Disclaimer : I don't own Harry Potter!
Please enjoy the story :)
Dumbledore POV
Keputusan yang sudah diambil untuk tetap melanjutkan turnamen tetap tidak membuat Karkarof dan Maxime puas. Laporan kepada Konfederasi Kerjasama Internasional tetap disampaikan.
Pertemuan mendadak yang berlangsung di kementerian, mengenai masalah mengapa sampai ada juara keempat, berlangsung cukup alot dan berlarut-larut sampai beberapa hari.
Pihak Durmstrang dan Beauxbatons bersikukuh merasa dicurangi. Namun tidak ada yang salah dengan lingkaran batas usia yang telah dilakukan, ataupun prosedur-prosedur lainnya dari turnamen ini. Semua sesuai dengan apa yang telah direncanakan selama setahun belakangan, kecuali tiba-tiba ada juara keempat dalam turnamen ini.
Tidak terbukti bahwa diriku ataupun staff Hogwarts lainnya berbuat kecurangan demi mendapatkan kesempatan ganda. Tidak terbukti pula kalau Harry atau para murid lainnya yang berbuat curang. Karena seperti apa yang Alastor katakan bahwa hanya mantra confundus dari seorang penyihir hebat dan telah berpengalaman saja-lah yang mampu membuat piala api mengira Harry adalah juara keempat. Itu benar sekali, karena piala api ini sudah sejak berabad-abad yang lalu hanya memilih tiga juara. Dan para murid rasanya tidak mungkin memiliki kemampuan itu.
Ditambah lagi kejadian ini dihubung-hubungkan dengan kejadian serangan Death Eather dan Tanda Kegelapan pada piala dunia quidditch musim panas yang lalu. Membuat perdebatan makin sengit, karena beberapa orang yang terlibat disini pernah memiliki masa lalu yang terhubung dengan Voldemort.
Karena hal itu, demi keamanan diputuskan beberapa auror akan ditempatkan di Hogwarts, guna mendampingi berlangsungnya turnamen ini. Madam Bones akan membantu mengatur penempatan para auror tersebut.
Masalah ini sudah bukan lagi sekedar turnamen antar sekolah, dibaliknya jelas ada pihak yang memanfaatkan situasi ini, namun belum ada bukti yang mengarah pada seseorang ataupun sekelompok pihak. Dan bila situasi ini tidak diredam, bisa memicu timbulnya kerusuhan bahkan perang saudara.
Maka dari itu aku memutuskan mengundurkan diri dari menjadi juri di turnamen ini, walaupun para staff guru ku memprotes akan hal itu, Karkarof dan Maxime tampak bisa menerimanya, dan percekcokan pun mereda. Sebagai gantinya, dipilih juri yang tidak memihak dari Konfederasi Kerjasama Internasional, Mr. Lumiere Parrish.
Walaupun begitu, kewaspadaan tetap harus ditingkatkan. Sebagian dari diriku mempertimbangkan, apakah sekarang ini sudah saatnya lagi untuk mengaktifkan Orde..
Jilian POV
'Dukung Cedric Diggory, juara sejati Hogwarts!'
'Potter bau!!'
Benar-benar kekanakan, pikirku! Melihat lencana yang kini digunakan oleh banyak murid-murid Hogwarts, termasuk teman-teman asramaku.
"Kenapa kalian menggunakan itu?" aku bertanya sewot kepada Hannah, Ernie dan Justin, di koridor yang menuju ruang asrama kami.
"Kenapa memangnya? Cedric kan memang juara Hogwarts yang sesungguhnya," ucap Hannah.
"Iya, masa kita mau mendukung juara yang berbuat curang," Ernie menambahkan.
"Harry tidak berbuat curang. Namanya tiba-tiba keluar dan tidak ada yang tahu siapa yang memasukkan namanya ke dalam piala api," aku membela Harry.
"Dari mana kau tahu ia tidak bohong?" Justin berkata.
Rasanya aku sangat kesal kepada mereka, "Harry tidak bohong! Kalian.. "
"Kenapa sih kau selalu membela Potter? Harusnya kau yang paling kesal dengan Potter, ia kini punya kesempatan menggeser kakakmu dari menjadi juara turnamen," kata Hannah memotong perkataanku.
