A/N :

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1438 H

Mohon Maaf Lahir dan Batin

Semoga kita semua selalu dalam limpahan Kasih Sayang Tuhan

Selamat berlibur bersama keluarga dan makan-makan enaaaak :D

To Adelaide Raverin : Thank you so much, you solve my problem heheheh.. Dr awal sy suka bingung cara penulisan, dan seringnya malas (huhuhu..) buat cari tau yg benernyaa hehehe.. Mudah2an ke depan ud g banyak salah tulis yaa... hahahaha...

To prof. creau : Makasih yaaa uda suka n follow fic ini... Kalau dunia per-uas-an sudah lama kutinggalan hehehe... Saya berniat menyelesaikan fic sampai complete, untuk update nya menyesuaikan sama kesibukan in real life yaa.. Hehehe..

To All : Please enjoy the story :)

Disclaimer : I don't own Harry Potter!

Chapter 15

Draco POV

Saat aku tiba di meja asramaku bersama Pansy dan Blaise untuk sarapan, mataku otomatis melihat ke arah meja asrama hufflepuff, dan mencari Jilian. Semalam Jilian tidak muncul untuk makan malam, dan jujur saja aku khawatir, apakah ia sakit atau kenapa...

Pandanganku menyusuri meja asrama hufflepuff, melihat Bones, Abbot dan teman-teman Jilian lainnya, tapi aku tetap tidak bisa menemukannya. Sampai aku mendengar gelak tawa yang mengalihkan perhatianku ke arah meja asrama gryffindor. Dan disitu aku melihatnya, Jilian sedang tertawa bersama Saint Potter!! Mereka duduk bersebelahan, dan kenapa mereka duduk dekat sekaliiii?!!

Weasel yang duduk di depan mereka bersama miss know it all, tampak mengucapkan sesuatu, yang membuat mereka kembali tertawa. Hei! Sejak kapan Jilian bicara lagi pada Weasel! Pikirku, mengingat kejadian tahun lalu saat Weasel berkata tidak sopan pada Jilian.

Lalu Saint Potter mendekatkan kepalanya ke arah Jilian dan seperti membisikan sesuatu ke telinganya, kemudian Jilian tertawa geli. Damn! Berani-beraninya Scarhead dekat-dekat dengan Jilian!

"DRACO!!" aku mendengar seseorang berteriak padaku, yang ternyata adalah Pansy.

"What?!" aku menjawab dengan geram.

"Aku memanggilmu berkali-kali," Pansy berkata.

"Kurasa kau harus berhenti menyerang pancake-mu dengan garpu," kata Blaise, yang membuatku melihat ke arah piring di depanku, dimana pancakenya telah hancur berantakan. Aku tidak menyadari kalau telah memegang garpu dengan erat dan menyerang sarapanku. Oh Merlin!

Aku menaruh garpu ku dengan kasar ke atas piring dan menghela nafas panjang...

"Just try to keep calm, Drakiiee," ucap Pansy berbisik, sambil mengusap punggungku pelan.

"Apa maksudmu, kenapa aku harus tenang?" tanyaku berpura-pura, dan Pansy menjawabku dengan memutar kedua bola matanya, lalu kembali fokus pada sarapannya.

"Kami tau kemana kau melihat, saat kau mulai menyerang pancake-mu," Blaise yang menjawab.

Aku kembali menghela nafasku, berusaha mengendalikan diri, kenapa aku jadi seperti ini?!

Aku berupaya mengendalikan emosiku, dan setelah beberapa detik, aku berhasil memasang topeng khas Malfoy-ku. Selera makanku sudah hilang, namun saat akan beranjak dari tempat duduk, Blaise dan Pansy menahanku.

"Kau harus tetap sarapan," ucap Pansy sambil mengganti piring pancake-ku dengan piring yang berisi telur dan bacon.

"Kau perlu tetap fokus," Blaise menambahkan.

