A/N : Halo semua :)
Mohon maaf karena sudah lama tidak update. Ada beberapa urusan yang perlu saya selesaikan, jadi penulisan fic ini sempat tertunda.
Adelaide Raverin : Terimakasih sudah follow, mudah-mudahkan terus mengikuti update fic ini :). Draco sweet banget yaaa.. hati-hati baper hehehe… Saya juga suka karakter Draco, tapi di imajinasi saya, Draco selalu punya hati baik dibalik perilakunya yang kadang menyebalkan hehe… Mungkin jadi OOC yaa..
Beberapa karakter lainnya juga mungkin ada yang OOC, tapi kembali lagi fic ini hanya imajinasi saya saja. Dan mohon maaf kalau masih banyak typo...
Semoga semua suka yaa :)
Happy reading!
Disclaimer : I don't own Harry Potter
Chapter 5
Jilian POV
Aku bergegas menuju Hospital Wing ketika mendengar kabar Draco terluka akibat diserang Hipogriff. Sesampainya disana aku melihat Draco duduk bersandar di salah satu tempat tidur. Lengan kanannya yang terluka terbalut kassa dan menggunakan penyangga. Pansy Parkinson berada di kursi di samping tempat tidurnya. Oh, tentu saja Pansy akan ada disini.
Aku berjalan mendekati mereka dan mendengar Pansy berkata, "Draco, apakah masih terasa sakit sekali?"
Draco menyadari kehadiranku, ia tidak menjawab pertanyaan Pansy, dan menyapaku, "Jils.."
Pansy melihat ke arahku, dan aku bisa melihat ekspresinya yang tampak sebal karena aku seperti merusak momennya bersama Draco.
Aku berusaha menahan untuk tidak memutar kedua bola mataku dan duduk di tepi tempat tidur Draco. "Hai Draco, Pansy", aku menyapa mereka.
Tanpa menunggu balasan aku berkata lagi, "Bagaimana keadaanmu Drake?"
"Aku terluka parah Jilian, ini karena makhluk bodoh yang dibawa Proffesor setengah raksasa itu dikelasnya."
"Makhluk bodoh itu Hipogriff Draco, kau seharusnya tau untuk tidak membuat seekor Hipogriff kesal, dan setengah raksasa itu adalah guru kita, Prof. Hagrid, tolong hormatilah ia", aku menanggapi perkataan Draco.
"Tapi ini memang kesalahannya, bila ia tidak pilih kasih kepada Potter, sehingga Potter memamerkan aksi terbang bersama Hipogriff," Draco berkata lagi.
"Jadi kau bertindak bodoh hanya karena merasa iri kepada Harry?"
"Hei, aku tidak bertindak bodoh, dan untuk apa aku iri kepada Potter?!" protes Draco.
"Aku akan mengadukan hal ini kepada Father."
"Apa?! Tidak Drake kau tidak bisa melakukan itu."
"Kenapa aku tidak bisa?"
"Ehem.." Pansy mendeham seperti memberitahukan bahwa dirinya masih ada disini, lalu mengatakan, "Okay lover birds, aku akan tinggalkan kalian berdua sekarang, jadi kalian bisa melanjutkan argumen tanpa menghiraukan aku."
Pansy bangkit dari kursinya dan berkata, "Bye Drakie,, lekas sembuh ya.. bye Jilian..", Pansy kemudian berjalan meninggalkan Hospital Wing.
Aku menghela nafas, menatap Draco kemudian menggapai tangannya yang tidak terluka. "Maafkan aku.. Aku kemari untuk melihat keadaanmu, bukan untuk bertengkar."
Draco tidak mengatakan apapun, tapi kemudian ia mengangguk.
"Kau tau kan, apabila kau mengadukan hal ini kepada ayahmu, ia bisa membuat Prof. Hagrid kehilangan pekerjaannya?"
"Well.. Yaa, sepertinya begitu", jawab Draco tidak yakin.
"Apa kau mau membuat seseorang kehilangan pekerjaannya? Draco kau lebih baik dari itu.. Ayolah beri Hagrid kesempatan."
Draco pun menghela nafas, kemudian berkata, "Baiklah aku tidak akan mengadu kepada Father, tapi aku tidak menjamin ia tidak akan mendengar hal ini dari orang lain."
Aku pun tersenyum, hal ini cukup untukku memastikan bahwa Draco masih memiliki hati yang baik. Dan seperti permintaan Narcissa, aku perlu untuk selalu mengingatkan hal ini kepada Draco, bahwa ia ada seseorang yang lebih baik.