"Iya, kamu ini bukannya membela kakakmu. Dia juara Hogwarts asli, yang akan mengharumkan nama sekolah dan nama asrama kita," Ernie berkata.
"Benar, dengan begitu asrama lain tidak lagi akan menganggap remeh asrama kita," Justin menambahkan.
"Jadi itu yang kalian pikirkan?!" aku mulai berteriak marah, "Kalian pikir turnamen ini hanya untuk main-main saja dan sekedar mengharumkan nama asrama?! apa kalian tidak pernah baca, resiko yang harus dihadapi oleh para juara?! Mereka.."
"Jilian," seseorang memotong perkataanku sambil menyentuh bahuku.
Aku menoleh dan melihat Cedric lah orangnya, lalu ia berkata, "Terimakasih karena kalian mendukungku, tapi aku harap kalian melepas lencana itu.." Cedric berkata dengan tenang kepada Hannah, Ernie dan Justin.
"Darimana sebenarnya kalian mendapatkan lencana itu?" aku bertanya tiba-tiba.
"Malfoy membagi-bagikan lencana itu secara gratis kepada siapapun yang mau menggunakannya," Susan lah yang menjawab, membuatku menyadari kehadirannya di samping Cedric.
"Malfoy?!" aku dan Cedric sama-sama berkata terkejut.
Tentu saja Draco dengan segala bentuk persaingannya yang kekanakan kepada Harry akan membuat lencana seperti ini.
"By the way.. Cedric kau dipanggil ke ruang meeting para guru," Susan tiba-tiba berkata lagi.
"Ada apa?" tanya Cedric.
"Entahlah sesuatu yang berhubungan dengan turnamen kurasa.." kata Susan.
"Baiklah Susan, terimakasih," Cedric berkata pada Susan. Hannah, Ernie, dan Justin menganggap ini tanda bagi mereka untuk pergi, dan meninggalkan kami.
"Jilian, kau akan baik-baik saja? Aku harus menemui panitia sebentar," Cedric berkata padaku.
Sesungguhnya aku tidak baik-baik saja, aku masih sangat kesal sampai ingin menangis, tapi aku berkata, "Ya tentu saja, pergilah."
Cedric masih menatapku khawatir, "Ada Susan yang menemaniku," aku berkata lagi.
"Ya Ced, tenang saja," kata Susan, "Sebaiknya kau segera pergi, juara dari sekolah lain tadi kulihat sudah berkumpul," Susan melanjutkan.
"Baiklah, aku pergi dulu," Cedric berkata dan segera menuju ke ruang meeting para guru.
Aku menghela nafas panjang, "Kau tidak menggunakan lencana itu?" tanyaku pada Susan.
"Uhm.. Nope.. Aku mendukung Cedric tentunya.. Tapi kurasa lencana itu agak kekanakan," Susan berkata sambil kami berjalan pelan.
"Akhirnya ada seseorang yang berpikiran sama denganku!" aku berkata.
"Walaupun aku penasaran sebenarnya," kata Susan.
"Soal apa?" tanyaku.
"Bagaimana nama Potter sampai bisa ada di piala api.." Susan berkata.
"Kau juga mengira kalau Harry berbuat curang?!" aku bertanya agak sewot, masalah ini benar-benar membuatku cepat kesal.
"Oh tidak Jils, bukan begitu, tenanglah.. Aku tahu Potter tidak berbuat curang," kata Susan.
"Kenapa kau bisa seyakin itu? para murid lain sampai saat ini masih mengira Harry berbuat curang," aku bertanya heran.
"Kalau kau memperhatikan, panitia turnamen kini bertambah banyak, sebenarnya diantara mereka ada beberapa auror yang menyamar," Susan berkata pelan.
"Auror?!" kataku terkejut.
"Sssttt! Jangan keras-keras Jil!" ucap Susan berbisik.
"Kenapa ada auror yang menyamar diantara panitia?" tanyaku berbisik.
