Disclaimer : I don't own Harry Potter!

Please enjoy the story.

Jilian POV

Pada hari-hari berikutnya aku dan Draco masih tidak saling bicara. Aku tidak menyangka Draco akan melakukan hal itu, mengajak Pansy menjadi pasangannya di hadapanku. Bahkan aku perhatikan Pansy secara sengaja memastikan seluruh Hogwarts mengetahui bahwa dirinya akan menjadi pasangan Draco ke pesta dansa.

Beberapa kali ketika aku melihat mereka bersama, Pansy akan bermanja-manja pada Draco, dan Draco membiarkannya. Membuat perutku mual, atau dadaku tiba-tiba terasa sesak dan nyeri.

Aku juga belum bicara dengan Harry karena masih kesal dengannya. Aku merasa Harry kadang juga berlebihan, memanfaatkan keadaan dan sengaja membuat Draco marah, terutama pada kejadian di tepi danau yang lalu, aku merasa Harry membuat keadaan makin buruk. Biasanya aku masih bisa mengatasi kemarahan Draco, namun kali ini..

"Oh, Drakiieee Dear...," ucap Pansy manja saat mereka berjalan melewatiku. "Aku sudah menulis surat kepada Ibuku, bahwa kita akan berpasangan di pesta dansa nanti, kurasa Ibuku akan segera menghubungi Ibumu agar gaunku serta jubah pestamu bisa serasi."

Draco hanya mengangguk menanggapi ocehan Pansy, ekspresi wajahnya datar memasang topeng Malfoy-nya. Dia bahkan tidak menoleh saat melewatiku.

"Apakah kau akan diam saja Jilian? Apa kau tidak cemburu?" Hannah berkata.

"Apa maksudmu?" aku bertanya balik.

"Lihat mereka," Hannah menunjuk Draco dan Pansy yang baru saja lewat.

"Biarkan saja," ucapku mengalihkan pandangan dari mereka.

"Tapi Malfoy kan pacarmu, Jils!" Hannah tampak sewot.

"Kata siapa?" aku bertanya terkejut, apa semua orang benar-benar menyangka seperti itu.

"Apa kau lebih suka menyebut Malfoy tunanganmu?" kali ini Susan yang bicara.

"Apa?!" ucapku lebih kaget.

"Oh come on Jils, kami tahu apa arti bracelet di pergelangan tanganmu.. Sebuah 'promise bracelet' dengan lambang keluarga Malfoy," Susan berkata lagi.

Aku melihat bracelet yang melingkar di pergelangan tanganku.

"Aku tidak ingin membicarakannya," aku berkata sambil lalu.

"Kau mau kemana?" tanya Susan.

"Ke perpustakaan," jawabku meninggalkan mereka.

Selama perjalanan ke perpustakaan aku harus menolak seorang anak laki-laki kelas 6 asrama ravenclaw dan seorang anak laki-laki asal Durmstrang yang mengajakku ke pesta dansa. Sejak Pansy menyebarkan berita dirinya berpasangan dengan Draco, setiap harinya beberapa anak laki-laki akan mendekatiku dan mengajakku menjadi pasangan mereka. Aku menolak semuanya dengan halus, kadang aku bersembunyi menghindari siapapun yang berniat mengajakku ke pesta dansa.

Aku membenamkan diri pada buku-buku, mengalihkan perhatianku pada pelajaran agar aku tidak memikirkan Draco dan Pansy.

Aku sedang membaca buku mantra tingkat 4 Saat saat seseorang menggeser bangku di sampingku. Dari ujung mataku aku bisa melihat siluet seseorang ini adalah anak laki-laki, spontan tanpa berpaling dari buku aku berkata, "Maafkan aku, tapi aku tidak bisa menjadi pasanganmu ke pesta dansa nanti."

"Terimakasih informasinya, Jilian.. Walaupun sebenarnya bukan itu maksudku menemuimu," ucap seseorang yang kukenal.

Aku menoleh dan melihat kembaranku menyeringai.

Aku tidak menghiraukannya, dan kembali membaca buku mantraku.

"Jils.. "

Aku hanya diam saja dan bangkit dari kursi.

"Jilian please..." ucap Harry sambil memegang lenganku dan memaksaku untuk kembali duduk.

"Harry, lepaskan aku."

"Tidak sebelum kau mau bicara padaku," kata Harry.

"Tidak ada yang perlu kita bicarakan!"

"Ah ya tentu saja, karena kau yang menghindariku selama berhari-hari adalah hal yang normal," ucap Harry sarkastik.

Aku tidak menjawab, hanya menatapnya dengan wajah datar.

"Jilian... Please..." kata Harry.

Aku menghela nafas lalu kembali duduk di bangku.

"Start talk!" aku berkata ketus, ekspresi wajah Harry tampak terluka, membuatku merasa bersalah.

Tapi kemudian Harry bicara, "Aku minta maaf.. Atas yang terjadi di danau.."