Aku mengangguk singkat dan memasukkan bacon ke dalam mulutku dengan paksa. Tapi tetap saja aku tidak bisa sarapan banyak kali ini, karena setiap aku mendengar gelak tawa mereka dari sebrang sana, perutku terasa mual.

Takdir ternyata masih ingin menguji kesabaranku, karena pada pelajaran double potion, Sev memutuskan para murid berpraktik berpasangan untuk mengerjakan ramuan yang kami pelajari pagi ini, dengan alasan yang mahir dalam pelajaran ini dapat membantu yang kurang mahir.

Severus mengatur tiap pasangan tidak berasal dari satu asrama, yang berarti kita para slytherin harus berpasangan dengan para gryffindor. Dan yang lebih parah lagi, adalah Sev membuatku berpasangan dengan Potter. Aku tau ia sengaja melakukannya, aku bisa melihat bibir Sev menyeringai ketika melihat wajah horor Potter.

Rasanya ingin sekali mengutuk Potter, terutama mengingat kejadian saat sarapan tadi. Berani-beraninya ia mendekati Jilian-ku! Tapi aku tidak akan membiarkannya tau kalau aku cemburu! Wait what?! Aku tidak cemburu!!

Am I….?!

"Kendalikan dirimu," kata Blaise sebelum beranjak dari kursinya di sebelahku dan menghampiri Neville Longbottom. Aku memutar kedua bola mataku.

Diantara aku dan Potter, tentu saja aku-lah yang mahir dalam ramuan. Kuputuskan untuk tidak mengutuknya, tapi kurasa aku bisa sedikit mempermainkannya. Aku tidak mau pindah ke meja Potter, biar saja ia yang pindah kemari. Aku hanya menoleh ke arahnya, dan karena tidak ada tanda-tanda dariku untuk pindah ke mejanya, akhirnya Potter berjalan dengan malas-malasan ke arahku, dan aku pun menyeringai.

Tanpa melihat ke arahnya aku berkata dan memerintah, "Ambil semua bahan-bahan yang diperlukan dari rak nya."

Potter tidak bergerak dan tetap berdiri di sampingku, "Kenapa tidak kau ambil sendiri saja?!" katanya.

Aku menoleh ke arahnya dan mengangkat satu alis mataku, "Kau mau mengerjakan yang lainnya? Apa kau yakin bisa?"

"Biarpun kau kurang mahir dalam ramuan, kurasa kau cukup tau kalau mengambil bahan-bahan adalah yang termudah yang bisa dilakukan," aku berkata lagi pada Potter, yang kini menatapku dengan tajam dan tampak marah.

Karena ia tidak bicara apapun, aku berkata lagi sambil memalingkan mukaku darinya, "Kau bisa melihat bahan-bahan yang diperlukan di buku ramuanmu."

"Whatever," ucapnya, lalu menuju rak bahan, dan aku menyeringai, kapan lagi aku bisa memerintah The boy who live, mungkin aku harus berterima kasih pada Sev, karena memberiku kesempatan ini.

Harry POV

Aku tau Snape sengaja membuatku berpasangan dengan Malfoy! Aku bisa melihat seringaian di wajahnya tadi.

Kalau saja Jilian tidak membuatku berjanji untuk mencoba bersikap baik pada Malfoy, sudah kutinju mukanya tadi, sikap bossy-nya benar-benar menjengkelkan.

Setelah mengambil semua bahan yang dibutuhkan, aku kembali ke meja Malfoy, well.. Meja kami sekarang untuk pelajaran pagi ini.

Malfoy telah mengisi kuali dengan air dan memasang api kecil di bawahnya. Aku menyimpan bahan-bahan di atas meja di samping kuali.

"Kau bisa mulai memotong bahan-bahan itu," Malfoy memerintah, aku memutar kedua bola mataku.

"Ingat! Hanya memotong saja! Aku tidak yakin kau punya insting untuk memasukkan bahan yang benar di waktu yang tepat," Malfoy berkata lagi.

Aku mengepalkan tanganku karena kesal, tapi berusaha mengendalikan diri dan mulai memotong bahan-bahan tersebut, kalau saja nilai pelajaran potion-ku tidak pas-pas-an.

