Disclaimer : I don't own Harry Potter
Happy reading!
Chapter 9
Harry POV
Aku terbangun mendengar dengkuran keras Ron, melihat ke sekeliling ruangan dan mengenali kamar Ron tempat aku menginap di rumah keluarga Weasley. Cahaya menembus jendela kamar dan aku bisa melihat dibaliknya langit mulai terang. Kepalaku terasa berat, kurasa karena kejadian semalam. Apakah reaksiku berlebihan? Aku pun menghela nafas, mungkin seharusnya aku mendengarkan penjelasan Sirius.
'Knock.. Knock.. ', aku mendengar suara ketukan dari luar pintu kamar, dan mendengar suara Hermione memanggilku dan Ron. Memakai kacamata yang tergeletak di atas meja, aku bangkit dan bergerak pelan menuju pintu.
"Hei Hermione", ucapku setelah membuka pintu.
"Hei Harry, wow kau tampak kacau? Apakah kau baik-baik saja?", tanya Hermione padaku.
"Ehem.. Ya Mione, aku baik-baik saja, err.. hanya kau tau,, mimpi buruk,, tapi segalanya baik-baik..", aku berusaha meyakinkan Hermione yang kini masih memandangku dengan khawatir. Selain kepada Sirius, hanya kedua sahabatku inilah yang mengetahui tentang mimpi buruk yang sering kualami.
"Ok, baiklah... Apakah Ron sudah bangun?", tanyanya padaku. Pertanyaan Hermione dijawab oleh dengkuran keras Ron. Aku bisa melihat Hermione memutar kedua bola matanya.
"Sarapan sudah siap, Mrs. Weasley menyuruhku untuk membangunkan kalian berdua", ucapnya sambil memasuki kamar.
"Ron.. ", aku mendengar Hermione membangunkan Ron, sementara aku pergi ke kamar mandi untuk cuci muka dan sikat gigi. Kemudian aku bisa mendengar Hermione berteriak,"Ronald Weasley! Kalau kau tidak bangun sekarang, kau tidak mendapatkan jatah sarapan!", aku tertawa kecil membayangkan reaksi Ron, dan Hermione makin lama rasanya semakin mirip Mrs. Weasley, terutama dalam menghadapi Ron.
Saat aku keluar dari kamar mandi, Ron sudah berdiri menunggu di depannya sambil bersandar di dinding. "Well, mate.. Kurasa Hermione berhasil membangunkanmu", ucapku sambil tersenyum lebar.
"Seharusnya kau tidak membiarkannya membangunkanku, kadang ia berlebihan", ucap Ron sambil memasuki kamar mandi.
Aku hanya menggelengkan kepala sambil tertawa kecil dan berjalan menuruni tangga menuju ruang makan.
Ruang makan keluarga Weasley penuh sekali pagi ini karena anggota keluarga Weasley masih berkumpul semuanya. Aroma sedap masakan buatan Mrs. Weasley tercium, menggugah seleraku dan membuatku tersadar ternyata aku lapar sekali. Aku segera duduk di salah satu bangku yang mengitari meja makan dan memulai sarapanku. Aku melihat Padfoot yang berada di samping Mr. Weasley, bergerak ke arahku, dan aku pun mengelusnya pelan.
Setelah sarapan selesai, aku memohon ijin untuk mengajak Padfoot jalan-jalan. Kami berjalan agak jauh dari rumah keluarga Weasley, dan berhenti di bawah salah satu pohon besar, yang kuyakin tidak akan ada orang yang menemukan kami disini, biar bagaimanapun Sirius masih buron. Aku duduk bersandar di pohon itu dan Padfoot duduk di sampingku. Kemudian aku berkata, "Tolong jelaskan kepadaku, semuanya.. Aku ingin mengerti."
Kemudian Padfoot bertransformasi kembali menjadi Sirius dan berkata, "Harry.. Ehem.. Baiklah, semuanya diawali ketika orangtuamu mendapat kabar tentang sebuah ramalan dan mereka menceritakannya kepadaku. Aku tidak mengetahui keseluruhan isi ramalan itu tapi aku mengetahui hal yang menjadi alasan kenapa Kau dan Jilian dipisahkan", Sirius mengawali penjelasannya.
Aku yang tidak tau harus berkomentar apa hanya mengangguk singkat, dan memberikan isyarat supaya Sirius melanjutkan, "So.. Jadi dalam ramalan tersebut disebutkan bahwa yang memiliki kekuatan untuk menaklukkan Voldemort akan dilahirkan dari mereka yang telah 3 kali menantangnya, dan dilahirkan di akhir bulan ketujuh. Kau lahir di tanggal 31 Juli kan Harry." Aku mengangguk singkat mengiyakan.