"Ya karena masalah adanya juara keempat. Setelah malam pengumuman para juara, diadakan pertemuan mendadak di kementerian, pihak Durmstrang dan Beauxbatons tetap tidak menerima Hogwarts punya dua juara, mereka melaporkan ke Konfederasi Kerjasama Internasional. Pertemuan berlangsung alot bahkan sampai berhari-hari. Tapi tidak ditemukan bukti kecurangan, namun dikhawatirkan hal ini ada hubungannya dengan kejadian sewaktu piala dunia quidditch kemarin. Maka demi keamanan, beberapa auror ditempatkan untuk mengawasi jalannya turnamen ini," Susan menjelaskan.
"Jadi aku percaya Potter tidak berbuat curang," Susan menambahkan.
Aku terbengong mendengar penjelasan Susan, "Bagaimana kau bisa tau semua itu?"
Sebelum Susan menjawab, aku berkata lagi, "Wait.. Tentu saja dari Tantemu kan?"
Susan mengangguk, " Tapi ingat Jilian, ini semua adalah rahasia, Ok? Aku memberitahumu karena aku percaya padamu. Lagipula Cedric terlibat di turnamen ini, mengetahui adanya auror yang bertugas mudah2an bisa membuatmu menjadi lebih tenang."
"Terimakasih Susan," aku berkata.
"Oh iya, Profesor Dumbledore mengundurkan diri dari menjadi juri di turnamen ini," tiba-tiba Susan berkata lagi.
"Apa? Kenapa?" aku terkejut lagi.
"Keputusan itu dilakukannya untuk meredam kedua kepala sekolah yang lain, bagaimanapun Hogwarts punya dua juara, dan mereka merasa tidak adil," Susan menjelaskan.
"Oo begitu.. Semuanya jadi rumit ya..," aku bergumam pelan.
"Ya begitulah.. Semoga tidak berkepanjangan," Susan berkata pelan. Dalam hati aku setuju, semoga semua ini tidak berkepanjangan.
Aku mungkin terlalu fokus pada hal ini dan tidak menyadari saat mengobrol barusan, ternyata ada yang menghampiri kami dari kejauhan.
"Well.. Well.. Well.. Bukankah ini duo hufflepuff favoritku," kata suara seseorang yang kukenal. Aku menoleh dan melihat Blaise mendekati kami sambil menyeringai. Draco berjalan santai di belakangnya, dengan seringaian yang sama, begitu pula Pansy. Crabe dan Goyle berjalan di belakang mereka seperti penjaga pribadi.
"Hi guys.." aku menyapa mereka.
"Hi Jilian.. Dan tentunya.. Halo Susan ku yang manis... " Blaise mulai menggoda Susan.
"Aku bukan Susan mu, Zabini," kata Susan ketus.
"Hi Dear.. " kata Draco menghampiriku sambil tersenyum.
Senyumku hilang saat melihat lencana yang terpasang di jubah Draco.
'Dukung Cedric Diggory, juara sejati Hogwarts!'
Aku melihat Pansy, Crabbe dan Goyle juga mengenakan lencana itu, tapi Blaise tidak.
Draco pasti menyadari aku memandang lencananya lalu berkata, "Oh iya, kau mau satu?"
Draco mencari-cari di saku jubahnya, lalu mengeluarkan sebuah lencana yang sama, dan menaruhnya di telapak tanganku, "Tentunya kita hanya mendukung Cedric kan, juara Hogwarts yang asli," ucap Draco.
Aku masih belum berkata apa-apa karena terlalu terkejut, hanya menatap lencana itu.
"Lihat ini Jilian," Draco menekan bagian tengah lencana yang ada di tanganku sekarang, lalu tulisan di lencana itu berubah menjadi 'Potter bau!'.
Kemudian menekan lencana di jubahnya, begitu pula Pansy, Crabbe dan Goyle, serentak tulisan di lencana mereka berubah menjadi 'Potter bau!', membuat mereka semua tertawa.
"Kau tau! Semua ini tidak lucu! Dan sangat kekanakan!" aku berkata marah.
