Disclaimer : I don't own Harry Potter.

Please enjoy the story :)

Chapter 14

Jilian POV

"Jilian!!"

Seseorang memanggilku saat aku dan teman-teman hufflepuff-ku selesai sarapan dan berjalan keluar dari aula besar.

Aku berbalik dan melihat Harry tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya dan berlari kecil ke arahku dari meja gryffindor. Hermione dan Ron, berjalan di belakangnya.

"Kalian duluan saja", aku berkata pada Susan, Hannah, Ernie dan Justin, lalu berbalik menunggu Harry menghampiriku.

"Hai Harry!!", kataku tersenyum lebar pada kembaranku ini.

"Herbology jg?", tanyanya.

"Iya", jawabku masih tersenyum.

"Kau mau berangkat bersama menuju rumah kaca", tanyanya lagi.

"Sure", aku menjawab dengan riang, lalu kami berjalan bersama menuju rumah kaca nomor 3.

"Bagaimana kabarmu?", aku bertanya pada Harry.

"I'm fine, how about you?", Harry bertanya balik, lalu tanpa menunggu jawabanku ia melanjutkan, "Aku mendengarmu kemarin di kereta seperti berdebat dengan Malfoy?"

"Oh, itu hanya berdebat biasa, sudah tidak apa-apa koq", jawabku pada Harry.

"Are you sure?", tanyanya lagi memastikan, dan aku bisa merasakan ia mulai bersikap protektif, persis seperti Cedric atau bahkan Draco.

"Yes, of course... Well, Kami memang kadang berbeda pendapat, tapi namanya juga sahabat, kadang suka ada pertengkaran, tapi sudah tidak apa-apa, aku dan Draco juga sudah baikan, sudahlah tidak usah kau pikirkan", jawabku padanya.

"Aku hanya khawatir Malfoy menyakitimu", Harry berkata lagi.

Aku tersenyum mendengarnya, "Aku mengerti, dan kau tidak perlu khawatir soal Draco, aku tau banyak tentang kelemahannya, jadi aku bisa mengatasinya", jawabku sambil menyeringai.

Membuat Harry memutar kedua bola matanya, "Seringaianmu makin lama makin mirip dengan para slytherin, kalau saja dasimu tidak berwarna kuning, aku yakin semua akan mengira kau salah satu dari mereka."

"Ahahaha.. Kau berlebihan", ucapku sambil tertawa.

"Menurutmu bagaimana tentang turnamen itu?", aku bertanya pada Harry sekaligus mengalihkan pembicaraan.

"Entahlah, aku belum pernah tau tentang turnamen ini.. Mungkin kesempatan bertemu dengan murid dari sekolah lain yang lebih menarik perhatianku, sebelumnya aku tidak pernah tau ada sekolah lain selain Hogwarts", Harry berkata.

"Iya, aku juga tidak sabar ingin bertemu dengan mereka hehehe... ", tentunya bukan dengan alasan yang seperti Pansy pikirkan, hanya karena ingin tau saja.

"Namun yang disayangkan adalah pertandingan quidditch ditiadakan, karena aku sudah sangat tidak sabar untuk mengalahkanmu dan Cedric lagi ", Harry berkata sambil terkekeh.

"Ahaha.. Tidak akan semudah itu, Ced dan aku punya taktik baru untuk tim kami, dan itu akan membuat kalian kewalahan", aku menjawab.

"Tapi kalian beruntung karena turnamen triwizard ini, kalian tidak perlu menghadapi taktik kami tahun ini, tapi bersiaplah tahun depan", ucapku bersemangat.

"Wow, aku ketakutan Jils", Harry berkata melebih-lebihkan sambil tertawa dan aku ikut tertawa bersamanya.

Kami menuruni tangga batu dan melewati kebun sayur sambil mengobrol dan bercanda tentang banyak hal selama perjalanan menuju rumah kaca. Kemudian aku dan Harry juga memutuskan menuju meja yang sama, sehingga kami dapat menjadi partner untuk proyek apapun di pelajaran Herbology tahun ini.

