Disclaimer : I don't own Harry Potter!
Please enjoy the story :)
Jilian POV
Tiga hari sebelum pesta dansa Turnament Triwizard, aku bersama Susan dan Hannah menemukan setumpuk kotak bingkisan ketika memasuki kamar setelah makan malam.
"Jilian, lihat di tempat tidurmu," ucap Hannah.
Aku melihat kotak-kotak bingkisan yang cantik dalam berbagai ukuran menumpuk di atas tempat tidurku.
"Kau memesan gaun? Kurasa yang paling besar ini isinya gaun," ucap Susan.
"Seingatku tidak," kataku.
"Boleh kubuka?" tanya Susan lagi.
"Iya, buka saja..," aku menjawab.
"Woooww!!" Kami bertiga berkata bersamaan, terpukau melihat gaun indah yang terdapat dalam kotak yang paling besar.
"Gaun ini indah sekali," ucap Hannah
"Iya, sangat indah," kata Susan.
"Lihat yang ini isinya sepatu, dan sangat cantik," kata Hannah memperlihatkan sepasang sepatu yang sangat cantik, serasi dengan gaunnya.
"Kalau yang ini adalah peralatan make up yang sangat lengkap dan mahal," ucap Susan ketika membuka salah satu kotak.
Lalu aku mengambil kotak terakhir dan membukanya, ternyata isinya adalah perhiasan cantik yang sesuai dengan gaun ini.
"Kalau kau tidak memesannya, siapa yang mengirim ini semua?" kata Susan.
"Awww... Jangan-jangan kau punya penggemar rahasia... Atau mungkinkah Alan Parrish?" pekik Hannah, "Dia memintamu jadi pasangannya kan?"
"Iya, tapi aku menolaknya..," aku berkata.
"Aku masih tidak mengerti, bagaimana kau bisa menolak anak laki-laki seperti Alan Parrish," kata Hannah.
"Dia itu sangat tampan, keren, kaya... Ooh mungkinkah dia mengirim semua ini supaya kau akhirnya setuju menjadi pasangannya?? Katamu dia mengatakan apa? Rela memberikan apapun agar bisa mengenalmu? Uuuuwwwwwh romantis sekaliiii..," Hannah berkata lagii.
Aku memutar kedua bola mataku melihat tingkah laku Hannah yang berlebihan.
"Aku menemukan surat," kata Susan menyerahkan sebuah amplop elegan ke tanganku dan melihat simbol keluarga Malfoy menyegel surat tersebut.
Spontan jantungku berdegup kencang, Malfoy.. Apakah Draco.. Ah tapi tidak mungkin..
"Itu kan simbol keluarga Malfoy," kata Susan.
"Malfoy? Waaaahh, apakah Draco Malfoy sekarang sudah menyadari kesalahannya dan bermaksud minta maaf padamu dengan mengirimkan semua ini?" kata Hannah histeris.
Segera ku buka surat tersebut,
Dear Jilian,
Apa kabarmu, sayang? Aku harap kau baik-baik saja. Kabarku dan Lucius juga baik-baik saja.
Sebenarnya aku berharap kau, Draco dan Cedric akan tetap pulang natal tahun ini, dan kita akan bertemu seperti biasanya.. Tapi, tentunya event pesta dansa sekolah tahun ini sangat sayang untuk dilewatkan.
Bicara soal pesta dansa, kukirimkan gaun untuk acara itu. Tenang saja semuanya akan pas karena aku tau ukuranmu, begitu pula Anne..
Aku tau kau masih punya selemari gaun pesta, tapi Jilian, ini adalah pesta yang istimewa jadi seorang perempuan harus mengenakan gaun yang istimewa juga.
Awalnya aku dan Lucius akan hadir di pesta dansa Turnament Triwizard ini, karena seperti yang kau tau, Malfoy Corp. menjadi sponsor utama kegiatan ini. Namun pada saat yang bersamaan, kami pun harus menghadiri pesta dansa kementerian. Jadi nanti perwakilan dari perusahaan yang akan hadir ke Hogwarts.
Baiklah, semoga kau menyukainya, dan bersenang-senanglah.
Sincerely,
Narcissa Malfoy
PS :
- Tolong maafkan sikap kekanakan anak semata wayangku itu, aku juga tidak habis pikir, kenapa dia bisa mengajak Miss Parkinson.. Kau tau, ibunya menghubungiku sering sekali, memastikan supaya gaun anaknya dan jubah Draco serasi, tapi aku melakukan hal yang lebih baik.. Jangan terlalu kau pikirkan apa yang Draco lakukan ya.. Dia kelak akan menyadari kesalahannya..