"Oh ayolah Jils, kau tidak mungkin mendukung orang yang berbuat curang kan?" kata Draco
"Harry tidak curang!" aku berkata lagi.
"Darimana kau tau ia tidak curang?" Draco berkata mulai sewot padaku.
"Susan katakan sesuatu," aku meminta bantuannya.
"Iya, begitulah.. Potter tidak curang, kurasa kau tau hal ini Malfoy. Ayahmu pasti menghadiri pertemuan dengan Konfederasi Kerjasama Internasional, kan?" Susan berkata.
Aku terkejut mendengarnya, ya, Malfoy Corp memang memiliki peran pada turnamen ini, Draco pun pasti mengetahui tentang pertemuan itu dari Uncle Lucius.
"Well.. Yeah.. Tapi tetap saja, juara Hogwarts yang sejati adalah Cedric, bagaimana pun namanya keluar lebih dulu dari piala api," Draco berkata.
"Ah iya, apa kau juga mau satu?" tanya Draco pada Susan sambil menunjuk lencana di jubahnya.
"No, thanks," jawab Susan singkat.
"Sayang sekali, padahal seluruh anak-anak di asrama kalian bersemangat sekali menggunakan lencana ini," ucap Draco lagi.
"Ya, Draco membuatnya sendiri, kami membantu memperbanyaknya," tiba-tiba Pansy bergabung dan bicara.
"Well.. Harus kuakui ini gabungan antara ilmu Transfigurasi dan Charm yang luar biasa," kata Susan.
"Susan?! Kau juga setuju dengan lencana ini?!" aku makin sewot.
"Oh tidak, maksudku.. Di luar kalimat di lencana itu, aku hanya mengagumi kemampuan Transfigurasi dan Charm dari pacarmu Jil," Susan berkata polos, dan aku tidak menghiraukan ucapannya yang mengatakan Draco adalah pacarku.
"Nah kan?! Bones saja mengerti kalau ini adalah hasil karya yang bagus. Kenapa kau malah sewot Jilian," Draco berkata menyeringai.
"Kau.. Kenapa sih kalian tidak bisa sedikit lebih dewasa.. Lihat Blaise, ia tidak mengenakan lencana itu," aku berkata.
Tapi kemudian Draco terkekeh, "Jilian sayang, Blaise mungkin tidak menggunakan lencana itu, tapi semua ini awalnya adalah ide Blaise."
"Apa?!" aku berkata sambil menoleh ke arah Blaise yang menyeringai.
"Kita kan butuh lelucon Jils, jangan terlalu serius, lagian kenapa sih Potter yang diejek, tapi kamu yang marah?" ucap Blaise dengan tenang.
"Aku tidak percaya ini.. Terserah kalian saja," ucapku marah sambil mengembalikan lencana itu ke tangan Draco, lalu pergi meninggalkan mereka.
"Jilian, kau mau kemana?" ucap Draco sambil menahan lenganku.
"Lepaskan aku Drake!"
"Kau mau kemana?" Draco berkata lagi.
"Mencari Cedric!" ucapku pada Draco sambil meronta melepaskan lenganku dari genggamam tangan Draco, lalu pergi meninggalkan mereka.
Sebelum berbelok di ujung koridor, aku masih bisa mendengar Blaise berkata, "Let Her, Drake.. Beri waktu Jilian menenangkan diri," sambung Blaise.
Aku berjalan dengan kesal menyusuri koridor-koridor Hogwarts yang panjang menuju ruang meeting para guru. Saat berbelok ke koridor dimana ruangan itu berada, aku hampir saja bertabrakan dengan seseorang.
"Jilian!"
"Harry!"
"Kau kenapa? Kau tampak kacau," ucap Harry.
"Aku.. Tidak.. Aku tidak apa.. Tapi.. Aku hanya... Dimana Cedric?" aku berkata.
"Entahlah, Ced selesai lebih dulu," kata Harry.
"Oh begitu.."
"Apakah ada sesuatu? Kau terlihat tidak baik-baik saja Jilian," Harry berkata khawatir.
Aku menggigit bibirku, menahan segala emosi yang kini campur aduk dalam diriku.
