Disclaimer : I don't own Harry Potter
Please enjoy the story..
Chapter 6
Jilian POV
Liburan tengah semester telah berakhir dan aku pun kembali melakukan aktivitas sehari-hariku di sekolah.
Aku menatap bracelet di pergelangan tangan kananku, dan mengingat kejadian setelah malam tahun baru kemarin. Narcissa bersikeras agar seluruh keluargaku menginap di Malfoy Manor setelah pesta tersebut. Paginya saat kami sarapan bersama di hari pertama tahun baru, aku bisa mengingat ekspresi Mom dan Narcissa yang tersenyum penuh arti ketika melihat bracelet di pergelangan tanganku. Dad terkejut dan menjatuhkan garpunya, tampak tidak menerima seseorang memberikan 'promise bracelet' kepada putri satu-satunya. Lucius hanya menatap datar tanpa ekspresi, namun ia berkomentar 'ini hanyalah cinta monyet, jangan terlalu dianggap serius', yang memancing Narcissa dan Mom memberikannya 'death glare'. Cedric memutar kedua bola matanya. Dan Draco, seperti Lucius memasang topeng datarnya, ia tidak berkomentar apa-apa. Sedangkan aku merasa wajahku memanas.
Aku menghela nafasku, kemudian melanjutkan mengerjakan tugas ancient rune yang masih menumpuk.
Tiba-tiba seseorang menyapaku, "Hai, Diggory."
Aku mengangkat kepalaku dan melihat Hermione Granger berdiri di samping mejaku di perpustakaan, "Oh, hai Granger," aku balas menyapanya ramah.
"Apakah kau sedang mengerjakan tugas ancient rune?", tanya Granger kepadaku.
"Ya, aku sedang mengerjakannya."
"Aku sudah bertanya kepada Madame Pince, dan tampaknya buku tentang Ancient Rune yang berhubungan dengan tugas kita hanya tinggal satu copy, dan itu buku yang sedang kau pakai", Granger berkata kepadaku.
"Oh iya, buku ini ya, kalau kau mau, kau bisa bergabung denganku dan kita bisa menggunakan buku ini bersama-sama, aku juga sebentar lagi akan selesai", ucapku sambil menunjukkan lembaran perkamen milikku.
"Ok baiklah", Granger berkata sambil tersenyum, kemudian duduk di bangku di sampingku, dan kami mulai melanjutkan mengerjakan tugas kami.
Hermione POV
Aku masih mengerjakan tugas ancient rune bersama Jilian Diggory, ketika ia tiba-tiba berkata "Dan selesai."
"huuuffhh..", Diggory menghela nafas, kemudian meregangkan kedua lengannya ke atas.
"Awalnya aku berpikir kalau tugas ini tidak akan pernah selesai hehehehe...", Diggory berkata sambil tertawa kecil.
"Ya, tentu akan sulit selesai apabila kita menunda-nunda untuk mengerjakannya," ucapku sambil tersenyum dan melanjutkan mengerjakan tugasku.
"Jilian", aku mendengar seseorang memanggil Diggory, aku mengangkat kepalaku dari perkamen dan melihat Draco Malfoy yang mengenakan seragam quidditch asrama Slytherin berjalan ke arah kami.
"Hai Drake", Jilian balas menyapa Draco dengan ceria.
Aku hanya menatap datar kepada Draco Malfoy, hubungan kami tidak pernah baik, ia seringkali mengolok-olok Griffindor dan terutama aku yang seorang muggleborn.
Namun tiba-tiba, "Granger", ia menyapaku ramah, tidak terdengar nada angkuh ataupun mengejek dari suaranya.
Kedua mataku membelalak karena terkejut. Dan aku membalas sapaanya sambil menganggukan kepalaku, "Malfoy."
Malfoy pun menganggukan kepalanya singkat.
"Kau sudah selesai Jils?", tanya Malfoy kembali bicara kepada Diggory.