- Sampaikan salamku untuk Cedric, aku menyukai semua fotonya untuk Silver Lightning.
"Ini semua dari Narcissa Malfoy, Ibu Draco," aku berkata sambil menyerahkan suratnya kepada Susan dan Hannah, mereka membacanya bersamaan.
"Siapa Anne?" tanya Susan.
"Anne Valentine," jawabku.
"No way! Anne Valentine designer muda yang terkenal itu???" pekik Susan.
"Uhm iya.. Aunty Cissa menjadi pelanggannya, kau tau lah kebiasaan keluarga pureblood.. Dan karena Aunty Cissa tidak punya anak perempuan, jadi aku semacam pernah beberapa kali diajaknya menemui Anne untuk dibuatkan gaun atau sepatu," aku menjelaskan.
"Oh Merlin! Pantas saja dia mengatakan gaun ini istimewa!!" kata Hannah.
Itu yang dikatakan Aunty Cissa setiap dia membuatkan atau mengirimkan gaun untukku, dan setiap akan ada pesta dansa, Aunty Cissa pasti membuatkan aku gaun baru, pikirku dalam hati.. Aku menghela nafas..
"Aku setuju dengan Ibu nya, Draco Malfoy kekanakan, jadi kau jangan memikirkan perbuatannya.. Itu artinya kau harus datang ke pesta dansa dan menunjukkan pada Malfoy kau bersenang-senang," kata Susan bersemangat.
"Benar Jils! Lagipula masa kau mau membuat semua keindahan ini sia-sia tidak terpakai! Lihatlah gaun ini Jilian!" kata Hannah.
"Entahlah, aku tidak mood untuk datang ke pesta dansa.. Dan aku tidak punya pasangan," ucapku sambil menuju meja belajarku mencari perkamen dan pena bulu untuk membalas surat Aunty Cissa.
"Kau yang menolak semua anak laki-laki yang mengajakmu, kau menolak Alan Parrish!" kata Hannah.
"Kau tau kan, Alan Parrish adalah anak Mr. Lumiere Parrish, salah satu juri perwakilan dari Konfederasi Kerjasama Sihir Internasional yang menggantikan Profesor Dumbledore," kata Susan.
"Iya aku tau, makanya aku menolaknya, aku tidak mau bila aku dekat dengannya, kelak jadi dihubung-hubungkan apabila Cedric memenangkan turnamen ini," kataku.
"Kalian ini! Kenapa sih suka terlalu serius? kita masih muda, belum saatnya memikirkan soal politik," kata Hannah sewot.
"By the way, kalian berpasangan dengan siapa?" tanyaku.
"Aku berpasangan dengan Ernie," kata Hannah, dan hal itu tidak mengejutkan, karena mereka berdua sangat dekat.
"Aku dengan Armand," kata Susan dengan pipi merona. Armand Francois adalah anak pejabat kementrian Perancis yang pernah Susan ceritakan pada kami.
"Wah, tampaknya young Mr. Francois perlahan berhasil menaklukkan hatimu Miss Bones," kata Hannah menggoda Susan membuat pipinya makin merah.
"Poor Blaise.." aku bergumam, "Kau tau Susan, sebenarnya Blaise anak yang baik kalau kau mau lebih mengenalnya," aku berkata lagi.
"Apa Blaise pernah mencoba mengajakmu ke pesta dansa?" aku bertanya penasaran.
"Tidak.. Dia tidak pernah mengajakku," ucap Susan pelan dan ekpresinya entah kenapa tampak kecewa.
"Blaise Zabini itu terkenal sebagai seorang playboy Jilian," kata Hannah.
"Sudahlah yang penting sekarang dirimu Jils, kau harus datang ke pesta dansa, dengan atau tanpa pasangan," kata Susan tampak mengalihkan pembicaraan.
"Iya Jilian, kami akan menemanimu," sambung Hannah.
Aku tersenyum kepada kedua sahabatku ini dan berkata, "Aku akan memikirkannya."
Akhirnya pesta dansa yang dinanti-nantikan tiba juga.
'Kau sangat cantik,' 'Kau gadis tercantik malam ini.'
Cermin di kamar asramaku terus mengulang kalimat seperti itu saat aku menatap bayangkan diriku di cermin. Benarkah aku memang cantik? Apakah Draco akan berpikir demikian? Tapi kenapa juga aku ingin Draco berpikir diriku cantik?
Perasaanku masih tidak menentu, apakah aku akan turun ke aula atau menghapus semua riasan ini lalu mengganti gaun indah yang kupakai dengan piyama favoritku dan segera bergelung di balik selimut.