"Itu bukan salahmu," kataku.

"Tentu saja, semua adalah salah Malfoy, dia sangat bodoh sampai mengajak Parkinson ke pesta dansa di hadapanmu..," sambung Harry.

Dadaku terasa sesak diingatkan kembali kejadian itu, tapi berusaha tidak menghiraukan perasaan ini, aku berkata "Draco bisa mengajak siapapun ke pesta dansa."

Harry menghela nafas, "Jujur, aku masih tidak setuju mengenai hubunganmu dengan Malfoy.. Mungkin karena aku tidak menyukainya.. Tapi, aku tau dia berarti buatmu, dan perselisihanku dengan Malfoy selama ini kurasa tidak membuat keadaan jadi lebih baik.. Terutama kejadian di danau yang lalu, kau berkali-kali memintaku untuk diam tapi aku tetap saja bicara, yang kurasa jadi memperburuk keadaan... Aku sama sekali tidak memikirkan, kalau akhirnya dirimu yang tersakiti.."

Benarkah aku tersakiti? Perasaan nyeri dan sesak di dada tiap kali mengingat kejadian itu, ataupun perasaan mual yang amat sangat ketika melihat Draco dan Pansy bersama, sebenarnya perasaan apa ini? Apakah aku cemburu seperti yang Hannah katakan?

Aku belum menjawab Harry, lalu menoleh dan melihat iris hijau yang kini menatapku dengan khawatir, membuatku tersadar betapa aku merindukan kembaranku ini.

"Tidak apa-apa Harry, bukan salahmu.. Aku tidak apa-apa..," kataku.

"Benarkah? Kau baik-baik saja?" kata Harry.

"Well.. Yeah, aku agak kesal padamu kemarin, dan masih kesal dengan Draco.. Tapi kurasa aku akan baik-baik saja...," aku berkata.

"Maafkan aku juga ya, beberapa hari ini jadi mengacuhkanmu," ucapku lagi sambil tersenyum menyesal.

Harry membalas senyumanku, "It's alright sis, I understand."

"So.. Apa kau benar-benar tidak mau menjadi pasanganku ke pesta dansa nanti?" tanya Harry tiba-tiba.

"Kau belum juga punya pasangan?" ucapku kaget, tidak menghiraukan pertanyaannya tadi.

"Well.. Ron juga belum punya pasangan," ucap Harry mengangkat bahunya.

"Kalian berdua sama saja.. Tapi kau salah satu juara, jadi kau akan membuka pesta dansa, kau harus punya pasangan," kataku agak histeris.

"Aku tau.. Makanya barusan aku memintamu kan?" kata Harry memelas.

"Oh Harry, kurasa itu bukan ide yang bagus.. Maksudku bukannya aku tidak mau, tapi.. entahlah, kurasa aku juga tidak akan datang ke pesta itu..." ucapku pelan.

"Kenapa? Apa karena Ferret berpasangan dengan pug-face?" kata Harry.

"Jangan menyebut mereka begitu Harry," aku berkata.

Harry memutar kedua bola matanya, "Kalau bukan karena mereka, kau tinggal pilih saja, mau berangkat ke pesta dansa dengan siapa.. Kau tau, sejak Malfoy berpasangan dengan Parkinson, hampir separuh dari anak laki-laki di Hogwarts membicarakan bagaimana cara mengajakmu ke pesta dansa..," kata Harry.

"Hah? Yang benar saja...," ucapku terkekeh berpikir itu tidak mungkin.

"Hmm.. Kau tidak tau saja, aku benar-benar perlu menahan diri untuk tidak mengutuk mereka ketika mereka mulai membicarakanmu," kata Harry protektif.

Itukah alasannya kenapa belakangan ini, beberapa anak laki-laki mencoba mengajakku ke pesta dansa.

"Harry, sudahlah, yang penting sekarang adalah kau harus mendapat pasangan," kataku mengalihkan pembicaraan.

"Iya tapi siapa? Memang banyak yang mengajakku duluan, bahkan ada anak-anak perempuan yang terang-terangan menggodaku, tapi mereka membuatku takut," ucap Harry dengan ekspresi horror.

Lalu aku mendengar suara cekikikan dan menoleh ke arah suara itu. Aku bisa melihat si kembar Patil di salah satu meja tidak jauh dari meja kami, mereka melihat Harry sambil senyum-senyum. Menyadari kami melihat, mereka berjalan menuju meja kami.

"Hi Harry," ucap mereka bersamaan.

"Hi," kata Harry.

"Oh, Hi Diggory," ucap salah satu dari mereka seperti baru menyadari diriku ada disini.. Yang menyapaku adalah Parvati, jubahnya memiliki lambang gryffindor, kembarannya Padma memiliki lambang ravenclaw di jubahnya.

"Hi..," ucapku pelan.