Bukannya aku tidak menyukai pelajaran ini, sebetulnya menurutku ini sama saja dengan memasak. Dan aku sangat berpengalaman dalam memasak untuk keluarga Dursley. Namun Snape seringkali membuatku jadi malas, karena apapun yang kami para gryffindor lakukan dimatanya selalu salah, terutama diriku.

"Jadi, kenapa kemarin kau dipanggil oleh kepala sekolah?" tiba-tiba Malfoy berkata, mengalihkan pikiranku.

Aku menoleh ke arah Malfoy, terkejut mendengar pertanyaannya, bagaimana ia bisa mengetahui kemarin aku dipanggil kepala sekolah. Apa ia tau soal aku dan Jilian?

"Apa kau sudah membuat masalah di hari pertama masuk sekolah? Jujur, kalau memang iya, aku sungguh tidak terkejut," katanya lagi sambil menyeringai.

Mendengar pertanyaannya yang berikutnya, aku merasa lebih lega, berarti ia tidak tau tentangku dan Jilian. Tapi aku memutar kedua bola mataku, untuk menutupinya.

"Apa kau sadar kalau itu bukan urusanmu?!" aku berkata dengan ketus, tidak berusaha menyembunyikan kejengkelanku padanya. Malfoy menjawabku dengan seringaian.

"Stop!" tiba-tiba Malfoy berkata, "Apa kau juga tidak tau cara memotong bahan dengan benar?!"

"Kalau kau memang lebih tau, potong saja sendiri!" ucapku kesal.

Malfoy kemudian mengambil pisau dan salah satu bahan ramuan, "Seharusnya begini cara memotongnya."

Kupikir Malfoy benar-benar berniat mengajariku dan mungkin benar yang Jilian bilang ia tidak seburuk itu, sampai Malfoy berkata, "Jangan berpikir aku melakukan ini untukmu, ini adalah tugas kelompok, dan aku tidak akan membiarkan kau mengacaukan nilai ramuanku karena kebodohanmu."

Aku memutar kedua bola mataku, tentu saja Malfoy melakukan ini untuk kepentingannya sendiri. Aku mulai mengambil salah satu bahan ramuan lagi dan mulai memotongnya sesuai yang dicontohkan Malfoy.

Mengejutkan, tapi bekerja dengan Malfoy cukup efektif, ia tau kapan bahan-bahan ramuan harus dimasukkan ke dalam kuali, atau kapan kita harus mengaduknya perlahan searah jarum jam beberapa putaran, atau kadang berhenti sejenak, dan mulai mengaduknya lagi searah atau lawan arah jarum jam. Yang menjengkelkan adalah ia seperti memerintahku untuk melakukan ini atau itu dengan sengaja. Namun hasilnya setimpal, reaksi dan perubahan warna yang terjadi pada ramuan kami, sesuai dengan apa yang ada di buku. Malfoy sepertinya benar-benar tau apa yang dilakukannya untuk ramuan ini.

Pada saat ramuan selesai dan kami akan memasukkannya ke dalam botol, terdengar seseorang berteriak, "Longbottom!!! Apa yang kau lakukan?!"

Aku menoleh ke arah meja Neville, dan melihat kepanikan di wajahnya.

"Apa yang kau masukan tadi?" Zabini berkata lagi sama paniknya.

"Aku.. Aku hanya...," ucapannya terhenti karena kini kuali di hadapan mereka meleleh karena terbakar ramuan yang ada di dalamnya.

Snape menghampiri mereka dan berkata "Detensi, kalian berdua, jam 7 malam ini, sekarang bersihkan kekacauan ini."

"Poor Blaise," aku mendengar Malfoy berbisik.

Draco POV

Aku duduk sendirian, menjauh dari murid-murid Slytherin lainnya di salah satu sisi meja asramaku di aula besar. Aku memberikan tatapan tajam kepada siapa saja yang berusaha mendekatiku, termasuk Vincent dan Greg. Entah karena efek tidak sarapan dengan benar atau karena dipasangkan dengan Potter pada saat pelajaran ramuan tadi, tapi mood-ku benar-benar buruk saat ini. Kemudian tiba-tiba seseorang menutup mataku dari belakang.

