A/N : Halo semua! Maaf banget belakangan ini agak slow untuk update, tapi fic ini masih berlanjut yaa... Thanks banget buat yang masih mau follow fic ini.. :)

To Adelaide Raverin : Happy Birthday! I hope you always have a wonderful day filled with joy and happiness :)

Disclaimer : I don't own Harry Potter

Happy reading!

Chapter 10

Jilian POV

Saat ini aku duduk di samping jendela kamarku dan melihat keluar, cuaca cerah di sore musim panas seperti ini tampak mengundang untuk beraktivitas di luar rumah. Di kejauhan aku bisa melihat beberapa anak-anak kecil, para penyihir muda, bermain quidditch dengan sapu terbang mini, yang menerbangkan mereka rendah, kurasa tidak lebih dari 1 meter di atas tanah.

Sudah 2 hari ini aku mengunci diriku dalam kamar, setelah aku menerima informasi yang sangat-sangat mengejutkan.

Flashback

"Jilian, yang sebenarnya harus kau ketahui adalah namamu", Sirius memberikan jeda pada perkataannya lalu melanjutkan, "Namamu yang sebenarnya adalah Jilian Chrysalis Potter.."

Aku membelalakan kedua mataku karena terkejut, tapi tidak bisa mengatakan apapun, kata-kata seperti menghilang dari bibirku. Hening mengikuti pernyataan Sirius, sampai tiba-tiba, "WHAT?!", Cedric berteriak, "Apa yang kau bicarakan? Nama Jilian adalah Jilian Chrysalis Diggory, She is my baby sister!"

"Ya Cedric, kau benar, Jilian adalah adikmu. Aku tidak akan menyangkalnya, karena bagaimanapun kalian telah tumbuh bersama sebagai kakak dan adik." Sirius menjawab Cedric.

"Tapi Jilian dilahirkan oleh Lily Potter, istri dari James Potter, sahabatku, dan itu juga berarti Jilian adalah kembaran dari Harry Potter", Sirius melanjutkan.

"Nonsense!", Cedric menanggapi Sirius, aku masih belum bisa berkata-kata.

"Mom? Dad? Itu semua tidak benar kan?", Cedric berkata lagi. Mendengar kalimatnya ini, aku seperti baru tersadar, bahwa Mom dan Dad ada di ruangan yang sama bersama kami, aku menolehkan kepalaku ke arah Mom, aku bisa melihat air mata mengalir di pipinya, kemudian ke arah Dad, ekspresi wajahnya tidak menyangkal pernyataan Sirius.

Lalu Dad berkata, "Kami bisa menjelaskan….", ya Dad tidak menyangkalnya.

Seketika Mom melepaskan genggaman tangannya dan menarikku ke pelukannya, "Bagaimanapun kau adalah putriku Jilian, putri kami, kami membesarkanmu dan menyayangimu seperti darah daging kami sendiri, kau adalah putriku…", kalimat Mom seperti memperkuat pernyataan Sirius.

Mom memelukku, mengelus rambutku pelan, sambil menangis. Mataku terasa panas, pandanganku menjadi kabur, biarpun sekarang aku mendengar kalimat Mom berulang-ulang yang berkata pelan 'kau putriku.. kau putriku.. i love you, we love you….', tetap saja air mataku mengalir tak terbendung. Dadaku mulai terasa sesak, memikirkan Mom dan Dad yang selama ini kukenal adalah bukan kedua orangtuaku, wanita yang kini memelukku bukanlah wanita yang melahirkanku, pria di depanku yang selalu memanjakanku layaknya seorang putri bukanlah ayahku, dan Cedric… sedekat apapun hubungan kami, ia bukanlah kakak kandungku. Bahuku bergetar, dan isak tangis mulai terdengar dari diriku. Aku bukanlah anak kandung Mom dan Dad, aku bukanlah seorang Diggory, Mom dan Dad tidak menyangkalnya…..

