Disclaimer : I don't own Harry Potter!
Please enjoy the story :)
Blaise POV
"Harry adalah Kakakku!" Jilian berteriak.
"Apa?!" Pansy berbisik.
Aku pun terkejut mendengarnya, namun aku mengangkat jari telunjuk ke bibirku, memberi isyarat kepada Pansy agar tetap tenang.
"Harry Potter adalah Kakak kembarku," Jilian berkata lagi.
"Homenum revelio," Pansy bergumam, memastikan tidak ada orang lain di sekitar sini yang ikut mendengarkan pembicaraan ini. Karena bila ada, kami harus meng-obliviate mereka. Oh ya, kami dapat melakukannya, sebagai pewaris keluarga pureblood, aku, Draco dan Pansy telah dilatih untuk dapat menguasai mantra-mantra advanced sejak dini.
"Muffliato," Pansy berkata lagi sambil mengayunkan tongkatnya ke sekeliling taman, memastikannya menjadi kedap suara sehingga bila ada seseorang yang tiba-tiba datang mereka tidak akan mendengar pembicaraan Draco dan Jilian.
Aku dan Pansy yang bersembunyi di balik dinding taman, masih bisa mendengarkan pertengkaran Draco dan Jilian. Rupanya Jilian tidak bercanda saat dia mengatakan Harry Potter adalah kakaknya sewaktu kami berdansa tadi.
Sampai akhirnya aku mendengar Jilian berkata, "Kurasa ini tidak akan berhasil."
Jilian pergi meninggalkan Draco, dan aku yakin Jilian menangis. Setelah beberapa saat aku dan Pansy menghampiri Draco yang kini duduk di tepi kolam dengan kepala tertunduk melihat sebuah bracelet di tangannya.
"Seberapa banyak kalian dengar?" kata Draco.
"Semuanya," aku menjawab.
"Apakah ada orang lain yang dengar?" kata Draco lagi.
"Tidak, dan aku sudah memastikannya," ucap Pansy.
Draco mengangguk, "Informasi ini adalah rahasia."
"Tentu saja," aku dan Pansy berkata bersamaan.
"Come on Drake, we need to calm you down," Pansy berkata sambil menarik lengan Draco.
Draco bangkit, lalu menatapku dan berkata, "Aku perlu kebenaran tentang informasi ini."
Aku menjawab Draco dengan anggukan.
Jilian POV
Aku pergi meninggalkan Draco, serangkaian emosi bercampur aduk dalam diriku, marah, kesal, sedih dan berusaha menahan air mata mengalir ke pipiku.
Aku tidak menghiraukan sekitar dan bergerak terus menuju asramaku.
"Jilian!" seseorang menahan bahuku saat aku akan menuruni tangga menuju kamar anak perempuan.
Aku terlonjak kaget lalu menoleh dan melihat Cedric menatapku khawatir.
"Ada apa denganmu? Aku memanggilmu berkali-kali sejak di depan aula besar tadi," kata Cedric.
"Cedric! Aku mengatakannya!" aku berkata panik.
"Bagaimana ini, aku mengatakannya!"
"Apa yang kau katakan? Kepada Siapa?" pandangan Cedric makin khawatir.
"Aku mengatakannya pada Draco! Kami bertengkar hebat dan aku sudah tidak tahan lagi. Akhirnya aku mengatakan semuanya! Tentang aku dan Harry!"
"Oh Merlin!" Cedric berkata.
Cedric menarikku dan membawaku ke kamarnya yang kini kosong, semua teman-teman sekamarnya tampaknya belum kembali dari pesta dansa.
Aku duduk di kasur Cedric lalu Cedric mendekap dan membelai kepalaku. Aku mulai terisak menangis, membasahi bagian depan jubahnya. Apa yang akan terjadi sekarang, seharusnya semua ini menjadi rahasia. Malah diriku sendiri yang membocorkannya pada Draco, dan Draco adalah seorang Malfoy, dan Malfoy mempunyai sejarah terkait you know who.
Keesokan harinya aku terbangun dengan kepala berat, dan badan yang terasa nyeri, melihat ke sekeliling, semua teman-teman sekamarku tidak ada di tempat tidurnya, hei, aku tidak ingat kapan kembali ke kamar dan siapa yang menggantikan gaunku dengan piyama?