"Guess who?" mendengar suaranya, spontan senyum mengembang di bibirku.

Aku melepas tangannya dari mataku, kemudian menoleh dan melihat senyuman favoritku, dan mood-ku seketika berubah menjadi lebih baik.

"Miss me?" Jilian berkata.

"Menurutmu?" Aku bertanya balik masih sambil tersenyum.

Jilian menjawabku dengan tertawa kecil lalu duduk di sampingku dan berkata, "Dimana Blaise dan Pansy?"

"Mereka tadi harus tetap tinggal di kelas ramuan untuk membersihkan kekacauan yang mereka buat?" aku menjawab.

"Blaise dan Pansy? Membuat kekacauan di kelas ramuan?" Jilian bertanya lagi tampak tidak percaya.

"Sev memutuskan supaya kami berpraktik secara berpasangan, Pansy mendapatkan Weasel, dan Blaise mendapatkan Longbottom," aku berkata lagi, lalu memakan potongan steik sapi - ku dengan garpu.

"Oh yaa.. I get it," kata Jilian mengerti maksudku, karena ketika Pansy dan Weasel berpasangan, mereka akan lebih banyak berdebat daripada bekerja, sedangkan Blaise yang berpasangan dengan Longbottom, tadi kita sudah tau apa yang terjadi.

"Kau sendiri berpasangan dengan siapa?" Jilian bertanya.

"Well.. Aku berpasangan dengan Scarhead favorit-mu itu," aku menjawab.

"Kalian tidak membuat kekacauan kan?" ucap Jilian terkekeh.

"Jujur aku sangat ingin mengutuknya.."

"Tidak, kau tidak melakukannya?" Jilian memotong pembicaraanku.

Aku memutar kedua bola mataku, "Aku melakukan hal yang lebih baik, aku memerintah ini itu padanya, dan biarpun ia payah dalam ramuan, ternyata Potter cukup pintar untuk tidak membuat kekacauan, jadi ia mematuhi perintahku, walaupun wajahnya terlihat sangat kesal" ucapku sambil menyeringai, Jilian memutar kedua bola matanya.

"Oh ya, semalam kau kemana Jils? Aku tidak melihatmu saat makan malam, kamu sakit?" aku bertanya khawatir.

"Aku dipanggil kepala sekolah," Jilian berkata dan mengambil sepotong steik sapi dari piringku dengan garpu dan memakannya.

"Dipanggil kepala sekolah?" aku bertanya sambil berpikir kenapa Jilian dipanggil kepala sekolah bersamaan dengan Potter.

"Iya, kedua orangtuaku datang… uhm… bersama kerabatku... yang kami belum sempat bertemu musim panas kemarin," ucap Jilian.

"Kenapa banyak kerabatmu dari Amerika yang datang tahun ini?" aku bertanya lagi.

"Uhm... Entahlah...," Jilian berkata tampak ragu. Aku merasa ada yang aneh dari sikap Jilian.

"Apa kau bertemu Potter di ruang kepala sekolah?" aku bertanya lagi.

"Hah?" Jilian menjawabku dengan ekspresi kaget campur bingung yang menggemaskan.

"Kenapa kau bertanya begitu?" Jilian bertanya balik.

"Potter juga dipanggil kepala sekolah kemarin, entah masalah apa yang sudah dibuatnya di hari pertama sekolah," aku berkata lalu memakan sesendok kentang tumbuk.

"Oh.. begitu ya, entahlah, aku… Aku bertemu orangtua dan kerabatku di ruang kepala sekolah, Cedric juga ikut bergabung bersama kami," ucap Jilian.

"Oo.. jadi Cedric menyusulmu ya… Aku sempat heran kenapa Ced tiba-tiba pergi saat makan malam," aku berkata, dan Jilian hanya mengangguk sambil meneruskan makan siangnya.

