Disclaimer : I don't own Harry Potter.

Please enjoy the story :)

Chapter 13

Hujan turun dengan derasnya di hari pertama bulan September tahun ini. Aku dan keluarga Malfoy menuju stasiun King Cross menggunakan mobil Rolls-Royce Phantom VI limousine, salah satu koleksi Aunty Narcissa. Uncle Lucius selalu mengatakan bahwa koleksi mobil antik dan mewah di Malfoy Manor adalah hobby Aunty Narcissa yang terpengaruh oleh Mom-ku. Tapi kami tau sebenarnya Uncle Lucius pun memiliki hobby yang sama, seperti Mercedez-Benz 540 K Special Roadstar, ia membelinya dengan alasan sebagai kado ulang tahun pernikahan untuk Aunty Narcissa pada 2 tahun lalu, ataupun Bugatti Royale Type 41 Kellner Coupe yang dibelinya sebagai oleh-oleh perjalanan dinas dari Perancis untuk Aunty Narcissa, bahkan sebelum liburan musim panas ini berakhir aku sempat menemani Draco melancarkan latihan menyetir mobil, menggunakan Chevy Corvette zr1 1993 yang merupakan kado ulang tahun untuknya dari Uncle Lucius bulan Juni lalu. Bagi keluarga penyihir yang masih menjunjung tradisi pureblood, keluarga Malfoy sebenarnya cukup terbuka terhadap hal yang berbau muggle, salah satunya dengan memiliki cukup banyak koleksi mobil, khususnya mobil antik dan mewah. Tapi tentu semuanya memiliki ijin khusus dari kementerian sihir dan mobil koleksi mereka telah di modifikasi dengan sihir, salah satu modifikasinya adalah agar tidak memerlukan bahan bakar, jadi mesinnya berfungsi dengan sihir. Menurut Mr. Alward, seorang squib yang menjadi supir keluarga Malfoy, hal ini sangat menghemat biaya perawatan mobil.

Tidak lama kemudian Mr. Alward menepikan mobil karena telah tiba di stasiun King Cross, aku dan keluarga Malfoy segera turun dan menuju platform 9 3/4. Setelah menembus dinding platform aku melihat Mom, Dad, dan Cedric menghampiri kami.

"Mom, Dad, Cedric", aku berlari kecil menghampiri keluargaku dan memeluk mereka. Draco dan keluarganya menyapa keluargaku dengan ramah.

Setelah berbincang ringan, Uncle Lucius berkata, "Aku harus pergi sekarang, meeting untuk event di Hogwarts tahun ini akan dimulai sebentar lagi.. Kau ikut Amos?"

"Ya tentu saja, Fudge ingin semua kepala divisi hadir", Dad berkata.

Dad dan Uncle Lucius pun berpamitan lalu menuju titik apparate. Tidak lama kemudian terdengar suara sirine, tanda Hogwarts Express akan segera berangkat, Aku, Ced dan Draco berpamitan kepada Mom dan Aunty Narcissa lalu segera menaiki kereta.

Saat mencari kompartemen Cedric berkata, "Draco, tidak apa kan kalau kau menemani Jilian mencari kompartemen?"

"Yes, of course", Draco menjawab singkat.

"Baiklah", jawab Cedric sambil tersenyum lebar kemudian melihat ke arahku.

"Aku mau menemui seseorang… tidak apa ya Jils… kau tau.. ", Cedric mulai mengoceh tidak jelas.

"Ced, you're babbling", aku berkata sambil terkekeh, geli melihat Kakakku yang tampak gugup.

"Sudah, sudah.. Sana kau segera temui Cho", aku berkata lagi.

Ced melihatku dengan senyum lebar dam mata berseri-seri, "Alright.. Terimakasih, sangat… Kalian berdua memang yang terbaik.. I love you both", lalu ia berbalik menuju arah yang berlawanan.

Aku tidak bisa menahan tawaku melihat perilaku Cedric, sedangkan Draco memutar kedua bola matanya, tapi tampak senyuman tipis di bibirnya.

"Come on, Jils", Draco berkata sambil menyelipkan jari-jarinya diantara jari-jariku, kemudian ia menuntunku berjalan di lorong kompartemen Hogwarts Express yang dipenuhi oleh para murid yang berlalu lalang.

Aku dan Draco tidak bisa menemukan kompartemen yang berisi teman-teman Hufflepuff-ku. Kompartemen yang biasa kami gunakan berisi murid-murid tingkat pertama. Tapi kami menemukan kompartemen yang berisi murid Slytherin tingkat 4 yang sangat kami kenal, dan memutuskan untuk bergabung dengan mereka.

Saat Draco membuka pintu kompartemen, seseorang menyapa kami dengan suara yang dibuat-buat agar terdengar manis, "Hi Drakiiieee… Hi, Jiliaaan..."

