Disclaimer : I don't own Harry Potter

Chapter 11

Jilian POV

Harry dan aku duduk di gazebo kayu dibelakang rumahku. Atap gazebo melindungi kami dari teriknya sinar matahari di siang hari ini. Gemericik suara air kolam di samping gazebo memberikan suasana sejuk diantara cerahnya cuaca musim panas. Tidak lupa cemilan ringan dan mix berry juice yang telah Jingle siapkan menemani perbincangan kami.

Kami memulai dengan membicarakan hal-hal ringan dan random, seperti yang biasa kami lakukan di Hogwarts. Hal ini membantu menghilangkan rasa canggung diantara kami berdua.

"Ahahahaha… Jadi itu semua adalah ulahmu Harry", aku tertawa mendengar Harry menceritakan ia mengerjai Draco dengan melempar bola salju di sekitar Shrieking Shack tahun lalu.

"Kasihan Draco,, saat ia menceritakannya padaku, aku mengatakan padanya mungkin itu adalah khayalannya saja, karena terpengaruh rumor tentang cerita horror di Shrieking Shack", aku berkata lagi sambil masih tertawa.

"Ahaha.. Dan aku sekarang membocorkan rahasiaku kepada sahabat Draco Malfoy, bagaimana aku kelak dapat mengerjainya lagii…", Harry menanggapiku juga dengan tertawa.

"Tenang saja, rahasiamu aman bersamaku."

"Benarkah?", Harry bertanya padaku.

"Ya, kapan lagi seorang Draco Malfoy dikerjai? Tapi bila suatu saat kau akan mengerjainya lagi, kuharap itu bukan sesuatu yang berbahaya", aku berkata sambil tersenyum.

"Kupikir karena kau adalah sahabatnya, kau akan marah kepadaku Jil", Harry berkata.

"Aku memang sahabatnya Harry, tapi aku juga tidak buta, aku tau bagaimana kadang Draco bersikap,ia bisa sangat menyebalkan, apalagi terhadap kalian Gryffindor…. Akupun tidak menyukai sikapnya yang seperti itu, tapi kuharap kalian tidak memasukkannya ke dalam hati, ataupun menyimpan dendam kepadanya. Karena kalau kalian mengenalnya seperti aku, sebenarnya Draco adalah seorang yang baik", aku menjelaskan kepada Harry.

Harry memandangku dengan terkejut lalu berkata, "Aku tidak pernah mengira akan ada hari dimana seseorang mengatakan Draco Malfoy adalah seorang yang baik".

"Ahahaha…. Kau hanya perlu mengenalnya lebih dekat Harry…," ucapku kemudian yang juga membuatku berpikir apabila kelak Draco tetap menepati janjinya sesuai 'promise bracelet' yang ia berikan padaku, Harry dan Draco tentunya perlu lebih saling mengenal. Oh Merlin! Bagaimana aku bisa mengatakan hal ini kepada mereka berdua….

"Jilian… ", Harry mengalihkan pikiranku. "Ada apa? kau seperti memikirkan sesuatu?"

Aku ragu-ragu apakah aku perlu mengatakan soal 'promise bracelet' ini kepada Harry…. Akhirnya akupun menghela nafas dan berkata, "Ya.. Aku perlu mengatakan sesuatu kepadamu."

Lalu aku mengangkat lengan kananku, memperlihatkan bracelet yang melingkar di pergelangan tanganku, "Sebenarnya aku bukan hanya bersahabat dengan Draco, ini adalah sebuah 'promise bracelet', sebagai tradisi di keluarga penyihir terutama kalangan pureblood, seorang anak laki-laki seusia kita dapat memberikan 'promise bracelet' kepada seorang anak perempuan pilihannya. Jadi walaupun belum secara resmi, bisa dibilang Draco telah memilihku agar kelak aku jadi pendampingnya dengan memberikan bracelet ini, dan aku menerimanya…"

Harry yang tampak terkejut berkata, "Maksudmu pendamping? Kelak kau akan menjadi istri Draco Malfoy?"

"Yaaa.. bisa dibilang begitu…", jawabku pelan sambil tersenyum kecil dan pandangan khawatir akan reaksi Harry.

Mulut Harry menganga mendengar jawabanku, "Aku tidak percaya ini."

"Apakah hal ini benar-benar mengejutkan?", aku bertanya lagi.

"Tentu saja Jilian! Aku baru mengetahui beberapa hari ini bahwa saudara kembarku masih hidup, dan sekarang aku harus menghadapi kenyataan kelak ia akan menikah dengan Malfoy, entah yang mana yang lebih mengejutkan….", Harry menjawab lalu menggelengkan kepalanya.

Aku mengerti perasaan Harry, bagaimanapun selama ini Harry dan Draco tidak pernah akur, "Kalau ini bisa membuatmu lebih tenang, kami belum pernah membicarakan soal ini lebih jauh, apalagi sampai ke pernikahan. Walaupun kedua Ibu kami beranggapan hal ini sangat manis, kedua Ayah kami sama-sama tidak mau menganggap hal ini dengan serius. We're still too young Harry, don't you think?"

"Ok,, baiklah", Harry berkata sambil menghela nafas.

"Hubunganku dan Draco saat ini seperti sahabat pada umumnya. Mungkin seperti hubunganmu dengan sahabat-sahabatmu Harry, uhm.. Hermione Granger dan Ronald Weasley kan?"

"Kau benar, maafkan reaksiku yang berlebihan. Baru beberapa hari ini aku mengetahui kau adalah saudara kembarku, tapi aku sudah bersikap terlalu protektif terhadapmu."

"Oh Harry, tidak apa-apa, aku mengerti, Dad dan Cedric sering bersikap demikian", jawabku sambil tersenyum, "Kurasa aku masih bisa mengatasi tambahan satu kakak laki-laki yang protektif", aku berkata sambil tertawa kecil dan membuat Harry ikut tertawa bersamaku.