"Lalu entah bagaimana Voldemort mengetahui ramalan itu, dan ia mulai memburu anak-anak yang lahir di bulan ketujuh. Menyadari kau sangat mungkin kaitannya dengan ramalan tersebut, kedua orangtua mu memutuskan untuk bersembunyi bersama dirimu."
"Lalu bagaimana dengan Jilian?", tanyaku tidak sabar.
"Jilian tidak berkaitan dengan ramalan itu. Ia tidak lahir di bulan ketujuh." ucap Sirius.
"Maksudmu Uncle?", tanyaku lagi pada Sirius.
"Kalian kembar, tapi tanggal lahir kalian berbeda. Kau lahir lebih dulu, di tanggal 31 Juli, beberapa menit sebelum tengah malam, sedangkan Jilian lahir beberapa menit setelah tengah malam, yang menjadikannya lahir di tanggal 1 Agustus. Maka dari itu Jilian tidak lahir di akhir bulan ketujuh, tapi di awal bulan kedelapan", Sirius menjelaskan lagi.
"Tapi kenapa Jilian tidak dibawa bersembunyi bersama kami?", aku bereaksi.
"Orangtuamu menyadari bahwa Jilian tidak ada kaitannya dengan ramalan itu, mereka memutuskan untuk memisahkan Jilian sementara waktu, untuk melindunginya. Dengan harapan Jilian bisa memiliki kehidupan yang baik, tanpa harus dalam pelarian atau persembunyian. Dan Orangtuamu bisa fokus untuk melindungimu", Sirius berkata.
Sebelum aku sempat bicara, Sirius berkata lagi, "Well.. Kenapa kami memilih keluarga Diggory.. Karena pada masa itu tidak banyak penyihir yang dapat kami percaya, dan keluarga Diggory adalah salah satu keluarga yang netral pada masa itu."
"Emily istri Amos Diggory, sebelum menikah ia adalah seorang Black, ia sepupuku, dan hubungan kami cukup dekat dan baik. Tidak seperti keluarga Black yang lainnya, Emily tidak memihak kepada Voldemort. Emily merupakan keturunan dari salah satu anggota keluarga Black yang seorang squib, yang dulu sekali diasingkan ke Amerika", Sirius melanjutkan.
Mataku membelalak terkejut ketika mendengar bahwa keluarga Black yang merupakan salah satu keluarga pureblood pernah memiliki seorang squib.
Lalu Sirius berkata lagi, "Dengan Voldemort dan Death Eather semakin sering melakukan teror, situasi di dunia sihir Inggris menjadi cukup kacau. Akhirnya Emily mengabariku bahwa ia dan keluarganya akan berangkat ke Amerika. Saat mengetahui kabar itu, orangtuamu memutuskan… mereka meminta tolong kepadaku untuk berbicara kepada Emily dan Amos, memohon agar mereka mau membawa Jilian bersama mereka, dan merawatnya seperti anak mereka sendiri."
"Emily sangat senang sekali,, karena.. uhm,, Pernah pada suatu hari, Emily yang sedang hamil anak keduanya, ia sedang dalam keadaan hamil besar, menjadi salah satu korban saat Death Earther meneror pertokoan di sekitar Diagon Alley, ia kehilangan bayi perempuan yang masih di kandungnya dan juga mengalami cedera yang membuatnya tidak mungkin memiliki anak lagi. Jadi ketika mendengar tawaranku, ia menerimanya tanpa berpikir lagi, kurasa ia tidak mau lagi kehilangan kesempatan untuk membesarkan seorang bayi perempuan. Dan Amos tentunya mendukung keputusan Emily, juga dengan senang hati menerima Jilian. Mereka setuju untuk merawat Jilian, menganggapnya sebagai anak mereka sendiri sampai situasi dunia sihir Inggris aman kembali", Sirius kembali menjelaskan.
"Beberapa hari setelah aku mengantarkan Jilian ke keluarga Diggory, Peter menjadi pemegang kunci, mengkhianati kedua orangtuamu, dan kau tau apa yang terjadi selanjutnya", Sirius tampak mengakhiri penjelasannya.
Aku berusaha memproses segala informasi yang baru saja kuterima dari Sirius saat ini. Jujur saja aku tidak tau harus bereaksi seperti apa. Kemudian aku bertanya, "Apakah Jilian mengetahui tentang hal ini?"