"Hi Pansy… This is shocking, but I miss you", aku menyapa dan memeluknya. Musim panas lalu aku benar-benar tidak bertemu dengan Pansy, biarpun kadang Pansy menyebalkan, ia tetap temanku dan aku memang merindukannya.

"Of course you will miss me, love", ucap Pansy sambil tersenyum dan membalas pelukanku. Lalu Pansy menghampiri Draco, kemudian mulai menggodanya setelah Draco selesai menyimpan koper kami di atas rak kabin, aku mendengar Pansy berkata "Aku daritadi mencarimu kemana-mana Drakie, aku ingin mendengar darimu soal Italia, aku bosan mendengarnya dari Blaise", aku bisa melihat Pansy duduk di sebelah Draco sambil tersenyum menggoda seperti biasanya.

Aku lanjut menyapa seseorang yang duduk di dekat jendela, "Hi Bla.."

"Don't you dare 'Hi Blaise' me!", ucap Blaise Zabini tiba-tiba memotong sapaanku, tapi aku bisa melihat seringaian di bibirnya.

"Owh Blaise, I'm so sorry... Orangtuaku memutuskan untuk tidak pergi ke Italia, dan aku hanyalah seorang anak yang tidak berdaya...", aku berkata melebih-lebihkan.

Blaise memutar kedua bola matanya, "Ayolah, kau bisa membuat ketampananmu berkurang kalau terus manyun seperti itu", aku berkata lagi sambil duduk di sebelah Blaise Zabini.

"Itu tidak mungkin, Red, karena saat ekspresi apapun, aku tetap terlihat tampan", Blaise berkata sambil menyeringai.

"Kau berkhayal, Zabini", Draco menanggapi ucapan Blaise, "Semua tau siapa yang paling tampan di Hogwarts", Draco berkata lagi sambil menyeringai.

Aku memutar kedua bola mataku mendengar ucapan keduanya. Blaise terkekeh dan Pansy tertawa geli lalu kembali berbicara kepada Draco, berusaha menarik perhatiannya.

Tapi memang harus kuakui baik Draco maupun Blaise, keduanya memang tampan, berasal dari keluarga ternama, memiliki prestasi akademik yang baik di sekolah dan sekarang mereka tampaknya tumbuh dengan tubuh yang lebih athletis, tidak heran bila ada segerombolan murid cewek-cewek yang nge-fans dengan mereka.

Aku lalu memeluk Blaise singkat dan berkata "I miss you, Blaise."

"I miss you too, Red", jawab Blaise sambil tersenyum kepadaku.

Well, aku cukup dekat dengan Blaise dan Pansy karena sejak kecil mereka sering berkunjung ke Malfoy Manor. Orangtua mereka merupakan rekanan bisnis Uncle Lucius.

"So, how about the tournament?", perkataan Pansy menarik perhatianku dan Blaise.

Belum sempat Draco menjawab, pintu kompartemen kami terbuka, dan tampak dua orang bertubuh besar, bertampang sangar, Vincent Crabe dan Gregory Goyle.

"Hi Vincent, Hi Greg", aku menyapa mereka.

"Hi Jilian", Vincent berkata, dan Greg hanya menggangguk saja.

"Kau disini rupanya Draco, kami mencarimu kemana-mana", Vincent berkata lagi. Sudah pengetahuan umum, kalau Vincent dan Greg selalu mengikuti Draco kemana-mana. Tapi tidak semua orang tau kalau orangtua mereka bekerja untuk Uncle Lucius, dan sudah sejak lama secara turun menurun, anak-anak dari keluarga Crabe dan Goyle seperti menjadi 'penjaga' bagi pewaris tahta Malfoy. Sebenarnya Draco seringkali merasa risih, mereka tidak akan meninggalkan Draco kecuali ia bilang bahwa ini adalah perintah. Sisi baiknya adalah mereka sangat loyal.

"Kami juga sudah menyiapkan kompartemen untukmu", Greg berkata, aku menutup bibirku rapat-rapat, berusaha keras agar tidak tertawa pada sikap formal Greg.

"Aku kan sudah bilang kalian tidak perlu melakukan hal itu lagi", Draco berkata sambil memijat keningnya.

"But your Father insisted…", kini Vincent yang bicara.

"Iya, tapi aku sudah katakan kalian tidak perlu melakukannya lagi!", Draco terdengar agak kesal.

"Sudahlah Drake, mereka hanya bermaksud baik", aku berusaha menenangkannya.

"Red, duduklah bersama Draco", Blaise berkata padaku, aku hanya mengangkat bahu dan pindah tempat duduk bersama Draco dan Pansy.

