Disclaimer : I don't own Harry Potter!Please enjoy the story :)

Cedric POV

Aku berada di lab penelitian pada suatu sabtu saat kegiatan sekolah sudah dimulai kembali. Pikiranku terbagi-bagi, kadang memikirkan penelitianku, kadang memikirkan bagaimana memecahkan petunjuk dari telur emas ku, atau bahkan memikirkan Jilian dan apa yang Harry juga Dobby ceritakan pada kami.

Aku sangat terkejut mendengar bahwa Ginny Weasley lah yang telah membuka kamar rahasia 2 tahun yang lalu. Biar bagaimanapun tahun ini aku menjadi cukup dekat dengan Ginny, dia turut membantu dalam penelitianku dan mempunyai ketertarikan terhadap ilmu juga hal-hal baru sepertiku, yang membuatku tidak heran, dulu Ginny tidak langsung melaporkan buku harian itu, tapi kurasa dia penasaran akan apa yang bisa dilakukan oleh buku itu.

Aku menghela nafas, lalu memandang telur emas dihadapanku dan membukanya sekali Iagi. Bagaimana mendapatkan petunjuk dari lolongan suara yang memekakan telinga?

Aku menutup kembali telur emas ku saat menyadari seseorang berdiri di pintu. Aku melihat Ginny Weasley melambaikan tangannya dan berkata sesuatu, tapi aku tidak bisa mendengar suaranya.

Aku membatalkan mantra 'Muffliato' di sekelilingku lalu berkata, "Hi Gin! Kau sudah lama berada disitu?"

"Tidak, aku baru saja tiba, dan kau tampaknya sedang serius sekali," Ginny berkata sambil duduk di salah satu bangku di hadapanku.

"Yeah, masih berusaha memecahkan petunjuk telur emas ini," aku berkata pelan.

"Tapi kok, aku tadi tidak mendengar suara apapun yang keluar dari telur emas mu?" kata Ginny.

"Oh itu karena aku merapalkan mantra kedap suara di sekitarku, supaya suara lolongan yang memekakan telinga ini tidak mengganggu orang lain," aku menjelaskan.

"Mantra kedap suara? Bisakah kau mengajariku?" tanyanya.

"Ya, tentu saja," kata Cedric.

"Kurasa kau juga perlu mengajari Harry, kalian cukup dekat kan?" kata Ginny.

"Iya, kenapa memangnya?" tanyaku.

"Harry selalu merasa bersalah setiap dia membuka telur emas nya, karena suara lolongan itu memenuhi seluruh asrama gryffindor," kata Ginny.

"Ah..," ucapku mengerti.

"Biarpun kami para gryffindor mengerti dan tidak ada yang marah padanya, kami juga sudah menjelaskan bahwa kami mengerti dirinya harus segera memecahkan petunjuk dari suara itu," Ginny berkata lagi.

"Itulah mengapa aku membawa telur emasku ke sini, dan merapalkan mantra kedap suara, agar aku sendirian dan tidak mengganggu orang lain," aku berkata.

"Lalu apakah kau sudah memecahkan petunjuknya?" tanya Ginny.

"Belum," ucapku sambil menghela nafas.

"Aku juga melihat Harry membawa telur emasnya ke suatu tempat untuk menyendiri, tapi ketika dibuka kami tau dimana dia berada, karena suara lolongan itu," kata Ginny lagi.

"Kasihan Harry," aku berkata.

"Kasihan juga dirimu, kalian berdua, sekarang sudah bulan Januari, tidak akan terasa sampai tugas kedua akan berlangsung, bulan depan kan?" kata Ginny lagi.

Aku hanya terkekeh mendengarnya. Bagaimana ini, aku dan Harry sama-sama belum memecahkan petunjuknya? Aku penasaran bagaimana dengan Fleur dan Viktor.

"Cedric kurasa kalian sudah benar, menyendiri dengan telur emas kalian masing-masing," kata Ginny tiba-tiba.

"Oh ya? Menurut mu begitu?" tanyaku.

"Iya, karena efek dari suara memekakan telinga itu membuat kalian tidak enak karena takut mengganggu orang lain, mungkin maksudnya juga adalah agar kalian memecahkan petunjuknya sendirian," kata Ginny lagi.

"Iya, itulah yang aku dan Harry lakukan selama ini kan?" kataku.

"Maksudku benar-benar sendirian," kata Ginny.

"Maksudmu?" tanyaku.

"Kapan kau benar-benar sendirian? Kalau seperti sekarang kan, aku tiba-tiba datang, kau tidak lagi sendirian, biarpun dengan mantra kedap suaramu," ucap Ginny membuatku bingung.

"Jadi kapan kau benar-benar sendirian?" tanya Ginny lagi.

"Uhm," aku berpikir, "Pada saat aku mandi," aku menjawab bingung.