"Aku tidak tau Harry. Tapi kurasa Jilian tidak mengetahuinya. Dari yang kuperhatikan saat piala dunia kemarin, Amos dan Emily benar-benar membesarkan Jilian seperti anak mereka sendiri", Sirius menjawab pertanyaanku.
Kurasa juga seperti itu, Jilian tidak mengetahui hubungannya denganku. "Apakah aku egois kalau aku ingin supaya Jilian juga mengetahui hal ini? Maksudku, aku kembarannya, kami keluarga dan kami punya hubungan darah. Bukankah ia berhak untuk tau?"
Sirius menatapku kemudian berkata, "Kau benar Harry, itu juga yang aku pikirkan, Jilian perlu tau tentang dirinya yang sebenarnya, kalian berdua berhak untuk berkumpul sebagai keluarga."
Sebelum aku berkata apa-apa lagi, Sirius kembali berbicara, "Aku berencana menemui Amos dan Emily nanti malam, untuk membicarakan hal ini."
"Terimakasih Sirius", aku menjawab. "Dan maafkan aku soal kejadian semalam, seharusnya aku tidak berreaksi seperti itu", aku berkata menyesali reaksiku tadi malam.
"It's alright Harry. Aku mengerti…", Sirius menjawab sambil memeluk pundakku dan tersenyum.
Jilian POV
Aku melihat seseorang, kurasa itu anak laki-laki yang selalu muncul di mimpiku, wajahnya masih tidak jelas. Kali ini ia tampak marah, emosi seperti menguasai dirinya, namun ia juga tampak sedih, aku bisa merasakan perasaannya kacau balau. Kemudian mimpiku berganti, ia tampak berbicara dengan seseorang yang lebih dewasa, wajahnya juga tidak jelas, mungkinkah itu ayahnya. Aku bisa merasakan perasaanya masih kacau, tapi kali ini ia kebingungan, disertai kesedihan juga kesepian. Mereka tampak berbicara dengan serius, dan akhirnya aku bisa merasakan harapan timbul di dirinya, biarpun masih ada sedikit rasa khawatir. Entah mengapa, aku pun ingin semoga harapannya terkabul, karena kurasa itu akan membuatnya bahagia.
Tiba-tiba aku terbangun, lagi-lagi mimpi seperti ini pikirku. Aku mengedipkan mata, dan merasakan air mata mengalir di pipiku, sambil berusaha mengingat-ingat mimpiku barusan, aku masih bisa merasakan harapan supaya anak laki-laki itu bahagia, itu membuatku terharu dan meneteskan air mata. Aku mengusap air mataku, kemudian seperti mendengar beberapa orang saling berargumen dari lantai bawah. Aku mengambil tongkatku dan berkata 'tempus' kemudian melihat waktu menunjukkan pukul 1 dini hari, siapa yang saling berargumen pada jam segini, bahkan matahari pun belum terbit. Penasaran dengan apa yang terjadi, aku bangkit dari tempat tidur, dan berjalan pelan keluar kamar dan aku melihat Cedric mengendap-endap hendak menuruni tangga.
"Cedric…", aku berbisik.
Cedric menoleh ke arahku, "Jil, kenapa kau terbangun?", ia bertanya dengan suara berbisik juga.
Sebelum aku menjawab, Cedric berkata lagi, "Apa kau juga terbangun karena suara-suara argumen dari lantai bawah?"
Aku menjawab Cedric dengan anggukan, untunglah jadi aku tidak perlu menceritakan soal mimpiku.
"Ced, apa Mom dan Dad bertengkar?", aku bertanya masih dengan suara berbisik.
"Entahlah, tapi kurasa ada orang lain juga di bawah, aku tidak mengenal suaranya", Cedric menjawabku sambil berbisik juga. "Ayo kita ke bawah", sambung Cedric, dan kami mulai berjalan mengendap-endap.
Kami menuju ruang tamu karena suara orang saling berargumen itu berasal dari sana. Aku bisa melihat cahaya dari celah pintu ruang tamu. Aku dan Ced kemudian berhenti di balik pintu ruang tamu, berusaha mendengarkan pembicaraan.
Lalu aku mendengar Mom berbicara, "Tidak, ini bukan saatnya, ia memiliki kehidupan yang baik sekarang, ia bahagia…", kemudian Mom terisak menangis. "Emily, tenanglah…", aku mendengar Dad berusaha menenangkan Mom.
"Aku tidak mau kehilangan putriku lagi…", Mom berkata diantara isak tangisnya.