Kami pun melanjutkan mengobrol, bercanda dan tertawa bersama, sampai akhirnya Madam Pomfrey mengatakan bahwa Draco harus beristirahat.
Draco menepati janji dan tidak mengadu kepada ayahnya. Namun tampaknya kabar Draco terluka di kelas Prof. Hagrid akhirnya sampai ke telinga Lucius Malfoy.
Beberapa hari kemudian, Hagrid mendapatkan tuntutan untuk mengundurkan diri, karena telah lalai dalam kelas yang mengakibatkan salah seorang murid terluka. Hipogriff yang 'menyerang' Draco pun terancam hukuman mati. Namun hal ini belum diputuskan sampai persidangan berakhir.
"Jil, aku benar-benar tidak tau bagaimana Father bisa mengetahuinya, aku.. minta maaf.. ", ucap Draco padaku saat kami berjalan menuju Hogsmead, ia benar-benar menyesal.
"Itu bukan salahmu Drake. Ayahmu punya banyak informan, ia bisa tau dari siapa saja."
"Tapi semua orang menganggap akulah yang mengadukan Hagrid ke Ayahku. Terutama trio Griffindor kesayanganmu itu."
"Hei, sejak kapan Draco Malfoy mengkhawatirkan apa yang orang lain bicarakan? Apalagi dari para Griffindor."
"Tidak seperti kau, aku punya reputasi yang harus kujaga tentunya." Draco menyeringai.
"Ya ya.. Tentu saja", aku memutar kedua bola mataku, dan kamipun tertawa bersama.
"Orang-orang itu tidak mengenalmu seperti aku, dan aku tau kau lebih baik dari apa yang mereka kira." ucapku sambil tersenyum, kemudian aku menggandeng lengan Draco dan melanjutkan kunjungan kami di hogsmead.
Meskipun para dementor menjaga gerbang-gerbang Hogwarts, hari-hari di sekolah kurasakan berjalan dengan baik. Setidaknya tidak ada siswa yg membeku tahun ini. Walaupun pernah suatu malam, semua siswa dikumpulkan untuk tidur di aula besar. Kabarnya seseorang menyerang menara Griffindor, banyak yang yakin seseorang itu adalah Sirius Black, namun tidak pernah ditemukan buktinya.
Keseharianku disibukan dengan berbagai aktivitas sekolah. DADA menjadi pelajaran favoritku tahun ini. Prof. Lupin adalah guru yang hebat dengan metode mengajar yang menyenangkan, beliau lebih mementingkan praktek daripada teori, sehingga para siswa dapat belajar bagaimana membela diri.
Arythmancy dan ancient rune juga sangat menarik, walaupun tugas-tugasnya menumpuk, dan kadang membuatku menghabiskan waktu di perpustakaan hingga larut.
Selain kelas, tugas dan menghabiskan waktu bersama teman-teman. Aku juga disibukan dengan latihan quidditch. Aku dan Cedric adalah anggota tim quidditch asrama Hufflepuff, Ced seorang seeker dan aku seorang chaser. Kami memenangkan pertandingan quidditch putaran pertama tahun ini saat melawan Griffindor. Cedric berhasil menangkap snitch sesaat sebelum Harry terjatuh dari sapunya. Aku melihat dengan ngeri kejadian itu dari sapu terbangku, dan khawatir sekali saat Harry terjatuh, tp syukurlah ia baik-baik saja.
Saat liburan tengah semester aku pulang ke rumah untuk merayakan Christmas bersama keluarga tercinta. Kami saling bertukar kado, dan makan malam bersama.
Malam ini Ballroom Malfoy Manor terlihat sangat indah. Dihiasi bunga-bunga yang terbentuk dari es yang berkilauan terkena pantulan cahaya lampu yang berwarna warni. Dari langit-langitnya, salju tampak turun dengan cantik, namun segera hilang sebelum menyentuh kepala para tamu pesta. Dan biarpun suasana di dalam Ballroom Malfoy Manor kini seperti dalam istana es, rasa dingin tidak terasa sama sekali.