"Ya, baru saja", ucap Jilian sambil membereskan perkamen, buku, dan alat tulisnya.
"Baguslah, ini sudah hampir jam malam, aku akan mengantarmu kembali ke asramamu." Aku mendengar Malfoy bicara seolah-olah itu adalah hal yang normal, seorang slytherin yang keras kepala, arogan, dan merasa dirinya lebih baik dari orang lain, mau repot-repot datang ke perpustakaan setelah latihan quidditch, hanya untuk mengantar seorang hufflepuff kembali ke asramanya.
"Ok, baiklah Drake", Diggory berkata sambil membawa tas nya dan menghampiri Draco Malfoy. Kemudian ia berbalik dan berkata kepadaku, "Oh iya Granger, terimakasih, senang bisa berdiskusi denganmu, mungkin kita bisa melakukannya lagi lain waktu."
"Ya sama-sama Diggory", aku membalas ucapannya sambil tersenyum.
"Oh iya, sambil keluar, aku akan mengatakan pada Madame Pince, copyan buku ini ada padamu", Diggory berkata lagi.
"Ok, thanks", jawabku singkat.
"Bye Granger ", ucap Diggory sambil melambaikan tangannya kepadaku dan tersenyum. Aku melihat Malfoy yang berdiri di samping Diggory menganggukan kepalanya kepadaku.
"Bye", jawabku singkat dan kembali mengerjakan tugasku.
Namun aku masih bisa mendengar obrolan mereka karena mereka berdiri tidak jauh dari mejaku.
"Sini kubawakan tasmu", aku mendengar Malfoy berbicara kepada Diggory.
"Terimakasih Drake. Oh iya, bagaimana latihan quidditchmu?", Diggory berkata kepada Malfoy sambil keduanya berjalan menuju meja Madame Pince, aku melihat Diggory bicara sesuatu kepada Madame Pince, kurasa tentang buku ancient rune ini. Kemudian mereka pun meninggalkan perpustakaan.
Sejenak aku berpikir bernahkah apa yang kulihat dan kudengar, seorang Malfoy bersikap baik dan gentleman. Aku menggelengkan kepalaku dan memutuskan untuk tidak memikirkannya, lalu melanjutkan mengerjakan tugas, sampai Madame Pince mengatakan kepadaku sudah waktunya perpustakaan tutup. Aku pun kembali ke menara Griffindor dan melanjutkan mengerjakan tugasku disana.
Jilian POV
Setelah dua minggu ini disibukan dengan belajar dan mengulang pelajaran yang akan diujiankan, akhirnya aku bisa melalui hari-hari ujian akhir semester, yang kuharap hasilnya akan cukup baik.
Aku telah selesai mengerjakan ujian terakhirku di tahun ini, dan saat aku keluar kelas, aku melihat Draco telah menunggu di depan kelasku, menatapku dengan ekspresi khawatir di wajahnya.
Aku menghampiri Draco dan bertanya pelan, "Ada apa Drake, kenapa kau terlihat khawatir?"
Draco tidak berkata apa-apa, tapi ia memberikan secarik perkamen kepadaku. Aku membaca isi perkamen itu yang ternyata adalah surat dari Ayah Draco, Lucius Malfoy. Lucius mengatakan bahwa ia sedikit kecewa dengan hasil persidangan, karena pengaruh Prof. Dumbledore, Prof. Hagrid masih dapat mengajar dan hanya mendapatkan surat peringatan. 'Thanks Merlin' ucapku dalam hati. Namun Hipogriff yang melukai Draco akan di eksekusi, aku melihat waktu eksekusinya adalah hari ini, sore nanti.
Aku kini mengerti apa yang membuat Draco khawatir. Aku menatap Draco dengan pandangan sedih, "Drake, I'm so sorry. Setidaknya Prof. Hagrid tidak kehilangan pekerjaannya."
Draco menjawab dengan menghela nafasnya.
