Disclaimer : I don't own Harry Potter!
Please enjoy the story :)
Harry POV
Para juara memiliki banyak waktu sebelum tugas kedua, karena tugas kedua akan diadakan pada bulan Februari. Namun petunjuk mengenai tugas kedua ini ada pada telur emas yang kami dapatkan dari menghadapi para naga. Sayangnya mendapatkan petunjuk dari telur emas itu tidaklah mudah. Ketika kau membuka engsel telur emas tersebut, yang kau dapatkan adalah suara keras yang memekakan telinga.
"Seperti suara Banshee," Ron berkomentar.
Entah bagaimana caranya untuk mendapatkan petunjuk dari suara yang telinga kita tidak tahan untuk mendengarnya. Cedric tampak tenang menghadapi telur emas itu, namun hal ini cukup membuatku frustrasi.
Jilian dan Hermione berusaha membantu dengan mencari arti suara memekakan telinga dari berbagai buku di perpustakaan, namun belum menemukan hasilnya.
Sementara itu perhatian murid-murid Hogwarts lainnya, terutama para murid perempuan kini dipenuhi oleh kegiatan pesta dansa Natal yang akan diadakan sebagai bagian dari tradisi Turnamen Triwizard. Entah kenapa murid-murid perempuan akan tertawa cekikikan setiap kali kami para juara melewati mereka.
Menurut Jilian mereka mengharapkan diajak menjadi pasangan ke pesta dansa. Oh, Merlin! Bahkan diantara mereka ada yang terang-terangan menggodaku.
Bagi Krum, dikejar-kejar oleh para fans adalah hal yang biasa, karena ia adalah memang seorang selebriti, bintang quidditch. Bagi Delacour yang keturunan Veela, dikagumi oleh pemuda adalah hal yang normal. Bagi Cedric yang berwajah tampan dan merupakan pelajar favorit, tentunya dikelilingi oleh murid-murid lainnya juga bukan hal yang aneh. Namun bagiku, hal ini sangat tidak biasa. Biarpun aku memiliki julukan 'The boy who live', 'Saviour of wizarding world', kehidupanku sejak awal yang aku ingat bersama keluarga Dursley bukanlah kehidupan yang dipenuhi perhatian, kasih sayang ataupun dikagumi oleh banyak orang. Maka segala bentuk perhatian yang sekarang kuterima ini seringkali membuatku tidak nyaman.
Profesor McGonagal mengatakan bahwa para juara dan pasangannya akan membuka pesta dansa. Awalnya kukira mengajak anak perempuan ke pesta dansa adalah hal yang mudah, namun kini kurasa menghadapi naga tampak lebih mudah daripada menghadapi mereka.
"Kenapa mereka selalu bergerombol?" ucapku melihat Cho Chang dan teman-temannya di meja ravenclaw.
"Kau sudah tau siapa yang akan kau ajak?" kata Ron.
"Kalau tidak buru-buru, nanti kehabisan yang cantik," sambung Dean.
"Memangnya kau sendiri sudah punya pasangan?" tanya Seamus.
Beberapa hari ini selalu tentang pesta dansa dan bagaimana mendapatkan pasangan yang menjadi topik pembicaraan.
Aku mengambil gelas di depanku dan meminum airnya sambil melihat ke arah meja ravenclaw. Aku bisa melihat Cho sedang mengobrol dengan teman-temannya. Tiba-tiba ia melihat ke arahku lalu mata kami saling bertatapan. Senyuman Cho yang sangat manis membuatku terpana, tanpa berpikir aku membalas senyumannya, membuat air dalam mulutku yang belum kutelan keluar seketika, segera aku mengambil serbet dan mengelap bibir serta jubah bagian depanku yang kini basah. Aku melihat lagi ke arah Cho, ia memandangku iba, sedangkan teman-temannya tertawa cekikikan melihatku.
Bagus sekali Harry! Bukannya memberikan kesan baik, kau malah tampak bodoh dan mempermalukan dirimu sendiri.