Keluarga Malfoy menjadi tuan rumah pesta tahun baru kementerian tahun ini. Dan tentunya banyak pejabat kementerian diantara tamu undangan. Lucius dan Narcissa Malfoy tampak berkeliling menyapa para tamu. Aku melihat Dad mengobrol dengan beberapa koleganya, dan Mom mengobrol dengan para istri dari kolega Dad tersebut. Diantaranya tampak keluarga Chang, salah satu keluarga duta besar dari kementerian sihir China. Cedric dengan senang hati mengikuti Dad dan Mom sehingga ia bisa berkesempatan mendekati Cho Chang, anak dari duta besar China tersebut, dan mengajaknya berdansa. Cedric sudah menyukai Cho sejak lama. Cho juga bersekolah di Hogwarts, ia murid tahun ke 4 dan berada di asrama ravenclaw.
Selain tentunya keluarga dari teman-teman Slytherin Draco yang rata-rata adalah keluarga 'pureblood', aku melihat Susan Bones, salah satu teman seasramaku. Ia kini tampak sedang berdansa dengan anak laki-laki dari salah satu pejabat kementerian. Susan hadir bersama Tantenya Amelia Bones, dan karena jabatan tantenya yang cukup berpengaruh, Susan diharuskan ikut bersosialisasi. Susan menangkap tatapanku, dan aku tersenyum menyemangatinya, ia mengangguk singkat.
Mengejutkan, tapi aku melihat Neville Longbottom, yang tampak canggung, hadir di antara tamu undangan bersama dengan neneknya Augusta Longbottom. Keluarga Longbottom adalah keluarga pureblood, dan salah satu dari Sacred Twenty-eight, 28 keluarga penyihir Inggris yang masih 'benar-benar pureblood'. Augusta Longbottom tampaknya ingin menunjukkan bahwa keluarga Longbottom masih memiliki pengaruh di dunia sihir Inggris.
Draco tidak tampak terlihat dimanapun, setelah tadi ia berpamitan kepadaku untuk memulai tugasnya malam ini, mungkin ia masih disibukan dengan aktivitas 'bersosialisasi' di kalangan para pejabat dan keluarga pureblood. Apalagi saat ini keluarganya menjadi tuan rumah di pesta ini.
Aku mengambil salah satu gelas jus dan meminumnya, merasa bosan setelah ikut 'bersosialisasi' dengan para tamu. Setelah yakin tidak akan ada yang mencariku, terutama kedua orangtua dan kakakku, aku menyelinap keluar dari Ballroom menuju halaman belakang Malfoy Manor.
Bertolak belakang dengan cuaca di luar sana, halaman Malfoy Manor seperti tidak terpengaruh dengan musim dingin. Halamannya masih tertata rapih, bunga-bunga bermekaran dengan cantik, udaranya terasa sejuk dan hangat layaknya musim semi. Di kejauhan aku dapat melihat merak putih peliharaan keluarga Malfoy tampak berjalan dengan angkuh. Akupun duduk di salah satu kursi taman di dekat air mancur. Memandang ke langit hitam yang kini dihiasi bintang-bintang yang berkelap kelip. Aku dapat mendengar alunan musik yang mengiringi suasana pesta, terkadang terdengar gelak tawa dari para tamu yang entah membicarakan apa.
Aku sedang menikmati suasana tenang ini, sampai seseorang tiba-tiba berkata, "Kau seharusnya menyelamatkanku."
"Draco! Kau mengagetkanku", ucapku karena terkejut.
Draco tertawa kecil, kemudian duduk di sebelah kananku di kursi taman yang sama.
"Sedang apa kau disini? Bukankah kau harus melaksanakan "tugasmu" sebagai tuan rumah?" tanyaku kepadanya.
"Aku merasa bosan, lagipula kurasa semua tamu sudah hadir, jadi aku tidak perlu tinggal untuk menyapa tamu yang baru datang", jawab Draco.
"Dan aku melihatmu menyelinap keluar ballroom Jilian. Kenapa kau tidak mengajakku? kau menyelamatkan diri sendiri dan meninggalkanku disana yang mungkin bisa mati karena bosan", Draco melebih-lebihkan.
Aku memutar kedua bola mataku dan berkata, "Well.. Aku tidak melihatmu setelah kau berpamitan untuk memulai tugasmu malam ini. Jadi kupikir kau sedang menikmatinya", ucapku sambil tertawa kecil.
"Haha.. Ya tentu saja aku sangat menikmatinya", balas Draco datar, lalu menghela nafas.