"Vincent, Greg, ayo kalian duduklah disini, Draco baru saja akan menceritakan soal turnamen yang akan datang", Blaise berkata lagi kepada Vincent dan Greg, akhirnya mereka pun duduk di samping Blaise.

"Jadi bagaimana tentang turnamen itu Drakie? Benarkah tahun ini Hogwarts akan menjadi tuan rumah?", Pansy kembali bertanya dengan bersemangat.

"Yes, you're right . Akhirnya Turnament Triwizard tahun ini akan diadakan lagi, dan Hogwarts menjadi tuan rumah", Draco menjelaskan.

"Oh Merlin!! I'm very excited!!", Pansy berteriak histeris.

Aku tertawa melihat reaksi Pansy dan berkata, "Kenapa kau sangat bersemangat Pans?"

"Don't you get it?", Pansy tampak terkejut mendengar pertanyaanku.

Aku menjawab Pansy dengan wajah kebingungan namun juga masih ingin tertawa.

"Bila Hogwarts menjadi tuan rumah, itu artinya akan ada murid-murid delegasi dari Durmstrang dan Beauxbatons yang akan bergabung dengan kita di Hogwarts tahun ini!!!", Pansy menjawab dengan histeris.

"Ya aku tau itu, terus kenapa memangnya?", aku bertanya lagi kepada Pansy.

"Are you kidding me, Jilian?! Apa kau tidak tau?! Para murid cowok dari Durmstrang terkenal atletis, karena mereka pun diajarkan latihan fisik secara rutin, dan murid cowok dari Beauxbatons terkenal dengan ketampanan mereka!!", Pansy berkata dengan sangat bersemangat.

"Typical", aku mendengar Draco dan Blaise bergumam, Vincent dan Greg terkekeh melihat reaksi Pansy, dan aku hanya mengatakan, "Ooo…."

"Oh Merlin!! Draco, kurasa sesekali kau harus keluar dari pikiran Jilian, biarkan dia sedikit berkembang dan berpetualang melihat cowok-cowok lain disekelilingnya", Pansy berkata yang membuatku terkejut dan kurasakan pipiku memanas.

Blaise, Vincent dan Greg spontan tertawa mendengar perkataan Pansy.

"It's not my fault if Jillian can't get me out of her mind, I'm just too handsome", ucap Draco sambil menyeringai, lalu mengedipkan sebelah matanya kepadaku.

"Terlalu narsis", ucapku sambil menggelengkan kepala, berusaha menghilangkan rasa panas di pipiku.

"Kenapa Jils? Bukankah aku memang selalu ada di pikiranmu? Kau tidak perlu malu, Love..", Draco kembali menggodaku.

"Mungkin itu hanya harapanmu saja Drake", jawabku yang sudah lebih terkendali, kemudian aku menyeringai kepada Draco.

"Ouch, that's hurt, Jils", Draco berkata dengan memasang ekspresi sedih dan memegang dadanya seolah-olah ia kesakitan.

Aku memutar kedua bola mataku, tapi tidak tahan untuk tersenyum.

"Jadi Durmstrang dan Beauxbatons itu sekolah sihir juga?", Greg tiba-tiba bertanya dengan polosnya.

"Bukan Greg, tapi sebuah taman bermain", Pansy menjawab asal-asalan, "Tentu saja mereka adalah sekolah sihir", Pansy menjawab lagi dengan gemas.

"Sorry…", Greg berkata pelan.

"Tenanglah Pans, jangan terlalu keras pada Greg", ucap Draco tegas, membela Greg, dan membuat Pansy terdiam.

"Benar Greg, Durmstrang dan Beauxbatons adalah sekolah sihir juga, kita memang jarang mendengarnya karena rata-rata penyihir asal Inggris bersekolah di Hogwarts. Seperti Hogwarts lokasi mereka tersembunyi, namun kurasa Durmstrang ada di suatu tempat di daerah utara yang sangat dingin, karena mereka memiliki seragam dengan mantel bulu, sedangkan Beauxbatons ada di suatu daerah di Perancis Selatan", aku menjelaskan. Greg mengangguk tanda mengerti penjelasanku.

"Jadi kapan mereka akan tiba di Hogwarts?", kini Vincent yang bertanya.

"Menurut rencana di bulan Oktober, betul kan Draco?", Blaise berkata.

"Ya, menurut Father delegasi mereka akan datang di bulan Oktober, dan akan tinggal di Hogwarts sepanjang tahun pelajaran", Draco menjelaskan.

"Apakah bersekolah disana sama saja seperti di Hogwarts?", Vincent bertanya.

