Disclaimer : I don't own Harry Potter!
Please enjoy the story :)
Harry POV
Aku berjalan menuju ruang piala, tempat para juara yang terpilih untuk Turnamen Triwizard kini menunggu. Perasaanku campur aduk, kaget, bingung, dan... takut. Bagaimana mungkin namaku bisa keluar dari piala api.
Memasuki ruangan, aku melihat ketiga juara lainnya sedang berbincang pelan di depan perapian. Mereka lalu menoleh, menyadari kehadiranku.
"Harry," Cedric menyapaku dengan ekspresi bingung di wajahnya.
Aku hanya mengangguk singkat, belum bisa menemukan suaraku untuk bicara.
"Ada apa? Kenapa kau kesini? Apa ada pesan untuk kami?" Cedric berkata lagi.
Aku masih berdiri mematung dihadapan mereka, dan belum sempat aku berkata apapun, pintu ruangan kembali terbuka, aku menoleh dan tiba-tiba Profesor Dumbledore memegang bahuku dengan kencang.
"Harry, katakan sejujurnya, apakah kau memasukkan namamu ke dalam piala api?" Profesor Dumbledore berkata dan mata biru dibalik kacamata bulan separonya menatapku dengan tegas, belum pernah aku melihatnya seperti ini. Lalu pikiranku seperti kembali ke beberapa masa yang lalu, mengingat-ingat apa saja yang kulakukan dalam dua hari ini, dan aku yakin tidak memasukkan namaku ke dalam piala api.
Aku berusaha bicara, "Tidak Profesor," ucapku dengan suara terdengar yang parau.
"Apakah kau meminta anak yang usianya di atasmu untuk memasukkan namamu ke dalam piala api?" Profesor Dumbledore bertanya lagi.
Aku berdehem lalu berkata, "Tidak Profesor."
"Dia bisa saja bohong!" seseorang berkata dengan nada marah, yang ternyata adalah kepala sekolah Durmstrang.
"Iya Dumbly-door, ada apa ini sebenarnya?!" Madame Maxime juga berkata.
"Apa maksudnya Madame? Apa anak ini juara Triwizard juga?" anak perempuan berambut pirang dan cantik itu terlihat memprotes ke kepala sekolahnya.
"Aku merasa dicurangi!!" ucap Profesor Karkarof, "Aku tidak pernah ingat ada aturan kalau satu sekolah bisa diwakili oleh dua juara!"
"Memang tidak ada aturan seperti itu," ucap Profesor Dumbledore pelan.
"Ogwarts tidak bisa punya dua juara, itu sangat tidak adil!" Madame Maxime kini bicara lagi.
"Bagaimana sih lingkaran batas usia ini?! Mengapa bisa dilewati oleh anak di bawah usia?! Tahu begini aku akan lebih banyak membawa calon peserta!" Profesor Karkarof berkata.
"Tapi lingkaran batas usia itu kemarin dipasang bersama-sama oleh semua juri!" Profesor McGonagal kini ikut berbicara.
"Mungkin saja Albus sengaja membuat kesalahan supaya Hogwarts bisa memiliki dua juara, begitukah?" Profesor Karkarof berkata dengan sinis dan seperti berusaha memojokkan Profesor Dumbledore.
"Kepala sekolah kami tidak mungkin berbuat hal serendah itu!!" Profesor McGonagal tampak marah dan membela Profesor Dumbledore.
"Kurasa ini adalah salah Potter sendiri, ia selalu tidak tahan untuk mencari perhatian dan melanggar aturan, sejak dulu ia.. " Profesor Snape seperti biasa selalu memojokkan diriku.
"Cukup Severus, Minerva.. Terimakasih," Profesor Dumbledore berkata.
"Sudah-sudah, sebenarnya hal ini sangat menarik bukan? Ada juara keempat untuk Turnamen Triwizard," ucap Mr. Ludo Bagman sambil tersenyum cengar cengir.