"Nah, tepat sekali, apakah kau pernah mencoba membawa telur emas mu saat kau mandi?" tanya Ginny.

"Buat apa aku membawanya saat aku mandi?" tanyaku agak sewot.

Ginny memutar kedua bola matanya, "Kenapa tidak? Kurasa itu bukan ide yang buruk kan? Lagipula kudengar kamar mandi prefek punya bak mandi seluas kolam renang, jadi kau bisa membawa telur emas mu berenang," Ginny berkata dengan wajah polos.

Aku memandangnya tidak percaya, "Dari mana kau tahu kamar mandi prefek punya bak mandi seluas kolam renang?"

"Apa kau lupa kalau Percy Weasley adalah Kakakku? Dia dulu adalah seorang prefek dan sangat bangga akan hal itu, bahkan detail tentang kamar mandi prefek pun dia ceritakan," kata Ginny.

Aku berkata 'O' tanpa suara, ya aku bisa mengingat Percy Weasley, "Dia juga Head Boy tahun lalu kan?" tanyaku.

"Aargh, don't remind me," kata Ginny.

"Why?" tanyaku.

"Don't ask," Ginny berkata, "Jadi bagaimana, kau mau mengajak berenang telur emas mu? Kurasa kau bisa mencoba membukanya dalam air. Seperti sekarang kita bisa bicara dengan jelas melalui hantaran udara tapi menjadi tidak jelas bahkan tidak bisa bila kita bicara dalam air. Mungkin telur ini kebalikannya," kata Ginny.

Masuk akal pikirku, "Baiklah, kurasa bukan ide buruk, aku akan mencobanya."

Ginny tersenyum lalu berkata, "Jadi bagaimana cara merapalkan mantra kedap suara tadi?"

Draco POV

Seseorang membuka dan memasuki kamarku. Aku tidak menoleh karena tau itu adalah Blaise. Selain diriku dan Blaise tidak ada yang mengetahui password untuk memasuki kamar kami. Aku bahkan melarang Blaise memberitahu Pansy, agar dia tidak sering-sering datang kemari.

"Hi, Drake," Blaise menyapaku sambil duduk di salah satu sofa.

Aku menjawabnya dengan anggukan.

"Kudengar kau sering mengurung diri di kamar selama sisa liburan?" kata Blaise.

"Siapa yang bilang?" tanyaku.

"Pansy bilang dia harus mengetuk pintu kamar ini sehari tiga kali di tiap jam makan, dan menyeretmu ke aula besar, kalau tidak kau tidak akan keluar dari persembunyianmu..," jawab Blaise.

"Kau tau Pansy seringkali berlebihan," aku berkata.

Blaise terkekeh, "Jangan terlalu keras pada Pansy, Drake, dia benar-benar peduli padamu."

Aku menghela nafas, "Iya aku tau itu."

"Jadi apakah kau sudah dapat informasinya?" tanyaku.

"Kita langsung membahas urusan bisnis?" jawab Blaise.

"Kau tahu aku tidak suka basa basi," aku berkata.

"Baiklah, Mr. Malfoy," Blaise berkata sambil menyerahkan map yang berisi berkas dokumen kepadaku.

"Seperti yang bisa kau baca di berkas itu, Emily Diggory menjadi korban dari penyerangan Death Eather di diagon alley Mei 1980 saat itu dia sedang hamil besar. Penyerangan itu membuatnya kehilangan anak dalam kandungannya begitu pula terjadi robekan pada rahimnya sehingga harus diangkat dan dirinya pun akhirnya tidak bisa memiliki anak lagi." Blaise menjelaskan.

"Tapi setahun kemudian, tepatnya pada akhir agustus 1981, keluarga Diggory mendaftarkan keluarga mereka perjalanan internasional ke Amerika untuk menghindari situasi dunia sihir Inggris yang makin mencekam. Namun mereka juga mendaftarkan salah satu kerabatnya, seorang anak perempuan berusia 1 tahun, yang mana identitas anak perempuan ini tidak terdaftar dengan nama keluarga Diggory, tapi dengan nama Jilian Chrysalis Evans, dan Emily Diggory terdaftar sebagai Ibu Wali nya."

"Rupanya Evans, adalah nama keluarga Ibu Harry Potter sebelum menikah, Lily Evans," lanjut Blaise.

"Lalu tidak lama setelah you know who dikabarkan menghilang, keluarga Diggory menambahkan seorang anak perempuan ke dalam anggota keluarganya, bahkan mereka melakukan sebuah ritual adopsi, dan nama anak itu adalah Jilian Chrysalis Diggory," ucap Blaise mengakhiri penjelasannya.

Aku bisa melihat pas foto bergerak keluarga Diggory, salah satunya adalah foto bayi perempuan yang tidak mungkin aku salah mengenal, karena aku pernah berkali-kali melihatnya, terpasang di dinding rumah keluarga Diggory, foto Jilian saat berumur satu tahun.