"Sepertinya agak berbeda….. Father sebenarnya ingin menyekolahkan aku di Durmstrang daripada di Hogwarts, beliau juga kenal dengan kepala sekolahnya.Dan menurut Father, Durmstrang tidak menerima Mud... ehem.. mereka lebih selektif dalam penerimaan murid-muridnya, kalian pasti mengerti maksudku. Tapi Mom tidak mau aku bersekolah di tempat yang jauh, jadi akhirnya mereka mengirimku ke Hogwarts", Draco menjelaskan.

"Father juga mengatakan kalau Durmstrang lebih masuk akal dalam bersikap terhadap Ilmu Hitam, mereka mempelajarinya, tidak hanya pertahanannya saja seperti kita…", sambung Draco.

"Maksudmu mempelajari Ilmu Hitam?", tanya Greg

"Yah dalam batasan wajar tentunya, hanya mempelajarinya, bagaimana kita bisa mempertahankan diri apabila kita tidak mengerti seperti apa sebenarnya ilmu hitam itu, lagipula sebenarnya apa sih batasan ilmu hitam ataupun ilmu putih atau ilmu lainnya? Semuanya akan kembali kepada diri masing-masing dan tujuan penggunaannya, yang dianggap ilmu putih sekalipun ketika digunakan untuk tujuan yang salah, maka akan menjadi ilmu hitam, bukankah begitu?", Draco berkata.

Kami semua terdiam mendengar penjelasan Draco, memang masuk akal, karena apabila misalnya mantra pelayang sederhana tidak digunakan pada benda tapi digunakan untuk membuat seseorang melayang dan kemudian menjatuhkannya tiba-tiba, oh aku tidak mau memikirkannya yang dapat terjadi selanjutnya.

Keheningan ini di akhiri dengan suara troli yang berderik di koridor, Aku dan Draco kemudian membeli banyak cemilan dan aneka jus buah untuk dinikmati bersama, dan kami pun melanjutkan mengobrol hal-hal yang lainnya.

Ron Weasley POV

Hujan lebat menemani perjalanan menuju Hogwarts tahun ini, namun burung hantuku Pigwidgeon masih saja ber-uhu-uhu dengan riangnya. Aku mendapatkan Pig (panggilanku untuknya, karena Pigwidgeon terlalu panjang) setelah tikus peliharaanku-scrabbers kabur tahun lalu, dan ternyata ia bahkan bukan seekor tikus, melainkan kriminal yang bersembunyi dalam wujud animagusnya.

Pig masih saja berisik, akhirnya aku mengambil jubah pesta yang Mom berikan untukku, dan menyelubunginya ke sangkar Pig untuk meredam suaranya. Kata Mom, jubah pesta ada di dalam daftar kebutuhan sekolah tahun ini, tapi untuk apa sebenarnya ia tidak mau memberitahuku.

"Sebenarnya apa yang akan berlangsung di Hogwarts," aku berkata sambil duduk di samping Harry.

"Sampai kita harus membawa jubah pesta, dan mengapa punyaku harus yang seperti itu modelnya, dan masa Mom tidak mau memberitahu kita sebenarnya apa yang…"

"Shhh!", tiba-tiba Hermione berbisik, meletakkan jari di bibirnya dan menunjuk kompartemen di sebelah kompartemen kami. Kami bisa mendengar seseorang yang suaranya sudah tidak asing lagi berbicara,

"...Father sebenarnya ingin menyekolahkan aku di Durmstrang daripada di Hogwarts, beliau juga kenal dengan kepala sekolahnya. Dan menurut Father, Durmstrang tidak menerima Mud... ehem.. mereka lebih selektif dalam penerimaan murid-muridnya, kalian pasti mengerti maksudku. Tapi Mom tidak mau aku bersekolah di tempat yang jauh, jadi akhirnya mereka mengirimku ke Hogwarts", ya ini suara Draco Malfoy.

Ia berhenti sesaat kemudian bicara lagi, "Father juga mengatakan kalau Durmstrang lebih masuk akal dalam bersikap terhadap Ilmu Hitam, mereka mempelajarinya, tidak hanya pertahanannya saja seperti kita…"

Hermione lalu bangkit, berjingkat ke pintu kompartemen, dan menutupnya, memblokir suara Malfoy

"Kalau Malfoy pikir Durmstrang lebih cocok untuknya, kenapa Dia tidak sekolah disana saja, supaya kita tidak usah kenal dengannya", ucapku agak sedikit berang.

"Sorry Harry, mungkin ia sahabat kembaranmu. Aku dan Jilian juga sudah berbaikan, tapi aku masih tidak tahan dengan sikapnya yang sombong", aku berkata lagi.

"Aku pun sama denganmu, hanya saja Jilian berhasil membuatku berjanji untuk mencoba bersikap baik kepada Malfoy ", Harry berkata.

"You what?", aku terkejut.

"Yang jelas aku tidak akan cari masalah kecuali ia mulai duluan", Harry menambahkan.