"Mr. Crouch, Mr. Bagman, kalian seharusnya adalah juri yang tidak memihak, bagaimana menurut kalian tentang hal ini?" ucap Profesor Karkarof.
"Menurut peraturan, Potter harus tetap mengikuti turnamen ini, bagaimanapun juga, kontrak sihir telah mengikat, siapapun nama yang keluar dari piala api, harus mengikuti turnamen sampai akhir," jelas Mr. Crouch.
"Aku menuntut memasukkan nama ulang!" ucap Profesor Karkarof.
"Ya, aku setuju!" kata Madame Maxime.
"Sayangnya itu tidak bisa dilakukan," kata Mr. Ludo Bagman, "Piala api baru saja padam, dan ia tidak akan menyala lagi sampai diadakan turnamen selanjutnya."
"Buat apa selama hampir 1 tahun kemarin kita banyak berdiskusi dan berkompromi untuk mengatur ini semua?! Ini sangat tidak adil! Mungkin kita akan pulang saja Viktor, untuk apa mengikuti turnamen apabila di awal saja sudah ada kecurangan!" ucap Profesor Karkarof.
"Nonsense!!" ucap seseorang dari arah pintu.
Profesor Moody memasuki ruangan dan berkata lagi, "Kau jelas mengetahui, Karkarof, kalau juara mu tidak bisa meninggalkan turnamen. Dia terikat kontrak sihir. Dia dan semua juara harus bertanding. Termasuk Potter."
"Aku akan mengajukan keberatan kepada Konfederasi sihir internasional!" ucap Profesor Karkarof.
"Aku juga! Sangat tidak adil Ogwarts bisa mendapatkan kesempatan ganda?!" ucap Madame Maxime.
"Kalau ada yang keberatan seharusnya itu adalah Potter, tapi aku tidak mendengar ia mengucapkan sepatah kata pun," Profesor Moody berkata lagi.
"Kenapa ia harus keberatan, banyak orang yang ingin mengikuti Turnamen ini, bahkan rela mati demi menjadi juara!" Fleur Delacour berkata dengan sewot.
"Itulah point nya! Seseorang yang memasukkan nama Potter ke dalam piala api jelas mengetahui kalau Potter tidak mungkin meninggalkan turnamen bila namanya terpilih," Profesor Moody berhenti sejenak.
"Jadi siapapun yang memasukkan nama Potter ke dalam piala api, mungkin mengharapkannya mati," Moody berkata lagi.
"Jangan mengada-ada Moody, siapa juga yang menginginkan anak ini mati?!" Profesor Karkarof berkata.
"Kau tentunya tau siapa Harry Potter dan siapa penyihir yang akan sangat ingin ia mati," kata Moody.
"Kita semua tau Dark Lord telah menghilang 13 tahun yang lalu. Kau terlalu paranoid Moody, " ujar Karkarof, namun tampak ada sedikit ketakutan di suaranya.
"Kau menuduhku paranoid, sedangkan kau sendiri masih menyebutnya sebagai 'Dark Lord'?!" Profesor Moody tampak geram.
"Kini kita bisa mengira siapa yang mungkin saja memasukkan nama Potter ke dalam piala dan mengharapkannya mati! " ucap Profesor Moody lagi.
Rasanya sangat aneh dan aku ingin berteriak, mereka membahas diriku, bahkan kematianku seolah-olah aku tidak berada disini.
"Cukup Alastor!" ucap Profesor Dumbledore tiba-tiba.
"Sebaiknya kita tidak saling berprasangka," Profesor Dumbledore berkata dengan suara tenang.
"Bagaimana situasi nya bisa seperti ini, kita semua tidak tahu," Profesor Dumbledore berkata lagi. "Meskipun demikian, kita tidak mungkin membuat para juara tidak bertanding. Keempat nya harus bertanding karena tentunya kontrak sihir yang mengikat mereka, kita semua tentunya tidak mau hal buruk terjadi kepada anak murid kita."