Kemudian aku mendengar pintu kamar terbuka.
"Jilian, akhirnya kau bangun juga.." Susan berkata.
"Hi Susan, aku mau kembali tidur," jawabku.
"Kau sudah seharian tidur, setidaknya kau harus makan dulu," kata Susan.
"Memangnya sekarang jam berapa?" tanyaku.
"Sekarang sudah waktunya makan malam, kau melewatkan sarapan dan makan siang," Susan menjelaskan.
"Aku tidak lapar.. Kau sendiri kenapa tidak ke aula besar?" aku berkata pelan.
"Aku berpikir untuk membangunkanmu," kata Susan.
Lalu Susan menghela nafas, berjalan menghampiriku dan duduk di tepi tempat tidurku, "Hei Jils, ada apa denganmu?" tanya Susan pelan.
"Kau tidak biasanya seperti ini.. Bahkan semalam Ced harus melevitasimu karena kau tertidur di kamarnya. Aku dan Hannah yang mengganti gaunmu dengan piyama," Susan berkata lagi.
"Maafkan aku jadi merepotkanmu dan Hannah," ucapku pelan.
"Tidak apa Jils.. Sama sekali tidak merepotkan, tapi kau membuat kami khawatir..," kata Susan.
"Maafkan aku," aku berkata lagi.
"Ada apa sebenarnya?" Susan bertanya lagi.
"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja," kataku berusaha tersenyum.
"Hmm, baiklah, tapi kau harus makan malam ya," kata Susan tidak memaksa lagi diriku untuk menceritakan yang terjadi.
"Aku..,"
"Jangan bilang 'Aku tidak lapar', kau belum makan seharian," kata Susan.
"Oke baiklah, aku akan mandi dulu.. Dan aku akan makan di dapur saja," kataku.
"Oke, itu lebih baik daripada kau tidak makan," Susan berkata.
Lalu dia bangkit dan menuju pintu kamar kami.
"Susan," aku memanggilnya sebelum dia keluar.
"Ya?" kata Susan.
"Bolehkah tolong beritahu Cedric aku ada di dapur?" tanyaku.
"Ya, tentu saja, aku akan memberitahukannya," kata Susan tersenyum.
"Thanks," aku berkata.
Aku memaksakan diri bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi.
Setelah mandi, awalnya aku berniat untuk kembali bergelung di kasurku yang empuk, namun perutku memprotes minta diisi sesuatu.
Aku berjalan keluar dari asrama menuju sebuah lukisan buah-buahan yang berada di koridor dekat pintu asrama hufflepuff.
Aku menggelitik buah pir di lukisan di depanku yang berubah menjadi sebuah kenop pintu yang menuju dapur.
Para peri rumah dengan senang hati menyiapkan makan malam untukku di dapur yang seluas aula besar ini, aku menuju salah satu meja dimana aroma kaserol ayam menggugah seleraku dilengkapi kentang tumbuk, jus buah labu, dan puding coklat sebagai makanan penutup.
Para peri rumah mulai menghilang entah kemana saat aku memakan puding coklatku, sepertinya makan malam di aula besar sudah berakhir. Salah satu dari peri rumah mengatakan supaya aku meninggalkan piring bekas makanku di meja saja apabila aku telah selesai, nanti salah satu dari mereka akan membereskannya.
Aku baru selesai memakan potongan kedua puding cokelatku, ketika pintu dapur terbuka lalu Cedric masuk diikuti dengan Harry.
"Hai Jils," kata Cedric dan Harry bersamaan.
"Hai guys," aku menyapa mereka.
Harry duduk di sampingku, "Bagaimana keadaanmu? kau baik-baik saja?"
"Aku baru menghabiskan sepiring kaserol ayam dan kentang tumbuk, juga dua potong puding cokelat, kurasa aku akan baik-baik saja," aku berkata dengan tersenyum kecil. Harry terkekeh mendengarnya.
"Kau seharian tidak makan, wajar saja kalau kau kelaparan," kata Cedric duduk di depan kami sambil membawa 3 botol butterbeer yang telah dibukanya. Kurasa itu adalah sisa pesta dansa kemarin, karena biasanya dapur hogwarts tidak menyiapkan stok butterbeer.
"Thanks Ced," ucap Harry.