"Kalian tau, aku merasa Malfoy mungkin tidak seburuk itu..", tiba-tiba Hermione berbicara.

"Mione, apa aku ga salah dengar?", ucapku karena terkejut.

"Maksudku, mungkin pengaruh Jilian cukup baik untuknya, bahkan ia sekarang memanggilku Granger, dan bila kalian perhatikan tadi, Malfoy menghindari menyebut kata 'M' saat menceritakan tentang penerimaan murid baru di Durmstrang", Hermione menjelaskan.

"Tapi apakah kau tidak mendengar, tadi ia mengatakan bahwa mempelajari ilmu hitam itu masuk akal", aku berkata lagi.

"Apakah kalian tidak berpikir, ia akan menjadi Death Eather seperti ayahnya", aku menambahkan.

Harry menghela nafas lalu berkata, "Aku tidak percaya dengan Malfoy senior, tapi Jilian mengatakan bahwa Draco bisa dipercaya, dan Ibunya tidak akan membiarkannya jadi Death Eather."

"Lalu apa kau jadi bisa mempercayai Malfoy?", aku berkata lagi.

"Aku mempercayai Jilian", Harry berkata.

"Sudahlah, semoga saja Jilian bisa membuat Malfoytidak memilih jalan yang salah", Hermione berkata.

"By the way, Durmstrang itu sekolah sihir juga?", tanya Harry.

"Iya", ucap Hermione, dan mulailah ia menceritakan segala yang diketahuinya tentang sekolah sihir yang lain.

Hujan makin lama makin deras, langit di luar terlihat sangat gelap. Troli penjual makanan berderik di koridor, Harry membeli banyak cemilan untuk kami nikmati bersama, karena aku tidak sanggup membelinya, menyedihkan bukan.

Tidak lama kemudian beberapa teman satu asrama kami datang ke kompartemen, seperti Dean Thomas, Seamus Finnigan dan Neville Longbottom, dan kami mulai membicarakan pertandingan piala dunia quidditch kemarin.

"Untunglah aku berhasil meyakinkan Nenekku, tadinya Beliau tidak mau datang, tapi kami memang mendapatkan undangan, dan pertandingannya seru sekali", ucap Neville bersemangat.

"Memang seru sekali, apalagi kita bisa nonton dari Boks Utama bersama para tamu VIP…"

"Untuk pertama dan terakhir kalinya dalam hidupmu, Weasley," seseorang memotong pembicaraanku yang tidak lain adalah Draco Malfoy, ia tiba-tiba muncul di pintu kompartemen kami yang memang terbuka. Di belakangnya berdiri Crabbe dan Goyle, kroninya yang bertubuh besar dan sangar.

"Rasanya kami tidak mengundangmu untuk bergabung, Malfoy", Harry berkata.

"Memang tidak, aku hanya.. Tunggu apa itu?", Malfoy menunjuk sangkar Pig, dimana jubahku yang berenda berjuntai bergoyang-goyang. Aku berusaha menyingkirkan jubahku, namun Malfoy menyambarnya.

"Lihat ini!", Malfoy mengangkat dan memperlihatkannya kepada Crabbe dan Goyle, dan mereka tertawa. "Kau mau pakai ini Weasley? Well… seleramu sama dengan leluhurku yang hidup di tahun 1890an, tapi kalau dipakai sekarang, bukankah ini agak ketinggalan jaman kan…", mereka tertawa.

"Bukan urusanmu!", aku berteriak marah, rasanya kesal sekali dan aku menyambar jubah pestaku dari tangan Malfoy. Malfoy dan kroninya malah tambah tertawa terbahak-bahak.

"Jadi kau mau coba ikut, Weasley? Mau coba mengharumkan nama keluarga? Kau tau, ada hadiah uangnya juga.. kau bisa membeli jubah baru kalau kau menang…"

"Apa yang kau bicarakan?", aku berkata lagi masih dengan nada kesal.

"Kau mau ikut?", Malfoy mengulangi. "Atau mungkin kau, Potter? Kau tidak pernah melewatkan kesempatan untuk pamer kan?"

"Apa yang sebenarnya kau bicarakan? Kalau kau tidak bisa bicara yang jelas, mungkin sebaiknya kau pergi saja?", tiba-tiba Hermione berbicara dan tampak jengkel.

Senyum Malfoy mengembang dan ia berkata, "Memangnya kalian tidak tau?"

"Wow.. Weasley.. Kau punya Ayah dan Kakak yang bekerja di kementrian tapi kau tidak tau?!", Malfoy berkata lagi, membuatku makin bingung dan jengkel kepadanya.