"Tapi Dumbly-door... " Madame Maxime berkata.
"Madame Maxime yang baik, dengan segala hormat, apabila kau punya solusi lainnya, aku akan sangat senang mendengarnya, begitu pula denganmu Profesor Karkarof..." Profesor Dumbledore berkata lagi dengan sabar.
Aku berharap salah satu dari mereka akan berkata sesuatu. Namun keduanya hanya terdiam, jelas mengerti kalau tidak apa solusi ataupun alternatif lain untuk mengeluarkanku dari situasi ini. Oh Merlin! Kenapa selalu harus aku!
Karena tidak ada yang bicara lagi ataupun memberikan solusi lainnya, semua dianggap setuju untuk melanjutkan Turnamen.
"Baiklah kalau begitu, kita akan memulai Turnamen ini..." ucap Mr. Ludo Bagman dengan riang, seperti sebelumnya tidak ada yang saling berdebat.
"Barty, kau mau menjelaskan instruksi nya sekarang?" Mr. Bagman berkata lagi.
"Oh ya, tentu saja.. Jadi instruksinya adalah.. " Mr. Crouch mulai menjelaskan panjang lebar. Aku hanya setengah-setengah mendengarkan. Rasanya semua semua situasi ini terlalu banyak. Ajaib sampai saat ini aku belum muntah.
Setelah instruksi selesai disampaikan, Madame Maxime langsung merangkul Fleur Delacour keluar dari ruangan, sedangkan Profesor Karkarof memberi isyarat kepada Viktor Krum untuk mengikutinya keluar ruangan.
"Kalian sebaiknya segera kembali ke asrama kalian masing-masing. Aku percaya Hufflepuff dan Gryffindor menunggu kalian untuk merayakan ini. Tapi jangan lupa untuk beristirahat yang cukup ya," ucap Profesor Dumbledore kepadaku dan Cedric.
Kami mengangguk dan berpamitan keluar ruangan, lalu Aku dan Cedric berjalan pelan.
"Harry apakah kau baik-baik saja?" Cedric berkata kepadaku.
"Yeah, kurasa begitu.. Jika namaku keluar dari piala api karena ada yang ingin aku mati, kurasa aku bisa mengatasinya. Voldemort memang menginginkan kematianku sejak lama bukan?" Aku berkata pelan sambil tertawa miris.
"Itu bukan hal yang pantas dijadikan lelucon Harry," Cedric berkata lagi.
Aku menghela nafas, "Sungguh aku baik-baik saja.. Entahlah aku tidak mau terlalu memikirkannya."
Cedric memegang bahuku, membuatku berhenti, "Kita lalui ini bersama, okay?" ucap Cedric menenangkanku.
Aku mengangguk pelan, "Thanks, Cedric."
Cedric tersenyum lalu berkata lagi, "Tapi jangan kau ulangi leluconmu tadi di hadapan Jilian, dia bisa freak out berkepanjangan."
Aku tertawa kecil membayangkan reaksi Jilian, "Tentu saja Ced."
Kami melanjutkan berjalan menuju asrama, memasuki aula besar dari pintu di samping meja guru, aula kini telah kosong. Saat keluar dari pintu aula besar, pandanganku tertutup oleh warna merah, dan seseorang memelukku erat.
Jilian melepas pelukannya dengan mata berkaca-kaca, "Kau baik-baik saja? Mereka tidak menghukummu kan? Apakah kau tetap harus ikut turnamen? Kenapa namamu bisa keluar dari piala api?!"
"Pelan-pelan Jils," aku mendengar Cedric berbicara, mengalihkan perhatian Jilian. Tersadar Cedric juga ada disitu, Jilian menghambur ke arah Cedric dan memeluknya erat.
"Oh Cedric, selamat yaa.. Aku sangat bangga padamu," ucap Jilian pada Cedric.
"Jadi kau tidak bangga padaku?" aku berkata bercanda.
"Ouch!" aku berteriak, karena seseorang memukul lenganku dengan keras.