"By the way... Kenapa kau duduk di meja gryffindor tadi pagi?"

"Aku… uhm.. sarapan," Jilian menjawab sambil mengangkat bahu.

"Iya, tapi kenapa kau sarapan dengan Potter?! Bahkan... Apa kau tak sadar kau duduk dekat sekali dengannya?!" aku berkata dengan berusaha tetap mengendalikan emosiku.

Jilian mengangkat kedua alis matanya menatapku, "Melihat sikapmu ini, kenapa aku berpikir seolah-olah kau cemburu?" ucap Jilian terkekeh.

"Aku tidak cemburu, apalagi pada Potter! Aku jelas lebih baik darinya!" aku berkata sewot.

"Lalu kenapa kau selalu mempermasalahkannya Drake? Kau sudah tau kalau aku dan Harry dari dulu hanya berteman," Jilian berkata lagi.

"Iya, tapi kau juga tau dari dulu aku tidak suka kau dekat-dekat dengan Potter! Belum lagi kalian saling menggoda dan tertawa cekikikan!" aku tidak bisa menahan emosiku lagi.

"Aku tidak menggoda Harry!" Jilian berkata tegas.

"Tidak tampak seperti itu di mataku! Bahkan kau sudah bicara lagi dengan Weasel! Apa kau tidak ingat ia pernah berkata kasar padamu?" ucapku sambil menaruh kasar pisau dan garpu-ku ke atas piring.

"Aku dan Harry tidak ada apa-apa, Okay! Kami berteman, dan demi jenggot Merlin!! aku tidak menggodanya!! Dan Ron minta maaf padaku, aku juga sudah memaafkannya," Jilian berkata lagi dan mulai tampak emosi.

"Ron?? Really Jilian? Akrab sekali ya, sekarang bukan cuma Potter, bahkan Weasel pun kau…"

"Aku tidak mau punya musuh Draco, dan aku senang berteman dengan siapa saja. Kalau kau menyadari, aku berteman dengan banyak orang, perempuan ataupun laki-laki, bahkan beberapa diantaranya cukup dekat, seperti Blaise, atau Vincent dan Greg. Bahkan saking dekatnya, aku dan Blaise kadang saling menggoda, tapi kau tidak pernah marah? Kenapa sih kau ini?!" Jilian memotongku dan berkata panjang lebar.

Sesaat aku terdiam, seperti mencerna kata-kata Jilian barusan... Lalu aku berkata pelan, "Mereka... berbeda... Blaise, aku tau ia seperti saudara bagimu. Vincent dan Greg, mereka lebih seperti pengawal pribadi, terutama karena hubungan... Kita..."

Jilian tampak terkejut mendengar kata-kataku. Mata hazelnya menatapku, lalu aku berkata lagi dengan pelan, "Yang jelas mereka tau dan mengerti tentang promise bracelet yang kuberikan padamu, jadi mereka tidak akan melampaui batas. Mereka tau bagaimana seharusnya bersikap padamu dan menghormati calon Mrs. Malfoy."

Jilian POV

Ini pertama kalinya Draco membahas tentang bracelet itu sejak ia memberikannya padaku di malam tahun baru yang lalu. Dan aku tidak menyangka kami akan membahasnya seperti ini. Bahkan tadi, biarpun tersirat, Draco menyebutku sebagai calon Mrs. Malfoy.

Aku tau Draco seringkali bersikap protektif terhadap orang-orang terdekatnya, termasuk diriku. Dan dari reaksinya yang seperti ini, aku merasa Draco.. uhm mungkin cemburu, biarpun ia tidak mau mengakuinya. Tapi demi jenggot Merlin! Harry adalah kembaranku! Rasanya aku ingin sekali meneriakan hal ini pada Draco dan pada semua orang.

