, seolah-olah apa yang Draco lakukan adalah hal yang sangat lucu, padahal aku yakin ia melebih-lebihkan karena ingin menarik perhatian Draco seperti biasanya. Aku memutar kedua bola mataku dan bergegas menuju meja Hufflepuff.

Saat aku duduk, aku melihat Harry di meja Griffindor, ia duduk membelakangi meja Slytherin dan tampak kesal. Aku melihat lebih jauh ke arah meja Slytherin dimana Draco dan teman-temannya tampak masih mengolok-olok Harry, kali ini Pansy yang berakting pingsan dan dengan sengaja menjatuhkan dirinya ke arah Draco, uugh menjijikan pikirku melihat tingkah Pansy.

Aku pun menghela nafas yang tidak kusadari telah kutahan sejak tadi. Aku tidak menyukai sifat Draco yang kadang sangat kekanakan, terutama sikapnya terhadap Harry dan teman-temannya. Pikiranku teralihkan saat Prof. Sprout membagikan jadwal kelas kami. Aku segera menyelesaikan sarapan, dan bergegas menuju kelas pertamaku tahun ini.

Harry POV

Aku berjalan diantara kerumunan murid-murid yang menuju aula besar untuk makan siang. Ron dan Hermione sudah berjalan duluan di depan. Pikiranku kembali mengingat perkataan Prof. Trelawney tentang gambaran Grim di cangkir teh milikku tadi. Suatu pertanda kematian.

Prof. McGonagall mengatakan bahwa Prof. Trelawney membuat ramalan kematian seorang murid tiap tahunnya. Namun rasanya kematian memang selalu mengikutiku. Aku bisa saja mati saat kejadian dengan Quirrel di tahun pertamaku di Hogwarts. Atau di tahun kedua saat kejadian buku diary Tom Riddle dan peliharaannya yang ternyata adalah seekor basilisk. Bahkan kematian sudah mengikutiku sejak usiaku baru 1 tahun!!! Voldemort sudah berusaha untuk membunuhku! Mungkin tahun ini aku akan benar-benar mati.

Aku menghela nafas dan tiba-tiba, Brukk!! Sesuatu atau seseorang menabrak punggungku.

"Ouucchh!!" suara seseorang dari belakang.

Aku berbalik dan melihat anak perempuan berambut merah gelap sedang mengusap dahinya, "Jilian?"

Jilian mendongkakan kepalanya dan menatapku, "Oh Harry.. I'm so sorry.. Aku keasyikan membaca sambil berjalan, jadi menabrak punggungmu.. Hehehe..", Jilian meminta maaf padaku, kemudian tersenyum, sambil menunjukkan buku yang dipegangnya. Seingatku, diantara buku-buku pelajaranku tahun ini, tidak ada buku seperti itu.

"Tidak apa-apa Jil", ucapku sambil tersenyum, "Kelihatannya bacaannya menarik sekali ya?"

Mendengar pertanyaanku, mata Jilian langsung berbinar dan ia tersenyum lebar, "Kau benar sekali Harry, Arythmancy, pelajaran yang sangat menarik", ucapnya mantap. Wow pikirku, ternyata ada orang selain Hermione yang akan menganggap Arythmancy sangat menarik.

"Jadi Harry, pada pelajaran Arythmancy ini ... ", Jilian melanjutkan bercerita dengan antusias.

Aku membayangkan jika saudara kembarku yang konon menurut sejarah namanya juga adalah "Jilian" masih hidup, mungkin kami akan akrab seperti ini.

Aku merasa nyaman mengobrol dengan Jilian, dan kami mudah sekali akrab. Namun tiba-tiba...

"Jilian!!!", seseorang berteriak memanggil Jilian.

Aku dan Jilian melihat kearah suara itu berasal, dan kami melihat Draco Malfoy berjalan menghampiri kami dengan ekspresi yang aneh, ia tampak kesal tapi seperti tidak mau menunjukkannya.

"Oh, hai Draco.. ", balas Jilian masih dengan suara yang antusias.

"Apa yang kau lakukan?!" Malfoy bertanya kepada Jilian dengan suara pelan namun tampak kesal.

"Well... Seperti yang kau lihat, aku sedang mengobrol dengan Harry, " Jilian menjawab masih dengan suara tenang. Sekilas kulihat mata Draco membelalak saat mendengar Jilian menyebutku dengan nama depan.

"Ya, dan kau Malfoy, mengganggu pembicaraan kami," aku berkata dengan nada sinis, membuat Malfoy menatapku tajam.

"Diam kau Potter!!" kali ini Malfoy tidak lagi menutupi kekesalannya, "Apapun yang kalian bicarakan, sekarang sudah selesai!"

Kemudian Malfoy berpaling kepada Jilian dan menarik tangannya,"Ayo Jilian! Kau makan siang denganku!"

Malfoy menarik Jilian menuju aula besar, Jilian menoleh kepadaku, dan aku bisa melihat bibirnya berkata tanpa suara, 'I'm sorry'.

Aku menganggukan kepala kepada Jilian, dan mengepalkan tanganku karena kesal terhadap Malfoy. Benakku sejak dulu masih bertanya-tanya, mengapa orang sebaik Jilian bisa dekat dengan Malfoy.

