Disclaimer : I don't own Harry Potter
Happy reading!
Chapter 8
Jilian POV
Pagi setelah pertandingan piala dunia quidditch, aku dan keluargaku, kecuali Dad, kini duduk mengitari meja makan keluarga Malfoy bersama pemiliknya. Lucius Malfoy sebagai kepala keluarga berada di kepala meja, Narcissa istrinya duduk di samping kirinya, Mom di sebelah Narcissa dan aku di sebelah Mom. Draco duduk di samping kanan ayahnya, dan Cedric duduk di sebelah Draco. Pertandingan piala dunia quidditch kemarin masih menjadi topik utama dalam pembicaraan yang menyertai sarapan kami. Sampai Narcissa berkata, "Kalian tidak lupa menyiapkan koper untuk ke liburan kita di Italia kan, anak-anak?" kemudian tersenyum.
Aku, Cedric dan Draco, serentak berhenti dari pembicaraan kami, kemudian saling pandang dan terkekeh, "Hehe...", kami bertiga dari semalam keasyikan membahas pertandingan piala dunia quidditch, dan mengabaikan untuk menyiapkan koper kami.
"Kami akan segera menyiapkannya setelah sarapan Aunty Cissa", Cedric berkata berusaha menyelamatkan kami.
Sebelum Narcissa kembali menanggapi, Mom berbicara, "Oh iya, Amos semalam mengirim owl kepadaku, ia bilang agar kita jangan dulu berangkat, karena ia akan kemari pagi ini." Sekilas aku seperti melihat ekspresi keluarga Malfoy menegang, saat mendengar kabar ini.
"Apakah ia menyebutkan alasannya kenapa?", kali ini Lucius yang berbicara.
"Uhm, tidak. Tapi tampaknya ada sesuatu yang penting", jawab Mom.
Belum sempat ada yang menanggapi lagi, tiba-tiba aku mendengar suara pintu dibuka, dan aku melihat Dad masuk ke ruang makan, diikuti oleh Jingle-peri rumah keluargaku. Dad terlihat seperti tidak tidur semalaman, tampak lingkar hitam di sekeliling matanya, ia tampak lelah. Namun tiba-tiba ekspresi wajahnya mengeras, ia menghampiri Lucius dan berkata, "Katakan kau tidak terlibat, Lucius?"
"Apa yang kau bicarakan Amos?", Lucius menjawab, ekspresi wajahnya datar dan suaranya dingin.
Seketika suasana di ruang makan menjadi menegang, "Damn it Lucius! Kau tau persis apa yang kubicarakan!", Dad tampak sangat marah.
"Amos!", Mom memperingati Dad karena ia mengumpat dihadapkan anak-anaknya. Aku sangat terkejut, belum pernah kumelihat Dad semarah ini.
"Kalian pergilah ke atas", ujar Narcissa kepadaku, Cedric dan Draco.
"Tapi apa yang terjadi?", Cedric mencoba meminta penjelasan.
"Ced, tidak sekarang, tolong bawa Adikmu dan Draco ke atas", Mom memohon pada Cedric.
"Ayo Draco, Jilian", ucap Cedric sambil berjalan ke arah pintu meninggalkan ruang makan, Draco mengikutinya. Aku yang masih terkejut, diam sesaat, kemudian Mom menyentuh bahuku dan memberikan isyarat untuk segera keluar ruangan. Aku seperti baru tersadar, lalu bergegas menyusul Cedric dan Draco.
Saat kami berjalan pelan menuju tangga, aku berkata "Apa yang terjadi? Kenapa Dad semarah itu?"
"Aku tidak tau Jilian", jawab Cedric.
Draco masih diam, ekspresi wajahnya datar. Saat kami melewati salah satu meja hias di koridor yang kami lewati, Cedric tiba-tiba berhenti, lalu ia mengambil perkamen di atasnya yang rupanya adalah Daily Prophet. "Hei! lihat ini", ujar Cedric sambil menunjukkan halaman utama koran tersebut.
Aku membaca kepala beritanya dan terkejut, 'TEROR DI PIALA DUNIA QUIDDITCH', dibawah judulnya tampak foto hitam putih sebuah tengkorak yang berpendar dengan lidah berbentuk ular yang terjulur dari mulutnya.
"Apa itu?", aku bertanya.
"Tanda Kegelapan", aku mendengar Draco yang sejak tadi diam berbicara.
"Tanda You know who", Cedric melengkapi.
"Tapi bagaimana bisa?", tanyaku lagi.