Aku ingin menghabiskan waktu lebih bersama Harry, mengenalnya lebih dekat, mengganti waktu yang selama ini telah hilang untuk kami berdua. Oh Merlin! Hubungan Draco dan Harry yang tidak akur membuat ini semua menjadi sulit. Dan aku pun benci ketika harus merahasiakan sesuatu dari Draco. Tapi orangtuaku dan semua yang tau tentang ini telah sepakat bahwa saat ini belum saatnya Draco tau.

Sesungguhnya sebagian dari diriku merasa khawatir bagaimana kelak reaksi Draco ketika tau bahwa aku adalah seorang Potter. Namun sebagian lagi percaya bahwa Draco memilihku karena diriku, bukan karena nama keluargaku.

Aku menghela nafas, kemudian menyelipkan jari-jariku diantara jari-jari Draco dan menggenggam salah satu tangannya, lalu menghadapi mata abu-abu yang kini menatapku dengan pandangan yang tidak biasa. Hal ini membuat dadaku berdebar dan pipiku mulai memanas.

"Draco.. Maafkan aku, karena telah membuatmu cem.. maksudku membuatmu khawatir.." Aku berkata pelan sambil menatapnya.

"Kau telah memilihku Drake, dan aku pun menerimamu.. Karena itu aku sangat berharap kau bisa lebih mempercayaiku.." Aku berkata lagi, mengerti maksud dari ucapannya tentang hubungan kami.

Draco menghela nafas kemudian mengangguk pelan. Lalu jari-jari tangannya yang tidak kugenggam bergerak ke samping wajahku, dan menyelipkan beberapa helai rambut merah ke belakang telingaku, kemudian jari-jari tangannya menyusuri pipiku sambil berkata pelan "Aku... Aku mempercayaimu, Jilian."

Spontan pipiku makin memanas karena apa yang baru saja Draco lakukan. Mataku masih menatap iris abu-abu yang kini seperti menghipnotis diriku, membuatku terpaku dan aku merasa bisa tenggelam di dalamnya. Kurasakan dadaku berdebar makin kencang ketika wajah Draco mulai mendekat, sampai tiba-tiba...

"EHEEEMM!!!" Seseorang berdehem dengan keras, membuatku dan Draco terkejut. Spontan kami mundur dan memberi jarak diantara kami.

Aku segera menoleh ke arah suara itu, dan melihat Pansy serta Blaise telah duduk di depan kami, dengan seringaian di wajah mereka.

"Apakah kami menginterupsi sesuatu?" Blaise berkata sambil menyeringai.

"Sejak kapan kalian disitu ?" aku bertanya.

Blaise menjawabku masih dengan seringaian di wajahnya, "Kira-kira sejak kata-kata calon Mrs. Malfoy... "

"Shut up, Blaise!" Draco memotongnya, dan aku yakin wajahku kini merah padam.

"Oke.. Oke.. Baiklah," Blaise terkekeh dan mulai memakan makan siangnya.

Apa yang baru saja terjadi? apa barusan Draco bermaksud menciumku? memikirkannya membuat pipiku makin panas rasanya, belum lagi Blaise dan Pansy yang jelas-jelas memergoki kami.

Aku masih tertunduk menatap piring di depanku karena malu, saat Pansy tiba-tiba berkata, "Calon Mrs. Malfoy? Benarkah?"

Perkataan Pansy menarik perhatianku, dan ternyata perhatian Draco juga Blaise.

"Maksudmu, Pans?" Draco berkata.

"Well... Kita sama-sama tau, kalau bracelet itu tradisi, khususnya bagi kita yang memang pureblood.." Pansy berkata dengan suara yang dipanjang-panjangkan dan menekankan kata pureblood. Apa maksudnya sebenarnya..

"Tapi karena tidak mengikat, dan bila takdir berkata lain, janji bisa saja dilanggar, bukankah begitu?" lanjut Pansy.

"Apa kau bermaksud mengatakan kalau aku akan melanggar janji?" ucap Draco.

"Oh, tidak Draco Dear... Bukan seperti itu maksudku," balas Pansy sambil tersenyum.

"Baguslah, karena seorang Malfoy tidak akan melanggar janjinya," Draco berkata lagi.

