Disclaimer : I don't own Harry Potter!
Please enjoy the story :)
Draco POV
"Mohon maaf, tapi apakah di keluarga Anda baru-baru ini ada anggota keluarga yang meninggal atau ada berita duka lainnya?"
Aku mendengar seseorang bicara saat membuka pintu kamar rawat Jilian.
"Tidak Healer Bale, tidak ada berita duka ataupun anggota keluarga kami yang meninggal," aku mengenali suara Uncle Amos menjawab Healer itu.
"Oh iya, baiklah," jawab Healer Bale.
"Memangnya kenapa Healer Bale?" Aunty Emily bertanya.
"Mantra dan potion yang digunakan untuk membuat Miss Diggory tertidur sebenarnya bukanlah mantra dan potion yang berbahaya, namun emosi dan perasaan penyihir yang terkena mantra dan potion ini bisa mempengaruhi efeknya.. Karena itu seorang penyihir yang sedang berduka sebaiknya tidak menggunakan mantra dan potion ini, karena bisa memberikan semacam efek yang membuatnya ingin tertidur lebih lama bahkan tidak ingin bangun lagi.." Healer itu menjelaskan.
"Dan untuk kasus Miss Diggory ini, hipotermi terjadi selain karena efek dari mantra dan potion tersebut, juga karena dia berada di dalam air cukup lama," lanjut Healer itu.
"Tapi aku berhasil membawa Jilian sebelum satu jam," Cedric berkata, setelah kondisinya membaik, Cedric langsung menyusul ke St. Mungo's.
"Dan kenapa Jilian merasa ingin tidur lebih lama bahkan sampai tidak mau bangun lagi?" kata Aunty Emily.
"Itu adalah analisa sementara dari hasil pemeriksaan kami.. Yang terpenting sekarang semua telah tertanggani, kondisi Miss Diggory telah stabil, dan kita tinggal menunggunya siuman.. Jika Mr. Malfoy terlambat sedikit saja, kondisi Miss Diggory mungkin tidak sebaik sekarang..," ucap Healer itu.
Aku menutup pintu kamar perawatan Jilian, mengurungkan niatku untuk menengoknya, lagipula sepertinya keluarga Diggory lebih membutuhkan waktu bersama Jilian sekarang.
Aku duduk di salah satu kursi taman yang ada di depan bangsal perawatan VIP St. Mungo's. Memikirkan apa yang telah healer itu katakan, dan mengingat kembali yang terjadi antara Jilian dan diriku belakangan ini. Aku sangat sering membuatnya menangis, bahkan malam sebelum tugas kedua turnamen triwizard, saat kami bertemu di koridor, aku yakin dia menangis setelah aku pergi. Apakah karena itu dia merasa sedih dan tidak ingin bangun lagi?
Aku menghela nafas, lalu mengeluarkan bracelet yang selalu kubawa di saku jubahku setelah Jilian mengembalikannya malam itu.
Pikiranku kembali mengingat Jilian dalam dekapanku yang pucat pasi dan sangat dingin. Saat itu aku merasakan perasaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku merasa takut, sangat takut Jilian tidak terselamatkan, entah bagaimana diriku menghadapinya bila itu terjadi...
"Draco," seseorang memanggilku.
"Mother?" aku berkata.
Mother menghampiriku lalu berkata, "Apa yang sedang kau lakukan disini?"
"Tadi aku mau masuk ke kamar Jilian, tapi Healer sedang menjelaskan sesuatu kepada keluarga Diggory, jadi kurasa mereka membutuhkan waktu khusus keluarga saja," aku berkata.
"Oh begitu.. Baiklah, lagipula aku harus menunggu Ayahmu," ucap Mother sambil duduk disampingku.
"Father ikut kemari?" tanyaku.
"Iya, Dia sedang menemui Direktur rumah sakit ini," Mother berkata.
"Ada urusan apa?" tanyaku penasaran.
"Urusan satu dan lain hal, kau tentu tau kalau keluarga kita adalah donatur tetap untuk rumah sakit ini...," ucap Mother berhenti sejenak lalu berkata lagi, "...dan juga memastikan Jilian mendapatkan perawatan terbaik tentunya."
Pernyataan terakhir Mother membuatku terkejut.
"Tidak perlu terkejut.. Ayahmu peduli dan menyayangi Jilian, biarpun dia tidak selalu bisa menunjukkannya dengan baik.. Begitulah para lelaki Malfoy, kadang tidak bisa menunjukkan perasaannya," Mother berkata.