Susan dan Hannah sudah pergi duluan ke aula, awalnya mereka tidak mau karena ingin menemaniku. Tapi aku mengatakan bahwa mereka punya pasangan yang menunggu, jadi mereka harus segera berangkat. Mereka setuju untuk pergi lebih dulu setelah mengancam tidak akan bicara lagi padaku apabila aku berubah pikiran dan tidak jadi hadir ke pesta dansa. Benar-benar sahabat yang baik, pikirku sarkastik.
'Kau sangat cantik,' 'Kau gadis tercantik malam ini.' sang cermin masih mengulang kalimatnya.
Aku menghela nafas, lalu berjalan pelan menuju aula besar.
Draco POV
Aku memandang bosan ke pelosok aula besar. Ruangan ini telah disihir menjadi sebuah ballroom, dan dihiasi dengan bunga-bunga es yang memancarkan cahaya putih. Butiran salju tampak berjatuhan dari langit-langit aula, dan menghilang saat hampir menyentuh kepala. Biarpun sekarang ini suasana di aula besar seperti di dalam istana es, tetap saja tidak seindah pesta dansa yang diadakan di ballroom Malfoy Manor.
Aku menyesap pelan jus jeruk dalam gelasku. Untungnya Pansy setuju berdansa dengan Greg atau Vincent atau Blaise, jadi aku tidak perlu meladeninya semalaman. Aku sering tidak tahan dengan perilaku manja Pansy, tapi aku harus menunjukkan pada Jilian kalau dia tidak bisa mempermainkanku. Kenapa sih dia selalu membiarkan Potter dekat dengannya! Tapi pasangan Potter bukanlah Jilian. Aku bahkan belum melihatnya sama sekali malam ini. Aku memperhatikan kumpulan murid hufflepuff tingkat 4, tapi tidak ada Jilian diantara mereka.
Lalu aku menoleh ke arah pintu aula, mataku membelalak saat melihatnya memasuki ruangan. Rambut merahnya yang biasa tergerai, kini ditata dengan cantik ke atas dan bergelombang di belakang kepalanya, meninggalkan beberapa helai rambut yang membingkai wajahnya yang cantik. Make up nya tidak berlebihan, dan memancarkan kecantikan alaminya. Sebuah mahkota kecil yang elegant menghiasi tatanan rambutnya. Gaunnya membentuk tubuhnya tapi tidak berlebihan. Ekpresi wajahnya malu-malu dan pipinya tampak merona, tapi dia tersenyum pada siapapun yang menyapanya.
"Lalat akan masuk kalau kau tidak menutup mulutmu," ucap seseorang seperti menyadarkanku, spontan aku menutup mulutku yang ternyata menganga dan aku melihat Blaise menyeringai.
Blaise menyesap jus dari gelasnya lalu berkata lagi, "Sejak kedatangannya, Jilian tampaknya menjadi perhatian malam ini."
Aku masih belum bicara dan memperhatikan Jilian menuju kumpulan teman-teman asramanya.
"Harus kuakui Jilian sangat cantik malam ini," kata Blaise lagi.
"Kau jangan macam-macam Zabini!" ucapku geram.
Zabini memutar kedua bola matanya, "Jilian itu seperti adikku.. Yang perlu kau khawatirkan adalah para anak laki-laki lainnya di ruangan ini yang sekarang terpesona melihat Jilian."
Aku memperhatikan ruangan dan melihat hampir semua anak laki-laki akan menoleh ataupun terpukau melihat Jilian seperti yang kulakukan tadi.
"Kalau kau tidak mau posisimu tergeser, kurasa kau harus menghentikan permainanmu, dan berhenti menyakitinya," kata Blaise sambil berlalu.
Kini aku melihat Jilian sedang berdansa dengan Cedric. Lalu menyadari gaun yang dikenakannya akan serasi dengan jubah pesta yang kupakai. Aku terkekeh dalam hati, kurasa Mother ada hubungannya dengan semua ini.
"Draco apa kau tidak akan mengajakku berdansa lagi malam ini?" tiba-tiba Pansy berkata.
"Tidak," aku berkata tanpa mengalihkan pandanganku dari Jilian.
Aku mendengar Pansy menghela nafas lalu berkata, "Baiklah," ucapnya sambil pergi meninggalkanku.
Aku kembali menyesap jus ku sambil memikirkan perkataan Blaise. Hmm.. Tidak mungkin ada yang bisa menggeser posisiku bagi Jilian. Kudengar juga dia menolak semua anak laki-laki yang memintanya jadi pasangan ke pesta dansa ini.