Jilian POV

Hari-hari berlalu begitu saja setelah pembicaraanku dengan Harry dan Cedric malam itu. Tidak terasa tahun sudah berganti. Para murid mulai disibukkan dengan pr yang menumpuk.

Aku jarang melihat Draco, tapi aku tahu dia tidak pulang dan masih ada di Hogwarts. Kadang aku melihatnya di ujung koridor bersama gerombolan murid-murid slytherin lainnya. Para slytherin ini tetap bersikap seperti biasa padaku, kecuali Draco yang kurasa sengaja menghindariku, bahkan Pansy menyapaku saat kami bertemu di koridor lalu mengajakku berdiskusi tugas arythmancy.

Aku mengatakan hal ini pada Cedric yang sepakat denganku bahwa sepertinya Draco belum menceritakan hal ini kepada siapapun. Tapi Harry sepertinya masih curiga.

Aku berharap kalau Draco tidak akan mempermasalahkan diriku yang seorang Potter. Tapi harapanku seperti harapan kosong, karena melihat diriku pun sepertinya Draco tidak mau.

Hari-hari sekolah dimulai kembali, tidak banyak kejadian menarik kecuali mungkin status Hagrid yang setengah raksasa kini menjadi bahan perbincangan, setelah Rita Skeeter menuliskannya dalam sebuah artikel di daily prophet. Hal ini membuat Hagrid menjadi mogok mengajar karena malu, digantikan oleh Profesor Grubbly-Plank. Sebenarnya cara mengajar Profesor Grubbly-Plank lebih masuk akal dan yang pasti lebih aman, satwa gaib yang dia ajarkan bukanlah satwa gaib yang berbahaya. Semua murid rata-rata menyukai cara mengajar Profesor Grubbly-Plank, tapi absennya Hagrid dari mengajar membuat Harry menjadi gusar, terutama karena murid-murid slytherin mulai mengolok-olok Hagrid lagi.

Aku menyibukkan diri dengan tugas-tugas sekolahku, terutama untuk mengalihkan pikiranku dari Draco. Aku juga masih membantu Harry dan Cedric mencari cara untuk memecahkan bagaimana mendapatkan petunjuk dari telur emas, yang sampai saat ini kami belum mendapatkan kemajuan apapun.

Aku, Harry, Hermione, dan yang mengejutkan Ron, kini berada di perpustakaan. Kami masih mencari informasi tentang sesuatu yang bisa mengartikan suara lolongan memekakan telinga dari telur emas itu.

Aku, Harry dan Hermione sama-sama membaca buku yang berbeda, berharap mendapatkan sedikit petunjuk, Ron juga membaca sebuah buku, bedanya adalah kini dia tertidur menggunakan bukunya yang terbuka sebagai bantal di atas meja.

"Hi Guys!" tiba-tiba Cedric datang menghampiri kami dengan riang.

"Hi Ced," aku dan Harry berkata lemas, bosan karena tidak ada satupun petunjuk yang berguna.

"Hi Diggory," ucap Hermione masih semangat.

"Krrr...," terdengar dengkuran halus dari arah Ron tertidur.

"Kau tampak senang sekali," aku berkomentar melihat sikap Cedric yang ceria.

Lalu Cedric tersenyum lebar, "Aku sudah tau bagaimana mendapatkan petunjuk dari telur emas ini!"

"Benarkah?!" kini Harry tiba-tiba bersemangat.

"Ya, jadi begini...," Cedric mulai menjelaskan.

Harry POV

'Carilah Kami di tempat suara Kami terdengar.

Di atas daratan Kami tidak bisa bernyanyi.

Dan sementara Anda mencari, renungkanlah ini :

Kami telah mengambil apa yang akan sangat Anda rindukan.

Satu jam penuh Anda harus mencari.

Dan memulihkan apa yang telah Kami ambil.

Tapi setelah satu jam, tak ada harapan lagi.

Terlambat, semua hilang, tidak akan kembali lagi.'

Aku ternyata mendapatkan puisi yang sama seperti Cedric setelah aku mencoba mandi dan menyelam di kolam kamar mandi prefek seperti yang Cedric sarankan. Sepertinya tugas semua juara sama, untunglah jadi aku bisa berdiskusi dengan Cedric.

Aku dan Cedric sepakat bahwa ini adalah nyanyian para duyung yang ada di danau hitam. Tapi apa yang akan mereka ambil. 'Sesuatu yang akan sangat kami rindukan', benar-benar membingungkan. Kami akan punya waktu satu jam untuk mencari di tempat mereka berada di dalam danau hitam, artinya kami harus bisa bernafas dalam air selama satu jam.