"Kau mau ke suatu tempat yang lebih tenang?" Harry berkata pelan, aku menjawabnya dengan anggukkan, khawatir kalau bicara diriku akan meledak atau bahkan menangis.
Harry lalu menggenggam tanganku dan aku membiarkannya menuntunku berjalan keluar pintu depan kastil. Kami menuju sebuah pohon besar di tepi danau.
Saat itu kami tidak menyadari bahwa ada seseorang yang mengawasi dari balik pintu ruang meeting para guru. Hasilnya adalah berita menghebohkan di Daily Prophet.
Sebelumnya Daily Prophet memberitakan tentang 'Cerita Kehidupan yang mengharukan dari The boy who live'. Kali ini Rita Skeeter menulis sebuah artikel tentang
'Kisah Asmara The boy who live'
Di balik kisah kehidupannya yang mengharukan. The boy who live, saat ini makin tenar karena berhasil lolos menjadi salah satu juara Hogwarts untuk Turnamen Triwizard. Bahkan para gadis-gadis saling berebut untuk bisa bersamanya.
Kita semua mengetahui kalau Hermione Granger adalah pacar Harry Potter. Selama ini Granger adalah satu-satunya gadis yang selalu dekat dengannya. Mereka berkelit kalau hubungan diantara mereka hanya sebatas sahabat, tapi bukti foto di bawah ini jelas menunjukkan bahwa mereka lebih dari hanya sahabat.
(Tampak sebuah foto hitam putih Harry dan Hermione sedang duduk di salah satu bangku perpustakaan. Foto itu memperlihatkan Hermione yang bergerak merangkul Harry, dan Harry pun bersandar di bahunya. Foto itu bergerak berulang-ulang)
Namun seperti menyadari ketenarannya sekarang ini, tampaknya Harry Potter pun mulai melebarkan sayapnya, merangkul para gadis yang mengejar-ngejarnya.
Terbukti dengan kejadian baru-baru ini. Harry Potter tertangkap basah bersama seorang gadis yang bukan Hermione Granger. Gadis ini berambut merah gelap sepunggung, mereka terlihat sedang bicara serius, dan wajah Harry Potter menunjukkan bahwa dirinya sangat perhatian pada gadis ini. Kemudian Potter menggandeng tangannya dengan mesra dan mereka pergi berdua ke suatu tempat.
Siapakah gadis berambut merah ini? Apa hubungan mereka sebenarnya? Apakah Potter membuat skandal di belakang Granger? Atau ini adalah cinta segitiga?
Artikel ini diakhiri dengan sebuah foto hitam putih, namun karena foto ini diambil dari belakang diriku, wajahku tidak terlihat. Yang tampak jelas adalah wajah Harry yang khawatir lalu bergerak menggenggam tanganku dan membawaku pergi.
Sayangnya bagi orang-orang terdekatku, sangat mudah menebak siapa gadis dalam foto itu.
"Aku ingin percaya kalau gadis dalam foto ini bukan dirimu," ucap Draco tiba-tiba mencegatku sebelum masuk ke aula besar, ia menunjukkan Daily Prophet yang berisi artikel itu.
"Kau percaya apa yang Skeeter tulis? Kau tahu reporter seperti apa dia," ucapku pada Draco.
"Dan kau tidak menyangkal kalau yang ada di foto ini bukan dirimu!!" Draco berkata lagi dengan nada suara yang dingin, namun aku tau ia sangat kesal.
"Ada apa ini?!" Seseorang bicara yang ternyata adalah Harry.
"Kau baik-baik saja Jilian? Apa yang kau lakukan Malfoy?!" Harry berkata geram kepada Draco.
"Aku tidak ap.."
"Kau!! Seharusnya aku yang tanya, apa yang kau lakukan?! Berani-beraninya kau mendekati Jilian!!" Draco lepas kendali sambil menunjuk-nunjuk Harry.
"Drake, tenanglah, jangan kau percaya artikel sampah itu!!" ucapku histeris.
Harry menyeringai, tidak membuat suasana menjadi lebih baik, "Aku tidak keberatan kalau Malfoy percaya artikel itu, tidak apa-apa kan, Jilian."