Setelah berhasil mengumpulkan nanah bubotuber sebanyak beberapa liter, terdengar bunyi bel berbunyi yang menandakan jam pelajaran pertama telah berakhir. Aku berpisah dengan Harry dan menuju kelas transfigurasi bersama teman-teman hufflepuff-ku. Sedangkan Harry bersama para gryffindor lainnya menuju kelas pemeliharaan satwa gaib.

"Apa saja yang kau bicarakan dengan Potter, kalian jadi semakin dekat saja", Hannah tiba-tiba bicara padaku saat kami berjalan menuju kelas transfigurasi.

"Aku kan memang dekat dengannya sejak kelas satu", aku menanggapi.

"Ya, tapi maksudku kau 'semakin dekat' ", Hannah berkata lagi.

"Benarkah? Aku tidak menyadarinya", aku berkata lagi sambil menaikkan kedua alis mataku, semoga aktingku cukup baik.

"Bagaimana menurutmu Susan?", Hannah bertanya padanya.

"Uhm.. Ya.. Entahlah.. Jilian selalu tampak dekat dengan siapapun", Susan menjawab.

"Nah kan... ", aku berkata.

"Oke2, mungkin hanya perasaanku saja", Hannah berkata lagi.

Kami tiba di kelas transfigurasi tepat sebelum Prof. McGonagal datang. Murid kelas 4 Ravenclaw telah memenuhi salah satu deretan bangku di barisan sebelah kanan. Kami para hufflepuff segera mengisi deretan bangku di barisan sebelah kiri. Aku duduk diantara Susan dan Hannah. Dan pelajaran pun dimulai.

Profesor McGonagal memanggilku saat pelajaran berakhir, aku menghampirinya, dan beliau mengatakan bahwa kepala sekolah ingin bertemu denganku seusai pelajaran hari ini, sebelum makan malam. Prof. McGonagal juga mengatakan bahwa Prof. Dumbledore menyukai puding coklat minggu ini. Aku tidak mengerti apa maksudnya, tapi aku mengangguk padanya dan berpamitan untuk ke kelas berikutnya.

Susan menungguku di depan kelas sedangkan teman-temanku yang lainnya sudah menuju aula besar untuk makan siang.

"Kenapa Prof. McGonagal memanggilmu Jils?", tanya Susan padaku.

"Beliau hanya menyampaikan kalau Kepala Sekolah ingin bertemu denganku usai pelajaran hari ini, sebelum makan malam", aku menjelaskan.

"Ada apa memangnya?", Susan bertanya lagi.

"Entahlah", jawabku singkat.

"Kau tidak dalam masalah kan? Ini baru hari pertama masuk sekolah", Susan bertanya sambil terkekeh.

"I hope not", aku berkata.

Draco POV

Sejak kejadian tahun lalu, aku memang sudah tidak menentang setengah raksasa, ehem maksudku Prof. Hagrid untuk mengajar, tapi yang benar saja, untuk apa kita mempelajari hewan ini, selain bentuknya aneh, berlendir dan menjijikan.

"... aku belum pernah punya skrewt, jadi tidak tau mereka suka apa, tapi aku sudah menyiapkan telur semut, hati kodok, dan potongan ular rumput, kalian coba saja dulu beri makan mereka sedikit-sedikit."

"Great! Bahkan gurunya sendiri tidak yakin makanan yang tepat untuk hewan ini", aku mendengar Pansy berbisik.

Aku melambaikan tongkatku ke arah gundukan hati kodok, membuat sedikit gundukan itu melayang dan memasukkannya ke peti yang berisi hewan aneh itu. Pansy dan Blaise mengikutiku dan melambaikan tongkat mereka, sedangkan Vincent dan Greg agak kesulitan, namun hal itu tidak mengejutkan.

"Ouch!!", aku mendengar seseorang berteriak.

"Ujungnya meledak!!", ucap salah satu anak gryffindor, Hagrid menghampirinya dan anak itu menunjukkan luka bakar di tangannya.

"Uhm.. Ah yeah.. Itu bisa terjadi kalau mereka meletus", Hagrid berkata, lalu melihat ke arah kami.

"Oh, no wand please.. Kalian harus mencoba memberi makan mereka dengan menggunakan tangan", ucapnya lagi.