"Hi Harry!" tiba-tiba seseorang memanggilku.
"Oh, hi Collin," jawabku.
"Kau dipanggil ke ruang meeting guru," Collin memberitahuku.
"Oke, terimakasih Collin," jawabku dan bangkit untuk menuju kesana.
"Aku pergi dulu," ucapku pada Ron, Dean dan Seamus.
"Sepertinya ini tentang urusan turnamen," ucap Collin lagi yang ternyata berjalan mengikutiku.
"Ah iya, tentu saja," kataku.
"Kau hebat sekali sewaktu menghadapi naga, Harry," Collin masih mengikutiku.
Aku berhenti, "Collin, ini memang hari sabtu, tapi apakah tidak ada sesuatu yang mungkin perlu kau lakukan?"
"Ah iya, kau benar, aku harus segera menuju detensi dengan Profesor Snape," jawabnya dengan senyum lebar.
Aku menduga-duga, apa yang dilakukannya hingga mendapatkan detensi, "Sebaiknya kau tidak terlambat, kau pasti tahu seperti apa Snape."
Ekspresi mukanya tampak horor, " Kau benar, aku pergi dulu," ucapnya sambil menuju dungeon.
Aku menghela nafas lega, bisa dibilang Collin adalah salah satu fans Harry Potter, lalu melanjutkan melangkah menuju ruang meeting guru.
Sore harinya aku dan Cedric keluar dari ruang meeting guru masih mengenakan pakaian olahraga bermerk 'Silver Lightning' lengkap dengan sepatu dan kaus kakinya dengan merk yang sama. Kami juga membawa koper besar bertuliskan 'Silver Lightning' yang berisi beberapa pasang pakaian serta beberapa perlengkapan olahraga lainnya. Awalnya kupikir hadiah menjadi brand ambassador untuk produk ini adalah bagi pemenang turnamen saja. Ternyata ini adalah hadiah bagi semua juara terpilih, dan proses pemotretan sudah dimulai dari sekarang.
"Aku tidak pernah menyangka, menjadi model dan difoto ini itu akan begitu melelahkan," aku berkata pada Cedric ketika kami berjalan menyusuri koridor.
Cedric terkekeh, "Setuju denganmu.. Jika bukan karena bagian dari turnamen ini.."
"Cedric.. Harry.." aku mendengar suara Jilian, ia melambaikan tangannya dan berjalan dari ujung koridor menghampiri kami.
"Hi Jils.." aku dan Cedric berkata bersamaan.
"Bagaimana photo session nya?" tanya Jilian.
"Melelahkan.." jawabku, Ced hanya terkekeh saja.
"Hehehe.. Lalu barang-barang ini, untuk kalian juga?" kata Jilian lagi sambil melihat-lihat isi koper kami.
"Iya, bagian dari hadiah turnamen, seluruh juara menjadi brand ambassador dan ya ini semua untuk kami.." kata Cedric.
"Wow!! Ini semua bagus-bagus," kata Jilian.
"Kalau kau mau, kau tentu tinggal bilang pada Draco, dia pasti akan memberimu satu set perlengkapan olahraga khusus untuk perempuan," Cedric berkata lagi.
"Iya sih.. Ah sudahlah buat apa," Jilian berkata terkekeh. Tapi mendengar perkataan Cedric membuatku berpikir tentang hubungan Jilian dan Malfoy.
"Aunty Cissa pasti senang sekali," ucap Jilian cekikikan.
Cedric menghela nafas, "Ya, tentu saja," katanya.
"Aunty Cissa?" tanyaku.
"Dia Ibu Draco," kata Jilian.
"Dari dulu selalu ingin Cedric menjadi model salah satu produk Malfoy Corp., tentu kau bisa lihat wajahnya yang tampan kan Harry," Jilian melanjutkan terkekeh.
"Hahahah very funny Jilian, siapa juga yang tampan?" kata Cedric.