"Jad bagaimana perasaanmu sekarang? Kau siap untuk menceritakan yang sebenarnya terjadi kemarin malam?" tanya Cedric padaku.
Aku mengambil botol butterbeer di depanku dan meminumnya, melupakan jus buah labu yang telah disiapkan oleh para peri rumah. Lalu menceritakan kepada Cedric dan Harry mengenai pertengkaranku dan Draco.
Draco POV
Saat memasuki aula besar, suasana sudah mulai sepi, karena makan malam hampir berakhir. Bila bukan karena perutku memberontak setelah seharian ini belum terisi makanan, aku tidak akan naik dari kamarku yang nyaman di asrama slytherin.
Aku melihat Blaise duduk dengan Pansy sedikit menjauh dari para murid-murid slytherin lainnya. Aku menghampiri mereka, ketika aku duduk, mataku otomatis menyusuri sisi lain ruangan, mencari seseorang yang selalu ada di pikiranku.
"Dia tidak ada," kata Pansy.
"Susan bilang Jilian makan di dapur, setelah seharian ini tidak keluar kamar," kata Blaise lagi.
Aku mengangguk tanda mendengarnya, tidak menghiraukan bagaimana Blaise bisa mengetahui informasi ini dari Bones.
"Pansy, kau ikut?" seseorang memanggil Pansy, aku menoleh dan melihat Daphne Greengrass.
"Ah iya, tentu saja," Pansy berkata, "Aku pergi dulu yaa, urusan cewek."
Aku memutar kedua bola mataku. Lalu Pansy berkata lagi, "Salam untuk Ibumu Blaise," kata Pansy lalu bangkit menghampiri Greengrass.
"Kau jadi pulang malam ini?" tanyaku pada Blaise.
"Iya, Mother sudah meminta ijin agar aku bisa menggunakan jalur flo dari perapian di kantor kepala sekolah ke Zabini Manor," Blaise berkata.
"Langsung ke Italia?" tanyaku lagi.
"Oh tidak, ke Zabini Manor yang di Inggris. Aku perlu mengurus sesuatu tentang urusan imigrasi, bagaimanapun Aku dan Mother masih merupakan warga kementerian sihir Italia," kata Blaise.
"Mungkin aku bisa sekalian mencari informasi tentangnya, Emily Diggory juga bukan warga kementerian sihir Inggris kan?" Blaise berkata lagi dengan pelan.
Aku mengangguk mengerti. Tidak lama kemudian Blaise pamit padaku lalu menuju ruang kepala sekolah.
Aku baru memakan setengah dari makananku saat kulihat Cedric bangkit dari meja asramanya menghampiri Potter, lalu mereka bersama-sama keluar aula.
Aku bangkit melupakan makan malamku dan mengikuti mereka. Tidak lupa saat keluar dari aula besar, aku merapalkan disillusionment charm pada diriku, agar siapapun tidak dapat menyadari kehadiranku.
Cedric dan Potter berhenti di depan lukisan buah-buahan yang merupakan pintu menuju dapur. Sebelum pintu menutup aku mengayunkan tongkat membuat pintu dapur tidak menutup rapat sehingga aku bisa menyelinap masuk lalu bersembunyi diantara rak-rak bahan untuk mendengar pembicaraan mereka. Aku bisa melihat Jilian, seperti dugaanku mereka menemuinya. Dan apa yang ku dengar selanjutnya adalah hal yang tidak kuduga.
Jilian POV
"Ini gawat!" kata Harry setelah aku selesai menceritakan pertengkaranku dengan Draco.
"Ini gawat!" Harry mengulanginya.
"Harry tenanglah!" kata Cedric.
"Bagaimana bisa tenang?! Keselamatan Jilian bisa terancam! Bagaimana bila Malfoy memberitahukan pada Ayahnya?! Kalian tau kan Lucius Malfoy itu mantan Death Eather!" Harry berkata dengan panik.
"Seperti kau bilang, 'mantan', tidak terbukti kalau sekarang ini dia masih terlibat dalam aktivitas pendukung you know who.. Lagipula yang dulu pun Uncle Lucius terbebas dari segala bentuk hukuman, karena yang dia lakukan akibat pengaruh kutukan imperius," kata Cedric.
"Bukankah itu yang akan dikatakan semua orang untuk menghindari hukuman karena menjadi pengikut Voldemort?" Harry berkata.