Cedric mengusulkan untuk menggunakan Bubble-Head Charm. Namun entah mengapa, sulit sekali bagiku untuk merapalkannya, aku mencobanya berkali-kali, tapi belum juga berhasil.

"Harry, aku tahu mantra ini cukup advanced, tapi kau kan bisa melakukan mantra pemanggil dengan baik.. Bahkan kau bisa melakukan mantra patronus.. Seharusnya ini mudah bagimu," ucap Hermione, pada suatu hari saat aku berlatih di pinggir danau.

"Entahlah Hermione!" aku mulai agak kesal pada Hermione, dia banyak membantuku tapi kadang sikap bossy-nya membuatku kesal.

"Fokuslah Harry," kata Hermione.

"Aku berusaha," aku berkata.

"Hermione biarkan Harry istirahat dulu, mungkin cara ini tidak cocok untuk Harry, mungkin ada cara lain untuk bernafas dalam air," Ron tiba-tiba berkata sambil menyerahkan sebotol air padaku.

"Thanks Ron," aku berkata pelan, mengusap keringat yang mengalir pelan di pelipisku, padahal udara di pertengahan bulan Februari ini masih cukup dingin.

"Tapi menurut Cedric Diggory, mantra ini adalah cara yang paling efektif untuk bernafas dalam air," Hermione berkata tanpa mengangkat kepalanya dari buku yang dibacanya.

"Berarti ada cara lain kan, yaa..mungkin kurang efektif, tapi bisa digunakan kan," Ron berkata lagi.

"Bisa saja, kau mentransfigurasi dirimu menjadi kapal selam, tapi itu lebih sulit daripada mantra Bubble-head ini," kata Hermione.

"Lagipula mentransfigurasi manusia cukup besar resiko nya," tambah Hermione.

Jilian dan Cedric mengatakan bahwa bisa saja mereka meminta orangtuanya untuk mengirimkan satu set peralatan menyelam muggle, hanya masalahnya adalah aku belum pernah menyelam dan untuk menggunakan peralatan scuba diving memerlukan bantuan orang lain, Cedric tidak mungkin membantu pada saat turnamen karena dia juga adalah peserta, dan aturan turnamen pun tidak mengijinkan untuk para juara membawa asisten.

"Ayo kita ke perpustakaan, mungkin kita bisa menemukan suatu cara yang lain," ucap Ron tiba-tiba, membuatku dan Hermione memandangnya kaget.

Menyadari kami melihatnya, Ron berkata lagi, "What?"

Jilian POV

Sehari menjelang tugas kedua, aku memperhatikan Harry makin gelisah. Dia belum juga menguasai mantra Bubble-Head dengan baik.

Harry sudah bisa merapalkannya namun hanya untuk beberapa menit saja, sedangkan dia memerlukan mantra itu bertahan selama satu jam, sesuai waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugasnya besok.

Aku berjalan menuju perpustakaan untuk menyusul Harry serta Ron dan Hermione yang kini masih membantunya berlatih mantra Bubble-Head atau mencari cara lain bernafas dalam air.

Saat berbelok di ujung koridor aku hampir bertabrakan dengan seseorang yang ternyata adalah Neville Longbottom.

"Maafkan aku Diggory, aku sedang membaca buku ini, jadi tidak melihatmu," ucap Longbottom.

"Tidak apa-apa, Longbottom," aku tersenyum, lalu memperhatikan sampul buku yang dia bawa 'Tanaman Air Sihir dari Mediterania dan Tanaman Air Sihir dari Lochs Highland'.

"Buku apa itu?" tanyaku penasaran.

"Oh, ini buku tentang tanaman-tanaman air," ucapnya dengan girang.

"Wow, sepertinya menarik," aku berkata.

"Iya, aku mendapatkan buku ini dari Profesor Moody, dalam buku ini ada beberapa tanaman unik yang tidak dijelaskan di buku-buku pelajaran biasa, seperti ini..," Longbottom lalu melanjutkan menjelaskan isi bukunya, dia tidak kaku ataupun gugup, berbeda sekali dengan dirinya yang biasanya, Longbottom sepertinya sangat cocok dengan tanaman.

Lalu aku berkata sambil terkekeh, "Apakah di buku ini mungkin dijelaskan sebuah tanaman yang bisa membuatmu bernafas dalam air? Mungkin sekitar satu jam?"

Neville berhenti sesaat seperti berpikir, lalu berkata, "Ada."

"Ada?!" ucapku tidak percaya, padahal tadi aku hanya bercanda.

"Iya ada, sebentar," ucapnya sambil membuka-buka halaman bukunya.

"Nah ini dia.. Gillyweed, disebut juga ganggang insang," jelas Neville.