"Kau terlalu merendah Ced, semua orang tau kau tampan, bahkan Narcissa Malfoy pun mengakuinya, kadang aku menduga-duga kalau kau adalah seorang perempuan, ia akan lebih setuju kalau Draco memilihmu daripada aku," Jilian berkata sambil tertawa.
Cedric memutar kedua bola matanya tapi tertawa, lalu berkata, "Kau berlebihan Jils.."
"Eh, aku ke kamar kecil dulu, kalian tunggu disini ya, aku titip tas-ku sebentar," ucap Jilian tiba-tiba sambil menyerahkan tasnya padaku lalu masuk ke pintu toilet anak perempuan.
"Aku juga mau ke kamar kecil, tunggu sebentar ya Harry," kata Cedric dan masuk ke pintu toilet anak laki-laki.
Aku menunggu Cedric dan Jilian bersandar di dinding koridor diantara pintu toilet anak laki-laki dan anak perempuan yang bersebelahan. Lalu pintu toilet anak perempuan terbuka dan keluar seseorang yang tak kuduga akan bertemu disini.
"Cho..," aku berbicara tanpa bisa kutahan.
"Harry!" ucapnya tampak terkejut melihatku.
"Hai!" ucapku lagi dengan senyum lebar.
"Hai.." balas Cho tersenyum.
Aku masih saja tersenyum memandang kagum wajah cantiknya.
"Sedang apa kau disini?" tanya Cho mengalihkan pikiranku.
"Oh.. Aku.. Uhm.. Sedang," sedang apa ya pikirku, aku benar-benar tidak bisa konsentrasi.
Cho memandangku dengan ekspresi heran yang imut sekali. Fokus Harry!
"Aku.. Sedang.. Menunggu seseorang..," aku berkata.
"Oh," jawab Cho dan pipinya merona, "Kau menunggu siapa?" tanyanya pelan sambil tersenyum.
Saat aku akan menjawab, pintu toilet anak perempuan terbuka, "Harry, bisakah kau ambilkan di dalam tas-ku..." Jilian berkata.
"Oh, Hi Cho!" Jilian tampak menyadari kehadiran Cho disitu.
Wajah Cho tampak bingung tapi ia berkata, "Hi Jilian."
Jilian menghampiriku dan mengambil tasnya dari tanganku.
"Jadi kau menunggu Jilian ya..," Cho berkata dengan ekspresi yang tampak.. kecewa? Kenapa ia kecewa?
"Aku.. Uhm.. Iya..," jawabku gugup.
Jilian masih mencari-cari sesuatu di dalam tasnya.
"Kalian memang dekat ya...," Cho tiba-tiba berkata, "Seperti yang diberitakan di Daily Prophet.."
"Waduh Cho.. Please, jangan kau juga..," Jilian berkata, "Kau pasti tau Prophet tidak selalu menuliskan yang sebenarnya, apalagi bila Skeeter penulis artikelnya."
"Oh..," reaksi Cho.
"Ah ini dia, tolong titip lagi sebentar ya Harry," kata Jilian sambil kembali masuk ke dalam toilet anak perempuan.
Entah apa yang dipikirkan oleh Cho, tapi aku sangat gugup. Pikiranku berteriak agar aku segera mengajaknya menjadi pasanganku ke pesta dansa.
"Cho, apakahkaumaujadipasangankudipestadansananti?" aku berkata terburu-buru.
Cho mengernyitkan dahinya, "Maaf Harry, apa yang kau katakan barusan?"
Aku menghela nafas lalu berkata lagi, "Apakah kau mau.. jadi pasanganku di pesta dansa nanti?"
Cho tampak terkejut mendengar permintaanku.
"Bagaimana dengan Jilian?" tanya Cho.
Aku bingung dan berkata, "Memangnya kenapa dengan Jilian?"
"Kalian tampak sangat dekat," Cho berkata.