Namun tiba-tiba, emosi lain mulai muncul di diriku, rasanya aku ingin marah. Apa yang mereka pikirkan?! Menceritakan hal seperti ini kepada anak berumur 14 tahun. Apa mereka pikir aku dapat menerima kenyataan seperti ini dengan begitu saja. Apa karena Mom dan Dad sudah tidak menyayangiku? Rasa khawatir mulai menyelimuti diriku. Bagaimana bila mereka sebenarnya telah lelah dengan diriku, dan bermaksud menyingkirkanku?

Dadaku semakin terasa sesak, isakanku semakin keras, dan kini rasanya semua tubuhku bergetar karena serangkaian emosi yang aku rasakan. Aku bisa mendengar seseorang berkata 'Jilian tenanglah..', dan Mom masih terus mengulang-ulang kalimatnya 'kau putriku.. i love you, we love you….', tapi aku merasa tidak bisa tenang, malah rasanya aku ingin berlari dan teriak sekencang-kencangnya.

Flashback end.

Mengingat kejadian itu, aku bisa merasakan air mata mengalir di pipiku. Aku memeluk tubuhku sendiri dengan erat, berharap dengan seperti itu aku bisa mendapatkan kenyamanan dan merasa tenang. Namun yang terjadi adalah tubuhku mulai bergetar hebat lagi, dan isak tangis tidak dapat kutahan.

Beberapa kali sejak aku mengunci diriku di dalam kamar, Mom, Dad, dan Cedric secara bergantian mengetuk pintu kamarku lalu menanyakan keadaanku. Aku tidak membuka pintu ataupun menjawab, dan mereka pun tidak memaksa masuk, padahal bisa saja mereka membuka pintu kamarku dengan mantra sederhana seperti 'alohamora', mereka seperti memberiku waktu dan ruang untuk berpikir. Setiap kali aku tidak merespon, mereka kemudian berkata-kata seperti, 'bagaimanapun kami menyayangimu', 'kau tetap putri kami Jilian', 'kau selau menjadi adik kesayanganku', 'tidak akan ada yang berubah, kau bagian dari keluarga ini, dan kita akan selalu menjadi keluarga yang bahagia', semua kalimat-kalimat untuk meyakinkan diriku bahwa semua akan baik-baik saja.

Setelah beberapa saat air mataku mulai berhenti mengalir. Walaupun serangkaian emosi seperti bingung, sedih, takut, khawatir dan marah masih belum sepenuhnya reda. Aku menghela nafasku dan beranjak dari samping jendela, melihat nampan berisi makanan yang masih hangat di atas meja di samping tempat tidurku, Jingle secara berkala mengirimku makanan juga cemilan, tapi seringkali aku tidak merasa lapar. Aku mengabaikan makananku dan menuju meja belajar. Di atas meja aku bisa melihat perkamen-perkamen yang berserakan, salah satunya adalah surat dari Draco, suratnya tiba kemarin, ia mengabariku kalau dirinya dan kedua orangtuanya akhirnya tetap liburan ke Italia, ia juga mengunjungi Blaise Zabini, salah satu teman Slytherin kami yang sedang berada di salah satu villa Zabini di Italia. Draco mengatakan Blaise merasa kecewa karena aku tidak jadi mengunjunginya di Italia. Diantara para Slytherin Blaise adalah salah satu yang bisa kupercaya, ia pun cukup dekat dengan Draco sejak kecil.

Perkamen-perkamen yang lainnya adalah balasan surat yang kutulis berulang-ulang untuk Draco tapi tidak jadi kukirim. Dengan apa yang terjadi pada diriku sekarang, rasanya sangat bingung untuk membalas surat Draco kali ini. Biasanya aku selalu menceritakan kepada Draco soal keadaanku, hal-hal yang terjadi pada keseharianku, tapi sepertinya aku tidak mungkin menceritakan hal ini. Bagaimana reaksi Draco bila mengetahui bahwa aku adalah seorang Potter, dan bukan seorang Potter biasa, melainkan kembaran seorang 'Harry Potter'.