Saat lagu berakhir, aku melihat Potter menghampiri Jilian dan Cedric, lalu Cedric pergi meninggalkan mereka berdua. Aku menaruh gelasku kasar di atas meja.
Jilian POV
Saat berdansa dengan Cedric, aku bisa melihat sosok yang sangat kukenal di salah satu ujung ruangan. Dia tampak melihat ke arahku dengan topeng khas Malfoy-nya.
"Kau melihat siapa?" kata Cedric.
"Bukan siapa-siapa," kataku, lalu kami berputar dan Ced berkata lagi, "Ah, apa kau belum baikan dengan Draco?"
Aku tidak menjawab dan Cedric berkata lagi, "Gaunmu dan jubah Draco sangat serasi," kata Cedric lagi.
"Aunty Cissa mengirimkan gaun ini padaku," ucapku tersenyum, mengerti maksud Aunty Cissa yang mengatakan dia melakukan hal yang lebih baik daripada membuat jubah Draco serasi dengan gaun Pansy. Aku bisa melihat Pansy di sebelah Draco, mengenakan gaun berwarna merah jambu yang tidak serasi dengan jubah pesta Draco. Mereka seperti bicara sesuatu lalu Pansy pergi meninggalkan Draco.
"By the way, Aunty Cissa memberi salam padamu, dia menyukai semua fotomu untuk Silver Lightning," aku berkata tersenyum.
"Tentu saja," kata Cedric tersenyum.
Lagu pun berakhir, aku dan Cedric saling membungkuk, memberi salam seusai dansa.
"Kau mau minum sesuatu?" kata Cedric.
"Apakah kau tidak mau segera kembali pada Cho?" aku menjawab dengan bertanya balik.
Cedric tidak menjawab dan melihat ke arah Cho yang sedang melihat ke arah kami.
"Pergilah, aku tidak apa-apa," kataku pada Cedric.
"Iya, aku akan menemani Jilian," ucap seseorang.
"Harry!" aku menyapanya dengan senyum lebar.
"Hi Jils, Cedric," kata Harry tersenyum lebar.
"Baiklah, tidak apa-apa kan kalau kalian aku tinggalkan dulu?" kata Cedric.
"Iya, pergilah," ucapku.
"Thanks Jils, Harry," kata Cedric tersenyum lalu pergi meninggalkan kami.
"Ini minumlah," Harry berkata sambil menyerahkan gelas jus buah kepadaku.
"Kau tau, Mom sering berpesan padaku, agar berhati-hati menerima minuman dari pria yang tidak dikenal bila sedang berada di pesta dansa," aku berkata sambil menerima gelas dari tangan Harry, "Karena siapa tau pria itu memasukkan suatu potion ke dalamnnya lalu menculikmu," kataku lagi sambil meminum juice buah ku, dan merasakan potongan leci di dalamnya, hmm favoritku.
"Untungnya aku adalah pria yang terkenal, seperti kau tau, itu karena bekas lukaku yang membuat penasaran orang banyak," ucap Harry terkekeh, aku ikut terkekeh bersamanya, "dan aku hanya memasukkan tambahan potongan leci dalam gelasmu, aku tau kau menyukainya," kata Harry lalu menyesap minumannya.
Aku terkekeh, "Terimakasih minumannya Harry," aku berkata.
"Sama-sama... By the way, kau terlihat cantik malam ini," kata Harry.
"Well.. Thank you.. Kau juga terlihat tampan.. Pasanganmu pasti sangat menyukainya.. Oh ya, dimana dia?"
"Kurasa dia ada di suatu tempat, nah.. disana," Harry menunjuk satu meja bundar, yang dikelilingi oleh murid-murid gryffindor.
"Parvati terlihat cantik, aku tidak salah pilih kan?" kataku menggodanya.
"Ya begitulah," ucap Harry sambil memandang ke arah lain, dan kuikuti ternyata dia melihat ke arah Cho.
"Aku masih tidak percaya, Krum memilihnya jadi pasangan," tiba-tiba seseorang di samping Harry berbicara yang ternyata adalah Ron Weasley, aku agak terpukau melihat jubahnya yang uhm.. agak sedikit ketinggalan jaman, tapi aku memutuskan untuk tidak mengomentari jubahnya.
"Siapa memang pasangan Krum?" aku bertanya.
"Itu lihatlah?" kata Harry.
Aku menoleh ke arah Harry dan Ron sekarang melihat, "Wow, apakah itu Hermione? Dia terlihat cantik sekali malam ini."
"Iya, Hermione menjadi pasangan Viktor Krum," kata Harry.