"Iya begitulah..," kataku, "Tapi tidak seperti yang diberitakan di Prophet.."
"Kami hanya.. Well.. Bagaimana ya, ini cukup complicated..," kataku lagi.
Jawabanku sepertinya tidak membuat Cho puas, ia masih tampak kecewa. Kenapa sebenarnya?
Lalu pintu toilet anak laki-laki terbuka dan Cedric keluar dari sana.
"Hi Cho," ucap Cedric dengan senyum lebar.
Cho terlihat kaget melihat Cedric, tapi berkata, "Hi Cedric."
"Kalian sepertinya sudah kenal?" kata Cedric lagi kepadaku dan Cho.
"Uhm iya..," jawab Cho, "Sebagai sesama seeker," ucapnya sambil tertawa kecil, yang sangat manis dan membuat lututku lemas.
Cedric tertawa, "Ah iya benar juga kita semua kan sama-sama seeker," Cedric berkata sambil merangkul Cho. Apa?! Kenapa Cedric merangkulnya? Kenapa mereka?!
Aku memperhatikan Cho tersenyum gugup. Tapi ia juga tidak melepaskan rangkulan Cedric.
"Tidak semua, aku seorang chaser," tiba-tiba Jilian berkata di sebelahku, sejak kapan dia keluar lagi dari toilet.
Seperti menyadari ekspresi terkejutku melihat dirinya merangkul Cho, Cedric berkata, "Aku dan Cho akan berpasangan di pesta dansa nanti."
"Aku sangat beruntung karena kau mau menerima ajakanku beberapa hari yang lalu Cho," ucapnya sambil memandang Cho dengan ekspresi yang belum pernah kulihat dari wajah Cedric. Cho hanya tersenyum dan wajahnya memerah.
"Oh come on, itu sama sekali tidak mengejutkan.. Semua hanya soal waktu sampai kalian bersama..," kata Jilian.
Apa?! Ucapku dalam hati, jadi apakah selama ini Cedric dan Cho memang dekat?!
Cedric terkekeh lalu berkata, "Uhm, kalian tidak keberatan kan kalau aku dan Cho pergi duluan?"
"Ya.. Ya.. Tentu saja kalian ingin berduaan, hati-hati jangan sampai kepergok oleh Mr. Filch," kata Jilian.
No!! Aku sangat keberatan!! pikiranku berteriak. Tapi bibirku terasa sangat kaku.
Cedric tertawa dan Cho hanya tersenyum, tapi memandangku dengan pandangan yang tidak biasa. Aku melihat Ced dan Cho berjalan menjauhi diriku dan Jilian.
"Kau kenapa Harry?" tanya Jilian heran.
Aku mengalihkan pandanganku dari Cedric dan Cho, "Aku tidak apa-apa!" ucapku dengan gusar.
"Kalau tidak apa-apa, kenapa kau terlihat kesal?" Jilian berkata lagi, lalu memegang tanganku yang tidak kusadari telah kukepal keras.
Sentuhan Jilian sedikit menenangkan diriku, "Hei, kenapa Harry? Ceritakan padaku."
Aku tidak menjawab, hanya melihat ke arah Cedric dan Cho berjalan, mereka sudah mencapai ujung koridor.
"Apakah ada sesuatu antara Cedric atau Cho yang mengganggumu?" Jilian tampaknya menyadari kemana aku melihat.
"Nothing," ucapku mengalihkan pandangan lalu mulai berjalan.
Jilian mengikutiku dan tiba-tiba berkata, "Oh Merlin!", membuatku berhenti menoleh ke arahnya.
"Jangan bilang kau juga menyukai Cho," kata Jilian terkekeh.
Aku tidak menjawab, dan tawa Jilian pun hilang.
"Oh Merlin...," Jilian berkata pelan, "Jadi kau benar menyukai Cho?"
"Sudahlah, lupakan Jil!" aku berkata sambil berjalan cepat menyusuri koridor, perasaanku campur aduk antara marah dan malu.