"Kau beruntung memiliki keluarga seperti mereka Jil", Harry berkata sambil tersenyum namun matanya memancarkan kesedihan. "Aku tidak pernah ingat bagaimana rasanya memiliki orangtua apalagi sebuah keluarga", Harry berkata dengan sedih, kemudian menghela nafas.

Aku terkejut mendengar kalimat Harry, "Bukankah kau tinggal bersama keluarga dari ibumu? Eh maksudku Ibu kita… Mereka muggle bukan?", aku menatap Harry dengan khawatir ia akan sedih karena tadi aku menyebut 'Ibu kami' menjadi 'Ibumu'.

Tapi Harry tampak tidak menghiraukan ucapanku yang salah bicara, kurasa ia mengerti aku belum terbiasa, dan berkata, "Iya, tapi mereka tidak pernah menyukaiku, menurut mereka aku adalah orang aneh, dan mereka membenci segala sesuatu tentang sihir", Harry menjawabku, kemudian menjelaskan tentang kehidupannya bersama keluarga Dursley.

Aku mempelajari bahwa ibu kami bernama Lily Evans sebelum menikah dengan ayah kami James Potter. Ia adalah penyihir yang lahir di sebuah keluarga muggle, ia memiliki seorang kakak perempuan yang bernama Petunia Evans yang menikah dengan seorang pria bernama Vernon Dursley dan mereka memiliki anak laki-laki yang juga sepupu kami bernama Dudley Dursley.

Aku terkejut, marah dan sedih mendengar Harry harus tidur di lemari di bawah tangga selama sepuluh tahun pertama kehidupannya. Mereka memberi Harry pakaian bekas Dudley yang ukurannya sangat kebesaran untuk ia gunakan, karena tidak mau repot mengeluarkan uang untuk membelikan pakaian baru untuk Harry. Mereka juga membuat Harry melakukan segala pekerjaan rumah, memasak, mencuci piring, membersihkan rumah dan halaman. Mereka bahkan seringkali membuat Harry kelaparan sebagai hukuman apabila ia tanpa sengaja melakukan kesalahan atau melakukan sesuatu yang dianggap keluarga Dursley adalah suatu keanehan yang kurasa itu adalah accidental magic, siapa yang bisa menahan accidental magic, penyihir manapun belum bisa benar-benar mengendalikan sihir mereka saat masih kecil.

"Mereka sangat kejam!", aku tidak bisa menahan amarahku, "Bagaimana mungkin mereka tega melakukan hal seperti itu? Kau hanyalah anak-anak…"

"Mereka pikir dengan seperti itu bisa mengurangi keanehanku, menekan sihir di dalam diriku", Harry berkata lagi dengan sedih.

"Oh Harry, maafkan aku, kau harus mengalami hal seperti itu", aku tidak bisa menahan air mataku membayangkan apa yang telah Harry lalui, lalu memeluk Harry.

"Tidak apa-apa Jilian, itu bukan salahmu", Harry berkata sambil membalas pelukanku.

Kemudian otakku seperti menyambungkan informasi yang baru ku dapat ini dengan mimpi-mimpi yang sering kualami, dan kusadari kehidupan Harry tidak asing bagiku, selama ini aku bahkan telah mengetahuinya lewat mimpi-mimpiku.

"Kau tau Harry, kurasa sebenarnya aku telah mengetahui dirimu dan kehidupanmu selama ini", aku berkata pelan sambil melepaskan pelukanku.

"Maksudmu Jils?", Harry bertanya.

Aku menghela nafas kemudian berkata, "Sejak aku kecil aku sering bermimpi tentang seorang anak laki-laki, yang wajahnya tidak jelas, apa yang kau ceritakan tadi tentang kehidupanmu bersama keluarga Dursley, sangat mirip dengan mimpi-mimpiku. Waktu kecil aku seringkali menceritakannya kepada Mom, Dad, Cedric, bahkan Draco, mereka mengatakan itu hanyalah mimpi buruk, sampai akhirnya diriku memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya dan berhenti untuk menceritakannya kepada mereka."

"Dan beberapa hari yang lalu, ketika aku mengetahui tentangmu, tentang kita, ada yang berbeda dengan mimpiku, semua menjadi lebih jelas, dan aku baru menyadari bahwa yang kuimpikan selama ini adalah dirimu Harry. Sepertinya takdir selama ini berusaha memberitahukanku tentang keberadaanmu.. Maafkan aku yang tidak menyadarinya selama ini."

Harry lagi-lagi menatapku dengan terkejut, lalu berkata, "Tidak apa-apa Jils… Tapi apakah kau juga memimpikan tentang Voldemort?", suaranya terdengar khawatir.

Aku terkejut mendengar jawaban Harry, bukan hanya karena Harry bisa menyebut nama you know who dengan lantang, tapi juga karena ia memimpikannya, "Maksudmu you know who?"

Harry menghela nafasnya lalu berkata, "Jangan takut menyebut namanya Jilian… nama Voldemort yang sebenarnya adalah Tom Marvolo Riddle, benar ia membunuh kedua orangtua kita, tapi itu tidak membuatku takut kepadanya, apalagi takut hanya dengan menyebut namanya..", Harry berkata dengan pandangan tegas di matanya.

Aku belum menjawab Harry, karena masih terkejut melihat reaksi Harry yang tidak takut kepada you know who, lalu ia berkata lagi, "Aku mengerti selama ini tradisi membuat namanya seperti tabu untuk disebutkan, tapi kalau dengan menyebut namanya saja kita sudah merasa takut, bagaimana kita akan menghadapinya kalau ia kelak bangkit lagi… Dan percayalah, aku sudah pernah bertemu dengannya beberapa kali…"

Aku semakin terkejut mendengar jawaban Harry, "Apa maksudmu Harry? Kau bertemu dengan you kn.. ehm maksudku Volde..mort..?", aku memberanikan diri menyebut nama you know who.

"Itukah mengapa aku seringkali melihatmu dalam mimpi terbangun dengan terengah-engah? Kau memimpikan Voldemort?", sambungku lagi.