"Aku tidak mengerti apa yang Hermione lihat dari laki-laki itu?!" kata Ron sewot, membuatku heran dan berkata, "Bukankah kau penggemar Krum? Kau tentu tau dia itu seeker hebat, dan..,"
"Dia itu musuh! Dia pasti mendekati Hermione untuk memata-matai Harry!" Ron memotong kalimatku dan membuatku terkejut.
"Oh Merlin! Lihat, sekarang dia bahkan berani merangkul Hermione!" Ron berkata dengan muka merah.
Belum sempat aku berkomentar, seseorang berkata, "Maafkan aku menyela pembicaraan seru kalian, tapi aku harus meminjam Miss Diggory."
Aku menoleh dan melihat Blaise menyeringai. Aku melihat ke arah Harry dan Ron yang terkejut lalu berkata pelan, "Aku pergi dulu," dan menghampiri Blaise.
"Jadi apa yang bisa kubantu, Mr. Zabini?" tanyaku seraya terdengar para pemusik memulai alunan lagu baru untuk mengiringi lagi setiap pasangan yang akan berdansa.
Blaise memandangku lalu berkata, "May I have this dance, My Lady?" ucap Blaise secara formal.
"Well.. Of course, My Lord..," ucapku tersenyum lalu menyambut tangan Blaise dan dia membawaku ke lantai dansa.
"Jadi apa yang sedang kau bicarakan dengan Potter?" tanya Blaise saat kami mulai berdansa.
"Apakah sekarang kau memata-mataiku?" aku balik bertanya.
"Aku hanya ingin tau saja," kata Blaise.
"Apa yang ingin kau ketahui?" tanyaku lagi.
"Bagaimana bila semuanya? Sewaktu di danau kau mengatakan aku tidak tau apapun.. So, Jilian, katakan apa yang tidak aku ketahui tentangmu," kata Blaise dengan tatapan dan nada suara yang mendominasi, sebagaimana seorang pewaris dari keluarga pureblood dipersiapkan untuk kelak memimpin klannya. Aku tidak pernah menyangka Blaise akan menggunakan nada itu padaku.
Aku belum mengatakan apapun, dan hanya menatap Blaise dengan formal, biarpun aku bukan seorang pureblood, Aunty Cissa memastikan aku mendapatkan pelajaran bagaimana seorang putri keluarga pureblood harus bersikap.
"Apakah kau akan percaya bila aku mengatakan bahwa diriku tidak seperti yang sahabatmu kira?" aku berkata.
"Kurasa sahabatku itu adalah tunanganmu, tapi aku ingin mempercayaimu, jadi kuharap kau mengatakan apa yang tidak aku ketahui," kata Blaise dengan nada bicara yang lebih pelan.
"Aku hanya menghabiskan waktu bersama kakakku," aku berkata.
"Kau sangat dekat dengan Cedric, tadi kulihat kalian juga berdansa bersama, tapi itu semua aku sudah tahu," kata Blaise.
"Apa kau akan percaya kalau kukatakan bahwa Harry adalah Kakakku?" ucapku pelan.
Blaise mengangkat kedua alis matanya, "Kau menganggap Harry Potter itu Kakakmu?"
"Ya, seperti itulah.. Lagipula kau sendiri bilang, sahabatmu itu tunanganku, jadi aku tidak bisa menganggap laki-laki lain lebih dari teman atau saudara kan?" aku berkata
"Aku mengerti bagaimana menghormati promise bracelet yang telah kuterima, kau sebagai salah satu orang yang paling mengenalku, harusnya tau itu," ucapku pelan dan entah mengapa aku jadi merasa sedih dan mataku berkaca-kaca.
"Tentu saja, Jils.. Maafkan aku," kata Blaise pelan.
"Ngomong-ngomong bagaimana kabar dirinya?" aku bertanya sambil berusaha mengendalikan emosiku.
"Kita sedang berdansa, tapi yang kau tanya kabar adalah Draco, hatiku terasa sakit Jilian," kata Blaise memasang ekspresi kecewa.
Aku terkekeh, "Aku lihat kau baik-baik saja."
Blaise ikut terkekeh, "Draco baik, hanya moodnya lebih sering jelek."
"Kenapa?" tanyaku.
"Kau tau kenapa," kata Blaise.
Aku menghela nafas, "Draco yang mengajak Pansy jadi pasangannya ke pesta dansa, dia bahkan tidak menoleh kepadaku saat kami berpapasan di koridor."
"Aku tahu, dia kadang kekanakan dan keras kepala," Blaise berkata lagi.
Kami diam sesaat, berputar di lantai dansa sambil menikmati alunan musik.
"Aku sebenarnya penasaran, kenapa Kau tidak meminta Susan menjadi pasanganmu?" tanyaku.