Aku memutar kedua bola mataku.

"Yang benar saja, aku tidak mau menyentuh hewan itu, apalagi memberi mereka makanan yang sama menjijikannya", bisik Pansy memprotes.

Lalu Blaise mengambil beberapa perkamen dari tas nya, dan mentransfigurasi nya menjadi beberapa sarung tangan yang cukup tebal, "Ini, pakailah, untuk melindungi tangan kalian", ucap Blaise sambil membagikannya pada kami, yang diikuti oleh seluruh anak slytherin.

"Seharusnya ia memikirkan alat pelindung sebelum memutuskan kalau murid-muridnya perlu mempelajari hewan yang bisa meledak dan membakar", Blaise bergumam sambil mengambil potongan ulang rumput dan memberikannya kepada skrewt itu.

Aku lebih dari gembira dan merasa lega saat mendengar bel tanda pelajaran berakhir terdengar. Kurasa semua murid di kelas ini merasakan hal yang sama.

Saat aku akan menuju aula besar, aku mendengar Hagrid berbicara, "Harry, Dumbledore ingin bertemu denganmu seusai pelajaran hari ini, sebelum makan malam..."

Ini masih awal tahun pelajaran, apa yang sudah Potter lakukan sampai ia dipanggil oleh kepala sekolah, atau Dumbledore mungkin mulai pilih kasih seperti biasanya kepada gryffindor.

"Draco! Come on", Blaise memanggilku, lalu kami pun bergegas ke aula besar untuk makan siang.

Jilian POV

Aku melahap puding buah sekaligus yang baru setengah habis kumakan saat terdengar bunyi bell tanda pelajaran siang ini akan dimulai kembali. Mengucapkan 'sampai nanti' singkat kepada Cedric, lalu berjalan keluar aula besar bersama Susan.

Di depan aula besar berdiri 3 orang slytherin favoritku. "Hei guys", aku menyapa Draco, Pansy, dan Blaise.

"Bagaimana perasaan kalian untuk hari pertama pelajaran arythmancy?", aku bertanya dengan riang dan bersemangat. Oh ya, mereka bertiga telah memutuskan melepas pelajaran ramalan tahun ini, dan mengambil arythmancy bersamaku. Tidak perlu khawatir mereka akan kesulitan mengejar ketinggalan (karena tahun lalu tidak mengambilnya), para keluarga pureblood sudah punya cukup dasar dari semua pelajaran karena mereka punya tutor sendiri, bahkan sebelum mereka jadi murid Hogwarts.

"Biasa saja", Draco berkata sambil mengangkat bahu nya.

Pansy yang sedang bersandar di dinding sambil memperhatikan kuku-kukunya berkata, "Lumayan, setidaknya kita tidak perlu berhadapan dengan hewan aneh di pelajaran ini."

"Aku cukup menantikan kelas yang menarik tentunya, iya kan Susan... ", Blaise berkata sambil menghampiri Susan dan tersenyum menggodanya.

"Ehem.. Baguslah kalau kau memang tertarik dengan arythmancy, Zabini", Susan berkata sambil memutar kedua bola matanya, berusaha tidak menanggapi Blaise yang sedang menggodanya.

"Susan.. Susan.. Apa kita kembali menggunakan nama belakang? Aku pikir kita telah melewati tahap itu, apalagi setelah kau berkunjung ke Italia dan kita melakukan..."

"Dan kita tidak melakukan apa-apa Zabini, hanya bertemu di beberapa acara pesta kementerian", Susan berkata datar sambil berjalan, jelas menghindari Blaise.

"Kalian bertemu Susan di Italia?", tanyaku pada Draco.

"Cuma dua kali, di acara pesta kementerian, dan Blaise memutuskan.. yahh.. Kau tau Blaise.. ", ucap Draco sambil berjalan, aku dan Pansy otomatis mengikuti langkahnya menuju kelas.

Aku bisa mendengar Blaise berkata sambil mengejar Susan, "Oh.. Come on Susan, maksudmu makan malam dan dansa-dansa yang kita lakukan tidak ada artinya?"