Aku dan Cedric diam tidak menjawab.
"Dan menurut kalian tidak ada hubungannya antara Malfoy Corp. menjadi sponsor utama di turnamen ini dengan namaku yang keluar dari piala api?" Harry berkata lagi.
Semua ini begitu membingungkan dan membuat frustrasi, kejadian di piala dunia, maupun di turnamen ini.. Malfoy Corp. menjadi sponsor utama di kedua event itu. Apakah memang benar ada hubungannya?
Keluarga Malfoy juga bersikap aneh setelah piala dunia quidditch..
Tapi Aunty Cissa tidak akan membiarkannya.. Ya, dia tidak akan mau Draco terlibat dalam kegiatan death eather..
"Harry, peran Malfoy Corp. hanya sebagai sponsor, kurasa mereka tidak punya akses untuk mendekati piala api ataupun piala Triwizard, itu adalah wewenang kementerian, para kepala sekolah dan konfederasi kerjasama sihir international," aku berkata.
"Menurutmu begitu? Kita tidak pernah benar-benar tau kan?!" kata Harry.
"Kurasa Jilian benar, Uncle Lucius bahkan tidak pernah hadir lagi setelah acara pembukaan turnamen," kata Cedric.
"Tapi tetap saja dia itu dulunya seorang Death Eather!" kata Harry.
"Kalian ingat kan kejadian 2 tahun lalu saat banyak murid yang membeku, itu semua adalah karena Lucius Malfoy menyelipkan buku harian Voldemort ke dalam kuali Ginny Weasley!" Harry berkata lagi.
"Apa?!" kata Cedric, lalu Harry menceritakan apa yang terjadi tentang kamar rahasia.
"Itu tidak mungkin.." Cedric berkata saat Harry selesai menceritakan semuanya. Aku pun baru mendengar detail dari cerita ini dan terkejut mendengarnya.
"Apa yang tidak mungkin? Itu semua benar-benar terjadi, Dobby bahkan sekarang berada disini.. Dobby!" kata Harry.
Bunyi 'Tar' keras terdengar lalu dengan takut - takut seorang peri rumah mendekati kami. Aku bisa mengenali peri rumah yang dulu selalu mengikuti Uncle Lucius kemana-mana, atau sekali-sekali mengawasi aku dan Draco bermain.
"Dobby.." ucapku pelan.
Dobby membungkuk dalam kepada kami, "Young Miss Diggory, Young Master Diggory, Master Potter.." ucapnya dengan suara bergetar.
"Dobby apakah kau tau mengenai buku harian you know who yang dulu dimiliki oleh Lucius Malfoy?" aku bertanya.
Dobby menatapku tampak ketakutan, "Dobby, kau tidak perlu takut, kau bisa ceritakan semuanya pada kami.. Kau tau kami tidak pernah kasar padamu.."
"Dobby peri rumah yang nakal.. Dobby peri rumah yang nakal.." Dobby berkata panik dan mulai membentur-benturkan kepalanya ke salah satu kaki meja.
"Dobby berhenti!" kata Harry.
"Dobby hentikan menyakiti dirimu!" aku berkata.
Akhirnya Ced menahan Dobby, "Dobby tenanglah! Kau bukan peri rumah yang nakal! Kau peri rumah yang baik, dan Lucius Malfoy sudah bukan majikanmu lagi!" kata Cedric.
Dobby memandang Cedric dengan mata besarnya yang berkaca-kaca.
"Young Master Diggory, anda sangat baik.. Hiks.." Dobby berkata diantara isak tangisnya.
"Benar, Master Malfoy bukanlah majikan Dobby lagi, Master Malfoy telah memberikan pakaian pada Dobby, Dobby adalah peri rumah yang bebas," Dobby berkata lagi.
Saat Dobby mulai tenang, aku bertanya lagi, "Baiklah Dobby, kami ingin kau menceritakan sesuatu, kau bisa percaya pada kami, kalau kami tidak akan membocorkannya pada siapapun.." aku berhenti sejenak.
"Dobby tidak bisa melakukannya, Dobby peri rumah yang nakal," ucapnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca lagi.
"Dobby, apabila kau bisa menjelaskan apa yang kami tanyakan, itu artinya kau membantuku untuk melawan Voldemort dan para pengikutnya," kata Harry tiba-tiba.