"Kau melihatku terbangun dengan terengah-engah?", Harry bertanya padaku.

"Iya dan kau tampak kesakitan…", aku kini menatap Harry dengan khawatir.

"Tapi kau tidak memimpikan Voldemort kan Jil?", Harry bertanya lagi seperti memastikan.

"Uhm.. yang aku mimpikan sepertinya adalah hal-hal yang terjadi pada kehidupanmu Harry, aku tidak yakin bila aku memimpikan Volde..", ucapku sambil mengingat-ingat..

"Oh, aku ingat pernah memimpikan sesuatu yang aneh, seorang anak laki-laki, yang kurasa itu adalah dirimu, bersama dua orang anak lainnya, kalian bertemu anjing besar berkepala tiga, seperti seekor ceberus, lalu uhm… ada banyak tanaman merambat, kemudian kau terbang dengan sapu dan mengejar sesuatu entah seperti kupu-kupu atau serangga lainnya…uhm…..", aku berusaha mengingat-ingat.

"Lalu kau melihatku di sebuah papan catur raksasa, kemudian sebuah lab potion yang berisi teka-teki dan akhirnya aku bertemu dengan seseorang yang memakai turban yang tidak lain adalah guru DADA kita Prof Quirrel. Apakah seperti itu?", Harry melengkapi ingatanku.

"Ya, benar. Err.. Jadi laki-laki yang memakai turban itu adalah Prof. Quirrel?", aku bertanya dan Harry menjawabku dengan anggukan.

"Tapi dalam mimpiku ia berubah menjadi sesuatu seperti monster yang mengerikan", jawabku horror.

"Iya, dan ia tidak berubah, hanya ternyata Voldemort hidup di balik turbannya selama ini sebagai parasit."

"What?!"

Harry menghela nafas, "Ya, Voldemort ingin mencuri batu bertuah agar bisa hidup kembali. Dan kau tidak memimpikan itu Jilian, hal itu benar-benar terjadi, di tahun pertama kita di Hogwarts."

"Batu bertuah disembunyikan di Hogwarts?", rasanya aku tidak percaya mendengar perkataan Harry.

"Ya, pemiliknya Nicholas Flamel yang ternyata bersahabat dengan kepala sekolah kita. Ia mempercayai Prof. Dumbledore untuk melindungi batu itu dari Voldemort", Harry menjelaskan

"Oh.. Aku ingat, itukah mengapa koridor di lantai 3 terlarang untuk dilewati di tahun itu? Karena disitulah batu bertuah yang dijaga ketat disimpan?"

"Yeah, tepat sekali", Harry berkata sambil menganggukan kepalanya.

"Tapi… ehm.. jadi… ada seekor ceberus di sekolah kita tahun itu? Apa yang Prof. Dumbledore pikirkan, bagaimana bila ceberus itu keluar dan bertemu dengan para murid? Apakah ia sudah gila?", aku berkata.

"Ahahaha… Ia tidak gila Jils. Kepala sekolah kita itu seorang yang brilliant, penyihir terhebat yang ada di dunia, tapi mungkin ia sedikit nyentrik.. hehehe..", Harry menjawabku sambil tertawa, membuatku ikut tertawa memikirkan kepala sekolah kami Prof. Dumbledore yang memang agak nyentrik.

Aku tidak tau harus berkata apa dan Harry berbicara lagi, "Lalu di tahun kedua kita di Hogwarts, banyak murid yang membeku bukan? Sebenarnya itu adalah ulah Basiliks".

"Basiliks?" aku memandang Harry dengan horror.

"Ya, dan apakah kau memimpikan suatu ruangan dengan banyak patung ular, kemudian ada ular besar yang sebenarnya adalah Basiliks. Sebuah buku diary, seorang anak laki-laki lainnya dan seorang anak perempuan yang tergeletak di lantai…"

"Lalu kau membunuh ular besar itu.."

"Basiliks", potong Harry.

"Ok, lalu kau membunuh Basiliks itu dengan sebuah pedang? Dan saat kau menghancurkan buku diary itu dengan sebuah taring, seorang anak laki-laki lainnya yang ada di mimpiku ikut hancur…."

"Ya dan anak laki-laki itu adalah Tom Riddle, ia adalah versi muda dari Voldemort, ia merasuki Ginny Weasley saat Ginny mulai menulis di buku diary tersebut, Tom hampir saja sukses mengambil jiwanya dan hidup kembali. Semua hal itu benar-benar terjadi Jilian…", Harry menjelaskan.

Aku yang masih terkejut lalu berkata, "Jadi aku bermimpi tentang hal-hal yang benar-benar terjadi dalam kehidupanmu… Oh Harry, kehidupanmu sangat berat,, dengan sikap keluarga Dursley, dan juga you kno.. ehm Voldemort… Uhm, tapi apakah kau pernah memimpikan soal aku? Maksudku kita kembar kan? Apakah karena itu kita jadi seperti memiliki suatu connection or something?"

Harry seperti berpikir sejenak dan berkata, "Maafkan aku Jilian, kurasa aku tidak pernah bermimpi tentangmu, mimpiku kebanyakan tentang Mom yang memohon agar aku tidak dibunuh, dan sebuah cahaya hijau yang menyilaukan, dan Mom kemudian tergeletak tidak bernyawa… atau tentang Voldemort dan para pengikutnya…"

Aku melihat Harry dengan sedih, mendengar ia harus bermimpi tentang Ibu kami saat dibunuh oleh Voldemort, apalagi harus memimpikan tentang Voldemort sendiri. Ada sedikit perasaan kecewa karena Harry ternyata tidak pernah memimpikan tentang diriku, takdir sepertinya hanya berusaha memberitahukanku, tapi kurasa itu cukup adil karena beban Harry cukup berat, ia harus melalui kehidupan bersama keluarga Dursley dan harus menghadapi Voldemort.