"Ahaha.. Aku hanya membiarkan Susan untuk bersenang-senang, sebelum dia menghabiskan sisa hidupnya menjadi Mrs. Zabini," kata Blaise percaya diri.
"Kurasa kau lah yang bersenang-senang, siapa pasanganmu?" kataku.
Blaise terkekeh, "Eleonora Ricci."
"Ah.. Gadis ravenclaw tingkat 6 dan sangat cantik, kau punya selera bagus," kataku.
"Hubungan kami hanya sebatas hubungan bisnis, kami sama-sama keturunan Italia, dan keluarga Ricci memiliki kerjasama bisnis dengan keluargaku," Blaise menjelaskan.
"Of course," aku berkata tidak percaya.
Blaise sepertinya tau kalau aku tidak percaya, "Ahahaha.. Aku tidak perlu menjelaskan apapun," katanya.
"Kudengar kau menolak semua anak laki-laki yang memintamu menjadi pasangan ke pesta dansa ini? Benarkah begitu?" Blaise bertanya.
Aku tidak menjawab, "Masih setia pada Malfoy rupanya," kata Blaise bersamaan dengan berakhirnya lagu yang mengiringi dansa kami.
"Baiklah Miss Diggory, terima kasih atas dansanya," ucap Blaise sambil tersenyum dan mengecup tanganku.
"Sama-sama Mr. Zabini," ucapku tersenyum.
Blaise mengantarku ke meja minuman lalu dia pamit untuk menemui Eleonora Ricci. Aku mengambil segelas jus buah, melihat ke sekeliling ruangan lalu mataku bertemu dengan iris abu-abu yang sudah sangat kukenal. Mata kami bertatapan sampai tiba-tiba murid-murid mulai berteriak histeris dan mendekati panggung.
Rupanya The Weird Sisters, band terkenal yang menjadi bintang tamu malam ini telah naik ke atas panggung. Aku kembali menoleh ke arah Draco berdiri, tapi dia sudah tidak ada. Perhatianku kembali teralihkan saat Susan dan Hannah menarikku ke lantai dansa.
"Ini Weird Sisters Jilian, kita tidak mungkin melewatkannya," kata Hannah.
"Come on Jils," sambung Susan.
Aku tertawa lebar membiarkan mereka menarikku, kuputuskan aku akan bersenang-senang malam ini.
Tapi setelah beberapa lagu aku menyelinap dari kerumunan, menuju meja minuman dan mengambil sebotol buterbeer. Saat meminumnya aku melihat Parvati dan Padma tampak marah dan meninggalkan Harry dan Ron yang duduk di kursi-kursi yang mengelilingi salah satu meja bundar.
Aku menghampiri mereka dan berkata, "Apa yang kalian lakukan, kenapa Parvati dan Padma tampak marah?"
"Mereka terus memaksa agar kami mengajak mereka berdansa," kata Ron.
"Mereka kan pasangan kalian, tentu saja kalian seharusnya mengajak mereka berdansa," kataku.
"Sudahlah Jilian, mereka juga tampaknya lebih bersenang-senang tanpa kami," kata Harry. Aku melihat ke arah kembar Patil dan benar saja mereka jelas tampak lebih bersenang-senang dengan para murid Beauxbatons itu.
Aku menghela nafas lalu duduk di kursi di samping Harry. Tampaknya kami bertiga yang tidak memiliki pasangan sekarang ini.
Saat lagu berhenti, Hermione datang dan duduk di kursi kosong di samping Ron. Dia tersenyum lebar dan wajahnya kemerahan akibat berdansa. Hermione tampak gembira.
"Hi guys," sapa Hermione pada kami.
"Hi," jawabku dan Harry bersamaan, Ron diam saja.
"Panas ya?" ucap Hermione sambil mengipasi dirinya, "Viktor sedang mengambil minuman."
"Viktor?" kata Ron tiba-tiba sewot. "Kenapa tidak sekalian kau memanggilnya Vicky?"
"Kau kenapa sih?" Hermione tampak heran.
"Oh, jadi kau tidak tahu? Atau pura-pura tidak tahu?" kata Ron masih ketus.
Hermione memandangku dan Harry meminta jawaban, aku dan Harry yang juga heran akan tingkah laku Ron hanya mengangkat bahu.
"Ron, ada apa denganmu?" Hermione bertanya lagi.
"Dia anak Durmstrang!" kata Ron membentak, "Dia musuh! Dia bertanding melawan Harry! Melawan Hogwarts! Bisa-bisanya kau bergaul dengannya!"