Dobby berjengit saat mendengar nama you know who, namun berkata, "Kalau Dobby bicara, Dobby akan membantu Harry Potter untuk melawan pangeran kegelapan?" tanyanya penuh harap.
"Benar Dobby, informasi apapun yang kau katakan akan sangat penting dalam upayaku menyelamatkan dunia sihir," kata Harry lagi meyakinkan Dobby, aku dan Cedric memandang Harry dengan pandangan tidak percaya akan apa yang dilakukannya. Tapi ini adalah langkah yang cerdik, memanfaatkan kekaguman Dobby pada dirinya sebagai savior of the wizarding world, how very slytherin he is...
"Dobby akan membantu Harry Potter menyelamatkan dunia sihir, Dobby akan mengatakan apapun untuk membantu Harry Potter," ucap Dobby dengan mata berkaca-kaca yang kini karena terharu.
Lalu Harry mengangguk padaku sebagai isyarat untukku mulai bertanya.
"Baiklah, Dobby.. Apakah Lucius Malfoy dulu mengetahui hubungan buku harian you know who dengan kamar rahasia?" aku bertanya.
Dobby menatapku dengan mata besarnya, "Dobby masih ingat saat pangeran kegelapan memberikan buku itu kepada Master Malfoy.. Itu adalah hari kedua Dobby bertugas sebagai peri rumah pribadi Master Malfoy, menggantikan peri rumah sebelumnya yang baru saja meninggal, karena sudah terlalu tua.. Buku itu adalah hadiah untuk kelahiran Young Master Malfoy..."
Rasanya ngeri memikirkan pangeran kegelapan memberikan buku itu sebagai hadiah kelahiran Draco.
"Dobby masih ingat bagaimana sihir yang sangat gelap memancar dari buku itu," Dobby berhenti sesaat.
"Namun Dobby rasa Master Malfoy tidak tahu kalau buku itu ada hubungannya dengan kamar rahasia," kata Dobby.
"Bagaimana kau yakin dengan itu?!" kata Harry.
Dobby menatap Harry dengan takut, "Itu adalah karena Master Malfoy berusaha memusnahkan buku itu berkali-kali setelah pangeran kegelapan menghilang pada 13 tahun yang lalu."
"Lucius Malfoy berusaha memusnahkan buku itu, kenapa?" ucap Harry tampak tidak percaya.
"Tentu saja untuk melindungi keluarganya," kata Dobby.
Mata Harry tampak membelalak terkejut mendengar pernyataan Dobby barusan, tapi tidak mengejutkan bagiku ataupun Cedric. Kami cukup mengenal keluarga Malfoy untuk mengetahui bahwa mereka akan melakukan apapun untuk melindungi keluarga dan orang-orang terdekat mereka.
"Bertahun-tahun Master Malfoy telah mencoba segala cara, namun tidak pernah berhasil," kata Dobby.
"Sepertinya dia belum mencoba menancapkan taring basilisk," ucap Harry dengan nada sarkastik.
"Harry..," aku memperingatkan.
"Lanjutkan Dobby," kata Cedric.
"Master Malfoy akhirnya menyimpan buku itu di suatu tempat di Malfoy Manor, jauh dari jangkauan keluarganya, sampai pada suatu hari di tiga tahun yang lalu, Mistress Malfoy tanpa sengaja menemukannya," Dobby lanjut menjelaskan.
"Untungnya saat itu Young Master Malfoy, Young Master Diggory dan Young Miss Diggory sedang bersekolah, jadi tidak ada di Malfoy Manor," kata Dobby.
"Apa yang terjadi?" tanyaku.
"Mereka bertengkar hebat, Mistress Malfoy marah karena Master Malfoy ternyata masih menyimpan buku itu.. Master Malfoy menjelaskan segala cara telah dicoba untuk memusnahkan buku itu tapi tidak berhasil.. Mistress Malfoy mengusulkan supaya meminta bantuan Headmaster Dumbledore, namun Master Malfoy menolaknya..," Dobby menjelaskan.
"Akhirnya saat Young Master Malfoy pulang pada akhir tahun pelajaran dan bercerita bahwa Harry Potter juga bersekolah di Hogwarts, Master Malfoy merencanakan untuk secara tidak sengaja memberikan buku itu pada Harry Potter, dengan harapan Harry Potter akan melaporkan pada Headmaster Dumbledore," kata Dobby.