Aku membaca Gillyweed adalah tanaman ajaib asli Mediterranean. Bentuknya menyerupai setumpuk ekor tikus berlendir yang berwarna abu-abu kehijauan. Gillyweed teksturnya seperti karet, jadi susah dikunyah. Namun ketika seorang penyihir memakannya, maka pada leher penyihir tersebut akan tumbuh sepasang insang yang dapat membantunya bernapas di dalam air dan selaput diantara jari-jari tangan dan kakinya yang akan memudahkannya untuk berenang. Beberapa perdebatan terjadi di kalangan Herbologists mengenai durasi efek Gillyweed di air tawar dan di air asin, namun bisa dipastikan efek Gillyweed dalam air tawar diperkirakan sekitar satu jam.

"Longbottom ini dia yang Harry butuhkan!" aku berkata.

"Untuk apa Harry membutuhkannya?" tanya Longbottom padaku.

"Tentu saja untuk menyelesaikan tugas kedua nya besok," aku menjawab.

"Apa kau tau dimana kita bisa mendapatkan tanaman ini?" tanyaku.

"Kurasa Profesor Sprout memilikinya di salah satu rumah kaca," Longbottom menjelaskan.

"Baguslah, ayo kita beritahu Harry!" aku menarik Longbottom bersamaku, dan karena terburu-buru lagi-lagi hendak menabrak seseorang di belokan koridor.

"Whoaa, Red!" Blaise berkata padaku, Blaise adalah salah satu slytherin yang masih bersikap seperti biasa padaku, tidak seperti Draco di sebelahnya yang memandangku dengan wajah datar.

"Hi Blaise.. Hi.. Draco...," aku menyapa mereka, tapi Draco memalingkan wajahnya dariku, membuat dadaku seketika terasa nyeri.

"Mau kemana, kok buru-buru?" tanya Blaise lagi.

"Oh.. A.. Aku mau.."

"Blaise kurasa kita tidak ada waktu untuk chit-chat," tiba-tiba Draco berkata.

Aku terkejut mendengarnya, Draco jelas tidak ingin bicara denganku, membuatku rasanya ingin menangis.

"Santailah sedikit Drake," ucap Blaise.

Namun Draco menanggapi kalimat Blaise dengan pergi begitu saja.

Aku merasakan air mata menetes di pipiku saat Draco pergi, dan segera menundukkan kepala lalu mengusapnya.

Aku mendengar Blaise menghela nafasnya, "Kalian bertengkar lagi ya?"

Aku memaksakan diri melihat Blaise dan tersenyum, "Tidak apa-apa, aku baik-baik saja."

"Benarkah?" tanya Blaise.

"Uhm, maaf, Diggory kau baik-baik saja? Apakah kita jadi menemui Harry?" tiba-tiba Longbottom bertanya.

"Oh iya, Longbottom tentu saja, kita harus segera," ucapku padanya, bertemu Draco benar-benar mengalihkan pikiranku.

Belum sempat melangkah, tiba-tiba seseorang memanggilku.

"Jilian!", aku menoleh dan melihat Susan berjalan ke arah kami, "Akhirnya aku menemukanmu," ucapnya.

"Ada apa?" tanyaku.

"Kau dicari oleh Profesor McGonagal," Susan berkata.

"Profesor McGonagal? Kenapa dia mencariku?" tanyaku lagi pada Susan.

"Entahlah, tapi kau ditunggu di kantornya, sekarang," kata Susan terlihat urgent.

"Jilian, kau tidak membuat masalah kan?!" Blaise berkata menyeringai.

"Tidak!" aku berkata namun sebenarnya aku merasa khawatir.

"Longbottom, maukah kau temui Harry di perpustakaan dan beritahu dia tentang tanaman tadi?" aku berkata pada Longbottom.

"Iya, tentu saja.. Aku pergi dulu kalau begitu," ucap Neville Longbottom, sepertinya menghindari untuk lebih lama bersama slytherin.

"Kalau begitu aku juga akan ke kantor Profesor McGonagal," aku berkata lalu meninggalkan Blaise dan Susan.

Harry POV

"Kau yakin tentang ini Neville?" aku berkata pada Neville saat dia menyerahkan segumpal tanaman yang katanya bernama gillyweed sewaktu kami berjalan menuju danau hitam, lokasi tugas kedua akan dilaksanakan.

"Tentu saja, Harry," Neville berkata.

Aku merasakan tekstur tanaman di tanganku ini seperti karet namun berlendir.

"Tanaman ini bisa membuatku bernafas dalam air selama satu jam kan?" tanyaku lagi memastikan.

"Kemungkinan seperti itu," kata Neville.

"Kemungkinan?! Kau jangan bercanda Nev?!" aku berkata ngeri memikirkan bagaimana kalau cara ini tidak berhasil, dan mantra Bubble-Head ku hanya bisa bertahan beberapa menit saja.