"Ahahahaha… Tapi mungkin bila Ayah dan Kakakmu hanya pegawai biasa di kementrian, tentunya tidak akan membicarakan hal-hal yang penting, jadi wajar saja bila tidak tau. Lain halnya dengan Ayahku, Beliau bukan pegawai kementrian, tapi ia memang punya hubungan dekat dengan para pejabat disana, termasuk Mentri Sihir, Cornelius Fudge. Apalagi dengan adanya peran Malfoy Corp. untuk event-event besar seperti ini", Malfoy berkata panjang lebar lalu tertawa lagi bersama kroninya.

"Draco", tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya, dan aku melihat Jilian Diggory (yang juga ternyata seorang Potter) menghampiri Malfoy.

"Apa yang kau lakukan?", tanyanya kepada Malfoy.

"Nothing, Jils.. Hanya sedikit bersenang-senang", ucapnya sambil menyeringai.

"Bukankah tadi kau bilang akan ke kompartemen Vincent dan Greg untuk mengambil sesuatu", ucap Jilian lagi.

"Yes, Dear. I'm on my way. Just wait for me in our compartment, okay?", aku mendengar Malfoy bicara kepada Jilian dengan nada suara yang tidak biasa, dan Jilian pun menggangguk. Lalu Malfoy dan kroninya pergi dari depan pintu kompartemen kami.

Setelah Malfoy tampak agak jauh, Jilian masuk ke kompartemen kami dan berkata, "Apapun yang Draco katakan, tolong dimaafkan, dan kuharap kalian tidak memasukkannya ke dalam hati."

"Kau tidak perlu membelanya Jils", kini Harry yang bicara.

"Maafkan aku Jilian, aku tau kalian bersahabat, tapi Malfoy tadi cukup keterlaluan, ia merendahkan Ron dan keluarganya", ucap Hermione membelaku.

"Aku tau, tapi sekali lagi kumohon untuk tidak dimasukan ke dalam hati", Jilian berkata lagi, dan aku masih tidak bicara apapun, khawatir aku malah akan berteriak kepadanya.

"Jilian", Crabbe salah satu kroni Malfoy memanggilnya.

"Vincent, kenapa kau sudah kembali, mana Draco dan Greg?", tanya Jilian.

"Aku kembali duluan, Draco memintaku memastikan kau kembali ke kompartemen kita, dan tidak berlama-lama dengan para…", Crabbe menggantungkan kalimatnya sambil melihat kearah kami dan menyeringai.

"Dengan para apa maksudmu? Apa yang ingin kau katakan , hah?!", aku akhirnya berteriak kepada Crabbe. Bila saja Seamus dan Dean tidak menahanku, aku pasti sudah menyerangnya.

"Oh, ini menjadi berlebihan", aku mendengar Jilian bergumam, "Ayo, Vincent", Jilian berkata lagi sambil keluar dari kompartemen kami. Crabbe yang masih berdiri di depan kompartemen kami, kembali menyeringai dengan ekspresi mengejek, lalu ia pergi menyusul Jilian.

Aku yang tidak dapat menahan emosiku lagi, menyambar pintu kompartemen dan membantingnya dengan keras, sehingga kacanya menjadi pecah.

"Ron!!", aku mendengar Hermione berteriak, tapi aku tidak peduli karena aku sangat kesal sekarang.

Jilian Pov

Aku merasa jengkel pada Draco, kami tadi berdebat tentang apa yang telah dilakukannya di kompartemen Harry dan teman-temannya. Bila tidak ada Blaise dan Pansy yang menengahi, mungkin Aku dan Draco masih berdebat sekarang. Kini sepanjang sisa perjalanan, aku lebih banyak diam, dan tidak mau bicara pada Draco.

Kami tiba di stasiun Hogsmead dengan hujan yang masih sangat lebat. Saat aku akan turun dari Hogwarts Express, Draco menahan bahuku pelan, lalu ia merapalkan mantra membuat payung transparant dari ujung tongkatnya, kemudian merangkul dan memayungiku agar aku tidak kehujanan. Oh, Merlin! Mengapa di satu waktu Draco bisa membuatku jengkel, namun kemudian ia bersikapgentlemanlagi padaku.

Kami menaiki salah satu kereta tanpa kuda yang sudah menunggu semua murid selain anak kelas tingkat pertama. Pansy dan Blaise bergabung bersama kami. Setelah naik, Blaise menutup pintu dan kereta pun mulai bergerak menuju Hogwarts. Aku masih diam, dan tidak mau bicara pada Draco.

Sesaat sebelum memasuki Great Hall, Draco kembali menahan bahuku, membuatku berbalik menghadapnya, dan berkata pelan sehingga hanya aku yang mendengar, "Jangan marah lagi ya", dengan ekspresi wajah yang aku hafal, ia bermaksud meminta maaf.

Aku menghela nafas pelan, dan menggangguk, kemudian berkata, "Aku akan ke meja asramaku sekarang."