"Tentu saja Draco, karena adalah kita pureblood dan mengerti bagaimana menghormati tradisi itu... Aku hanya ingin mengambil contoh dari kejadian Flint dan perempuan pilihannya. Ternyata perempuan itu tidak cukup mengerti tradisi keluarga pureblood dan melanggar janji karena tergoda oleh laki-laki lainnya, biarpun ia telah menerima gelang dari Flint... poor Flint... Mungkin saja kan karena perempuan itu seorang half.. "

"Cukup!!" Draco berkata tegas. "Aku akan beranggapan, kalau tidak bermaksud mengaitkan hubungan-ku dan Jilian dengan apa kau bicarakan barusan."

Draco berhenti sejenak, lalu berkata lagi dengan sama tegasnya, "Dan seperti kau bilang tadi, seorang pureblood akan menghormati tradisi, maka kau akan menghormati hubungan kami."

"Jelas, Parkinson?" Draco memanggil Pansy dengan nama belakangnya, artinya ia benar-benar marah dan jengkel pada Pansy.

"Draco!", ucapku memperingatkan, aku tidak mau kita jadi bertengkar karena hal ini.

Tapi kenapa Pansy berkata seperti itu. Aku tau saat kecil Pansy memang menyukai Draco, kupikir sekarang ini Pansy sudah tidak mengharapkannya lagi. Terutama sejak Draco memberikan bracelet ini padaku, biarpun ia masih suka menggoda Draco, tapi Pansy jelas mengerti tentang hubungan kami.

"Sangat jelas! Young Prince!", ucap Pansy sarkastik.

Lalu Pansy bangkit dari duduknya, membuat Blaise bertanya, "Kau mau kemana?"

"I believe I have lost my appetite.. Please continue your lunch without me.. I will go straight to the next class." ucap Pansy dengan ekspresi datar yang bagi kami jelas sebenarnya ia menyembunyikan emosinya, lalu ia pergi meninggalkan kami.

Aku memandang punggung Pansy keluar dari aula besar dengan sedih dan khawatir.

"Jangan dihiraukan, Pansy hanya masih jengkel dengan kejadian di kelas ramuan tadi," Blaise berkata sambil melanjutkan makan siangnya.

"Hukuman apa yang Sev berikan untuknya? Apa ia memberikannya detensi?" tanyaku.

Blaise mendengus, "No.. Sev hanya memberikan tugas tambahan mencari informasi tentang ramuan tadi pada Pansy dan Weasley, tentunya tugas itu sangat mudah untuk Pansy... Sedangkan aku dan Longbottom, selain tugas tambahan tadi, dapat bonus detensi malam nanti."

"Tapi kau tidak tampak jengkel?" tanyaku lagi.

Blaise mengangkat bahu, "Aku hanya sudah menduganya sejak awal aku dipasangkan dengan Longbottom.."

Draco hanya melanjutkan makan siangnya dengan diam. Biarpun kadang Pansy menyebalkan, aku yakin Draco pun sebenarnya tidak ingin bertengkar dengannya, apalagi karena hal seperti ini.

Aku berkata, "Tapi Pansy belum makan siang, Blaise bisakah kau.."

"Ia akan baik-baik saja," Blaise memotong pembicaraanku.

"Tapi Blaise.. " ucapku lagi sambil memohon kepadanya.

Blaise menghela nafas, lalu berkata, "Oke2, aku akan bawakan apel atau sandwich untuknya."

"Thank you, Blaise", ucapku tersenyum kecil dan merasa lebih lega. Blaise menjawabku dengan anggukkan.

Kami melanjutkan makan siang tanpa banyak bicara, sampai bell tanda pelajaran siang dimulai berbunyi. Kami berjalan dan berpisah di depan pintu aula besar.

"I'll see you at dinner, ok?" ucap Draco sebelum melepaskan genggamam tangannya dari tanganku.

"Alright.." aku menjawab. Kemudian bergabung dengan teman-teman asramaku menuju kelas mantra, sedangkan Draco dan Blaise menuju kelas sejarah sihir.