"Memangnya kau mau di arti kan apa? Itu acara pesta kementerian, semua orang disana makan malam lalu berdansa, nothing special", Susan menjawab dengan tampak gemas.

"Wow, that's hurt", ucap Pansy terkekeh mendengar perkataan Susan pada Blaise.

"Tidak apa, kurasa sekali-sekali Blaise perlu merasakan penolakan", kata Draco terkekeh.

Aku hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalaku, tapi kasihan juga Blaise, sekejap mimik mukanya tampak kaget karena perkataan Susan. Kurasa dengan tampang seperti Blaise, ia jarang menerima penolakan, mungkin tidak pernah.

"... That's not even a date..", Susan berkata lagi, dan membuat Blaise menyeringai.

"So you want a date?", Blaise berkata.

"What?!", ucap Susan.

"How about next Hogsmead trip? It will be perfect for our first date'', Blaise berkata lagi.

Susan menganga tampak tidak percaya pada upaya Blaise mendekati dirinya, "You know what Zabini, the answer is still No!", ucapnya sambil berjalan meninggalkan Blaise.

"Oh ayolah Susan memangnya apa yang salah?!", Blaise mengejar Susan, masih belum menyerah.

"Berhenti mengikutiku!", kata Susan.

"Itu sangat susah untuk kulakukan, karena kita menuju kelas yang sama", ucap Blaise mengedipkan sebelah matanya pada Susan.

Pipi Susan memerah entah karena marah, gemas, atau malu. Lalu ia segera berbalik dan berjalan lebih cepat meninggalkan Blaise. Saat Blaise akan mengejarnya, aku berkata, "Cukup Blaise, kau bisa membuatnya ketakutan."

Lalu Blaise berkata sambil terkekeh, "Baiklah, aku akan memberinya waktu, nanti juga ia ada menjawab 'yes' padaku."

Aku memutar kedua bola mataku, dan kami melanjutkan berjalan menuju kelas arythmancy.

"Apakah ia punya pacar atau ada yang sedang mendekatinya, Jils?", Blaise bertanya padaku.

"Uhm.. Tahun lalu ia pernah cerita tentang seorang anak laki-laki dari pegawai kementerian Perancis yang menemaninya sewaktu ia berkunjung kesana, tapi aku tidak yakin hubungan mereka berlanjut", aku berkata.

"Hmm.. Oke", ucap Blaise.

"Jilian, kapan kau ada kelas pemeliharaan satwa gaib?", Draco tiba-tiba bertanya.

"Uhm, besok pagi", ucapku sambil mengingat-ingat, "Kenapa memangnya?"

"Jangan lupa memakai sarung tangan yang tebal", kali ini Pansy yang menjawab.

"Apakah seburuk itu?", tanyaku lagi.

"Ya, kau kan tau bagaimana guru raksasa favoritmu itu", Draco berkata bersamaan dengan tibanya kami di kelas arythmancy.

"Oh Merlin", aku berbisik pelan, apa yang dilakukan Hagrid tahun ini.

Tidak banyak murid yang mengambil arythmancy. Kebanyakan adalah murid ravenclaw. Aku melihat Susan duduk dengan Hermione di bangku meja paling depan, kurasa ia menghindari Blaise. Aku dan Draco duduk bersama di salah satu bangku meja yang masih kosong, Blaise dan Pansy duduk di belakang kami. Tidak lama kemudian Prof. Vector datang, dan pelajaran pun dimulai. Arythmancy selalu menarik seperti biasanya.

Aku berjalan di koridor yang menuju ruang kepala sekolah dan sampai di depan patung gargoyle. Apa password nya pikirku, lalu mengingat-ingat yang Prof. McGonagal katakan, ah ya.. "puding coklat", ucapku agak ragu.

Tapi kemudian gargoyle itu melompat ke samping dan dinding di belakangnya membelah terbuka lalu menampilkan tangga spiral yang bergerak seperti escalator di sebuah Mall muggle. Aku kemudian menaiki tangga tersebut dan tiba di sebuah pintu kayu yang besar, lalu mengetuknya.