"Oke", Draco menjawab sambil tersenyum.

Aku membalas senyumannya, kemudian berbalik menuju meja asrama Hufflepuff dan bergabung dengan teman-teman seasramaku.

Aku melihat Hannah dan Susan di salah satu sisi meja Hufflepuff, mereka tampak sedang seru mengobrol dengan Ernie dan Justin. Aku menghampiri mereka, dan duduk di samping Susan.

"Hi, kalian tadi duduk dimana, aku mencari kalian di kompartemen kita yang biasa, tapi kalian tidak ada", tanyaku kepada mereka.

"Saat Aku dan Hannah tiba di kompartemen kita yang biasa, murid-murid tahun pertama sudah mengisinya, jadi kami mencari kompartemen lain", Susan menjelaskan.

"Kami tidak mau membuat para murid kelas 1 itu 'freak out', jadi kami membiarkannya dan tidak mengusir mereka dari kompartemen itu", Hannah menambahkan.

"Ya, bisa kubayangkan, kasihan sekali mereka kalau harus berhadapan dengan kakak kelas yang galak seperti kalian di hari pertama berangkat ke sekolah", aku berkata sambil terkekeh.

Hannah dan Susan memutar kedua bola mata mereka.

"Belum lagi cuaca yang tidak mendukung, bisa kalian bayangkan, air danau akan meluap karena hujan terus", Ernie berkata.

"Aku tidak akan mau menyebrang danau dalam cuaca seperti ini", Susan berkata lagi.

"Susan dan Hannah akhirnya bergabung bersama kami Jils", Justin berkata sambil menunjuk dirinya dan Ernie, "Kalau kau akhirnya duduk dimana? kami tidak melihatmu di Hogwarts express tadi."

"Oh, aku akhirnya duduk dengan Draco dan para Slytherin lainnya", aku menjawab.

"Oh iya, tentu saja Jilian akan bersama Draco", Hannah berkata sambil menyeringai, dan aku memutar kedua bola mataku.

Lalu pintu Great Hall terbuka, dan ruangan menjadi hening. Prof. McGonagall masuk diikuti dengan para murid kelas satu yang basah kuyub.

"Mereka seperti berenang menyebrangi danau, bukannya naik perahu", Ernie berbisik.

"Kasian sekali mereka tampak gemetar kedinginan dan ketakutkan", kali ini Susan yang berbisik.

"Semoga seleksinya tidak lama, jadi mereka bisa segera menghangatkan diri", aku juga berbisik menambahkan.

Topi seleksi menyanyikan lagu baru lagi tahun ini, dan setelah ia selesai bernyanyi, seluruh ruangan bertepuk tangan. Akhirnya proses seleksi murid tingkat pertama pun dimulai. Kami memperhatikan dan bertepuk tangan setiap kali ada anak yang bergabung bersama kami di Hufflepuff.

Setelah proses seleksi selesai, untunglah Kepala Sekolah kami hanya mengucapkan dua kata, "Selamat makan". Serentak seluruh murid berteriak, "Horeeee", dan piring-piring di meja kami mulai terisi makanan.

Ketika semua yang ada di Great Hall ini telah merasa kenyang, piring-piring dan gelas pun telah kembali bersih mengkilat. Prof. Dumbledore kemudian berdiri lagi dan mulai memberikan pengumuman seperti biasa, tentang hutan terlarang, lalu daftar benda terlarang titipan dari Mr. Flich, kunjungan ke Hogsmead yang hanya diperuntukkan bagi murid tingkat 3 keatas, dan kericuhan serentak yang timbul ketika Prof. Dumbledore mengatakan bahwa pertandingan quidditch antar asrama tahun ini ditiadakan.

"Kenapa kau tidak protes Jilian, kau kan anggota tim quidditch", Hannah berkata padaku.

Aku menyeringai, "Kita dengarkan saja dulu pengumumannya sampai selesai."

"SILENCE!", Prof. Dumbledore harus menggunakan mantra sonorous untuk menenangkan para murid.

Kemudian Prof. Dumbledore melanjutkan, "Jadi, pertandingan quidditch antar asrama ditiadakan karena…."

Tiba-tiba pintu Great Hall terbuka dan tampak petir yang bergemuruh di langit-langit aula. Seorang laki-laki dewasa yang kini berada di ambang pintu kemudian mengambil tongkat dari dalam jubahnya, lalu merapalkan sesuatu ke langit-langit aula, seketika petir menghilang dan langit-langit aula kembali memperlihatkan langit malam yang tenang di terangi cahaya bintang.