"Menunjukkan perasaan sama dengan menunjukkan kelemahan Mother," aku berkata.
"Kau ini... memang anak Ayahmu..," ucap Mother, "Tapi tidak ada yang salah bila menunjukkannya pada orang yang kita sayangi."
"Itu bracelet yang kau berikan pada Jilian kan?" Mother berkata lagi.
"Iya...," aku menjawab.
"Benarkah Father peduli pada Jilian.. Biarpun Jilian.. Kau tau dia seorang Pott.. Maksudku bukan seorang pureblood..?" aku berkata pelan.
Mother menghela nafas yang sangat tidak layak untuk seorang Lady Malfoy lalu berkata, "Kau tau.. Keluarga Malfoy memang sangat menjunjung tinggi kemurnian darah, itulah yang dijaga selama berabad-abad.. Tapi maksud dibalik kemurnian itu adalah keutuhan keluarga.."
"Ayahmu mungkin beberapa kali pernah membuat pilihan yang tidak tepat bila orang lain yang melihatnya...," Mother berhenti sejenak.
"Namun, semua kembali kepada untuk apa kita membuat pilihan itu.. Dan, biarpun orang lain tidak melihatnya, yang kita lakukan adalah untuk kebaikan keluarga juga orang-orang yang kita pedulikan.. Dan seorang Malfoy tidak akan membiarkan seseorang atau sesuatu yang berharga baginya pergi begitu saja," ucap Mother lagi.
"Itu adalah hal yang lebih baik yang dimiliki keluarga Malfoy, bahkan keluarga Black tidak seperti itu, kau tentunya tau bagaimana keluargaku akhirnya menjadi terpecah belah.. Padahal sedikit perbedaan seharusnya tidak menjadi masalah bukan? Itulah yang aku dan Ayahmu lebih pahami sekarang, dan itu yang membuat hidup akan lebih bermakna," Mother mengakhiri ucapannya dengan tersenyum.
Kami terdiam beberapa saat, menikmati suasana sejuk di taman ini.
"Cissa.. Draco..," aku mendengar suara Father, otomatis aku bangkit berdiri dan memasukkan bracelet di tanganku ke dalam saku.
"Father," ucapku sambil sedikit membungkuk sopan.
Father mendekat lalu berkata lagi, "Kenapa kalian disini?"
"Tadi Healer sedang menjelaskan kondisi Jilian, jadi kupikir keluarga Diggory memerlukan waktu pribadi, oleh karena itu aku menunggu disini," aku berkata.
"Oh, begitu," ucap Father.
Lalu kami bertiga terdiam dan suasana menjadi canggung, seorang Malfoy tidak pernah dibiarkan menunggu seperti ini sebelumnya, sampai akhirnya Mother berkata,
"Ehem.. Tapi kurasa Healer itu sudah selesai menjelaskan, kita masuk saja, lagipula kita bukan orang lain untuk keluarga Diggory," Mother bangkit dari duduknya.
"Ayo Lucius, Draco," ucap Mother sambil menggandeng lengan Father. Aku berjalan di belakang mereka.
Harry POV
"Aku tidak mengerti kenapa aku tidak diijinkan menemui Jilian," aku berkata dengan sewot, setelah meninggalkan ruang kepala sekolah. Sudah 3 hari sejak hari tugas ke-2 berakhir dan Jilian dikabarkan masuk rumah sakit.
"Kau tau kenapa," ucap Hermione.
"Tapi aku ini kembarannya," aku berkata lagi.
"Ssstt.. Kecilnya suaramu Harry! Kau mau semua orang jadi tau?!" kata Hermione.
"Bahkan kudengar Malfoy bebas meninggalkan kastil untuk menemui Jilian di St. Mungo's," kata Ron.
"Apa?!" aku berkata.
"Ron!!" kata Hermione.
"Kenapa?!" aku semakin sewot.
Hermione menghela nafas, "Kita tau, Malfoy lah yang bergegas membawa Jilian ke St. Mungo's, dan juga kurasa karena hubungan mereka.."
"Iya, tapi aku kan kakaknya, aku juga berhak donk menemuinya," aku masih tidak bisa terima.
"Bersabarlah Harry, Profesor Dumbledore pasti akan mengijinkan bila waktunya sudah tepat," kata Hermione.
"Sudahlah, ayo kita makan dulu," kata Ron tiba-tiba.
"Makanan, itu saja yang ada di pikiranmu," kata Hermione.