"Masuklah", ucap seseorang dari dalam ruangan. Aku membuka pintu ruangan kepala sekolah dan ternyata di dalam sudah ada seseorang yang sedang duduk di salah satu sofa tamu di ruang kantor Dumbledore.

"Jilian!", Harry menyapaku dengan senyum lebar dan aku menghampirinya.

"Harry! Kau dipanggil juga kemari?", tanyaku saat memeluk Harry.

"Iya", jawabnya dengan riang sambil melepaskan pelukannya.

"Ah, kau sudah datang Miss Diggory", Prof. Dumbledore tiba-tiba muncul entah dari mana.

"Selamat sore Profesor ", aku menyapanya sopan.

"Selamat sore, kau mau permen lemon?", tanyanya sambil menghampiriku dan Harry dengan membawa stoples berisi permen lemon.

Aku mengambil satu dan berkata sambil tersenyum, "Terimakasih Profesor."

Ia balas tersenyum kemudian berkata, "Kau mau lagi Harry?"

"Tidak, terimakasih Profesor ", jawab Harry sopan sambil tersenyum.

"Baiklah, ayo silahkan duduk, kita masih menunggu beberapa orang lagi, harusnya sebentar lagi mereka datang", Profesor Dumbledore berkata lagi sambil menaruh stoples diatas meja tamu, lalu kembali berjalan ke meja kerjanya.

"Kita menunggu siapa sebenarnya?", tanyaku berbisik pada Harry saat kami duduk di sofa.

"Entahlah, Jils", Harry menjawab.

Tiba-tiba tampak kobaran api berwarna hijau dari dalam perapian, dan muncul dua orang favoritku, "Mom! Dad!", aku terkejut sekaligus senang sekali melihat mereka.

"Jilian!", Mom dan Dad menghampiriku dan memelukku bergantian.

"Padfoot! Remus!", aku mendengar Harry berkata dengan riang, rupanya perapian tadi berkobar lagi dan Padfoot telah muncul bersama, uhm itu kan Prof. Lupin, guru DADA tahun lalu.

Aku melihat Padfoot bertransformasi kembali menjadi Sirius lalu memeluk Harry, bergantian dengan Prof. Lupin.

"Mana keponakan favoritku satu lagi?", Sirius berkata dengan riang.

"Aku disini Uncle!", aku berkata sambil tertawa dan menghampirinya, dan sirius memelukku erat. Mom dan Dad bergantian menyapa dan memeluk Harry.

"Kau benar Sirius, aku tidak menyadarinya, padahal aku jadi gurunya tahun lalu… Kau mirip dengan ibumu Lily, tapi matamu adalah mata James," Prof. Lupin berkata.

Aku tersenyum dan berkata, "Terimakasih Profesor."

"Panggil saja aku Remus, Jilian. Aku sudah tidak mengajar lagi", Remus berkata sambil tersenyum.

"Baiklah Uncle Remus", ucapku, aku tau dari cerita Sirius dan Harry, Remus Lupin ini adalah salah satu sahabat kedua orangtua kandungku.

"Uncle Remus", ucapnya mengulang perkataanku, "I like that", Remus berkata lagi sambil tersenyum.

"Baiklah, karena semua sudah berkumpul, ayo-ayo silahkan duduk", ucap Dumbledore.

Kami pun duduk di sofa-sofa yang mengelilingi sebuah meja di ruang tamu kantor kepala sekolah.

"Harry, Jilian, kalian mungkin bingung, tapi kita semua berkumpul disini untuk membicarakan tentang hubungan kalian… Iya, aku sudah tau kalau Jilian adalah kembaranmu Harry, begitu juga Remus", Dumbledore menjelaskan maksud dari kami semua berkumpul disini.

"Sebelumnya kami telah sepakat bahwa keberadaan Jilian tidak perlu diketahui banyak orang dulu, mengingat kejadian belakangan ini, terutama yang terjadi setelah piala dunia quidditch", Dad berkata.

"Tentu saja Amos, aku juga setuju dengan itu. Namun ada hal yang perlu aku jelaskan, mengenai dimana Harry akan tinggal.. Sirius, aku tau kau ingin agar Harry tinggal bersamamu, tapi dengan kaburnya Peter, kita masih belum bisa membuktikan dirimu tidak bersalah.."