Dengan memikirkan itu, aku juga jadi memikirkan Harry. Biarpun hubungan Draco dan Harry tidak pernah baik, hubunganku dengan Harry justru kebalikannya. Aku berteman baik dengan Harry,dan bila kuingat-ingat lagi, aku selalu merasa nyaman bila sedang bersama Harry Potter, kami begitu saja bisa menjadi akrab. Mungkinkah hal itu terjadi karena kami adalah kembar? sehingga keakraban kami adalah hal yang natural?

Kemarin Sirius mengetuk pintu kamarku, dan ketika aku tidak membukanya ataupun menjawab, dari balik pintu ia pun berkata pelan bahwa Harry juga baru mengetahui tentang diriku, bahwa kembarannya yang selama ini diduga hilang bahkan telah meninggal sebenarnya masih hidup, dan ia ingin sekali bertemu denganku. Sirius juga meminta maaf karena aku harus mengetahui informasi ini sekarang, mengetahui bahwa aku bahagia bersama keluarga Diggory, ia juga bilang dirinya tidak akan mengubah itu. Ia hanya ingin aku dan Harry bisa bersatu lagi dan memberikan kesempatan untuk Harry dan aku agar bisa kembali menjadi keluarga. Ia juga bilang dirinya adalah ayah wali kami, dan ia menyayangiku dan Harry sejak kami dilahirkan. Kepalaku terasa berat memikirkan ini semua, aku bergerak menuju tempat tidurku, dan tertidur seketika karena kelelahan.

Aku melihat anak laki-laki yang selalu muncul dalam mimpiku, ia sedang tertidur, namun tampak gelisah di tidurnya. Tidak lama kemudian ia terbangun dengan terengah-engah dan tampak kesakitan sambil memegang dahinya dengan salah satu tangannya, tangannya yang lain kemudian tampak meraba-raba ke samping tempat tidurnya, lalu ia memakai sesuatu yang sepertinya itu adalah kacamata. Kemudian kusadari ada yang berbeda dengan mimpiku kali ini, ya tentu saja mimpiku kali ini tampak jelas dan tidak buram seperti biasanya. Lalu tiba-tiba anak laki-laki itu melihat ke arahku, dan aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Seketika aku terbangun, dan menyadari bahwa selama ini yang aku impikan adalah Harry Potter, kembaranku. Sepertinya takdir telah berusaha memberitahuku tentang hubunganku dengan Harry selama ini lewat mimpiku. Aku kembali menangis sampai kantuk dan lelah menguasaiku lagi.

Keesokan harinya, aku terbangun dengan perasaan lebih tenang. Aku bangkit dari tempat tidurku dan melihat ke arah cermin di meja rias, bayangan diriku yang tampak berantakan menatap balik, wow aku tampak kacau sekali. Segera saja aku menuju kamar mandi, untuk melakukan segala ritual membersihkan diri, mandi dan yang lainnya. Setelah berpakaian aku bergerak keluar kamar, memutuskan telah waktunya aku untuk menghadapi semuanya.

Saat memasuki ruang makan, aku berkata pelan "Selamat pagi", ketiga orang yang selama ini kuanggap sebagai keluargaku menghentikan aktifitasnya di meja makan, dan menoleh ke arahku. Mom seketika beranjak dari bangkunya dan menghampiriku sambil berkata, "Selamat pagi sayang", kemudian membawaku ke pelukannya.

"Mom", ucapku pelan, Mom melepaskan pelukannya dan menatapku, "Yes Dear?" jawabnya, "Apakah aku tetap bisa memanggilmu Mom?", aku bisa melihat mata Mom mulai berkaca-kaca dan berkata, "Tentu saja sayang, seperti selalu kubilang, kau adalah putriku, biarpun aku bukanlah wanita yang melahirkanmu, tapi aku yang membesarkanmu dan aku menyayangimu sepenuh hatiku Jilian", kemudian Mom kembali menarikku ke dalam pelukannya.

"Aku juga selalu menyayangimu putriku, dan kau harus tetap memanggilku Dad", aku mendengar Dad berbicara, dan merasakan Dad bergabung memelukku dan Mom.