Bunyi Tok keras terdengar bergaung di suasana aula yang hening saat laki-laki itu berjalan terpincang-pincang menuju meja para guru. Semua perhatian tertuju padanya. Wajahnya penuh dengan goresan luka, ekspresinya seolah-olah memperlihatkan ia telah mengalami hal yang paling buruk di dunia ini. Tapi yang paling mengerikan adalah mata nya. Salah satu mata nya bukanlah mata biasa, mata itu tampak bulat besar berwarna biru elektrik dan bergerak sangat cepat tanpa berkedip, ke atas, ke bawah, ke kanan, ke kiri, seolah-olah mengawasi seluruh ruangan, dan kemudian mata itu berbalik kedalam sehingga hanya memperlihatkan bagian putihnya, uuugghhh rasanya aku mau muntah melihatnya.

Laki-laki itu kemudian menghampiri Prof. Dumbledore, mereka berjabat tangan, lalu Prof. Dumbledore berkata lagi dengan suara riang, "Perkenalkan semuanya, guru baru DADA, Profesor Alastor Moody."

Suasana masih hening, hanya Prof. Dumbledore dan Hagrid yang bertepuk tangan dengan riang, semua yang ada di ruangan ternyata terpana melihat penampilan Prof. Moody.

"Ehem… Baiklah, sampai dimana saya tadi", Prof. Dumbledore berkata.

"Tentang pertandingan Profesor", Prof. McGonagal mengingatkan.

"Ah ya, jadi dengan bangga saya menyampaikan bahwa tahun ini Hogwarts akan menjadi tuan rumah untuk pertandingan persahabatan antar 3 sekolah sihir. Pertandingan yang kurang lebih dalam 100 tahun ini tidak pernah berhasil dilaksanakan lagi, yaitu Turnament Triwizard!!", Prof. Dumbledore melanjutkan.

Serentak ruang aula menjadi ricuh kembali, tapi kali ini para murid menjadi heboh karena bersemangat, membuat Prof. Dumbledore harus kembali menenangkan para murid dengan mantra sonorous, kemudian sementara Prof. Dumbledore menjelaskan tentang apa itu Turnament Triwizard, Hannah berbisik kepadaku dan Susan, "Kalian tidak tampak kaget mendengar tentang turnamen ini, kalian sudah tau ya?"

"Iya", Susan menjawab dan aku hanya menggangguk saja.

"Dan kalian merasa tidak perlu menceritakan hal ini kepadaku?", Hannah berkata lagi.

"Uhm.. Surprise!", aku berkata sambil terkekeh.

"Tenanglah Hannah, Prof. Dumbledore sedang menerangkan semuanya tentang turnamen ini", Susan menambahkan.

"Delegasi dari Beauxbatons dan Durmstrang beserta kepala sekolah mereka akan hadir pada awal bulan Oktober dan akan tinggal bersama kita sepanjang tahun pelajaran. Aku percaya kalian semua dapat bersikap baik agar tamu kita nanti merasa betah," Prof. Dumbledore berhenti sejenak, kemudian melanjutkan,

"Untuk mewakili sekolah akan diadakan seleksi oleh Piala Triwizard itu sendiri dan juri yang tidak memihak, tiap murid yang berminat mengikuti turnamen ini dipersilahkan untuk menulis namanya pada secarik kertas dan menaruhnya pada piala tersebut, proses seleksi akan dimulai saat para delegasi dari sekolah lain telah tiba di sekolah kita ini dan diumumkan pada malam halloween. Pemenang turnamen ini akan mengharumkan nama sekolahnya dan hadiah uang tunai sebesar seribu galleon."

"Aku ikut!", aku mendengar seseorang berbicara, dan bisikan-bisikan diantara para murid mulai terdengar kembali.

"Saya tau kalian semua bersemangat. Namun karena tugas-tugas dari turnamen ini cukup berat, dan resikonya pun cukup berbahaya, bahkan bisa menyebabkan, kematian… ", mendengar ini suasana menjadi hening kembali.

"Maka kementrian, panitia, dan ketiga pihak sekolah memutuskan bahwa murid yang dapat mengikuti pertandingan ini adalah hanya murid yang telah memiliki kompetensi sihir yang cukup, dan hanya yang telah berusia 17 tahun ke atas."

Kegaduhan mulai timbul lagi diantara para murid, beberapa protes karena merasa cukup pantas menjadi peserta turnamen tapi usianya masih di bawah 17 tahun. "Dan aku akan memastikan bahwa tidak ada murid yang memperdaya juri untuk mengikuti turnamen ini. Jadi siapapun yang belum berusia 17 tahun tidak perlu membuang-buang waktu untuk berupaya mengikuti turnamen ini", Prof. Dumbledore berkata dengan tegas.

Setelah semua pengumuman selesai disampaikan, para murid dipersilahkan untuk segera menuju asrama nya masing-masing untuk beristirahat. Akhirnya, pikirku, rasanya hari ini adalah hari yang panjang.