Kurasa yang harus kulakukan adalah mendukung Harry, hal ini membuatku berkata, "Kau tau Harry, kau bisa tinggal bersama kami."

"Maksudmu Jils?"

"Maksudku kau tidak harus kembali ke rumah keluarga Dursley setiap musim panas, kau bisa tinggal bersamaku, Mom, Dad dan Cedric. Mereka tidak akan keberatan", aku berkata sambil tersenyum.

"Benarkah?", Harry berkata dengan harapan di matanya.

"Tentu saja Harry."

"Thanks Jilian", jawabnya, "Sebenarnya Sirius ingin sekali mengajakku untuk tinggal bersamanya, tapi karena Wormtail kabur, ia belum bisa membersihkan namanya dari status buron."

"Siapa Wormtail?", tanyaku pada Harry.

"Oh iya, kau belum tau… Wormtail adalah salah satu sahabat ayah kita James Potter, nama aslinya adalah Peter Pettigrew…", dan Harry menjelaskan tentang ayah kami dan sahabat-sahabatnya, tentang mereka belajar menjadi animagus, lalu aku terkejut mengetahui bahwa Prof. Lupin adalah seorang manusia serigala, tapi hal ini menjadi masuk akal karena setiap bulan di saat bulan purnama, Prof. Lupin akan tidak masuk untuk mengajar karena sakit. Sampai akhirnya Harry menjelaskan bagaimana Wormtail mengkhianati kedua orangtua kami dan Harry, dengan memberitahukan tempat persembunyian mereka kepada Voldemort.

Harry juga menjelaskan, bagaimana Wormtail menjebak Sirius, sehingga ia harus berada di Azkaban selama 12 tahun, menanggung hukuman yang bukan kesalahannya. Namun sayangnya, di akhir tahun ajaran lalu, Wormtail kembali dapat meloloskan diri, sehingga kini Sirius masih harus hidup dalam persembunyian.

"Kasihan uncle Sirius, ia belum bisa mendapatkan kebebasannya", ucapku pelan.

"Ya, kau benar Jilian", Harry menanggapi.

"Jadi Wormtail adalah pengikut Voldemort, berarti ia adalah seorang Death Eather. Apakah kau tau kejadian sesusai piala dunia quidditch kemarin Harry?"

"Ya, para Death Eather menyerang dan membuat kekacauan."

"Uhm… Jilian..", Harry berkata dan tampak khawatir.

"Kenapa Harry?"

"Mengenai Death Eather, sebenernya kurasa keluarga Malfoy memiliki sejarah berkaitan dengan mereka…", Harry berkata.

"Kenapa kau berpikir begitu, Harry?"

"Aku tidak bisa mempercayai Malfoy, terutama Malfoy senior. Lucius Malfoy adalah orang yang menyelipkan buku diary Voldemort kedalam kuali Ginny Weasley saat mereka bertemu di Flourish n Blotts sehingga Ginny menemukannya diantara buku-buku pelajarannya dan mulai menulis di buku diary tersebut. Ginny hampir kehilangan nyawanya Jilian! Dan Voldemort hampir bangkit kembali. Jadi menurutku jelas Lucius Malfoy adalah seorang Death Eather!"

Aku tidak bisa berkata apa-apa karena sangat terkejut, tidak mempercayai uncle Lucius bisa melakukan itu. Benar ia adalah seorang yang angkuh dan sombong, dan memiliki sejarah sebagai Death Eather, tapi selama ini ia selalu bersikap baik kepadaku dan keluargaku.

"Tidak mungkin Harry…".

"Maafkan aku Jilian, aku tidak bisa mempercayai keluarga Malfoy, terutama Lucius Malfoy."

"Aku tidak tau harus berkata apa Harry, keluarga Malfoy selama ini selalu bersikap baik kepadaku dan keluargaku, bahkan Lucius."

"Entahlah Jilian…"

"Tidak apa-apa Harry, kau mungkin tidak bisa mempercayai Lucius Malfoy, tapi kuharap kau mau mencoba untuk mengenal Draco, kau bisa mempercayainya, dan aunty Narcissa tidak akan membiarkan Draco menjadi seorang Death Eather", ucapku yang sebenarnya seperti meyakinkan diriku sendiri, karena apabila mengingat kejadian di rumah keluarga Malfoy setelah piala dunia quidditch yang lalu, jelas mereka mengetahui rencana penyerangan itu. Oh Merlin, semoga Draco tidak mengikuti ayahnya menjadi Death Eather.

Harry memandangku tidak percaya, "Kau ingin aku bersikap baik kepada Malfoy?"

"Uhm ya.. Tolonglah, demi aku, kembaranmu satu-satunya ini.."

"Oh Jilian, permintaanmu ini sangat berat, kau tau aku dan Draco tidak pernah akur."

"Setidaknya kau mau mencoba kan?" ucapku dengan pandangan memohon.

Seperti tidak bisa menolak permohonanku, Harry pun menghela nafas dan berkata, "Baiklah, aku tidak akan membuat masalah dengannya, tapi kalau ia yang mulai duluan, aku tidak akan tinggal diam."

Aku pun tersenyum mendengar ucapan Harry dan mengangguk tanda setuju, "Terimakasih Harry."

"Oh Merlin! Aku tak percaya ini, aku baru saja menyetujui bahwa diriku akan bersikap baik kepada Malfoy", Harry melebih-lebihkan dan aku hanya tertawa mendengarnya.

"Kita tampaknya memiliki kehidupan yang menarik ya Harry,,. hehe..", aku berkata sambil tertawa kecil. Aku bisa melihat Harry memutar kedua bola matanya, lalu ia ikut tertawa bersamaku.

"By the way… Apakah kau mengetahui sesuatu tentang kehidupan kedua orangtua kita? Seperti apa mereka?", tanyaku kepada Harry.

"Aku punya album foto tentang mereka, tentang kita sekeluarga, di satu tahun pertama kehidupan kita", Harry berkata, sambil membuka tas nya dan mengeluarkan sebuah album foto dan menyerahkannya kepadaku.