"Kenapa memangnya, perutku memang sudah lapar," kata Ron lagi, dan kami menuju aula besar dengan Ron dan Hermione yang berdebat tentang kebiasaan makan Ron.
Aku menghela nafas panjang.
Draco POV
Aku berjalan di koridor St. Mungo's. Kabarnya Jilian sadar kemarin siang. Aku sengaja tidak segera datang karena Jilian pasti membutuhkan waktu bersama keluarganya.
Setelah pembicaraanku dengan Mother di taman beberapa hari lalu, membuatku banyak memikirkan tentang hubunganku dengan Jilian.
Mother mengatakan bahwa Father sebenarnya peduli pada Jilian, bahkan Mother bilang sedikit perbedaan tidak akan menjadi masalah. Apakah artinya mereka tidak keberatan tentang Jilian yang bukan seorang pureblood? Tapi selama ini mereka pun tidak pernah mempermasalahkannya, bahkan hubungan keluargaku dengan keluarga Diggory bisa dibilang sangat baik.
Tapi Jilian adalah seorang Potter. Aku tau dalam sejarah keluargaku sebenarnya tidak pernah ada perselisihan dengan keluarga Potter. Mother tidak bereaksi apapun saat aku hampir salah bicara kemarin, apakah Mother dan Father juga sudah tau kalau Jilian adalah seorang Potter. Mengingat Mother dan Aunty Emily sangat dekat, dan seringkali kedua orangtuaku ini mengetahui hal-hal yang seharusnya rahasia.
Kalau mereka memang sudah tau dan tidak mereka tidak bereaksi apapun, jadi seharusnya tidak akan menjadi masalah, kecuali mungkin bila 'Dark Lord' tiba-tiba kembali dalam kehidupan kami.
Aku menghela nafasku pelan, memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan hal ini. Aku membuka pelan pintu kamar perawatan Jilian, ini adalah kamar VIP yang keluarga Malfoy gunakan bila kami dirawat, kamarnya lebih mirip sebuah apartment dua kamar daripada kamar di rumah sakit. Karena kamar ini lengkap dengan ruang tamu, sebuah mini pantry, kamar pasien dan kamar untuk penunggu pasien lengkap dengan kamar mandi pribadi masing-masing.
Aku melewati sofa-sofa ruang tamu dan mini pantry, menuju kamar pasien dimana seharusnya Jilian berada. Pintu kamarnya sedikit terbuka, aku mendorongnya pelan dan terkejut melihat tidak ada seorangpun disana.
Aku menuju pintu kamar mandi, mengetuknya pelan, "Jilian..," tapi tidak ada jawaban apapun dari dalam. Aku membuka pintu kamar mandi yang tidak terkunci dan melihatnya kosong.
Kemana Jilian, pikirku... Aku menuju kamar untuk penunggu dan juga tidak menemukan seorang pun disana.
Aku kembali ke ruang tamu dan mini pantry, juga tidak menemukan siapapun disana. Kemana Jilian, pikiranku mulai panik takut ada hal buruk yang terjadi. Aku menuju taman pribadi yang terhubung dengan kamar ini melalui pintu geser di ruang tamu, dan lagi-lagi tidak melihat siapapun disana. Entah kenapa dadaku mulai berdebar kencang, seperti saat kemarin Jilian tidak sadarkan diri, ketakutan akan kehilangan dirinya mulai merasuki diriku lagi.
Aku kembali ke dalam dan menuju kamar pasien untuk kembali memastikan, saat seseorang memanggilku.
"Draco..," ucap suara yang amat kukenal.
Aku berbalik dan melihat seseorang yang sangat ingin kutemui kini berdiri di hadapanku.
Masih menggunakan jubah pasien, Jilian menatapku dengan ekspresi heran. Wajahnya tidak lagi pucat, rona merah terlihat di pipinya, bibirnya kini berwarna merah muda seperti biasanya. Rambut merahnya tergerai ke belakang punggungnya.
"Draco.. Ada apa? Apa yang sedang kau lakukan?" Jilian bertanya lagi dengan suara yang amat kurindukan.
Aku masih tidak berkata apapun, tapi tubuhku bergerak otomatis ke arahnya, kedua tanganku menyentuh pipinya, aku bisa melihat kedua iris mata hazel itu tampak terkejut menatapku. Lalu aku mendekatkan wajahku dan menghilangkan jarak diantara kami saat bibirku menyentuh lembut bibirnya.