Aku mendengar Sirius menghela nafas panjang….

"Dan Remus, dengan kondisimu…"

"Ya, aku mengerti Albus, dengan kondisiku, kementrian tidak akan mengijinkan aku menjadi penanggung jawab Harry..", Remus berkata dengan sedih, mengingat dirinya adalah manusia serigala.

"Harry bisa tinggal bersama kami", Dad berkata.

"Ya, kami sekeluarga telah membicarakannya, bahkan Aku dan Amos bersedia menjadi penanggungjawab bagi Harry", ucap Mom sambil tersenyum.

"Asyiiikk…Aku akan senang sekali, kau mau kan Harry?", ucapku gembira.

"Ya, Jils, tentu saja", Harry menjawabku dengan tersenyum lebar.

"Aku mengerti, tapi sayangnya itu sebaiknya tidak dilakukan", Dumbledore berkata lagi.

"Kenapa tidak bisa?", aku bertanya.

"Yang pertama adalah karena Harry pun perlu perlindungan, dan rumah keluarga Dursley memiliki perlindungan yang kuat karena Petunia memiliki hubungan darah dengan Lily dan Harry, jadi ada semacam 'bloodward' yang melindungi rumah itu, Voldemort dan para pengikutnya tidak akan bisa menyentuh Harry selama perlindungan itu masih ada", Dumbledore menjelaskan.

"Aku kembarannya Harry, jadi aku juga memiliki hubungan darah, itu juga bisa kan?", aku bertanya lagi.

"Bisa dan tidak", Dumbledore menjawab.

"Bisa, jika statusmu tidak dirahasiakan lagi, dan semua orang di dunia sihir akan mengetahui dirimu sebagai Jilian Potter, hal itu dapat mengaktifkan 'bloodward'. Namun untuk saatnya ini rasanya kurang tepat kalau keberadaanmu diketahui oleh dunia sihir. Kemudian tidak bisa karena kau belum cukup umur untuk menjadi penanggung jawab bagi saudara kembarmu sendiri. Aku tau kalian bersedia, Amos, Emily… Tapi tetap saja status Jilian akhirnya harus dibuka kepada kementrian kalau kalian menjadi penanggung jawab Harry", Dumbledore menjelaskan.

"Aku tidak apa-apa kalau harus kembali ke keluarga Dursley, aku tidak mau membahayakan Jilian dan keluarga Diggory", Harry berkata.

"Tidak Harry, kami sungguh tidak keberatan, dan siap menanggung resiko", Dad berkata.

Setelah pembicaraan yang panjang dan cukup melelahkan, akhirnya diputuskan Harry akan tetap pulang ke rumah keluarga Dursley dan tinggal disana selama beberapa hari, tapi kemudian kami akan menjemputnya untuk tinggal bersama kami selama liburan musim panas.

Selanjutnya, Sirius membahas tentang luka Harry yang nyeri ketika memimpikan Voldemort. Aku bisa melihat pipi Harry merona karena enggan membicarakannya. Ia cepat-cepat berkata kalau sekarang sudah tidak pernah terasa sakit lagi. Tapi juga diminta berjanji agar segera bilang kepada Dumbledore apabila lukanya nyeri lagi. Dumbledore memandang Harry dengan serius. Namun kemudian kerlipan kembali muncul di matanya, dan ia mulai membahas hal yang lain.

Dumbledore meminta peri rumah membawa hidangan makan malam ke kantornya, dan mengijinkan kami makan malam disana. "Tiada yang lebih menyenangkan daripada kumpul keluarga", ucapnya, kemudian ia berpamitan untuk makan malam bersama para guru dan murid lainnya di aula besar.

Tidak lama kemudian, ada yang mengetuk pintu kayu kantor Dumbledore, dan aku bisa melihat Cedric masuk dengan senyum lebar di wajahnya. Rupanya Dumbledore memberitahu keberadaan kami kepada Cedric, dan ia pun segera menuju kemari dan melanjutkan makan malam di kantor kepala sekolah bersama kami.