"Apakah kau mau mengunjungi Prof. Hagrid? Mungkin dengan bicara kepadanya akan membuatmu merasa lebih baik?" tanyaku pada Draco.
"Menurutmu begitu? Apakah tidak akan apa-apa? Bagaimana jika ia malah mengusirku?" ucap Draco pelan.
"Kita tidak akan tahu bila tidak mencobanya, lagipula kita akan mengunjunginya dengan niat baik. Dan tentu saja aku akan menemanimu", aku berkata pada Draco, kemudian menggandeng lengannya dan kami berjalan menuju pondok Prof. Hagrid.
Saat berjalan menuju pondok Prof. Hagrid, aku melihat hipogriff yang melukai Draco berada di samping pondoknya, salah satu kaki hipogriff itu terpasang rantai dan terikat pada salah satu tiang penyangga.
Kami sampai di depan pintu pondok Prof. Hagrid, dan aku mengetuknya. Beberapa saat kemudian Prof. Hagrid membukakan pintu pondoknya, aku bisa melihat matanya sembab seperti habis menangis. Kemudian ia berkata, "Miss Diggory, Mr. Malfoy, apa yang kalian lakukan disini?"
"Maafkan kami professor, kami tidak bermaksud mengganggu, tapi bisakah kami masuk sebentar? Ada yang perlu kami bicarakan", aku menjawab pertanyaan Prof. Hagrid.
"eerrr... Sebenernya ini bukan waktu yang tepat", Prof. Hagrid menanggapi.
"Sebentar saja, kumohon..", Draco tiba-tiba bicara.
Aku bisa melihat pandangan Hagrid terkejut mendengar Draco, yang seorang Malfoy memohon kepadanya.
Hagrid menghela nafasnya, "Baiklah.. masuklah kalian berdua, tapi mungkin kalian tidak bisa lama karena aku juga sedang menunggu tamu", ucapnya kemudian terisak seperti baru mengingat sesuatu yang menyedihkan, ia membalikkan badan dan tangannya memberi isyarat kepada kami untuk masuk.
Kami duduk di kursi meja makan di pondoknya, aku memperhatikan Prof. Hagrid menuju pantry, mengusap matanya dan berusaha menghilangkan isak tangisnya. Lalu ia kembali ke meja makan sambil membawa nampan yang berisi 3 cangkir air teh. "Ini, minumlah", ucapnya singkat.
Kami mengucapkan terima kasih dengan suara pelan, dan meminum teh hangat yang disajikan Prof. Hagrid. Lalu Hagrid berkata lagi, "jadi apa yang ingin kalian bicarakan?"
Saat aku akan bicara, Draco menghentikanku dengan menggenggam tanganku, lalu ia berkata, "Aku minta maaf Professor, atas apa yang terjadi, atas apa yang dilakukan ayahku."
"Mungkin anda tidak akan percaya, tapi aku tidak mengadukan kejadian itu kepada ayahku. Aku malah berusaha meyakinkannya untuk mencabut tuntutannya, tapi ia tidak mendengarkan. Aku minta maaf Professor", Draco berkata lagi dengan penuh penyesalan.
Hagrid lagi-lagi dikejutkan dengan pernyataan Draco yang meminta maaf kepadanya.
"Professor..", aku memecah keheningan.
"Ehem.. Ya.. Jujur saja tidak pernah terbayangkan olehku, akan ada hari dimana seorang Malfoy meminta maaf, apalagi kepada seseorang sepertiku.." Hagrid berkata sambil tertawa kecil.
"Kau memiliki hati yang baik Draco Malfoy, kau hanya perlu untuk selalu mengingatnya, agar kelak kau tidak salah dalam melangkah", Hagrid berkata lagi, aku tidak pernah menyangka ia bisa sebijak ini.