Kemudian Draco menyadarkan tubuhnya ke sandaran kursi taman, memejamkan matanya sesaat, lalu memandang jauh ke arah langit. Aku dapat melihat rasa lelah dimatanya. Sebagai pewaris salah satu keluarga ternama, Draco memiliki beban yang mungkin tidak dapat dibayangkan oleh anak- anak biasa seusia kami. Masa kecilnya dihabiskan untuk mempelajari segala aturan yang harus ia patuhi. Walaupun kadang ia bercerita kepadaku bahwa dirinya belum memahaminya, tapi tetap harus dilakukan, semuanya demi menjaga nama baik keluarga.
Sesaat kami duduk dalam diam, menikmati suasana tenang disini, sampai Draco berkata, "So.. Jilian.. Apakah kau menyukai hadiah dariku?"
"Maksudmu kartu natal itu?", aku mengingat kembali kartu yang kuterima dari Draco pada natal kemarin. Sebenarnya aku agak kecewa, setelah sekian lama bersahabat dengannya, Draco hanya memberiku kartu natal, memang kartu itu sangat elegan dan terlihat mahal. Tapi tetap saja, rasanya agak kecewa, teman-temanku yang lain minimal memberiku coklat, bahkan Harry Potter memberiku buku 'Tips n Trik Memudahkan Arythmancy'. Dan aku memberi Draco pena bulu 'limited edition' yang kupesan khusus dari Amerika.
"Uhm.. Ya terimakasih atas kartunya, sangat elegan dan terlihat mahal", ucapku tidak bisa menyembunyikan kekecewaanku.
Draco tertawa melihat reaksiku, dan aku memandangnya sebal. "Kenapa kau tertawa? Apakah kau sangat senang melihatku kecewa?"
"Ehem..", Draco berusaha menghentikan tawanya, "Maafkan aku Jil, aku tidak bermaksud membuatmu kecewa."
"Tidak aku.. Aku.. Aku bersyukur kau masih mengingatku, walaupun hanya memberiku sebuah kartu," entah mengapa selain kecewa aku menjadi merasa sedih, dan aku memalingkan wajahku dari Draco.
Tiba-tiba Draco mengambil tangan kananku dan menggenggamnya, membuatku melihat ke arahnya dan ia berkata dengan suara pelan, "Jilian.. Aku benar-benar minta maaf, aku hanya ingin menggodamu, dan benar-benar tidak bermaksud mengecewakanmu."
Kemudian Draco menatapku, tampak penyesalan di mata abu-abu nya itu. "Lagipula kartu itu hanya pengantar saja untuk hadiah yang sesungguhnya", ucapnya lagi kemudian menyeringai.
Aku menaikkan alis mataku yang juga sedang menatapnya, dan berkata "Maksudmu Drake?"
Draco melepaskan genggamannya, mengambil sesuatu dari saku jubahnya, dan memberikannya kepadaku. Di tanganku kini ada sebuah kotak beludru ukuran sedang, berwarna hitam dan sangat elegan. Aku yang masih terkejut hanya memandangnya saja.
"Bukalah", ucapnya singkat sambil tersenyum.
Aku pun mengangguk dan membuka kotak tersebut, didalamnya terdapat sebuah bracelet yang terbuat dari emas putih, dengan sebuah berlian kecil di tengahnya, sederhana namun sangat indah. Aku tidak dapat menahan senyumku. Lalu aku mengambil bracelet itu dan melihat sebuah simbol keluarga Malfoy menggantung di salah satu ujung bracelet. Aku terkejut melihat simbol itu dan menatap Draco yang masih tersenyum kepadaku.
"Kau menyukainya?", tanya Draco.
"Uhm.. Draco apa kau yakin tentang ini?", aku bertanya balik tanpa menjawab pertanyaan Draco.
"Ya..tentu saja. Kenapa kau bertanya seperti itu?", jawab Draco yang kini ekspresi serius tampak di wajahnya.
"Ini sebuah 'promise bracelet' Drake".
"Well,, uhm.. Ya.. ", jawab Draco yang kini tampak gugup.
"Apakah orangtuamu mengetahui hal ini?", aku bertanya lagi.
"Aku tidak mengatakannya secara langsung, tapi kurasa mereka menduganya," jawab Draco sambil mengangkat bahunya. "Lagipula aku meminta simbol itu kepada Mother dihadapan Father", sambungnya lagi.
"Begitu saja? Mereka tidak bertanya apapun atau mengatakan sesuatu?", tanyaku lagi.