Aku membelalakan mataku karena terkejut dan menoleh kearah Cedric, ia bereaksi sama, tampak terkejut dan tidak mengerti maksud dari kata-kata Mom.
Kemudian terdengar seseorang berbicara, "Emily, kau tidak akan kehilangan putrimu.. Aku tidak bermaksud mengambilnya darimu, aku mengerti Kau dan Amos telah membesarkannya selama ini, menganggapnya sebagai putri kalian sendiri…"
Aku semakin terkejut mendengar seseorang itu berbicara, menolah kearah Cedric dengan khawatir, aku bisa merasakan jantungku berdebar, dan perasaanku sangat tidak enak.
"Tapi kurasa Jilian berhak untuk mengetahui yang sebenarnya…", orang itu menyelesaikan kalimatnya.
Tiba-tiba seperti ada tekanan berat di dadaku yang sangat menyesakkan. Apa maksud perkataan orang itu? Apa yang perlu aku ketahui? Apa yang sebenarnya terjadi? Berbagai pertanyaan tiba-tiba muncul di kepalaku, perasaanku tidak karuan, dan rasanya aku ingin menangis. Tubuhku seperti bergerak otomatis, membuka pintu ruang tamu, dan mendapatkan kedua orangtuaku terkejut melihatku dan Cedric ada di ambang pintu, aku juga bisa melihat seorang laki-laki dewasa di depan mereka, aku tidak tau siapa dia, tapi rasanya aku pernah melihatnya.
Sebelum mereka sempat berbicara, aku berkata, "Apa maksudnya aku berhak mengetahui yang sebenarnya?"
"Mom.. Dad..?", aku berkata lagi menuntut jawaban.
Mom tidak menjawab apa-apa, kemudian menghampiriku dan memelukku, ia menangis. "Mom, ada apa? Kenapa kau menangis?", tanyaku padanya.
Lalu aku berkata kepada laki-laki itu, "Siapa kau?! Kenapa kau membuat Mom menangis?", aku tidak bisa menutup kekesalanku pada orang itu, karena ia telah membuat Mom menangis.
"Kau… Sirius Black?!", tiba-tiba aku mendengar Cedric berbicara.
Aku memperhatikan lagi wajah orang itu, dan aku mengingat mengenali wajahnya dari foto di daily prophet tahun lalu, ketika Sirius Black baru dikabarkan melarikan diri dari Azkaban, hanya saja saat ini ia tampak lebih rapih.
"Yes,, I Am..", Sirius menjawab pelan dan hati-hati, "Dan aku tidak bermaksud jahat…", ucapnya lagi.
Cedric otomatis bergerak ke depanku dan Mom, bersikap protektif seperti berusaha melindungi kami. "Apa yang kau lakukan di rumah kami? Apa yang ia lakukan disini Dad?", Cedric berkata lagi, tampak terdengar kepanikan dan khawatir dari suaranya. Biarpun Mom dan Dad pernah bilang Sirius tidak bersalah atas kejahatan yang dituduhkan kepadanya, tetap saja ia adalah buronan Azkaban.
"Tenanglah Cedric..", Dad kini berbicara kemudian menghela nafas "Benar, ia adalah Sirius Black, dan ia tidak bermaksud jahat.. Ia err… sepupu Ibumu", Dad berkata seolah-olah Sirius datang kemari dalam rangka kunjungan keluarga.
"Lalu apa yang harus aku ketahui?", aku kembali menuntut jawaban.
"Soal itu…", Sirius tampak ingin menjelaskan. Namun Dad memotong pembicaraannya, "Sirius, kurasa lebih baik kita menunda dulu pembicaraan ini sampai pagi tiba."
Aku ingin memprotes karena apapun yang mereka bicarakan jelas ada hubungannya denganku, melihat reaksiku Dad berkata lagi, "Jilian, Cedric, tidak sekarang. Hal yang akan kita bicarakan membutuhkan kepala dingin, jadi kurasa sebaiknya sekarang kita istirahat dulu."
Dad memberikanku dan Cedric pandangan bahwa dirinya tidak menerima bantahan, dan berkata lagi, "Ced, tolong bawa Ibu dan Adikmu ke kamar", Ced menjawab dengan anggukan kepala kemudian menuntunku dan Mom menuju kamar.
Ketika kami keluar dari ruang tamu, aku masih bisa mendengar Dad berkata, "Kau pun sebaiknya beristirahat dulu Sirius, kau bisa menggunakan kamar tamu."
"Thank you Amos," Sirius menjawab.