Aku terkejut mendengar Ron. Harry dan Hermione pun tampaknya sama denganku.
"Jangan konyol!" kata Hermione, "Musuh?! Yang benar saja?! Siapa yang paling bersemangat ketika dia datang ke Hogwarts?! Siapa yang ingin tanda tangannya?! Siapa yang punya miniatur action figure nya di kamarnya?!" Hermione tampak kesal.
"Apa kau tidak berpikir dia mungkin hanya memanfaatkanmu untuk memata-matai Harry?!" kata Ron yang juga tampak kesal.
"Asal kau tau saja dia tidak pernah bertanya apapun soal Harry," ucap Hermione geram.
"Ron aku tidak keberatan Hermione berpasangan dengan Krum..," Harry berkata tampaknya berusaha meredakan suasana, tapi Ron tidak menghiraukannya.
"Atau kau mungkin membantunya untuk memecahkan petunjuk dari telur emas itu kan? Kalian berdua asik berdiskusi di perpustakaan kan? Atau kalian membicarakan tentang Spew-mu?" perkataan Ron menurutku mulai merembet kemana-mana.
Hermione menatap Ron dengan pandangan tidak percaya, matanya tampak berkaca-kaca menahan tangis dan kesal.
"Bicaramu sangat ngawur!" kata Hermione lalu bangkit dan pergi meninggalkan kami.
"Apa-apaan itu kenapa dia pergi begitu saja?!" ucap Ron masih sewot.
"Dimana Her-my-oo-nee? Kalian melihatnya?" tiba-tiba Viktor Krum berdiri di sampingku dan bertanya pada kami.
"Uhm.. Kurasa dia pergi ke arah sana," ucapku.
"Oke, terima kasih," kata Viktor Krum.
"Kenapa kau memberitahunya?" kata Ron kepadaku.
"Hah? Kenapa memangnya?" aku bertanya.
"Sudahlah.. Ron, ayo ikut aku, kita jalan-jalan," kata Harry bangkit dan menarik Ron bersamanya.
Ron berjalan kesal mendahului Harry, Harry sempat berkata, "I'm sorry Jils."
"Tidak apa Harry.. Tapi mereka berdua tampaknya harus menyadari perasaan mereka," aku berkata.
"Perasaan apa?" Harry bertanya polos.
Aku memutar kedua bola mataku, "Sudahlah, cepat sana susul Ron sebelum dia melakukan hal yang bodoh," aku berkata.
Aku menghela nafas lalu memandang kesekeliling ruangan, The Weird Sisters sekarang memainkan lagu slow dan membuat para pasangan-pasangan ini berdansa dengan lebih.. uhm mesra..
Merasa diriku jadi tidak sesuai di ruangan ini, aku bangkit dan menyusuri koridor-koridor Hogwarts, sampai tiba di salah satu taman dengan kolam air mancur di tengahnya. Berbeda dengan suasana di dalamnya aula besar, taman ini tampak sepi dan tenang, hanya suara gemericik air mancur yang menemani. Aku duduk di tepi kolam, dan melihat langit malam yang ditaburi bintang-bintang, persis seperti malam saat Draco memberikan bracelet ini untukku. Aku memandang bracelet yang sudah hampir satu tahun ini melingkar di pergelangan tanganku dengan cantiknya, sangat tidak sesuai dengan situasiku dan Draco sekarang ini.
"Apa yang kau lakukan disini?" ucap seseorang yang suaranya amat kukenal.
Aku menoleh ke arah suara itu, lalu bangkit dan melihat sosok dengan rambut pirang platina nya yang khas, matanya menatapku datar, terpasang topeng khas Malfoy di ekspresi wajahnya, namun tetap saja dia terlihat tampan, terutama saat tertimpa cahaya bulan seperti sekarang ini.
"Aku bisa menanyakan hal yang sama padamu," ucapku berusaha mengendalikan perasaanku yang kini bergejolak.
Draco tidak berkata apapun dan berjalan mendekatiku. Saat jarak kami cukup dekat, Draco berkata, "Kemana Scarhead favorit-mu?"
"Kurasa itu bukan urusanmu," aku berkata.
"Apapun tentangmu itu adalah urusanku, karena kau memakai bracelet pemberianku," Draco berkata menatap mataku tajam.
"Oh ya?!" aku tertawa sinis, "Jangan bilang sekarang kau peduli padaku, setelah apa yang kau lakukan!" kataku mulai kesal.
"Aku seorang Malfoy, aku bisa melakukan apa saja yang aku suka dan aku mau!" Draco berkata terlihat mulai geram.