"Maka Dobby memperingatkan Harry Potter untuk tidak datang ke Hogwarts, karena sihir hitam dalam buku itu sangat berbahaya, Dobby tidak mau sesuatu menimpa penyelamat dunia sihir.. Tapi Harry Potter tidak mendengarkan."
Dobby berhenti sejenak lalu berkata lagi, "Dan sewaktu di toko buku di diagon alley, kesempatan pun datang, Master Malfoy bertemu dengan Harry Potter dan keluarga berambut merah.. Namun Master Malfoy tidak bisa menemukan buku-buku milik Harry Potter, maka Master Malfoy menyelipkannya di kuali milik anak perempuan kecil dari keluarga berambut merah itu.."
"Ginny Weasley," Harry berkata melengkapi cerita Dobby.
Dobby mengangguk lalu melanjutkan, "...dengan harapan anak sekecil Miss Weasley akan ketakutan menghadapi buku yang bisa membalas apa yang ditulisnya dan segera melaporkan pada kedua orangtuanya atau kepada kepala sekolah..."
"Tapi ternyata Young Miss Weasley tidak melaporkannya dan terus menulis di buku itu sehingga terpengaruh oleh sihir hitam di dalamnya," ucap Dobby dengan ekspresi ngeri di wajahnya.
Kami bertiga terdiam mendengar akhir cerita Dobby, tidak yakin harus berkata apa.
"A.. Apakah Narcissa dan Draco Malfoy mengetahui tentang semua rencana Lucius itu?" aku bertanya.
"Tidak.. Tentu saja tidak.. Master Malfoy melakukan semua itu untuk melindungi mereka," kata Dobby lagi.
"Kau dengar Harry, bahkan Dobby tau yang dilakukan Lucius Malfoy semata-mata hanya demi melindungi keluarganya," aku berkata membela keluarga Malfoy.
"Tapi tetap saja yang dilakukannya membuat keadaan di Hogwarts menjadi berbahaya! Untung saja murid-murid hanya membeku, bagaimana bila ada yang benar-benar mati?!" kata Harry terlihat kesal. Sebagian dari diriku setuju dengan Harry, yang dilakukan Uncle Lucius benar-benar mengerikan.
"Sudah! Hentikan kalian berdua, sekarang ini bukan saatnya untuk bertengkar!" Cedric menengahi.
Kami bertiga terdiam lagi beberapa saat, terpaku dengan pikiran kami masing-masing.
Sampai akhirnya Harry berkata, "Baiklah terimakasih Dobby, informasi yang kau berikan ini akan sangat berguna untuk kebaikan dunia sihir Inggris.. Sekarang kau boleh pergi dan beristirahat," Harry berkata dengan lebih tenang.
"Dobby senang bisa membantu Harry Potter," ucapnya.
"Dobby sebentar!" aku berkata mencegahnya pergi.
"Yes, Young Miss Diggory?"
"Aku tahu Lucius Malfoy sudah bukan majikanmu lagi, tapi aku mohon, tolong kau jangan mengatakan apapun tentang hal ini, juga semua hal tentang keluarga Malfoy kepada siapapun.. Tolong, lakukan demi Narcissa dan Draco Malfoy, aku yakin mereka tidak pernah berlaku kasar padamu selama kau melayani mereka," aku berkata memohon padanya.
"Tentu saja, Mistress Malfoy dan Young Master Malfoy selalu baik kepada Dobby," kata Dobby.
"Terimakasih Dobby," aku berkata tersenyum padanya.
Dobby kemudian kembali membungkuk dalam sebelum menghilang bersama piring-piring dan gelas bekas makan malamku.
"Jadi bagaimana sekarang?" aku bertanya kepada kedua Kakakku ini.
"Kurasa kita harus beritahukan kepada para orang dewasa kalau Malfoy sudah tau kau adalah kembaranku," kata Harry.
"Apakah perlu sekarang kita memberitahukan kepada mereka?" aku berkata ragu-ragu.
"Bagaimana bila kita menundanya, sampai benar-benar yakin reaksi Draco mengenai ini semua?" sebagian diriku masih berharap Draco tidak akan mempemasalahkan diriku yang seorang Potter.