"Masih ada perdebatan di kalangan Herbologists mengenai durasi efek Gillyweed di air tawar dan di air asin, namun bisa dipastikan efek Gillyweed dalam air tawar diperkirakan sekitar satu jam," Neville menjelaskan.

"Dan kau baru memberitahukan hal ini padaku sekarang?" aku berkata agak sewot.

"Kupikir kau sudah membaca semua informasinya di buku yang kemarin kutunjukkan padamu," Neville berkata.

"Aku berhenti membacanya saat Fred dan George membawa Ron dan Hermione pergi tadi malam," kataku, karena saat itu aku sudah sangat kelelahan dan tidak bisa berkonsentrasi.

"Kemana mereka sekarang?" aku agak kesal karena kedua sahabatku ini seperti menghilang begitu saja sejak semalam.

"Mungkin mereka sudah duluan," kata Neville.

"Mungkin," aku menanggapi, "Kuharap kau benar soal tanaman ini Nev."

"Aku hanya bermaksud membantu, Jilian Diggory pun mengatakan padaku ini adalah yang kau butuhkan," Neville berkata lagi.

Aku memandang berkeliling saat naik ke perahu bersama Neville, menuju ke tengah danau, Jilian juga tidak terlihat, tapi mungkin dia bersama para Hufflepuff.

Perahu kami berhenti saat mencapai tiang-tiang tribun penonton seluas tribune lapangan quidditch yang membentuk setengah lingkaran di tengah-tengah danau. Tribune ini telah penuh terisi penonton yang terdiri dari para murid ketiga sekolah.

Aku berpisah dengan Neville dan bergerak menuju bagian tengah tribune dimana para guru, juri dan juara lainnya telah berkumpul.

"Kau siap?" Cedric berbisik dengan pandangan khawatir.

Aku hanya mengangguk saja, tidak mampu berkata apa-apa karena sangat gugup. Sambil membuka jubah dan kini memperlihatkan baju khusus menyelam yang kupakai seperti juara-juara lainnya, dengan lambang silver lightning di bagian depannya dan di bagian belakang tertulis nama kami masing-masing. Tongkatku terselip aman di sarung tangan khusus yang kupakai.

"Sonorous," ucap salah satu juri yang ternyata Mr. Ludo Bagman.

"Baiklah, karena semua juara sudah berkumpul, saya akan menjelaskan tugas kedua ini.. Para juara telah mendapatkan petunjuk dari telur emas mereka.. Sesuatu yang akan sangat mereka rindukan telah diambil oleh para duyung di dalam danau ini, dan para juara memiliki waktu satu jam untuk mendapatkannya kembali sebelum semuanya terlambat...," Mr. Ludo Bagman berkata dengan dramatis dan berhenti sejenak membuatku makin gugup.

Tiba-tiba seseorang berkata di belakangku, "Ayolah segera telan tanaman itu," ternyata adalah Profesor Moody.

Aku memasukkan tanaman gillyweed ini ke dalam mulutku dan berusaha mengunyahnya saat Mr. Ludo Bagman berkata lagi, "Baiklah, tugas kedua Turnament Triwizard.. Dimulai!!"

Duaaarr!! Suara keras sebuah meriam yang menandakan pertandingan dimulai.

Ketiga juara lain segera melompat ke danau, sedangkan aku baru saja berhasil menelan gillyweed ini dan tubuhku menjadi terasa aneh. Seseorang mendorongku masuk ke dalam air danau yang dingin, aku meronta dan panik karena belum sempat merapalkan mantra Bubble-Head, namun pada saat aku seperti akan kehilangan nafas dan tenggelam, air yang terhirup seperti layaknya udara segar yang mengalir di sistem pernapasanku.

Aku meraba leherku dan bisa merasakan insang disana, aku juga memperhatikan diantara jari-jari tangan dan kakiku terdapat selaput selayaknya hewan air.

'Jadi Neville tidak bercanda rupanya' pikirku.

Aku berenang ke permukaan danau seperti layaknya hewan air dan melompat ke atas danau sambil berteriak 'Woo-hoo' sebelum kembali meluncur menuju dasar danau, mencari apa yang para duyung itu telah ambil.

Cedric POV

Aku terus berenang ke dasar danau, dengan mantra Bubble-Head aku tidak mengalami kesulitan untuk bernafas dalam air, semoga Harry pun bisa melakukannya dengan baik.

Semakin dalam sinar matahari semakin tidak dapat menembus ke dalam air, membuat suasana dalam danau semakin gelap. Berenang di antara hutan ganggang hitam, yang membuat suasana dalam danau makin kelam. Sesekali aku melihat sekelebat sesuatu yang besar berenang di sekitar ku, untungnya hanya sebuah batang kayu besar. Aku berharap tidak bertemu makhluk danau yang aneh, terutama cumi-cumi raksasa.