Sambil menghela nafas aku memasuki aula besar menuju meja Griffindor. Aku duduk di samping Ron dan melihat ke arah meja Slytherin. Kulihat Jilian duduk di samping Malfoy, dan mereka tampak berargumen. Namun sepertinya Jilian mengalah dan akhirnya mereka memulai makan siang. Tidak mau ambil pusing, aku pun mengambil piring dan memulai makan siangku.

Draco POV

Saat kami berjalan menuju aula besar untuk makan siang, Pansy bercerita tentang pengalamannya berlibur keliling Eropa. Vincent dan Greg mendengarkan dengan antusias, menanggapi cerita dan mengomentari ini itu. Aku berusaha mendengarkan, karena Mother selalu mengajariku untuk memperlakukan perempuan dengan baik, dan Father mengatakan bahwa keluarga Parkinson adalah salah satu keluarga penyihir terhormat.

Kami berjalan dengan santai, saat aku melihat Jilian sedang mengobrol dengan scarhead-Potter!!!

Aku mengenali ekspresi wajah Jilian yang berseri-seri seperti sekarang ini. Ekspresi wajahnya ini adalah ketika ia sedang menceritakan hal-hal yang ia sukai. Biasanya aku sangat menyukai ekspresinya ini, tapi entah kenapa, rasanya kesal sekali melihatnya bicara seperti itu kepada orang lain, terutama kepada Potter!

Aku menatap mereka tajam, dan mengepalkan tanganku.

"Draco?", Pansy memanggilku dengan wajah bingung, Vincent dan Greg juga memasang ekspresi kebingungan di wajahnya.

Aku menatap tajam mereka lalu kembali menatap Jilian dan scarhead, yang sekarang sedang tertawa bersama, membuatku semakin kesal.

Pansy, Vincent dan Greg mengikuti arah pandanganku,"kalian pergilah duluan!" ucapku pelan namun berbahaya.

Seperti mengerti dengan keadaan, mereka berlalu tanpa berkomentar apa-apa.

"Jilian!!!" aku berteriak memanggilnya. Kemudian mereka melihat ke arahku dan aku berjalan menghampiri mereka.

"Oh, hai Draco.. ", balas Jilian masih dengan suara yang antusias.

"Apa yang kau lakukan?!" suaraku pelan tapi tidak menutupi rasa kesalku.

"Well... Seperti yang kau lihat, aku sedang mengobrol dengan Harry, " Jilian menjawab masih dengan suara tenang. Mataku membelalak mendengar Jilian menggunakan nama depan Potter, sejak kapan mereka jadi semakin akrab.

Kekesalanku bertambah saat Potter berkata, "Ya, dan kau Malfoy, mengganggu pembicaraan kami."

"Diam kau Potter!!", aku tidak lagi menutupi rasa kesalku.

"Apapun yang kalian bicarakan, sekarang sudah selesai!"

Aku berpaling kepada Jilian dan menarik tangannya,"Ayo Jilian! Kau makan siang denganku!"

Aku menarik Jilian menuju meja Slytherin, Jilian meronta berusaha menarik tangannya "Draco, lepaskan tanganku!"

Aku tidak menghiraukannya dan kami pun duduk di bangku paling ujung di meja Slytherin."Draco, kau menyakitiku," aku melepaskan tangannya, dan melihat Jilian mengusap tanda kemerahan akibat genggamanku yang terlalu keras. Aku merasa bersalah, dan bermaksud meminta maaf, tapi Jilian berkata, "Kau sangat berlebihan Draco".

"Aku berlebihan? Aku sahabatmu Jils, dan aku pernah bilang padamu, agar kau tidak dekat-dekat dengan Potter!! Bahkan sekarang kau memanggilnya dengan nama depan!"

"Memangnya kenapa kalau aku memanggilnya dengan nama depan? Kau memang sahabatku, tapi kau tidak bisa mengaturku, aku bebas bicara ataupun dekat dengan siapapun!"

"Kau ini... "

"Drake please..", Jilian memotong dan menghela nafas. "Bisakah kita makan siang saja dengan tenang, tanpa harus membahas hal-hal seperti ini?" Jilian menatapku dengan mata sedih, membuatku kembali merasa bersalah.

Aku menghela nafas dan menjawabnya dengan anggukkan. Kemudian kami pun mulai makan siang dalam diam.

Jilian tidak menghabiskan makan siangnya, membuatku berkata, "Makanmu sedikit sekali siang ini?"

"Aku tidak begitu lapar, Drake." jawabnya sambil melihat jam tangannya. "Lagipula aku harus segera ke kelas berikutnya."

Aku tidak menjawab, dan hanya menatap nya saja. Jilian membalas tatapanku, kemudian mendekat dan memelukku singkat.

"Sampai nanti, Drake." ucap Jilian sambil tersenyum. Aku menjawabnya dengan anggukkan, kemudian ia bangkit menghampiri teman-teman Hufflepuff nya dan mereka menuju kelas berikutnya.

Dan aku pun menyelesaikan makan siangku sambil tersenyum.