"Jilian kenapa sih kau masih saja membela Malfoy?" kata Harry.
"Aku setuju dengan Jilian," kata Cedric.
"Kau juga Ced?" kata Harry terkejut.
"Harry, kau sudah mendengarkan penjelasan Dobby, dan Lucius Malfoy yang kami kenal adalah orang yang akan melindungi keluarganya, biarpun caranya mungkin bukanlah cara yang terbaik.." Cedric berhenti sejenak.
"Aku setuju untuk menunggu reaksi Draco, sebelum kita melaporkan pada orang dewasa.. Karena aku percaya padanya," kata Cedric.
Biarpun dengan kesal, akhirnya Harry setuju denganku dan Cedric untuk menunda memberitahukan kepada para orang dewasa.
Draco POV
Aku memandang api yang berkobar di perapian di dalam kamarku dan Blaise, ditemani sebotol firewhisky di tangan kananku yang kini isinya tinggal setengah.
Salah satu keuntungan menjadi anak dari keluarga pureblood yang kaya raya adalah bisa mendapatkan fasilitas yang sedikit berbeda.
Setelah berhasil meyakinkan Father dan sumbangan besar yang diberikan keluargaku untuk sekolah ini selama bertahun-tahun, akhirnya tahun ini aku bisa memiliki kamar pribadi lengkap dengan perapian, sofa-sofa yang nyaman dan mini bar nya, walaupun harus berbagi dengan Blaise. Setidaknya sahabatku yang satu ini tidak mendengkur keras seperti Vincent atau Greg.
Pikiranku masih terpaku pada apa yang baru saja kudengar. Cedric pun tidak menyangkal kalau Jilian adalah kembaran Harry Potter. Jadi selama ini aku telah salah menyangka hubungan antara Jilian dan Potter. Aku mengusap rambut pirang platinaku dengan frustrasi.
Apa yang telah kulakukan?! Aku pasti sangat menyakitinya?! Mengingat ekspresi dan segala perkataan Jilian malam itu.
Aku pun mendengar hal yang mereka bicarakan tentang Father. Itu semua tidak membuatku kaget, Father mungkin memang bukan orang baik. Tapi aku bisa mengerti apa yang dilakukannya. Father hanya melakukan hal yang perlu untuk dilakukan, demi melindungi keluarga. Dan akhirnya kini aku tau kenapa Dobby tiba-tiba menghilang yang akhirnya membuat Father membutuhkan peri rumah pribadi yang baru.
Kemudian teringat reaksi Jilian dan Cedric setelah mendengar cerita Dobby. Cedric masih mengatakan dia mempercayaiku. Sedangkan Jilian, bahkan setelah apa yang kulakukan padanya, Jilian masih membelaku dan keluargaku serta berupaya melindungi kami dengan meminta supaya Dobby tidak menceritakan hal yang diketahuinya tentang keluargaku kepada siapapun.
Arrgghh! Kenapa mereka tidak membenciku saja! Itu akan membuat segalanya jadi lebih mudah!! Aku bisa bersikap mengacuhkan dan tidak mempedulikan mereka.
Aku sangat mengerti maksud Potter bahwa dengan diriku mengetahui informasi ini adalah hal yang gawat!! Biarpun aku tidak mau menjadi seorang Death Eather, sejarah telah mencatat keterlibatan Father dalam aksi mereka. Dan melihat beberapa kejadian yang terjadi belakangan ini, aku tau Father kemungkinan besar terlibat beberapa diantaranya, salah satunya kejadian di piala dunia quidditch. Beberapa orang yang tidak biasa telah menemui Father beberapa hari sebelum kejadian. Hal itu membuat Mother marah, namun Father tetap melakukannya biarpun dukungan yang diberikannya tidak secara langsung. Aku yakin uang adalah hal utama yang mereka inginkan dari Father. Aku jadi semakin ragu apakah diriku bisa menghindari takdir terlibat dengan pangeran kegelapan!! Dan dengan kenyataan Jilian ternyata adalah seorang Potter, aku jelas bukanlah laki-laki yang tepat untuknya!! Aku bahkan bisa berbahaya untuk Jilian!! Aku melempar botol firewhisky di tanganku, membuatnya hancur berkeping-keping berserakan di lantai...