Aku membukanya dan di halaman pertama tampak foto sebuah keluarga, seorang laki-laki dewasa yang sangat mirip dengan Harry, kurasa ini James Potter, ayah kami, ia mengendong seorang bayi perempuan yang kukenali sebagai diriku, di sebelahnya seorang perempuan dewasa yang sangat cantik, Lily Potter ibu kami, ia mengendong seorang bayi laki-laki yang tidak lain adalah Harry kembaranku. Keempatnya tampak tertawa bahagia, dan melambai ke arahku.

"Mereka tampak bahagia…", aku bergumam pelan.

"Kita tampak bahagia…", Harry mengoreksi, aku mengangguk tanda setuju.

Lalu aku mulai membuka halaman-halaman berikutnya, berusaha mengenali tahun pertama kehidupanku dan Harry bersama kedua orangtua kami yang tersimpan dalam lembaran demi lembaran di album foto tersebut. Ya, kami tampak bahagia, James dan Lily tampak sangat menyayangi kami berdua.

"Apa yang kau ketahui tentang mereka Harry, ceritakan kepadaku?", aku berkata sambil melihat salah satu foto kedua orangtua kami.

"Uhm.. sebenarnya aku tidak mengetahui tertalu banyak…", Harry menjawab

"Aku bisa menceritakannya kepada kalian", tiba-tiba seseorang berbicara kepadaku dan Harry, kami menoleh ke arah suara itu berasal, dan melihat Sirius bersender di tiang kayu gazebo tempatku dan Harry sedang berbincang, sejak kapan ia ada disitu pikirku.

"Aku bisa menceritakan tentang James dan Lily.. Kalau kalian mau tentunya?"

"Ya tentu saja kami mau mendengarnya…", ucapku dan Harry bersamaan.

Dan senyum Sirius pun mengembang, ia ikut duduk bersama kami di dalam gazebo kemudian memulai ceritanya tentang kedua orangtua kami.

Cedric POV

Aku melihat dari jendela ke arah halaman belakang rumahku. Di gazebo kayu rumah kami tampak Jilian dan Harry duduk dengan santai, sambil menikmati cuaca cerah musim panas.

"Mereka tampak akrab", aku mendengar Sirius berkomentar sambil melihat Jilian dan Harry tertawa bersama, entah membicarakan apa.

"Mereka memang akrab, di sekolah kurasa mereka berteman baik", jawabku kepada Sirius.

"Thanks Merlin..", aku mendengar Mom berbicara, "Aku sangat takut bagaimana Jilian akan bereaksi, tapi kurasa ia bisa menerimanya", Mom berkata lagi.

"Jilian tampak lebih tenang menerima semua ini, biarpun saat ia mengunci diri dalam kamar cukup membuat kita semua khawatir. Setidaknya ia lebih dapat mengendalikan dirinya. Kau harus melihat bagaimana Harry bereaksi, ia tidak bisa mengendalikan emosinya dan berteriak kepadaku, kemudian berlari begitu saja, yang aku takutkan adalah ia lepas kendali dan pergi entah kemana", Sirius berkata sambil menggelengkan kepalanya.

"Dari apa yang kau ceritakan tentang hidupnya, kurasa wajar bila Harry bereaksi demikian, masa kecilnya bersama keluarga Dursley sungguh buruk Sirius, ia kurang merasakan kasih sayang, tidak mengetahui seperti apa memiliki keluarga, untunglah hatinya dapat membimbingnya sehingga ia tetap menjadi anak yang baik", Mom berkata lagi.

Perkataan Mom membuatku mengingat cerita Sirius tentang masa kecil Harry. Siapa yang menyangka kehidupan the boy who lived bisa sangat memprihatinkan. Hal ini membuatku berkata, "Harry bisa tinggal bersama kita, kau setuju kan Mom?"

"Ya Cedric, tentu saja, aku pun berpikir demikian, Ayahmu juga akan setuju, dan Jilian juga pasti akan sangat gembira", Mom berkata sambil tersenyum.

"Kalian sangat baik", Sirius menanggapi, "Sebenarnya aku berencana untuk mengajak Harry tinggal bersamaku, kalau saja tikus itu tidak meloloskan diri, aku pasti sudah bisa membersihkan nama baikku."

Kasihan Sirius, pikirku. Setelah mengetahui ia dikhianati oleh sahabatnya sendiri, sehingga harus dipenjara 12 tahun lamanya untuk kesalahan yang tidak ia perbuat. Sahabatnya, tikus itu seperti Sirius bilang, Peter Petiggrew, orang yang sama yang mengkhianati orangtua Jilian dan Harry.

Jilian, adikku yang ternyata bukan adik kandungku. Aku sangat terkejut waktu pertama kali mendengar hal ini. Tapi aku tidak bisa tidak menganggapnya sebagai adikku. Ya, tidak peduli ia seorang Potter atau apapun, bagiku Jilian akan selalu menjadi adik kesayanganku.

"Aku akan menghampiri mereka", Sirius berkata.

Aku menjawab dengan anggukan kepala, dan mendengar Mom berkata "Hmm..", singkat dari balik buku yang dibacanya.

Setelah Sirius pergi menghampiri Jilian dan Harry, aku pun menghela nafas yang tidak sadar telah kutahan. Lalu menghampiri Mom dan duduk di sampingnya. Aku bisa merasakan Mom memandangku, lalu ia menyimpan bukunya di atas meja dan berkata, "Ada apa Ced?"

"Tidak ada apa-apa Mom", jawabku pelan.

"Cedric…", Mom berkata lagi, membuatku menatapnya, "Katakan padaku apa yang mengganggu pikiranmu, Nak?"

"Aku cuma.. uhm.. Tidak Mom, tidak ada apa-apa", jawabku ragu-ragu, sambil mengalihkan pandanganku dari mata Mom.

"Kau mengkhawatirkan Jilian?", tanya Mom lagi.

"Bukan seperti itu…", jawabku.