"Harry, wait!!" Jilian memanggilku.
Tidak tega meninggalkan kembaranku seperti ini, aku berbalik dan menunggunya.
"Harry maafkan aku.. Aku tidak tahu kalau kau pada Cho.. "
"Look Jil.. Aku tidak apa-apa.. Aku hanya lelah, oke," aku memotong kalimat Jilian.
"Tapi apa kau yakin.. Kau..," Jilian berkata lagi.
"Jilian, please.." aku memohon.
"Okay..," ucap Jilian, lalu kami berjalan dan berpisah di ujung koridor, Jilian menuju asrama hufflepuff dan aku menuju asrama gryffindor.
(Normal POV) Harry dan Jilian sama-sama tidak menyadari kalau saat itu ada sepasang mata abu-abu yang memperhatikan mereka dari kejauhan.
Jilian POV
Keesokan harinya adalah hari minggu, para murid biasanya akan bangun lebih siang, sehingga aula besar pagi ini lebih sepi dari hari-hari biasa. Tapi aku sudah duduk di meja asramaku di aula besar sejak tadi, menunggu Harry. Aku masih khawatir padanya, tidak kusangka ternyata Harry juga menyukai Cho. Mengingat kejadian kemarin, ekspresi kaget Harry, kurasa selama ini dia tidak tau kedekatan Cedric dan Cho.
Aku melihat Hermione datang ke aula besar bersama Lavender Brown dan Parvati Patil. Kemana Harry? Mungkin dia bersama Ron.
Tiba-tiba aku mendengar keributan dari depan aula, karena penasaran aku dan juga murid-murid lainnya menuju ke depan aula. Aku melihat Cedric, dan di sebelahnya berdiri Fleur Delacour. Di depan Fleur Delacour aku melihat Ron berlutut dengan ekspresi wajah terkagum-kagum memandang Fleur. Di sekeliling mereka anak-anak lainnya sudah berkumpul, bersorak dan tertawa terbahak-bahak.
"Jadi maukah kau menjadi pasanganku di pesta dansa nanti?" Ron berkata, membuatku melotot kaget.
Delacour tidak menjawab, dia hanya memandang sinis dan dingin kepada Ron. Kemudian tiba-tiba Ron seperti tersadar, dia bangkit sambil melihat ke sekitarnya. Mukanya tiba-tiba menjadi pucat karena malu, lalu ia berlari entah kemana. Anak-anak yang menonton tertawa terbahak-bahak melihatnya.
Fleur Delacour pun lalu pergi meninggalkan kerumunan menuju keluar pintu kastil, mungkin dia kembali ke kereta kuda raksasa Beauxbatons.
Cedric lalu menghampiriku, "Ayo, kita sarapan Jils," ucapnya terkekeh sambil menggandeng tanganku dan kami berjalan masuk ke aula besar.
"Kenapa Ron bisa seperti itu?" tanyaku pada Cedric, saat kami duduk di bangku meja asrama kami.
"Tadi Fleur mengajakku bicara, awalnya seperti bicara basa basi saja, namun kemudian aku mulai merasa agak aneh, lalu timbul suatu ketertarikan pada dirinya yang tidak biasa, namun tiba-tiba Ron Weasley mendekati Fleur dan berlutut di hadapannya dan mulai meminta Fleur untuk menjadi pasangannya ke pesta dansa," Cedric menjelaskan lalu tertawa kecil.
"Delacour bermaksud menggunakan daya tarik Veela-nya kepadamu?" ucapku terkejut.
"Ya, sepertinya begitu.. Dan Ron Weasley saat itu lewat, dia terpengaruh lebih terhadap daya tarik Veela, kau tau apa yang terjadi selanjutnya," kata Cedric lalu menyuapkan sepotong sosis kedalam mulutnya.
"Poor Ron.. Dia pasti malu sekali," kataku.