"Tampaknya serombongan pendukung You know who, mendatangi lokasi piala dunia quidditch setelah pertandingan selesai, meneror para penyihir lainnya, membuat mereka ketakutan, dan mengacaukan keadaan, salah satu dari mereka pasti merapalkan Tanda Kegelapan", Cedric berkata menyimpulkan artikel berita yang dibacanya.
Aku masih terkejut mendengar isi artikel tersebut, mengapa para pendukung You Know Who ini berbuat demikian.
"Mereka adalah Death Eather, pendukung setia Dark Lord", tiba-tiba Draco berkata.
"Apa kau bilang?", Cedric bertanya kepada Draco. Sebelum Draco menjawab, Cedric bertanya lagi, "Kenapa kau menyebut You Know Who 'Dark Lord', Drake?", Cedric memandang Draco tajam, aku bisa melihat Draco tampak gugup dan canggung, tapi ia segera menutupinya dengan ekspresi datar khas Malfoy.
"Well, kenapa tidak... ", Draco menjawab, membuatku dan Cedric terkejut mendengarnya. Cedric pun menanggapi pernyataan Draco dengan berkata, "Apakah kau mengetahui tentang hal ini?", sambil menunjuk artikel di Daily Prophet tersebut.
Draco memalingkan mukanya dan berkata, "Aku tidak perlu mengatakan apapun kepada kalian", jelas Draco menutupi sesuatu.
"Drake.. ", ucapku sambil menyentuh bahunya, Draco menoleh kepadaku, "Kau tidak tau apapun kan? Please, jangan bilang kau telah mengetahui rencana mereka sebelumnya..", aku memandang Draco dengan rasa takut dan khawatir. Namun semuanya jadi masuk akal, kenapa Narcissa bersikeras agar kami tidak menginap di lokasi piala dunia quidditch setelah pertandingan selesai dan mengajak kami berlibur ke Italia. Ia pasti ingin kami selamat dan tidak terlibat dalam insiden ini.
Draco memandangku canggung kemudian memalingkan wajahnya lagi dan bergerak menjauhiku dan Cedric sambil berkata, "Kalian tentunya tau sejarah keluargaku dan Dark Lord."
Saat aku akan bicara lagi, tiba-tiba Jingle muncul dan berkata, "Young Master Cedric, Young Miss Jilian.. Master dan Mistress telah menunggu di ruang tamu keluarga Malfoy."
"Terimakasih Jingle", Cedric berkata.
"Barang bawaan Young Master dan Young Miss biar Jingle yang bereskan, dan Jingle akan langsung membawanya ke rumah", kemudian Jingle menghilang dengan suara pof!
"Ayo Jilian", Cedric mengajakku pergi.
Aku menatap Draco yang masih melihat ke arah lain selain ke arahku dan Cedric. Lalu aku menatap Cedric penuh arti. Cedric tampaknya mengerti, dan menghela nafas sambil berkata, "Baiklah, tapi tidak lama, Ok?"
"Thanks Ced", ucapku kepada Cedric.
"Draco", Ced memanggil Draco, dan Draco menatap Ced masih dengan topeng datar khas Malfoy nya. "I trust you, tolong jangan salah melangkah", Cedric berkata kepada Draco, kemudian berjalan menuju ruang tamu.
Saat aku yakin Cedric tidak akan mendengar kami, aku pun berkata "Draco, aku tau sejarah keluargamu dan hubungannya dengan you know who, tapi..",
"You don't understand Jilian", Draco tiba-tiba memotong pembicaraanku. "Aku satu-satunya pewaris di keluargaku."
"Iya itu benar, tapi bukan berarti kau tidak punya pilihan, Drake", aku masih menanggapi dengan suara tenang.
"Pilihan apa yang aku punya Jilian? seorang Malfoy harusnya percaya bahwa pureblood selalu lebih baik, dan Dark Lord menjanjikan akan membersihkan dunia sihir kita terutama dari para mudblood." Draco tiba-tiba meledak.
"Aku seorang halfblood Draco! Ibuku juga bisa dibilang ia seorang muggleborn, walaupun kakekku adalah seorang squib! Dan aku punya banyak keluarga Muggle di Amerika sana!", aku tidak bisa menahan untuk tidak marah karena pernyataan Draco tadi.
"Tidak Jilian, bukan seperti itu maksudku!"
"Lalu apa maksud pernyataanmu tadi?!"
"Kau tau bagaimana Ayahku! Dan Aku tidak bisa membuatnya kecewa lagi!"