"Kau khawatir hubunganmu dengan Jilian akan berubah?"

Aku tidak berani menjawab Mom, karena Mom benar, aku khawatir hubunganku dengan Jilian akan berubah.

"Kau cemburu pada Harry?", tiba-tiba Mom bertanya.

"What?! No! Kenapa aku harus cemburu pada Harry?", jawabku sewot sambil menatap Mom, tapi pipiku terasa memanas, apa aku memang cemburu pada Harry? Apa karena sekarang aku bukanlah satu-satunya kakak Jilian? kenapa aku merasa begini, bahkan terhadap Draco yang jelas-jelas sangat dekat dengan Jilian dan kemungkinan besar kelak akan menjadi suaminya pun aku tidak pernah merasa seperti ini.

"Tidak apa-apa Ced, aku mengerti perasaanmu", jawab Mom sambil tersenyum dan menatapku penuh arti.

Aku menghela nafas, "Apa begitu jelas terlihat Mom?", tanyaku kepada Mom.

"Kau hanya bersikap protektif terhadap adikmu, aku mengerti karena kau dan Jilian sangat dekat sejak kecil, kalian tumbuh bersama, dan selama ini tidak ada laki-laki yang dekat dengan Jilian selain dirimu, kecuali mungkin Ayahmu dan Draco."

"Ya, dan aku tidak merasa seperti ini pada Draco…", aku terdiam sesaat menyadari aku baru saja mengakui bahwa aku cemburu pada Harry.

Mom tertawa kecil lalu berkata, "Itu karena kau sudah terbiasa dengan Draco, kalian juga tumbuh bersama, dan kurasa kau telah percaya padanya, benar kan? Sehingga kau tidak lagi merasa protektif ketika Jilian bersama Draco."

"Apa yang kau rasakan wajar Ced, apalagi karena kau sangat menyayangi adikmu. Biarpun Harry adalah kembarannya, tetap saja bagimu ia adalah orang baru untuk Jilian, jadi tidak apa-apa untuk merasa protektif. Namun kau sudah dengar dari Sirius, bagaimana kehidupan Harry selama ini, ia tidak seberuntung Jilian yang memiliki kita sebagai keluarganya, jadi berilah Harry kesempatan, dan kurasa keberadaan Harry akan membuat Jilian lebih bahagia", Mom berkata sambil menggenggam tanganku.

"Kurasa aku bisa menerima Harry kalau itu membuat Jilian bahagia", jawabku tersenyum kepada Mom.

"Kau memang anak yang baik Cedric", Mom berkata sambil memelukku, "Terima kasih sayang", ucap Mom lagi.

Aku menjawab Mom dengan anggukan sambil memeluknya. Ya kurasa aku bisa melakukan apapun asalkan orang-orang yang kusayangi bahagia.

Jilian POV

Aku dan seluruh keluargaku, termasuk Harry dan Sirius mengeliling meja makan malam untuk makan malam. Suasana tidak lagi canggung, bahkan Harry pun ikut bercanda bersamaku dan Cedric.

"Kurasa besok aku dan Harry akan kembali dulu ke rumah keluarga Weasley", ucap Sirius. "Selama ini mereka telah mengurus kami berdua, dan Molly akan khawatir apabila kami lama tidak kembali", sambung Sirius sambil terkekeh.

"Apakah Molly dan Arthur mengetahui tentang Harry dan Jilian?", tanya Dad.

"Uhm, ya mereka mengetahuinya, aku menceritakan semuanya pada Molly dan Arthur, tidak apa-apa kan?", Sirius tampak khawatir.

"Tentu saja tidak apa-apa, Molly dan Arthur juga telah mengurus Harry selama beberapa tahun ini. Kurasa mereka berhak untuk mengetahuinya", Mom berkata.

"Siapa lagi yang mengetahui tentang hal ini?", tanya Dad lagi.

"Aku hanya baru menceritakannya pada Molly dan Arthur", Sirius menjawab, "Dan mereka telah berjanji untuk tidak mengatakannya pada siapapun."

"Tapi kurasa aku perlu menceritakannya pada Dumbledore dan Remus, apakah tidak apa-apa?", tanya Sirius lagi.

"Kurasa Dumbledore dan Remus akan dapat menjaga rahasia", jawab Dad.

"Aku menceritakannya kepada Ron dan Hermione.. Mereka, sahabatku, dan mereka pun telah berjanji tidak akan menceritakan hal ini kepada siapapun", Harry tiba-tiba berkata.

"Baiklah, tidak apa-apa", ucap Dad.

Aku merasa agak bingung dengan obrolan ini, "Sebenarnya mengapa harus dirahasiakan?", tanyaku.

"Tentu saja demi keselamatanmu Jilian", kali ini Harry yang menjawab.

"Maksudnya?"

"Apabila dunia sihir mengetahui kembaranku masih hidup, kau bisa menjadi sasaran dari Voldemort dan para pengikutnya", jawab Harry.

Aku melihat Cedric, Mom dan Dad, berjengit mendengar Harry menyebut nama You Know Who.

"Dan ketika dunia sihir mengetahui tentang dirimu Jilian, bukan hanya kau yang menjadi sasaran. Amos, Emily dan juga Cedric pun akan dapat menjadi sasaran", Sirius berkata dan membuatku merasa ngeri. Aku tidak pernah memikirkan sampai sejauh itu.

"Kami sungguh tidak keberatan dan siap menerika resiko itu", Dad berkata.

"Ya, dan kami akan melindungi Jilian", ucap Cedric, "Dan juga dirimu Harry", sambung Ced lg.

"Tidak", tiba-tiba Harry berkata.

Cedric tampak kaget mendengar perkataan Harry. Lalu dengan canggung Harry berkata lagi, "Uhm, maksudku, bukan begitu Ced… Terimakasih kau juga kedua orangtuamu mau melindungiku dan Jilian… Tapi kurasa semakin sedikit yang mengetahui tentang hal ini, akan semakin baik."