"Seharusnya Fleur - lah yang malu, ia berusaha memperdaya orang lain dengan daya tarik nya," Cedric berkata lalu melanjutkan sarapannya, dan aku meminum jus buah labu.
"Apakah kau melihat Harry?" tanyaku sambil melihat ke sekeliling aula.
"Tidak, aku belum bertemu dengannya," Cedric berkata, dan aku tiba-tiba merasa gugup, apakah aku harus bilang pada Ced tentang Harry yang menyukai Cho, ah.. tapi Ced menyukai Cho sudah sejak sangat lama. Kenapa kedua kakakku ini bisa menyukai gadis yang sama? Pikirku lalu menghela nafas.
"Kenapa Jils?" tanya Cedric.
"Tidak apa-apa.. Aku akan mencari Harry," ucapku sambil bangkit dari bangku.
"Kau tidak sarapan?" tanya Ced lagi karena melihatku hanya minum jus.
"Aku sudah sarapan tadi, bye Ced," aku berkata sambil mengambil beberapa potong sandwich, sebuah apel, dan sebotol susu, lalu menyelipkannya di saku jubahku. Saat di pintu aku melihat ke meja slytherin, Draco dan teman-temannya pun belum turun untuk sarapan.
Aku berjalan keluar kastil, matahari bersembunyi di balik awan, hanya beberapa sinar yang tampak berusaha menembusnya. Aku merapatkan jubahku lalu berjalan menuju danau. Perasaanku mengatakan Harry ada disitu.
Aku bisa melihat siluet seseorang di bawah pohon besar di dekat danau. Aku mendekat lalu duduk di sampingnya.
"Sandwich..," aku menawarkan.
"Thanks Jils," Harry menjawab dan mengambil sandwich dari tanganku.
"Aku juga bawa apel dan susu untukmu," aku berkata, "Kalau kau sering tidak sarapan, lama-lama kau akan tambah kurus."
Harry mengangguk karena mulutnya penuh dengan sandwich. Dia bersandar santai ke pohon besar di belakangnya dan menikmati sarapan.
Kami duduk dalam diam, aku bersandar ke bahu Harry, menikmati suasana nyaman ditemani gemericik air danau, dan angin yang bertiup sepoi-sepoi.
"Jangan tidur Jils," tiba-tiba Harry berkata.
"Aku tidak tidur," aku berkata dengan mata tertutup.
"Belum tidur mungkin.. Sebentar lagi aku pasti mendengar dengkuranmu..," kata Harry.
Aku terkekeh, lalu duduk menghadap Harry, "Bagaimana perasaanmu?"
Harry mengangkat bahunya sambil menyeruput susu dari botolnya.
"Kenapa kau bertanya begitu?" tanyanya.
"Aku masih memikirkan kejadian kemarin," ucapku.
Harry terkekeh, "Oh, sudahlah, ini tidak seperti aku 'madly in love with Cho' lalu aku tidak bisa 'move on'," ucapnya.
"Maafkan reaksiku kemarin berlebihan... Mungkin karena lelah..," Harry berkata lagi.
"Tidak apa-apa, Harry," aku tersenyum.
"Tapi, kenapa kau tidak ke aula besar untuk sarapan pagi ini?" tanyaku.
Harry menghela nafas, "Aku hanya malas bertemu orang-orang.. Dan aku tidak merasa lapar."
"Yakin tidak merasa lapar?" ucapku menaikkan kedua alis mataku dan menunjuk bungkus sandwich yang sudah kosong, apel yang tinggal setengah dan botol susu yang isinya hampir habis.
Harry terkekeh, "Kau sudah repot-repot membawakannya untukku, masa tidak kumakan."
"Ya..ya.. Gimana kamu saja...," ucapku sambil mengalihkan pandangan ke arah danau namun tersenyum. Harry tertawa kecil. Lalu kami terdiam lagi menikmati suasana pagi ini.
"Oh iya, kau sudah punya pasangan untuk pesta dansa nanti?" tanyaku.