"Iya tentu saja, tuan muda Malfoy. Silakan lakukan apa yang kau suka atau apa yang kau mau, tidak perlulah kau peduli terhadap perasaan orang lain," kataku dengan mata mulai berkaca-kaca.
"Perasaan katamu?! Maksudmu perasaanmu? Begitu?!" Draco berkata dengan tertawa sinis.
"Berani-beraninya kau membahas soal perasaan?! Apa kau tidak sadar yang selama ini telah kau lakukan?!" Draco membentakku.
Aku terkejut, belum pernah Draco sekasar ini padaku.
"Kau tidak sadar ya?! Atau kau hanya pura-pura saja?!" kata Draco lagi.
"Apa maksudmu?" aku bertanya bingung.
Draco menarik lengkanku dengan kasar, memperlihatkan bracelet yang masih melingkar dengan cantik di pergelangan tanganku.
"Kau berani menggunakan bracelet ini, tapi kau berkeliaran dengan laki-laki lain! Kau mau bicara soal perasaan sekarang, hah?!" kata Draco berteriak, "Menurutmu bagaimana perasaanku?!"
Air mataku kini mulai menetes membasahi pipiku, sekilas aku melihat ekspresi Draco melunak, dia melepaskan tanganku dan mengalihkan wajahnya.
Aku mulai terisak dan tubuhku bergetar menahan segala emosi yang kini kurasakan.
"Hubunganku dan Harry tidak seperti yang kau kira," aku berkata pelan.
"Haha," Draco tertawa sinis, lalu kembali menatapku, "Kau masih berani menyangkal setelah aku memergokimu di tepi danau itu?!" ucapnya kembali membentakku.
"Kau tidak mengerti!" ucapku diantara isak tangis dan rasa marah.
"Apa yang aku tidak mengerti?! Aku jelas melihat Kau dan Potter.."
"Stop it!" aku berteriak, "Jangan coba-coba kau menyelesaikan kalimat itu!" aku berkata.
"Kau mengkhianatiku Jilian, apa kau sadar itu? Kau selingkuh dengan Potter dihadapkanku!" kata-kata Draco seperti menusuk hatiku, rasanya dadaku nyeri sekali mendengarnya.
"Aku tidak.."
"Kau masih menyangkalnya, setelah.."
"Harry adalah Kakakku!" aku berteriak.
Draco terdiam melihatku dengan ekspresi bingung.
"Harry adalah Kakak kembarku," aku mengulangi perkataanku.
"Apa yang kau bicarakan?" kata Draco.
"Yang aku bicarakan adalah kenyataan.. Aku dan Harry adalah saudara kembar.." ucapku.
"Kau pasti tau sejarah tentang Jilian Potter kembaran Harry Potter yang menghilang begitu saja ketika keluarga itu diserang oleh you know who..." aku berhenti sesaat memperhatikan ekpresi Draco yang kini bingung.
Lalu aku berkata lagi, "Jilian Potter tidak menghilang, dia diadopsi oleh keluarga Diggory.. Ya, Jilian Potter dan aku adalah orang yang sama."
"Keluarga Diggory membesarkan dan merawat diriku seperti anak mereka sendiri.." kataku lagi.
Draco masih menatapku dengan tatapan tidak percaya, "Akupun baru mengetahuinya musim panas yang lalu."
"Jadi Draco Malfoy, aku tidak pernah selingkuh darimu! Aku tidak pernah tidak menghormati tradisi bracelet ini setelah aku menerimanya darimu!"
Draco sepertinya masih tidak yakin, "Apa kau mengarang semua ini?!"
"Ahaha.." aku tertawa sinis, "Tentu saja kau tidak akan percaya, dan mungkin sekarang kau menyesal karena kau telah memberikan bracelet ini pada seorang Potter!"
"Kau.. Seorang Potter?!" Draco berkata dengan ekspresi yang tidak dapat kubaca.
"Ya aku seorang Potter.. Apakah kau bisa menerimanya? Apakah kau masih mau melanjutkan ini semua?" aku bertanya.
Draco terdiam. Pada saat dia akan bicara aku menghentikannya, "Stop! Kau tidak perlu mengatakan apapun. Aku tau bagaimana jijiknya dirimu terhadap seorang Potter!"
"Kau sudah tau kenyataannya sekarang. Dan setelah apa yang terjadi, kurasa ini.." aku menunjuk di antara diriku dan Draco.
"Kurasa ini tidak akan berhasil.." aku berkata lalu melepas bracelet di pergelangan tanganku dan menyerahkannya ke tangan Draco.
Aku menatap iris abu-abu yang balik menatapku dengan pandangan yang tidak biasa, lalu aku berbalik pergi meninggalkannya.