"Harry!!" ucapku memperingatkan.
"Yah.. Biarpun kita tahu tulisan Skeeter kebanyakan adalah bualan," Harry berkata lagi.
Draco terlihat seperti berusaha mengendalikan dirinya, "Menjauh dari Jilian!" Draco berkata dengan suara dingin dan berbahaya.
"Kalau aku tidak mau bagaimana, hah?" Harry menantang Draco. Oh Merlin!
"Sudah cukup! Kalian berlebihan!" aku berteriak.
"Ada apa ini?" ucap seseorang yang ternyata adalah Profesor Moody, "Ada keributan apa ini?"
"Tidak ada Profesor," aku berkata diantara Harry dan Draco yang masih saling menatap tajam.
"Kembali ke meja asrama kalian kalau begitu," perintah Profesor Moody.
"Ayo, Drake," aku menarik Draco pergi, tapi Harry tampaknya masih ingin bersenang-senang dengan situasi ini.
Aku mendengar Harry berkata, "See you later, Jilian Dear.."
Dan Draco akhirnya lepas kendali, ia berbalik sambil mengacungkan tongkatnya, namun saat Draco akan merapalkan mantra, tiba-tiba terdengar suara ledakan dan asap putih timbul di tempat Draco berdiri.
"Tidak boleh Nak! Aku paling tidak suka orang yang menyerang dari belakang," ucap Profesor Moody sambil mengacungkan tongkatnya ke musang putih yang ketakutan di tempat Draco tadi berdiri.
Murid-murid lainnya ikut ketakutan, musang putih itu kini terlempar ke atas dan terbanting ke lantai berkali-kali dikendalikan oleh tongkat Profesor Moody.
"Jangan.. Lagi.. Berbuat.. Seperti.. Itu.." ucap Profesor Moody setiap ia melempar dan membanting musang itu.
"Apakah itu Malfoy?" seseorang berkata, membuat beberapa murid mulai tertawa.
Menyadari bahwa Draco menghilang, sudah pasti musang putih itu adalah dirinya. "Hentikan," ucapku.
"Profesor Moody!!! Apa yang kau lakukan?" Profesor McGonagal tiba-tiba bergabung bersama kami, belum pernah aku sesenang ini melihatnya.
"Mengajar," jawab Profesor Moody masih sambil melempar dan membanting Draco.
"Hentikan, kumohon!" aku berkata lagi.
"Apakah itu seorang murid?!" Profesor McGonagal terkejut, lalu mengeluarkan tongkatnya dan dengan suara letupan keras, mengembalikan Draco ke dirinya lagi, dengan posisi terpuruk di lantai.
"Draco," aku mendekatinya khawatir, membantunya berdiri, rambut pirangnya kini berantakan, wajahnya merah dan kedua matanya tampak menahan tangis. Beberapa luka memar dan lecet terlihat di wajah dan lengannya.
"Kita tidak pernah menggunakan transfigurasi sebagai hukuman, Alastor!" Profesor McGonagal tampak marah. "Aku yakin Profesor Dumbledore sudah menyampaikan ini padamu!"
"My Father will hear about this," Draco berkata dingin.
"Draco sudah," aku berbisik memperingatkan.
"Oh yeah?! Aku kenal ayahmu, Nak.. Bilang saja Moody mengawasi anaknya," Profesor Moody berkata.
"Cukup Alastor!! Miss Diggory, tolong bawa Mr. Malfoy menemui Madam Pomfrey," Profesor McGonagal berkata lagi.
Aku menjawab dengan anggukkan lalu menggandeng lengan Draco, membawanya ke Hospital Wing dan menjauh dari mereka semua.
Aku sangat kesal pada Profesor Moody! Juga pada semua orang yang menertawakan Draco!
Draco hanya diam saja selama perjalanan menuju Hospital Wing dan selama Madam Pomfrey memeriksa dan mengobatinya, aku yang menjawab semua pertanyaan Madam Pomfrey mengenai luka-luka di tubuh Draco. Kejadian ini tampaknya sangat melukai harga dirinya.