Harry menghela nafas, membuatku menoleh melihatnya.
"Kemarin aku mencoba mengajak Cho, dan ya kau tahu bagaimana akhirnya," Harry berkata.
Aku melihatnya iba, kasihan kembaranku ini.
"Ced dan Cho sudah lama dekat?" tanyanya lagi.
"Ced menyukai Cho sejak dua tahun lalu, dan telah berusaha mendekatinya sejak saat itu," aku menjelaskan.
"Oh begitu," Harry berkata, "Well, kurasa Ced pantas mendapatkannya kalau begitu," Harry tersenyum miris.
Aku tersenyum, "Kau kan masih bisa mengajak anak perempuan lain Harry."
"Iya, tapi aku belum tau siapa," katanya, "Memang beberapa anak perempuan ada yang terang-terangan mengajakku, tapi entah mengapa mereka malah membuatku ngeri..." ucap Harry dengan ekspresi horor.
Aku tertawa mendengarnya, "Seorang fans kadang bisa berlebihan ya.."
"Kurasa aku tidak akan pernah terbiasa dengan ini semua," kata Harry.
"Tenanglah, kau kan Harry Potter, 'The boy who live', 'Saviour of wizarding world', 'Juara Hogwarts untuk Tur.. "
"Jilian..," suara Harry memperingatkan, "Please, don't start..."
Aku terkekeh, "Okay, I'm sorry."
"By the way, sampai sekarang aku malah belum ada yang mengajak menjadi pasangan ke pesta dansa," aku berkata.
"Tentu saja tidak akan ada yang berani," kata Harry.
"Hah? Kenapa?" aku bertanya bingung.
"Malfoy," Harry berkata.
"Kenapa memangnya dengan Draco?"
Harry memandangku heran, "Di mata anak laki-laki, kau itu 'gadis yang terlarang'."
"Maksudnya?"
"Malfoy secara tidak langsung memberikan keterangan jelas bahwa kau miliknya," ucap Harry dengan wajah jijik.
"Seperti itu-kah kelihatannya?" tanyaku.
"Iyalah Jils, lagipula kau selalu memakai bracelet itu, semua pasti bisa melihatnya," Harry berkata lagi.
Aku melihat ke pergelangan tanganku, 'promise bracelet' yang Draco berikan melingkar dengan cantiknya.
"Kebanyakan anak laki-laki akan malas berurusan dengan Malfoy bila berusaha mendekatimu," kata Harry lagi, "Mereka juga mungkin belajar dari perselisihan yang sering terjadi antara diriku dan Ferret itu."
"Don't call him that," Aku berkata, "Kejadian itu melukai dirinya."
Harry hanya terdiam melihatku membela Draco, tapi kemudian mengangguk.
Krak.. Tiba-tiba aku mendengar suara ranting patah seperti terinjak.
Aku menoleh dan melihat Draco, Pansy, Blaise, lengkap dengan Crabe dan Goyle.
"Well.. Well.. Well.. What do we have here?" Pansy berkata menyeringai.
"Aku tidak tahu lagi harus berkata apa Drake.." lanjut Pansy.
Draco menatapku dengan tatapan dingin yang belum pernah diberikannya padaku.
"Ini tidak seperti kelihatannya Drake.. " aku berkata.
"Aku dan Harry hanya.." kataku.
"Kau tidak perlu menjelaskan apapun padanya, Jils. Karena memang tidak ada apa-apa yang perlu dijelaskan," kata Harry.
Aku memandang Harry, memberi isyarat supaya dirinya diam saja.
"Kami tidak sengaja bertemu, dan memutuskan mengobrol sebentar, yaah... Hanya hal-hal biasa, soal turnamen, pesta dansa.." kataku.
"Jadi kau akan ke pesta dansa dengannya?" Draco berkata datar.
"Apa?" tanyaku bingung, "Aku.. Tidak.."
"Aku sih tidak keberatan kalau kau mau Jils," kata Harry tiba-tiba.