"Apakah aku bisa ikut bergabung berpelukan juga bersama kalian?", tiba-tiba Cedric berbicara.

Aku, Mom dan Dad melepaskan pelukan kami dan menoleh kearah Cedric, lalu aku berkata,"Kurasa kau terlalu tua untuk berpelukan dengan orangtua Ced", ucapku sambil sedikit tertawa.

"Tapi aku tidak terlalu tua untuk memelukku adik kesayanganku", jawabnya sambil tersenyum.

Mendengar kalimatnya membuatku tersenyum juga haru, Cedric masih tetap menganggapku adik kesayangannya, "Oh Ced, come here you", ucapku sambil mengulurkan tanganku padanya. Dan selanjutnya adalah kami sekeluarga, aku, Cedric, Mom dan Dad saling berpelukan dengan tangis haru dan senyum di bibir kami.

Setelah kami sarapan bersama, kedua orangtuaku menjelaskan bagaimana ini semua bisa terjadi. Aku mempelajari bahwa sebuah ramalan lah yang mengakibatkan diriku kini terpisah dari Harry, walau Mom dan Dad tidak tau persis seperti apa bunyi ramalan tersebut, tapi karena ramalan itulah, you know who mengincar bayi-bayi yang lahir di bulan ke 7. Aku dan Harry memang kembar, tapi ternyata tanggal lahir kami berbeda, Harry lahir di tanggal 31 July beberapa menit sebelum tengah malam, dan aku lahir beberapa menit setelah tengah malam, yang menjadikan aku lahir di tanggal 1 Agustus. Karena itu lah James dan Lily Potter harus berada dalam persembunyian bersama Harry, dan memutuskan untuk memberikanku kesempatan memiliki kehidupan tanpa pelarian ataupun persembunyian, yang akhirnya takdir membawaku kepada keluarga Diggory.

Sungguh aku tidak menyesalinya, aku kini memiliki orangtua yang luar biasa dan kakak yang baik hati yang sangat kusayangi, dan mereka pun menyayangiku. Aku merasa prihatin dengan Harry, memikirkan bagaimana kehidupannya setelah James dan Lily Potter meninggal karena you know who. Apakah Harry memiliki keluarga yang bahagia seperti aku? Harry pernah mengatakan padaku ia tinggal bersama keluarga dari ibunya yang seorang muggle, tapi ia tidak pernah mau menceritakan lebih detail tentang mereka.

Setelah Mom dan Dad mendengar kabar bahwa James dan Lily Potter meninggal, juga kabar Sirius dipenjara di Azkaban. Mereka memutuskan untuk melakukan ritual adopsi kepada diriku, dan itu menetapkan identitasku sebagai seorang Diggory, walaupun tidak menghilangkan hubunganku dengan keluarga Potter. Kedua orangtuaku pun sempat berusaha mencari Harry, namun mereka tidak bisa menemukannya. Lagipula saat itu mereka telah membawaku dan Cedric untuk tinggal di Amerika sampai situasi dan kondisi dunia sihir Inggris kembali aman.

Aku masih terisak pelan saat Mom dan Dad selesai menjelaskan segalanya. Setidaknya aku lebih mengerti sekarang, dan bisa menerima kenyataan ini, juga lebih yakin kalau diriku tidak kehilangan mereka bertiga, Mom, Dad dan Cedric, keluargaku selama ini. Semua hubunganku dengan keluarga Potter tidak akan mengubah semuanya. Tapi aku tau, aku tidak bisa membiarkan dan mengacuhkan Harry begitu saja. Banyak hal yang kami berdua harus bicarakan, dan mengingat segala mimpiku tentang Harry, kurasa kehidupannya tidak sebaik diriku.

"Mom, Dad, bisakah aku bertemu dengan Harry? Kurasa banyak hal yang harus kami bicarakan", aku bertanya kepada kedua orangtuaku.