Tiba-tiba sesuatu menarik kakiku, ternyata sekawanan grindylow berusaha menggangguku dan menarikku ke sarang mereka. Aku mengambil tongkat dari sarung tanganku, merapalkan 'relashio' dan berhasil membebaskan diri dari para grindylow itu.

Aku segera melanjutkan pencarianku menuju dasar danau berharap aku menuju arah yang benar. Entah sudah berapa lama aku berenang, sebagian diriku merasa ragu apakah telah menuju arah yang benar membuat ketakutan mulai timbul dalam diriku di tengah danau gelap yang semakin mencekam.

Tak lama kemudian aku bisa mendengar sayup-sayup nyanyian seperti yang kudengar dari telur emas ku. Aku bergerak cepat menuju nyanyian itu, dan menemukan pilar-pilar bebatuan yang sepertinya dulunya adalah bagian dari bangunan yang megah. Tampak pula bukit-bukit karang dan bebatuan yang tersusun membentuk gua-gua lengkap dengan jendela-jendela. Diantara pilar ataupun dari balik jendela-jendela gua, aku bisa melihat mereka. Koloni duyung yang tinggal di dasar danau hitam ini. Mereka tidak cantik seperti dalam dongeng muggle. Mereka adalah merpeople, makhluk setengah ikan, setengah manusia, berkulit abu-abu, dengan rambut hijau tua, serta mata dan gigi yang berwarna kuning. Mereka memperhatikanku tapi tidak mendekat ataupun menyerangku.

Aku melanjutkan berenang kemudian aku melihatnya, sekelompok merpeople yang tampak seperti paduan suara bernyanyi di atas satu bukit karang, lalu di tengah-tengah diantara pilar yang membentuk gerbang, aku melihat empat orang melayang dengan kaki terikat pada batu karang di bawahnya. Mereka terlihat tak sadarkan diri dengan gelembung-gelembung udara yang keluar dari mulutnya. Aku juga bisa melihat Harry yang sedang berusaha melepas ikatan salah satu dari mereka yang setelah mendekat aku mengenalinya, ternyata itu adalah Ronald Weasley.

Aku mengangguk pada Harry dan melihat Jilian ada diantara Hermione dan seorang anak perempuan mirip dengan Fleur Delacour tapi usianya lebih muda.

Mengambil tongkatku yang terselip di sarung tangan yang kupakai lalu merapalkan mantra untuk memutuskan tali yang mengikat kaki Jilian, kemudian aku menopang Jilian dan memberi isyarat kepada Harry untuk segera ke permukaan karena waktu sudah hampir habis.

Harry mengangguk tanda mengerti, dan aku pun segera berenang menuju permukaan dengan membawa Jilian bersamaku.

Mengambil nafas panjang saat udara segar di permukaan air danau kembali menyentuh saluran pernapasanku. Dan mendengar riuh tepuk tangan penonton dari arah tribun. Aku berenang menuju sisi tribun, dengan menopang Jilian yang tampaknya masih belum sadar.

Draco POV

30 menit telah berlalu sejak para juara terjun berenang ke dasar danau, dan belum ada juara yang berhasil menyelesaikan tugasnya sampai tiba-tiba di permukaan danau muncul seseorang yang tampaknya tidak sadarkan diri, ternyata itu adalah Fleur Delacour, dia tidak berhasil menyelesaikan tugas kali ini.

Beberapa menit kemudian belum ada satupun juara yang muncul kembali dari danau. Aku sebenarnya agak mencemaskan Cedric, biar bagaimanapun dia seperti Kakak yang tidak pernah kupunya.

Akhirnya Cedric muncul ke permukaan danau, dan dia tidak sendirian. Cedric menopang seseorang dengan tangannya. Tepuk tangan penonton riuh terdengar menyambut juara pertama yang muncul.

"Oh Merlin! Itu kan Jilian!" ucap Pansy.

Aku memperhatikan Cedric berenang mendekati tribun dan mengenali gadis berambut merah yang dibawanya.

Hatiku mencelos melihat Jilian tampak tidak sadarkan diri. Apa yang dilakukannya? Ya, tentu saja Jilian adalah seseorang yang penting untuk Cedric. Tapi kenapa Jilian mau melakukan hal ini. Sudah berapa lama Jilian ada di dalam danau itu? Pikirku, yang membuat kekhawatiran mulai timbul dalam diriku.

Para panitia membantu Cedric dan membawa Jilian ke tepi tribun. Mereka memberikan handuk besar kepada Cedric yang menggigil kedinginan. Jilian masih tampak tidak sadarkan diri.

Lalu, suara riuh penonton terdengar lagi, aku melihat ke permukaan danau dimana Viktor Krum kini muncul bersama Granger di sampingnya. Mereka berdua melambaikan tangan dan berenang ke tepi tribun.

Tunggu sebentar, kenapa Granger langsung sadar dan bisa berenang?