"Harry, diam!" Aku berbisik kesal.
Draco masih memandangku dengan topeng khas Malfoy-nya.
"Draco aku tidak.."
"Parkinson!" tiba-tiba Draco berkata sebelum aku selesai bicara, matanya masih menatapku dingin.
"Yes, Drakeiii..," jawabnya dengan suara manja.
"Kau ke pesta dansa denganku!" ucap Draco lebih seperti perintah daripada permintaan, dan Draco tidak mengalihkan pandangannya dari mataku.
Aku terkejut mendengarnya, dan tampaknya semua pun terkejut.
"A..apa?" kata Pansy kaget, "A.. Aku?"
"Aku tidak akan berkata dua kali Parkinson!" ucap Draco.
"Oh.. Oh.. Iya tentu saja Drakeiii.. Aku akan menjadi pasanganmu ke pesta dansa," ucap Pansy girang, lalu memeluk sebelah tangan Draco. Sekilas aku bisa menangkap ekspresi jijik di wajah Draco, namun ia segera memakai topeng Malfoy-nya lagi, melihat ke arahku lagi, kemudian menyeringai.
Mataku terasa panas, menahan air mata dan kuyakin pipiku memerah. Rasanya aku ingin berteriak pada Draco. Nafasku menjadi lebih cepat karena menahan marah.
Kemudian Draco berbalik meninggalkanku, dengan Pansy masih menggandeng lengannya manja.
Aku melihat Blaise menahan Draco dan entah berkata apa karena aku tidak bisa mendengar mereka. Draco sepertinya tidak menghiraukannya, dan pergi begitu saja. Crabe dan Goyle mengikutinya.
Blaise menghampiriku, "Jilian."
"Don't Blaise!" Aku memperingatkan.
"Aku tidak setuju dengan apa yang Draco lakukan barusan.. Dan seharusnya Draco tidak perlu sampai melakukan hal itu... Tapi Jils... Kalau saja kau bisa lebih mengendalikan dirimu, lebih menghargai Draco, tidak mendekati laki-laki lain yang jelas Drake tidak suka..." Blaise berkata seolah-olah Harry tidak ada disitu.
Aku memandang Blaise tidak percaya, biasanya selama ini ketika aku dan Draco bertengkar, Blaise selalu membelaku.
"Kau tidak perlu disini kalau bukan untuk membuatku merasa lebih baik," kataku menatap Blaise dengan mata mulai berkaca-kaca.
Blaise balas menatapku, "Jilian, aku tahu dirimu, yang aku coba jelaskan adalah.."
"Stop it, Zabini! Kau tidak tahu apapun! Tentang diriku, tentang Harry, tentang apa yang terjadi sebenarnya!!" aku berteriak.
"Jilian..," kali ini Harry yang bicara.
"Tinggalkan aku sendiri, kalian berdua!" ucapku menunduk, dan tidak bisa menahan air mataku lagi.
"Jils..," kata Blaise.
Aku melihat ke arah mereka berdua, "Kalian tidak mau pergi? Baiklah... Aku yang pergi..," ucapku sambil berjalan meninggalkan mereka.
Blaise POV
"Jilian..," Potter memanggilnya Jilian yang pergi karena marah.
"Potter!" Aku menahannya.
Potter berhenti mengejar Jilian dan menoleh ke arahku.
"Sebaiknya kau memberinya waktu untuk sendiri, kalau Jilian sedang marah seperti itu.. Percayalah aku tau, aku sudah mengenalnya bertahun-tahun," ucapku menjelaskan.
"Mungkin kau belum benar-benar mengenalnya.. Karena seperti Jilian tadi bilang, kau tidak tahu apapun!" ucap Potter dingin, lalu dia pergi mengejar Jilian.
Apa maksudnya? Aku sudah mengenal Jilian sejak lama, apa yang belum aku tahu? Aku berpikir sepanjang jalan kembali ke kastil..