"Ibumu, Narcissa Black, errr.. Skg seorang Malfoy tentunya,, aku masih mengingatnya saat ia masih sekolah disini, ia anak perempuan yang baik, bersama ibu mu Miss Diggory, Emily Black benar?".
Aku mengangguk pelan.
"Mereka berdua di Slytherin, tapi mereka anak yang baik. Ayahmu Lucius,, well,, kurasa kau lebih tahu seperti apa dia", Hagrid berkata kemudian menyesap air teh nya.
Aku dan Draco terdiam tidak tahu harus mengatakan apa.
"Ehem,, by the way.. Aku memaafkanmu.. Terima kasih juga sudah berusaha meyakinkan ayahmu untuk mencabut tuntutannya. Tapi kurasa takdir tidak berpihak kepada buckbeak", ucap Prof. Hagrid.
"Buckbeak adalah nama hipogriff itu", Prof. Hagrid berkata lagi menjawab kebingungan di wajah kami. Bibirku dan Draco membentuk 'O' tanpa bersuara, dan mengangguk tanda kami mengerti.
"Tidak apa, mungkin ini yang terbaik", dan Prof. Hagrid kembali mengusap matanya.
Kemudian kami berbincang ringan sebentar, lalu aku dan Draco berpamitan untuk kembali ke kastil.
Harry POV
Aku, Ron dan Hermione, bergegas menuju pondok Hagrid setelah kami menerima surat darinya tentang hasil persidangan.
Saat kami berjalan, dari kejauhan aku melihat dua orang keluar dari pondok Hagrid menuju ke arah kastil. Semakin dekat, aku mengenali dua orang tersebut, mereka Jilian Diggory dan Draco Malfoy.
"Hei, apa yang mereka lakukan di pondok Hagrid?", Ron yang tampaknya juga mengenali mereka berkomentar.
"Entahlah", jawab Hermione singkat.
"Mungkinkah mereka mendatangi Hagrid untuk mengolok-oloknya tentang buckbeak?", Ron berkata lagi.
"Tidak... kurasa tidak", aku yakin Jilian tidak mungkin mengolok-olok Hagrid, dan kurasa Malfoy akan menjaga sikapnya saat bersama Jilian.
"Aku setuju dengan Harry", ucap Hermione.
Kemudian Ron menghentikan langkahnya, dan memandang dengan tatapan tidak percaya kepadaku dan Hermione, "Kalian yakin kita membicarakan orang yang sama? Ini Malfoy yang kita bicarakan bukan?"
"Ia sombong, egois, licik...", kami melanjutkan langkah sambil Ron terus mengomel soal Malfoy.
"...ia merasa lebih baik dari orang lain hanya karena latar belakang keluarganya,, ia seorang Slytherin!"
"Jaga bicaramu, Weasel!", suara Malfoy mengalihkan perhatian kami dari omelan Ron, yang akhirnya menyadari bahwa kami telah berpapasan dengan Malfoy dan Jilian. Malfoy menatap Ron tajam. Jilian memegang lengan Malfoy, seperti berusaha agar Malfoy tidak lepas kendali.
"Kau!", muka Ron memerah tanda ia terpancing emosinya. "Apa yang kau lakukan di pondok Hagrid, huh?!" lanjutnya masih dengan emosi khas Weasley, "Kau sengaja ingin mengolok-olok nya kan?", Kini Hermione pun memegang lengan Ron, agar ia tidak lepas kendali.
"Apa yang aku lakukan sama sekali bukan urusanmu!" Draco menanggapi Ron tanpa menutupi rasa kesalnya.
"Draco cukup, it's not worthy", tiba-tiba Jilian berbicara untuk menahan Malfoy.
"Yeah, you better listen to your bitch!"
That's it! Ron telah lepas kendali, dan seketika tongkat Malfoy telah berada di leher Ron. "Kau bisa mengatakan hal buruk apapun tentang aku, tapi kau tidak bisa menghina Jilian!", suara Malfoy terdengar berbahaya menunjukkan kemarahannya dan melihat Ron dengan penuh kebencian.