"Kau yakin Harry?", tanya Mom.

"Sangat yakin Aunty. Kedua orangtuaku melindungi Jilian dengan memberikannya kesempatan untuk memiliki keluarga. Dan aku bisa melihat Jilian memiliki keluarga yang sempurna yang sangat menyayanginya. Aku tidak ingin merusaknya."

"Kau tidak merusak apapun Harry", aku berkata dengan sedikit kesal, bagaimana mungkin ia berpikir kehadirannya merusak hubunganku dan keluargaku.

"Tidak maksudku bukan begitu Jils, aku.. aku sangat berterima kasih karena kalian telah menjadi keluarga yang sangat baik untuk Jilian, aku yakin orangtua kami pun berpikir demikian. Tapi mengingat serangan Death Eaters di piala dunia quidditch kemarin, kondisi dunia sihir tampaknya belum pasti aman", ucap Harry.

"Ya, Death Eathers mulai berani beraksi lagi, jadi mungkin akan lebih banyak kejadian yang berhubungan dengan Voldemort dan para pengikutnya, walaupun kuharap tidak ada kejadian apapun lagi", Sirius berkata.

"Jadi kurasa untuk saat ini sebaiknya tidak banyak orang yang mengetahuinya", jelas Harry.

"Bagaimana dengan keluarga Malfoy?", Cedric bertanya, "Kita semua tau bagaimana hubungan Jilian dengan Draco", sambung Cedric sambil melihat kearah pergelangan tangan kananku dimana "promise bracelet" dari Draco melingkar dengan cantiknya. Hal ini membuat semua orang di sekeliling meja makan melihat ke arah yang sama, dan membuat pipiku menjadi terasa panas, kuharap mukaku tidak merah seperti tomat.

"Kurasa kita perlu menunda untuk memberitahu mereka", ucap Dad, "Sampai kondisi di dunia sihir benar-benar lebih aman dan terkendali, bagaimana? Kalian setuju?", sambung Dad.

"Ya, kurasa itu yang terbaik", ucap Mom.

"Ok", jawab Cedric, dan aku menjawab dengan anggukan, merasa lega karena sesungguhnya aku sangat bingung bagaimana harus mengatakan hal ini kepada Draco.

"Jadi kita akan bersikap seperti biasa kepada keluarga Malfoy, begitu kan Amos?", kali ini Mom yang berkata.

Dad tampak ragu-ragu namun akhirnya menjawab, "Baiklah."

Rasanya ingin mengalihkan pembicaraan, lalu aku teringat obrolanku bersama Harry dan Sirius sore hari tadi.

Flashback

Sirius menceritakan tentang kedua orangtua kami, James dan Lily Potter. Kemudian Harry berkata,"Uncle Sirius, apakah kau mengetahui dimana mereka dimakamkan?"

Sirius menatap kami berdua dengan tatapan sedih, "Ya, aku mengetahuinya, mereka berdua dimakamkan di sebuah pemakaman di desa Godric Hollow."

"Bisakah suatu hari kita mengunjungi pemakaman mereka?", tanyanya lagi, tampak kesedihan di wajah Harry.

"Ya, tentu saja Harry, suatu hari kita akan berkunjung kesana", jawab Sirius yang juga tampak bersedih.

End Flashback.

"Mom, Dad..", aku tiba-tiba berkata.

"Yes, Sweetheart?", jawab Mom dan Dad bersamaan.

"Bolehkan aku meminta sesuatu?", ucapku lagi. Kini semua mata memandangku ingin tahu apa yang aku inginkan.

"Apa yang kau inginkan Jilian?", Tanya Dad dengan senyum ramahnya kepadaku.

"Bolehkah aku mengunjungi makam kedua orangtua kandungku? James dan Lily Potter?", aku bertanya pelan. Aku bisa melihat ekpresi Harry sekarang menjadi penuh harap.

"Kurasa Aku dan Harry perlu mengunjungi makam mereka," ucapku lagi.

"Ya, tentu saja boleh Jilian", Mom berkata. "Kapan kalian ingin berkunjung kesana?"

"Bagaimana kalau besok pagi? Sebelum Harry kembali ke rumah keluarga Weasley?"

"Kurasa besok pagi waktu yang tepat. Aku akan menemani kalian", jawab Mom sambil tersenyum.

"Aku juga akan ikut", Cedric berkata.

"Aku mungkin tidak bisa ikut menemani kalian, tapi aku akan menyiapkan portkey untuk kalian.

"Terimakasih," ucapku sambil tersenyum kemudian melihat kearah Harry yang juga tersenyum.

Setelah makan malam berakhir, aku, Ced dan Harry memutuskan untuk bermain exploding snap di ruang keluarga, sampai Mom berkata bahwa hari sudah sangat malam dan kami harus segera tidur. Saat aku memasuki kamarku, aku melihat seekor burung hantu yang sudah sangat kukenali sedang bertengger di jendela kamarku. Burung hantu elang yang sangat elegan dengan bulu yang sangat cantik yang membuat burung hantu itu seperti memakai tuxedo. Menyadari kehadiranku, ia melihat ke arahku dengan pandangan angkuh dan seolah-olah tampak kesal karena aku telah membuatnya menunggu lama. Sangat mirip dengan pemiliknya, pikirku.

"Hallo Fabian", ucapku sambil tersenyum dan mengelus bulunya, ia mengalihkan kepalanya dari arahku, seolah-olah mengatakan dirinya masih kesal. Aku memutar kedua bola mataku lalu memberikan biskuit burung hantu kepadanya. Fabian ber-Uhu pelan kemudian mengambil biscuit burung hantu dengan paruhnya, dan membiarkanku melepas surat dari kakinya dan membukanya.

Dear Stranger,

Wow .. Tidak ada balasan surat lagi... Apakah kau serius Jilian?

Kita saling kenal sejak masih dalam popok dan tidak biasanya kau seperti ini.

What's wrong with you?

Just reply to my letter, ok? Or I wil come to your house very soon.