"Apa maksudmu? Kapan kau membuatnya kecewa?"
"Nothing", Draco yang sepertinya menyadari dirinya kelepasan bicara, memalingkan wajahnya dariku.
"Draco Malfoy katakan padaku," namun tiba-tiba aku menyadarinya, "Apakah ayahmu kecewa karena kau memberiku 'promise bracelet'?"
Draco membuka mulutnya kemudian menutupnya lagi seperti ragu harus berkata apa, "Tidak Jilian.. Tidak seperti itu.. Aku, aku hanya...", ekspresi wajah Draco kini menampakkan kebingungan, sedih dan khawatir.
"Kau bingung... ", aku menyelesaikan kalimatnya. Aku tau bagi seorang Malfoy, bingung adalah larangan. Dan tampaknya kali ini Lucius memberi Draco tekanan yang lebih besar.
Draco menghela nafasnya, kemudian kembali memasang topeng datarnya, berusaha menyembunyikan segala emosi yang ia rasakan sekarang. Lalu berkata, "Sebaiknya kita ke ruang tamu sekarang, kalau orangtuamu menunggu lebih lama, mereka akan cemas."
Aku hanya menjawab dengan anggukkan, dan kami pun berjalan menuju ruang tamu keluarga Malfoy dalam diam.
Beberapa langkah sebelum sampai ke ruang tamu, aku bisa melihat Cedric bersandar di dinding di dekat pintu ruang tamu keluarga Malfoy. Kurasa ia sengaja menungguku agar orangtua kami tidak cemas apabila kami tidak datang bersamaan.
Aku pun berkata kepada Draco, "Draco, ketika semua makin membingungkan, please listen to your heart... Ingatlah selalu, di dalam hatimu kau adalah seseorang yang lebih baik."
Lalu aku menghampiri Cedric dan kami memasuki ruang tamu keluarga Malfoy untuk bergabung bersama kedua orangtua kami dan pulang ke rumah. Tampaknya liburan ke Italia kali ini batal.
Harry POV
Ketika yakin Ron sudah tidur, aku segera bangun dan mengenakan jubah ayahku diluar jubah berpergianku. Walaupun kini aku tidak terlihat, tetap saja aku berhati-hati mengendap-endap menuju garasi keluarga Weasley, dimana Mr. Weasley menyimpan mobil terbang mereka, dan tempat Padfoot berada saat ini.
Aku berhati-hati membuka pintu garasi yang kini cukup gelap. Di salah satu sisi garasi, di balik mobil yang terparkir tampak cahaya remang-remang, kurasa Padfoot berada disitu. Aku mendekati cahaya tersebut dan bisa melihat sebuah bola cahaya kecil yang terbang di atas seekor anjing besar, berbulu hitam. Anjing itu sedang tidur meringkuk di atas sebuah sofa bekas yang sudah tidak terpakai. Aku melepas jubah ayahku, lalu mendekati anjing tersebut kemudian membelainya pelan dan berbisik, "Padfoot..."
Padfoot membuka matanya dan melihatku, lalu melompat turun dari sofa. Seketika ia bertransformasi kembali menjadi manusia. Di hadapanku kini tampak seorang laki-laki dewasa dengan rambut hitam ikal sebahunya. Ia berpakaian layak, dan masih terlihat kurus, namun tidak seburuk beberapa bulan lalu. Wajahnya tampak lebih bersih karena ia mencukur jenggot dan kumisnya menjadi lebih rapih, dan senyum lebar menghiasi wajahnya kali ini.
"Harry..", ucapnya sambil mendekatiku dan memelukku erat. Aku balas memelukknya lebih erat, membayangkan mungkin seperti inilah rasanya dipeluk oleh seorang ayah. Aku merasakan air mata mengalir di kedua pipiku. Bukan karena sedih, hanya saat ini perasaanku campur aduk, bahagia bercampur haru, karena bisa bertemu dengan Sirius, sahabat kedua orangtuaku, sekaligus waliku. Aku bisa merasakan tubuh Sirius bergetar dan aku mendengarnya terisak menangis.
"I'm sorry Harry, I'm really sorry...", Sirius berbicara diantara isak tangisnya.
"It's alright Uncle Sirius, is not your fault", aku menanggapinya, lalu menuntun Sirius untuk duduk di sofa, aku duduk di sebelahnya.
"Jika saja aku menerima tawaran James menjadi pemegang kunci, dan tidak menyarankan Peter... ", ia terisak lagi.