Aku kembali fokus kepada Jilian dan melihat Madam Pomfrey kini duduk di sampingnya. Cedric di sebelahnya tampak sangat khawatir.

"Ada yang tidak beres!" aku berkata.

"Maksudmu Drake?" kata Blaise di sebelahku.

"Jilian tidak langsung bangun!" ucapku panik sambil bangkit dari bangku dan menuju mereka.

Saat tiba di tempat Jilian terbaring, aku tidak bisa menyembunyikan kepanikanku, "Apa yang terjadi? Kenapa Jilian tidak langsung bangun?"

"Aku telah mencoba berbagai mantra, tapi entah mengapa Miss Diggory belum juga bangun," ucap Madam Pomfrey membuatku tambah takut.

Aku duduk di samping Jilian dan menyentuh pipinya yang kini terasa sangat dingin di tanganku. Kulit dan bibir nya tampak sangat pucat.

"Tanda-tanda vital nya masih ada, biarpun sangat lemah," lanjut Madam Pomfrey.

"Hipotermia," tiba-tiba Cedric berkata.

"Hipotermia?!" aku berkata panik. "Kita harus segera membawanya ke hospital wing!" aku berkata lagi.

"Draco! Jilian harus segera dibawa ke rumah sakit!" Cedric berkata padaku, dengan kepanikan dan ketakutan tampak jelas di wajahnya.

"Iya itu lebih baik, fasilitas disini tidak selengkap di rumah sakit," Madam Pomfrey berkata lagi sambil masih mencoba memberikan pertolongan pertama untuk Jilian dengan merapalkan mantra-mantra yang entah apa.

Lalu tiba-tiba riuh tepuk tangan penonton kembali terdengar, menandakan ada juara lagi yang muncul tapi aku tidak peduli. Otakku berpikir keras bagaimana cara tercepat membawa Jilian ke St. Mungo's. Apparate atau Portkey terlalu berresiko, bila dilakukan dengan membawa seseorang yang tidak sadarkan diri, dan sapu akan terlalu lama untuk mencapai rumah sakit.

"Bagaimana keadaannya Poppy?" tiba-tiba Profesor Dumbledore berada disampingku.

"Harus segera ke rumah sakit," jawab Madam Pomfrey.

"Profesor Dumbledore, mohon ijin menggunakan jalur flo dari perapian di kantor Anda," aku berkata pada kepala sekolah, perapian di kantor kepala sekolah adalah satu-satunya perapian yang terhubung dengan jalur flo.

"Tentu saja Mr. Malfoy.. Aku menyukai permen karet," ucapnya yang membuatku agak bingung, tapi aku tidak mau memikirkannya, kemudian memanggil dua orang perwakilan dari Silver Lightning.

"Kalian membawa sapu?" tanyaku pada mereka.

"Iya, Mr. Malfoy," mereka menjawab dan mengayunkan tongkat mereka memunculkan sapu yang mereka bawa. Masing masing adalah Nimbus 2001.

"Walter, terbanglah ke gerbang Hogwarts dan ketika sudah berada di luar ward, ber-apparate segera ke St. Mungo's dan minta mereka siapkan segala yang diperlukan untuk menyelamatkan Miss Diggory, aku akan membawanya melalui jalur flo," aku berkata kepada salah satu dari mereka.

"Baik Mr. Malfoy," dia pun segera terbang melaksanakan yang kuperintahkan.

Aku kemudian melepaskan jubahku lalu menyelimutkannya ke tubuh Jilian, Madam Pomfrey telah mengeringkan pakaian dan tubuh Jilian yang sebelumnya basah kuyub.

Aku mengangkat tubuh Jilian dan menggendongnya ala bridal style.

"Chayton, sapunya," aku berkata.

"Baik Mr. Malfoy," jawabnya menyiapkan sapu.

Saat telah berada di atas sapu, aku menggunakan satu tangan untuk mengendalikan sapu-ku, dan mendekap Jilian dengan tanganku yang lainnya. Madam Pomfrey mengucapkan mantra terakhirnya untuk menaikkan suhu tubuh Jilian.

"Profesor Sprout akan menemanimu Mr. Malfoy, dia akan menunggumu di ruanganku," Profesor Dumbledore berkata.

Aku mengangguk pada Profesor Dumbledore, lalu Cedric berkata, "Draco, tolong selamatkan Jilian," dengan pandangan khawatir dan suara yang masih lemah setelah melaksanakan tugas keduanya.

"Aku akan menyelamatkannya," ucapku, lalu melesat terbang menuju ruang kepala sekolah.

"Bertahanlah Jils..," aku berbisik diantara rambut merah dan keningnya. Menahan air mata jatuh ke pipiku, rasa panik dan takut mulai melanda diriku, memikirkan hal terburuk yang dapat terjadi.

"Jangan tinggalkan aku Jilian..."