"Kurasa mereka tidak mengatakan sesuatu yang penting, kemudian mereka memberikan simbol itu padaku", jelas Draco.
Aku terkejut mendengar cerita Draco meminta simbol keluarganya seperti ia meminta permen saja. Dan lebih terkejut lagi karena orangtuanya begitu saja memberikan kepada Draco, tanpa banyak komentar.
"Kalau mau, kau bisa menganggapnya sebagai 'friendship bracelet', mungkin itu bisa membuatmu lebih nyaman", jawabnya sambil tertawa kecil dan kembali tampak gugup.
Aku tersenyum melihatnya, jarang-jarang seorang Draco Malfoy tampak gugup. "Sebuah 'friendship bracelet' tidak menyertakan simbol keluarga Drake", ucapku seperti mengingatkan Draco.
Aku cukup mengerti tradisi keluarga pureblood, dimana seorang anak laki-laki dari keluarga pureblood dapat memberikan sebuah bracelet yang disertai dengan simbol keluarganya kepada seorang anak perempuan sebagai tanda bahwa dirinya berjanji kelak memilih perempuan itu sebagai pendampingnya. Ini bukan sebuah pertunangan, dan bisa saja bila takdir tidak berpihak, maka janji pun akan dilanggar. Namun dari sebuah 'promise bracelet' biasanya selalu mengarah ke pertunangan dan tentu saja akhirnya pernikahan.
Kurasakan wajahku memanas memikirkan hal itu, apa yang Draco pikirkan, bukankah kami masih terlalu muda untuk memikirkan ke arah yang serius. Tapi tidak juga, biarpun sudah sangat jarang dilakukan, seingatku tradisi ini biasa dilakukan oleh anak-anak keluarga pureblood seusia kami. Bahkan Theodore Nott telah memberikan 'promise bracelet' kepada Daphne Grengrass tahun lalu.
"Jadi, apakah kau menyukainya?", pertanyaan Draco mengalihkan perhatianku kembali kepadanya. Aku bisa melihatnya tersenyum namun tampak rasa khawatir di wajahnya.
"Ya, tentu saja aku menyukainya Drake," jawabku sambil tersenyum lebar dan memeluk Draco. Kuputuskan untuk mengesampingkan segala pemikiran yang terlalu serius. Lagipula aku telah mengenal Draco sejak lama, kami telah saling mengetahui sifat dan kebiasaan masing-masing, dari yang baik maupun yang buruk, selama ini aku dan Draco telah saling menerima, jadi kurasa hal buruk apapun tidak akan memisahkan kami.
Aku melepaskan pelukanku dan melihat Draco menatapku sambil tersenyum lebar, ekspresi khawatir telah hilang dari wajahnya.
"Bisakah kau membantuku memakainya?", tanyaku pada Draco.
"Ya, tentu saja", Draco mengambil bracelet itu dan memakaikannya di pergelangan tanganku.
Kemudian kami saling bertatapan dengan senyuman masih terpasang di wajah kami. Alunan musik lembut pengantar dansa sayup-sayup terdengar dari dalam ruang Ballroom.
"Dance with me?", ucap Draco tiba-tiba sambil mengulurkan tangannya kepadaku.
"Disini?", tanyaku sambil menaikkan kedua alis mataku.
"Ayolah Jilian, kita belum berdansa malam ini", jawabnya sedikit merengek.
"Bukankah tadi kau bilang merasa bosan?", aku menjawab dengan seringaian di bibirku.
Draco memutar kedua bola matanya. Kemudian menatapku dengan serius, "Perlu kau ketahui Jilian, aku tidak akan pernah merasa bosan denganmu", dan kemudian ia tersenyum.
Aku merasakan pipiku memanas, untunglah cahaya lampu di halaman tidak terlalu terang, jadi pipiku yang kuyakin saat ini memerah tidak terlihat jelas.
"So, dance with me?", ucap Draco sambil mengulurkan tangannya lagi.
"Ok.. ok.. baiklah", jawabku sambil tersenyum dan menggapai tangan Draco.
Kami berdansa pelan mengikuti irama musik yang sayup-sayup terdengar dari dalam ballroom. Tidak lama kemudian para tamu mulai berkumpul di halaman belakang untuk bersama-sama menghitung mundur pergantian tahun dan melihat atraksi kembang api. Akupun tersenyum melihat kerlap kerlip kembang api yang menghiasi langit malam ini, dengan Draco berdiri di sebelahku sambil menggenggam tanganku.