"Hermione! Kenapa kau memukulku?!" aku berkata sewot.
"Kau ini bodoh atau apa?! Tentu saja Jilian bangga padamu, aku juga bangga padamu. Tapi yang jelas kami khawatir sekali!" ucap Hermione sama sewot nya.
"Aku kan tadi cuma bercanda!" aku berkata sambil mengusap lenganku.
"Aku bangga padamu Harry, tapi seperti kata Hermione, kami sangat khawatir." Jilian berkata.
Aku menghela nafas, "Aku baik-baik saja, dan tidak dihukum. Aku harus tetap mengikuti turnamen ini. Dan aku tidak memasukkan namaku sendiri ke piala api.. Masih belum diketahui siapa yang memasukkan namaku.." aku berkata.
"Kami percaya kau tidak akan memasukkan namamu ke piala api, makanya kami sangat khawatir," ucap Jilian.
"Apakah ini ada hubungannya.. Maksudku, di Piala Dunia Quidditch yang lalu, tiba-tiba Death Eather menyerang, dan Tanda Kegelapan dirapalkan... Lalu sekarang namamu keluar dari piala api..." Hermione berkata.
"Mudah-mudahan saja ini tidak ada hubungannya," kali ini Cedric yang berkata.
"Sebaiknya kita segera kembali ke asrama, karena sebentar lagi batas waktu jam malam.. Aku masih seorang prefek, aku bisa memberi kalian detensi kalau kalian melewati jam malam.." ucap Cedric menyeringai.
Aku, Hermione dan Jilian memutar kedua bola mata kami, namun setuju untuk kembali ke asrama.
Mengucapkan selamat malam ke Jilian dan Cedric, aku dan Hermione menuju menara Gryffindor.
"Oh ya dimana Ron?" tanyaku pada Hermione, heran karena sahabatku yang satu itu tidak ada bersamanya.
"Entahlah, sejak pengumuman juara tadi, moodnya jadi jelek," ucap Hermione, membuatku bertanya-tanya, ada apa dengan Ron.
Sementara itu di ruang piala..
Dumbledore POV
"Bagaimana ini Albus? Siapa kira-kira yang memasukkan nama Potter ke piala api?" Minerva bertanya.
Aku memandang para staff guru ku yang ada di ruangan ini, Minerva dan Ponoma jelas tampak khawatir, Filius tampak memikirkan sesuatu, Severus memasang topeng dinginnya, dan Alastor seperti mengawasi kami dengan mata gaibnya.
"Aku juga tidak tahu Minerva.. Yang jelas Harry tidak memasukkan namanya sendiri ke dalam piala itu," aku berkata.
"Bagaimana kau bisa yakin akan hal itu?" ujar Severus.
"Aku melihat pikirannya.." aku berkata pelan.
Para Staff ku terkejut.
"Kau melakukan legilimens pada murid? Itu ilegal Album!" kini Filius yang bertanya.
"I have to.. Bukannya aku tidak percaya pada Harry, tapi aku tidak punya pilihan.. Tadi aku harus yakin ia berkata jujur untuk membelanya dihadapan semua. Dan, Harry berkata jujur, ia tidak memasukkan namanya ke dalam piala api... " aku menjelaskan.
"Mungkinkah ada hubungannya?" Ponoma tiba-tiba berbicara.
"Ya.. Pertama Death Eather menyerang di piala dunia quidditch, lalu tanda kegelapan dirapalkan.. Dan sekarang nama Potter tiba-tiba keluar dari piala api.. " Minerva berkata dengan khawatir.
"Aku tidak tahu Minerva, yang pasti kita perlu tetap waspada," ucapku menatap mereka.
Lalu aku membubarkan mereka karena hari sudah cukup malam, dan masih banyak yang harus dilakukan untuk besok sampai setahun kedepan.
Mudah-mudahan ini semua bukan ulah Tom dan para pengikutnya, aku berharap dalam hati.