"Kalian mempercayai Peter, dan tidak menduga ia akan mengkhianati kalian..", aku berkata berusaha menenangkannya, sambil meraba saku jubah berpergianku, kurasa ada sapu tangan disitu, aku menemukannya dan memberikan sapu tanganku kepada Sirius.
Sirius menerima sapu tanganku dan mengusap wajahnya. "Kau benar, tikus itu...!", Sirius tidak menyelesaikan kalimatnya, tangannya mengepal dan aku bisa melihat kebencian di matanya.
"Rombongan penyihir kemarin yang membuat kekacauan, mereka pendukung voldemort bukan?", tanyaku kepada Sirius.
"Iya, mereka menyebut dirinya Death Eather, mereka merusak, membuat kekacauan, meneror, bahkan membunuh untuk alasan bersenang-senang", Sirius menjelaskan, "Sekumpulan orang gila", katanya lagi.
"Menurutmu, apakah Wormtail kemarin ada diantara mereka?", aku bertanya lagi.
Sirius tertawa kecil seperti meremehkan kemudian berkata, "Kurasa tidak, ia terlalu pengecut untuk aksi masal dihadapan umum seperti itu."
Ya kurasa Wormtail memang seorang pengecut. "Apakah kau percaya, peri rumah Mr. Crouch yang merapalkan Tanda Kegelapan?"
"Tidak Harry, tentu saja bukan peri rumah yang merapalkannya. Mereka dilarang untuk menggunakan tongkat sihir. Salah satu dari Death Eather pasti menemukan tongkatmu, merapalkan mantra tersebut. Peri rumah itu kurasa berada di waktu dan tempat yang salah", Sirius menjelaskan.
"Tapi Mr. Diggory bersikeras untuk menahan peri rumah itu", aku berkata lagi.
"Peri rumah itu ditemukan di lokasi kejadian dengan memegang tongkatmu Harry, yang kebetulan juga adalah tongkat yang digunakan untuk merapalkan tanda kegelapan. Amos hanya melaksanakan tugasnya, kurasa sekarang ia telah menjadi Kepala di Departemen Pengaturan dan Pengawasan Makhluk Gaib", Sirius menjelaskan lagi.
"Dan kurasa secara tidak langsung juga Amos melindungimu, karena tongkatmu tentunya, ia tidak mau kau diperiksa di kementerian, tapi keputusan Mr. Crouch untuk menghukum peri rumahnya sendiri, itu lebih baik, semua jadi tidak berkepanjangan", jelasnya lagi.
"Tapi itu tidak adil, karena jadi seperti mengorbankan orang lain, dan Mr. Crouch memecat peri rumahnya... " aku bersikeras.
Sirius menghela nafas nya, "Hidup seringkali dirasakan tidak adil Harry, percayalah karena aku mengalaminya..."
Aku menyadari maksud Sirius, tentu saja, ia telah menghabiskan 12 tahun di Azkaban untuk kejahatan yang tidak dilakukannya.
"Maafkan aku Uncle.. ", aku berkata pelan.
"Tidak apa-apa Harry..", ucapnya sambil menepuk - nepuk pelan bahuku.
"Oh iya Harry, mengenai suratmu... Apa bekas lukamu sekarang masih sering terasa sakit? "
"Lukaku biasanya sakit apabila Voldemort ada di dekatku, tapi tidak mungkin Voldemort ada di privet drive kan. Dan apabila aku bermimpi tentang Voldemort, seringkali aku terbangun dengan rasa nyeri seperti terbakar di bekas bekas lukaku", aku mencoba menjelaskan.
Sirius melihatku dengan khawatir, tapi belum mengatakan apapun. Sepertinya aku berlebihan, lalu aku berkata lagi, "Tapi kurasa itu hanya perasaanku saja, tidak mungkin ada hubungannya dengan Voldemort kan?"
"Mungkin saja Harry, Voldemort adalah penyihir hitam, entah sihir apa yang dilakukannya malam itu terhadapmu, aku akan mencari tau tentang ini, kau harus bilang kepadaku kalau suatu hari bekas lukamu nyeri lg, dan kepada Dumbledore bila kau sudah mulai sekolah nanti. Ya kurasa ia akan tau sesuatu, aku juga akan menanyakan hal ini kepadanya", Sirius berkata kepadaku.