Akhirnya pagi hari pun tiba dan belum pernah suasana di meja makan keluargaku sangat canggung seperti sekarang ini. Kami duduk mengitari meja makan untuk sarapan, Dad sebagai kepala keluarga duduk di kepala meja, Cedric duduk di samping kanan Dad, Mom duduk di samping kiri Dad, aku duduk di samping Cedric dan Sirius duduk di samping Mom, membuatnya duduk berhadapan denganku.
Mom tampak telah menguasai dirinya lagi, bahkan ia menyuruh Sirius untuk makan yang banyak dan berkomentar, "Kau sangat kurus Sirius, ayo makan yang banyak."
"Thanks Emily", Sirius menjawab Mom sambil tersenyum, dan aku melihat keakraban mereka dengan sangat aneh, karena well… laki-laki dihadapanku ini adalah buronan Azkaban kan…
"Emily benar, aku hampir tidak mengenalimu tadi malam", Dad juga ikut berkomentar kepada Sirius.
"Well.. menu makanan di Azkaban tidak cukup beragam.. haha..", Sirius berkata sambil tertawa kecil membuat lelucon tentang kehidupannya di Azkaban.
Aku tidak tau harus berreaksi seperti apa, karena kurasa itu bukan lelucon, dan kurasa anggota keluargaku pun berpikir demikian karena tidak ada diantara kami yang tertawa. Sirius yang melihat reaksi kami pun berhenti tertawa dan suasana kembali menjadi canggung. Lalu Mom berkata, "Oh Sirius, I'm Sorry…"
"Tidak apa-apa Emily, itu bukan salahmu..", ucap Sirius, kemudian ia berkata lagi, "Ehem,, cerita kehidupanku tidak menarik untuk dibahas, bagaimana dengan kalian?"
Karena belum ada yang menjawab, Sirius berkata lagi, "Aku sekarang bisa mengingat ketika Cedric lahir, ia seperti miniatur Amos, tapi dengan matamu Emily", lalu Sirius berkata sambil tersenyum, "Dan lihat Cedric sekarang, sudah menjadi seorang pemuda", sambung Sirius sambil tertawa.
Mom dan Dad ikut tertawa dengannya, sepertinya mereka teringat kenangan saat Ced dilahirkan. "Haha.. ya, Sirius.. Aku ingat hari itu, Ced menangismu keras sekali", Dad berkata.
"Waktu berlalu tanpa terasa, kemarin mereka baru saja lahir dan lihatlah mereka sekarang", ucap Mom sambil tersenyum kepadaku dan Cedric.
"Mom..Dad..", ucap Cedric, aku bisa melihat semburat merah di wajah Ced, karena mereka membicarakan dirinya, tapi kemudian tersenyum.
"Ah aku juga ingat sewaktu kau dilahirkan Jilian…", Sirius tiba-tiba berkata kepadaku. "juga saat Harry…"
"Sirius!", tiba-tiba Dad berbicara, "Oh ya, maafkan aku..", jawab Sirius.
Apa? Kenapa? Apa yang terjadi sewaktu aku dilahirkan? Harry? Harry siapa? Pertanyaan-pertanyaan kembali muncul di pikiranku. Uugghh! Aku benar-benar penasaran.
"Baiklah, aku sangat penasaran, kurasa kita harus membicarakan ini sekarang", aku tidak bisa menahan lagi, kemudian bangkit dan berkata lagi, "Aku akan menunggu di ruang keluarga, maafkan perilakuku sekarang, tapi selera makanku tiba-tiba saja hilang", dan aku berjalan meninggalkan ruang makan menuju ruang keluarga.
Aku tidak tau apa yang terjadi di ruang makan setelah itu, tapi tidak lama kemudian Mom, Dad, Cedric, dan Sirius, bergabung bersamaku di ruang keluarga. Segera saja Mom dan Cedric duduk di samping kanan dan kiriku. Dad duduk disalah satu single sofa, dan Sirius di single sofa lainnya.
Aku memandang Mom dan Dad, tapi tampaknya keduanya tidak mau bicara dan ekspresi wajah mereka tampak menegang dan cemas. Aku menatap ke arah Sirius, Sirius menatapku balik, lalu menatap Mom dan Dad juga, kemudian seperti menyadari Mom dan Dad tidak mau berbicara, iapun menghela nafas.
"Baiklah..", ucap Sirius, saat Sirius berkata kurasakan tangan Mom menggenggam erat tanganku. "Jilian, yang sebenarnya harus kau ketahui adalah namamu", Sirius memberikan jeda pada perkaatannya lalu melanjutkan, "Namamu yang sebenarnya adalah Jilian Chrysalis Potter.."