Yours,

Draco

PS: Fabian tidak boleh pulang tanpa balasan surat darimu (berhenti memutar kedua bola matamu, aku tau kau melakukannya).

Aku memang memutar kedua bola mataku saat membaca pesan tambahan tentang Fabian. Aku jadi berpikir mungkin sebenarnya hal ini yang membuat Fabian kesal, karena ia tidak boleh pulang tanpa balasan surat dariku.

Dengan membaca surat ini, aku tau Draco sangat khawatir karena aku belum juga membalas 3 surat yang telah ia kirimkan kepadaku, dan baru menyadari kalau diriku ternyata sangat merindukannya. Kejadian yang terjadi belakangan ini benar-benar mengalihkan pikiranku.

Aku menghela nafas dan berjalan menuju meja belajar, lalu duduk di bangkunya dan mengambil sebuah perkamen dan pena bulu yang berserakan diatas meja.

Dear Draco,

Maafkan aku karena baru membalas suratmu dan membuatmu khawatir.

Kerabat Mom datang dan aku harus menemani mereka.

Aku baik-baik saja, keluargaku juga baik-baik saja.

How is it in Italy?

How is Blaise? Tell him I'm sorry I can not come visit him.

Kau tidak perlu mempercepat liburanmu dan datang ke rumahku Drake, aku sungguh baik-baik saja.

Kerabat Mom juga akan pulang besok, jadi sudah tidak ada yang menyita waktuku lagi.

Aku harap kau tidak kesal padaku..

Oke2, baiklah kau boleh meminta 3 hal untuk 3 surat yang tidak kubalas.

Sampaikan salamku untuk kedua orangtuamu dan orangtua Blaise.

Miss you,

Jilian

PS: Jangan terlalu keras pada Fabian. He is a cute owl.

Aku membaca sekali lagi surat untuk Draco, kurasa aku tidak berbohong, karena yang datang adalah Sirius, ia benar-benar kerabat Mom, ia sepupunya, walaupun Draco akan beranggapan kerabat Mom adalah keluargaku dari Amerika yang kebanyakan adalah muggle, dan tentang Harry, sesuai keputusan saat makan malam tadi aku tidak perlu menceritakannya sekarang kepada Draco. Aku melipat perkamenku dan bergerak ke arah Fabian.

"Ini balasan suratku untuk Draco, aku tau perjalanan ke Italia sangat melelahkan, jadi kau bisa istirahat dulu kalau mau dan baru terbang besok pagi", ucapku kepadanya.

Fabian menjawab dengan 'uhu' pelan, lalu mengisyaratkan supaya aku mengikatkan suratku ke kakinya, tampaknya ia telah mendapat perintah langsung untuk kembali apabila aku telah membalas surat Draco. Aku mengikat suratku ke kakinya dan melihat Fabian terbang ke langit malam.


Aku berdiri di depan sepasang makam dengan nisan yang terbuat dari marmer putih. Harry yang berdiri di sebelahku tampak terdiam menatap makam tersebut. Terukir dengan jelas pada nisan tersebut,

James Potter, lahir 27 Maret 1960, meninggal 31 Oktober 1981

Lily Potter, lahir 30 Januari 1960, meninggal 31 Oktober 1981

Musuh yang terakhir yang akan dihadapi adalah kematian.

Aku tidak mengerti maksud dari kutipannya, namun yang terbaring di balik makam ini adalah kedua orangtua kandungku. Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana perasaanku, ada perasaan sedih, namun tetap saja bagiku Mom dan Dad, Emily dan Amos Diggory adalah orangtuaku, mereka yang telah membesarkanku dan aku menyayangi mereka. Tapi kurasa bagi Harry melihat nisan kedua orangtua kami sangat berat, tentu saja pengorbanan mereka untuk kami berdua sangat besar, terutama untuk Harry, mereka mengorbankan nyawanya demi melindungi Harry sehingga ia masih bisa hidup sampai saat ini. Aku bisa melihat air mata mengalir di pipi Harry, lalu menggenggam erat tangannya.

Padfoot mendekati nisan dan berbaring di depannya dengan tampak sedih. Mom meletakkan seikat bunga lili dan bunga chrysalis diatas nisan mereka. Saat air mataku mengalir, aku merasakan Ced merangkul bahuku, seperti berusaha memberikan kekuatan dan sikapnya mengatakan segalanya akan baik-baik saja. Kemudian aku mendengar Harry menark nafas dalam-dalam, tampak mencoba untuk menenangkan diri. Beberapa saat kemudian, Harry berbalik dan menarikku berjalan keluar dari pemakaman, seperti tidak tahan untuk berada disana lebih lama lagi. Aku bisa mendengar langkah kaki Mom, Cedric dan juga Padfoot mengikuti langkah kami.

Setelah kami berada di luar pemakaman, Mom mengeluarkan sebuah kipas lipat dan memberikan isyarat agar kami semua menyentuh kipas lipat tersebut, kemudian Mom mengaktifkannya sebagai portkey. Setelah berpusing selama beberapa saat, aku jatuh terduduk di hamparan pandang rumput, Harry juga terjatuh di sebelahku, sedangkan Mom, Cedric dan Padfoot mendarat dengan mulus.

"Aku tidak suka Portkey", gumamku sambil berusaha berdiri.

"Aku setuju denganmu Jils", Harry menanggapiku.

"Ahaha, itu hanya karena kalian belum terbiasa", Cedric ikut berkomentar sambil tertawa.

Kami melanjutkan perjalanan, dan tidak lama kemudian di depan kami tampak sebuah bangunan yang seperti dipaksakan untuk berdiri. Beberapa bagian bangunan tampak ditambahkan di beberapa sisi bangunan dengan posisi yang aneh. Jelas sekali ini adalah rumah penyihir, karena akan sangat tidak mungkin bangunan ini akan bertahan tanpa sihir.

"Selamat datang di The Burrow", Harry berkata sambil tersenyum lebar.