Aku sebenarnya agak tidak nyaman membicarakan soal bekas lukaku ini, rasanya seperti anak manja saja. Untuk mengalihkan pembicaraan aku teringat soal Jilian, dan menanyakan hal ini kepada Sirius, "Oh ya, Uncle Sirius, bagaimana tentang Jilian, apakah kau mengetahui sesuatu?", aku bertanya dengan penuh harap.
Kemudian senyuman mengembang di wajahnya, "Ya, tentu saja Harry, Jilian masih hidup, ia tidak menjadi korban pada malam kedua orangtuamu meninggal."
"Benarkah? Dimana ia sekarang? Apakah ia tau tentang aku?"
"Sebenarnya kau sudah mengenalnya Harry, bahkan kmarin di piala dunia quidditch, aku melihat kalian berdua bicara dengan akrab", Sirius berkata.
"Apa maksudmu?", tanyaku benar-benar bingung.
"Kau benar-benar tidak menyadarinya ya?", Sirius bertanya kepadaku.
Aku tidak mengerti apa yang Sirius bicarakan, bagaimana mungkin aku sudah mengenal Jilian kembaranku, bahkan berbicara akrab dengannya. Apakah pikiran Sirius terganggu karena terlalu lama di Azkaban.
Melihat ekspresi bingung di wajahku, Sirius pun berkata, "Akupun tidak menyadari keberadaan Jilian, sampai kmarin aku melihatnya dengan kepala mataku sendiri, ia tumbuh menjadi gadis yang cantik, ia berambut merah gelap seperti Ibumu, tapi matanya tidak salah lagi, matanya adalah mata James, Jilian memiliki mata hazel yang sama dengan ayahmu Harry."
Otakku seperti berusaha menyambungkan puzzle dari kata-kata Sirius, aku sudah mengenalnya, bahkan kmarin bicara akrab dengannya... ia berambut merah gelap seperti ibuku, dan memiliki mata hazel seperti ayahku... Mataku membelalak menyadari hubungan perkataan Sirius dengan kenyataan, tapi tidak mungkin..
"Uncle Sirius, kurasa kau salah menyangka, anak perempuan berambut merah dan bermata hazel yang kemarin bicara akrab denganku, ia Jilian Diggory. Ia memiliki nama yang sama dengan kembaranku, tapi ia putri keluarga Diggory, adik perempuan Cedric, ia jelas bukan kembaranku.", aku berkata sambil tertawa kecil dan menggelengkan kepala.
Sirius menatapku datar, lalu menghela nafas dan berkata, "Harry, aku tidak akan seyakin ini apabila bukan diriku sendirilah yang mengantarkan Jilian ke keluarga Diggory beberapa malam sebelum Voldemort menemukanmu dan kedua orangtuamu."
"Kau pasti bercanda", aku menanggapi penjelasan Sirius. Namun Sirius menatapku dengan pandangan serius, dan aku tidak menemukan tanda-tanda dirinya sedang bercanda.
"Tapi kenapa?! Kenapa kau memberikan Jilian ke keluarga Diggory?! Kenapa kau memisahkan kami?! Demi jenggot Merlin, apakah orangtua ku tau tentang hal ini?! Mereka membiarkanmu melakukan itu?!", aku tiba-tiba meledak, perasaanku campur aduk, ada rasa senang karena ternyata Jilian yang selama ini kukenal adalah 'Jilian' kembaranku, tapi entah mengapa aku juga merasa sedih dan marah.
"Harry tenanglah, aku bisa menjelaskan...", Sirius berkata.
Tapi serangkaian emosi ini telah menguasai diriku, aku tidak ingin mendengar penjelasan apapun lagi. Segera saja aku menyambar jubah ayahku, memakainya dan berlari keluar garasi. Aku mendengar Sirius memanggilku, tapi aku tidak menghiraukannya, pikiranku sangat penuh kali ini. Saat aku menyadari, ternyata aku telah berada di dalam kamar Ron lagi, aku melempar tubuhku ke tempat tidur, kepalaku terasa berat memikirkan segala yang terjadi, dipenuhi segala macam pertanyaan, mengapa Sirius memisahkan kembaranku? mengapa orangtuaku membiarkannya? bagaimana kehidupan Jilian? Tentu saja ia bahagia bersama keluarga Diggory. Kenapa aku marah? Seharusnya aku senang Jilian hidup bahagia? Apakah aku merasa iri? Tidak seharusnya aku senang, karena Jilian tidak perlu mengalami perlakuan buruk keluarga Dursley. Tapi kenapa perasaanku sangat tidak karuan? Aku pun terisak menangis sampai akhirnya tertidur karena kelelahan.