"Tarik kembali kata-katamu Weasley! Minta maaf pada Jilian atau aku akan meledakkan kepalamu!", Malfoy mulai mengancam Ron, biasanya aku akan membela Ron, tapi yang Ron lakukan kali ini sudah melampaui batas, dan aku pun tidak suka Ron menghina Jilian seperti itu. Hermione tampaknya berpikiran sama denganku, atau kami berdua masih sama-sama terpaku karena terkejut dengan ucapan Ron, sehingga kami tidak mencegah Malfoy mengancam Ron.
Aku bisa melihat ekspresi Ron mulai menunjukkan rasa takut, sampai akhirnya, "Draco, sudahlah, ayo kita pergi dari sini", Jilian berkata sambil berusaha menarik lengan Malfoy, aku bisa melihat matanya berkaca-kaca.
"Tidak Jils, dia sudah keterlaluan, dia harus minta ma.. "
"Draco please..", Jilian memotong omongan Malfoy, suaranya terdengar seperti menahan tangis. Malfoy mengalihkan pandangannya dari Ron dan menatap Jilian, ia menurunkan tongkatnya, kemudian mengambil tangan Jilian dan mereka pun pergi tanpa mengucapkan apapun.
Ron yang masih terpaku berusaha bicara, "Aku.. Aku..".
"Kau keterlaluan Ron", Hermione menyelesaikan kalimat untuk Ron.
"Aku tidak percaya akan mengatakan hal ini, tapi Malfoy benar, kau tidak seharusnya menghina Jilian seperti itu ", ucapku pada Ron, dan aku bisa melihat penyesalan di wajahnya. Tampaknya Ron menyadari kesalahannya.
"Sebaiknya kau segera meminta maaf pada Jilian", aku berkata lagi pada Ron, sambil melanjutkan perjalanan ke pondok Hagrid.
Jilian POV
Tidak terasa hari ini adalah hari terakhir di sekolah sebelum liburan musim panas dimulai. Aku telah menerima hasil ujianku beberapa hari yang lalu, dan Thanks Merlin! semua hasilnya baik dan memuaskan. Saat ini aku sedang sarapan bersama teman-teman asramaku di meja Hufflepuff di aula besar, sebelum kami semua berangkat pulang dengan Hogwarts express.
Aku memperhatikan ke sekeliling aula besar dan yakin akan segera merindukan suasana ramai ini. Sampai mataku melihat ke arah meja Griffindor, dan menangkap tatapan canggung Ronald Weasley, aku pun segera mengalihkan pandanganku dan berusaha mengikuti obrolan Hannah dan Ernie.
Setelah kejadian hari itu, Weasley seringkali menatapku canggung, beberapa kali ia seperti ingin menghampiriku. Harry mengatakan padaku bahwa Ron menyesal, dan ingin meminta maaf. Tapi entah mengapa setiap berpapasan dengannya aku selalu menghindar, dan terutama apabila aku sedang bersama Draco, ia langsung menarikku pergi begitu kami melihat Weasley.
Bukan berarti aku tidak memaafkan Weasley, dan aku tentunya tidak mau punya musuh. Namun dengan mengingat kata-katanya saja masih membuatku sedih, dan aku tidak tau apakah aku dapat mengendalikan diriku untuk tidak menangis apabila aku berbicara dengannya.
Pikiranku teralihkan saat Susan mengajakku untuk segera berangkat menuju stasiun hogsmeade, dimana Hogwarts express telah menunggu para murid untuk membawa kami pulang, berkumpul kembali dengan keluarga, dan tentunya memulai liburan musim panas kami. Akupun beranjak pergi bersama teman-temanku, mengesampingkan segala pikiran yang membuat sedih dan khawatir. Lagipula musim panas telah tiba, jadi lebih baik memikirkan hal-hal menyenangkan yang bisa dilakukan selama liburan.