"Tentu saja sayang. Bagaimana bila besok Sirius dan Harry datang kemari?", Dad menanggapiku.

"It sounds like a plan", jawabku sambil tersenyum.

"Very well. Aku akan segera mengabari Sirius", Dad berkata dengan tersenyum juga.

Selanjutnya, Dad berpamitan untuk berangkat ke kementerian, Mom melanjutkan segala aktivitas nya di rumah, aku dan Cedric menghabiskan waktu bersama di luar rumah, menikmati cuaca cerah musim panas.


Aku berjalan mondar mandir di ruang keluarga, kadang berhenti untuk memperhatikan foto-foto yang terpasang di dinding, atau mengecek buku-buku yang tersusun rapi di rak buku di salah satu sudut ruangan, sambil sesekali melihat ke luar jendela, mengecek adakah seseorang yang datang.

"Jilian tenang dan duduklah", Mom berkata padaku.

"Aku tenang Mom", jawabku pada Mom, kemudian duduk di salah satu sofa, lalu mengambil majalah yang tergeletak di atas meja di depan sofaku, lalu membulak-balik halamannya tanpa benar-benar membacanya.

"Ya, tentu saja kau sangat tenang sekarang, sampai terlihat ingin sekali menghancurkan majalah itu", Cedric berkata sambil tertawa kecil.

Aku melotot padanya dan belum sempat aku mengatakan apapun, kami mendengar suara ketukan dari pintu di depan rumah kami.

"Ah,, itu pasti mereka", Mom berkata sambil bangkit dari sofanya menuju ruang tamu.

Saat kami tiba di ruang tamu, Jingle telah membukakan pintu untuk siapapun yang mengetuk pintu rumah kami, dan aku bisa melihat Harry Potter berdiri di ruang tamu bersama seekor anjing besar berbulu hitam. Harry melihat ke arah kami dengan gugup. Setelah Mom berguman singkat 'terimakasih Jingle'-kepada peri rumah kami, tiba-tiba anjing besar di samping Harry bertransformasi menjadi seorang laki-laki dewasa yang ternyata adalah Sirius, hal itu menjelaskan bahwa Sirius ternyata adalah seorang animagus.

Mom menyapa Harry dengan berkata, "Halo Harry, masih ingat padaku? Aku Emily Diggory, kita bertemu di pertandingan piala dunia quidditch kemarin."

"Hello Mrs. Diggory, tentu saja aku masih ingat… errr.. senang bertemu denganmu lagi", Harry menjawab dengan senyum kecil namun masih tampak sangat gugup.

"Jangan terlalu formal Harry, panggil saja aku Aunty Emily, aku pun senang sekali bisa bertemu denganmu", Mom tersenyum kemudian Mom memeluk Harry, yang membuat pipi Harry menjadi merona tampak malu.

Kemudian Mom beralih ke Sirius, "Halo Sirius, bagaimana kabarmu?", sambil memeluknya singkat.

"Aku baik Em", Sirius menjawab.

Lalu Cedric pun berkata, "Hai Harry… Hai Uncle Sirius.."

"Hai Cedric", jawab Harry dan Sirius bersamaan.

Selanjutnya semua perhatian seperti tertuju kepadaku yang sejak masuk ke dalam ruangan ini belum bicara apapun. Harry menatapku dengan gugup, di mata hijaunya kini tampak rasa khawatir juga harapan, membuatku mengingat segala mimpiku tentang dirinya. Aku berjalan pelan menghampiri Harry, lalu mendengarnya berkata sambil tersenyum kecil, "Hai Jilian…", seketika aku memeluk Harry dengan erat, padanganku mulai kabur, air mata mulai mengalir di pipiku, dan isak tangis haru serta bahagia mulai terdengar dari diriku. Harry juga memelukku erat, bahunya mulai bergetar tanda ia juga menangis. Semua ini terasa benar, ya Harry Potter adalah saudaraku, kembaranku lebih tepatnya, dan saat ini aku bisa merasakan, biarpun kami telah lama terpisah, aku dan Harry adalah keluarga.