Lalu Parvati mengambil salah satu buku dari tumpukan buku di depan Harry, "Harry bolehkah aku meminjam ini? Aku memerlukannya untuk melengkapi tugasku."

Harry menoleh padaku karena tumpukan buku itu adalah buku-buku yang kupinjam. Aku mengangguk pelan sambil berpikir, kenapa Parvati membutuhkan buku rune kuno, dia kan tidak mengambil pelajaran itu, kembarannya juga tidak.

"Sure..," kata Harry.

"Thanks Harry.. Bye," ucapnya sambil tersenyum malu-malu.

Aku masih memperhatikan mereka yang berjalan menjauhi kami, sesekali duo kembar itu kembali melirik ke arah Harry, membuatku menyadari sesuatu.

"Harry, kejar mereka!" ucapku tiba-tiba.

"Hah?! Kenapa?" kata Harry bingung.

"Kau ajak salah satu dari mereka ke pesta dansa," kataku lagi.

"Bila keduanya belum punya pasangan, tanyakan juga apakah salah satu dari mereka mau menjadi pasangan Ron," lanjutku.

"Oh.. iya ya..," kata Harry masih tampak bingung.

"Ayo, tunggu apa lagi, kejar mereka," aku berkata tidak sabar.

"Oh.. Baiklah," kata Harry sambil bangkit dari kursi dan mengejar mereka.

Aku geleng-geleng kepala dan terkekeh melihat tingkah laku Kakak kembarku ini. Duo kembar Patil ini adalah sepasang gadis cantik keturunan India, biarpun mereka seringkali cekikikan seperti anak-anak perempuan lainnya, kurasa salah satu dari mereka akan cocok menjadi pasangan Harry, semoga mereka belum punya pasangan.

Aku melanjutkan membaca buku mantra tingkat 4 sampai Seamus Finnigan menghampiri dan memintaku untuk menjadi pasangannya ke pesta dansa, aku menolaknya dengan halus lalu dia berkata tidak apa-apa karena sebenarnya dirinya telah memiliki pasangan, dia hanya mencoba peruntungannya saja. Apa maksudnya itu?! Apa mengajakku ke pesta dansa sekarang ini menjadi ajang permainan untuk para anak laki-laki di Hogwarts?! Menyebalkan sekali!

Kemudian baru saja aku melangkah keluar dari perpustakaan, tiba-tiba seseorang memanggilku, "Diggory!"

"Jilian Diggory.. Wait," ucap seorang anak laki-laki tampan berambut cokelat tua dan bermata abu-abu, dia mengenakan jubah biru khas Beauxbatons. Aku mengenali anak laki-laki ini adalah salah satu murid Beauxbatons yang sering dibicarakan oleh teman-teman perempuanku, tapi aku lupa siapa namanya ya?

"Hi..," ucapnya tersenyum dan sedikit terengah.

"Hi..," jawabku, "I'm sorry, but.. Do we know each other?"

Anak laki-laki itu tertawa kecil, "Maafkan aku, tapi belum, kita belum saling mengenal."

"Perkenalkan namaku Alan Parrish, murid Beauxbatons tingkat 6," ucapnya dengan senyuman sempurna di wajahnya yang tampan, lalu dia mengulurkan tangannya ke hadapanku.

"Jilian Diggory," ucapku tersenyum dan menjabat tangannya.

"Iya, aku tau.. Tadi aku memanggilmu hehehe..," jawabnya.

"Aku tidak pernah mengira diriku seterkenal itu hehehe," ucapku bercanda.

"Dengan wajah manis dan rambut indah seperti yang kau miliki ini, kurasa akan sulit tidak memperhatikanmu," dia berkata lagi dengan senyumannya yang sempurna, membuat pipiku merona.

"Ehem..," aku berdehem salah tingkah berusaha mengendalikan diriku.

"Kurasa kau berlebihan, aku tidak demikian," kataku masih salah tingkah.

Dia kembali tersenyum, "Ternyata benar rumor yang beredar, kau bukan hanya cantik, kau juga rendah hati."

Kata-katanya membuat pipiku memanas, apa-apaan dia berkata seperti itu. Apa dia menggodaku, tapi Alan Parrish ini memang tampan sekali. Bibirku membuka dan menutup, tidak tau harus berkata apa, membuatnya terkekeh.

"Jadi, kenapa kau tadi memanggilku? Ada yang bisa kubantu?" aku berkata setelah berusaha keras mengendalikan pipi merahku yang ku tau sia-sia.

Lalu masih dengan senyuman sempurnanya, dia berkata, "Ah iya, maaf apabila ini semua tiba-tiba, aku tau kita belum saling mengenal, tapi aku juga tidak keberatan untuk bisa lebih mengenalmu, bahkan aku rela memberikan apapun untuk itu... Jadi maukah kau menjadi pasanganku ke pesta dansa?"

Oh Merlin! Not again! Aku berteriak dalam hati.

Aku menghela nafas panjang.