Disclaimer : I don't own Harry Potter!
Please enjoy the story
Jilian POV
Mataku membelalak ketika tiba-tiba Draco menempelkan bibirnya di bibirku. Dia.. Oh Merlin! Draco Malfoy menciumku... Ciuman pertamaku...
Saat Draco melepas dengan lembut sentuhan bibirnya dariku. Aku terpaku tidak bisa bereaksi apapun. Dadaku berdebar dengan kencangnya.
Kini iris abu-abu itu menatapku dengan pancaran emosi yang tidak biasa. Dan tiba-tiba,
PLAK!
Spontan aku menamparnya!
Aku sendiri kaget dengan apa yang kulakukan, melihat tanganku yang kini berada di samping pipinya. Draco tampak terkejut menerima tamparan dariku, sebelum akhirnya menatapku lagi.
"Apa yang kau lakukan?" Draco berkata agak sewot.
"Apa yang kau lakukan?" aku berkata dengan sama sewotnya.
"Kenapa kau tiba-tiba menamparku?" Draco berkata lagi masih sewot.
Aku memandangnya tidak percaya, "Kenapa kau tiba-tiba menciumku?" aku menjawab dengan sama sewotnya, biarpun dadaku masih berdebar dengan kencangnya.
Draco membelalakan matanya terkejut, lalu mengalihkan pandangannya dariku sambil mengusap rambut pirang platina nya.
Lalu dia kembali menatapku dengan ekspresi datar khas Malfoy yang kini terpasang di wajahnya.
"Jangan kau lakukan itu lagi," ucapnya pelan.
"Jangan lakukan apa? Menamparmu? Kau yang tiba-tiba nyosor menci.."
"Bukan itu!" ucap Draco tiba-tiba.
"Hah?! Apa maksudmu?" tanyaku.
"Jangan kau mencoba untuk meninggalkan aku lagi," kata Draco dengan tatapan mata yang tidak biasa yang membuat dadaku berdebar makin kencang.
"A.. Apa maksudmu?" ucapku terbata-bata karena gugup.
"Kau tadi sudah mendengarnya, aku tidak akan mengulanginya," ucap Draco dan aku masih memandangnya dengan heran.
Tiba-tiba Draco mengambil salah satu tanganku dan meletakkan promise bracelet yang sangat kukenal ke telapak tanganku.
"Ini milikmu, dan kau tau seorang Malfoy akan menepati janjinya," Draco berkata lagi.
Aku masih belum tau harus berkata apa? Apakah ini artinya Draco tidak mempermasalahkan diriku yang seorang Potter?
"Dan jangan lagi bertindak bodoh," ucapnya lalu berbalik dan duduk di sofa.
Kenapa sih dia ini, sesaat bersikap manis, lalu kemudian mulai menyebalkan lagi.
"Siapa yang bertindak bodoh?" aku berkata dan duduk di sofa di sampingnya.
"Ya kau Jilian, siapa lagi? Mengembalikan bracelet, atau bersedia menjadi sandera para duyung?" ucapnya tanpa melihatku.
Aku kesal sekali, tidak percaya yang dikatakannya, "Apa kau juga tidak sadar yang kau lakukan selama ini? Mencurigai hubunganku dan Harry, padahal dia adalah kembaranku, lalu dengan sengaja mengajak Pansy di depanku, memamerkan kemesraan kalian di koridor, bahkan dengan sengaja tidak melihat sedikit pun ke..."
Ucapanku terhenti karena kini salah satu jari Draco menempel di bibirku.
"Cukup," ucapnya pelan, dan lagi-lagi iris abu-abu itu menatapku dengan pandangan tidak biasa.
Lalu perlahan Draco menarikku ke pelukannya. Membuat diriku tidak dapat lagi menahan tangis, air mataku membasahi bagian depan jubahnya, sesekali aku berontak dan memukul-mukul dadanya, "Kau yang bodoh Drake.. Kau yang bodoh.."
Draco tidak menghindar dan menerima semuanya, sambil masih terus memeluk dan mengusap rambutku pelan. Aku bisa merasakan Draco mencium kepalaku dan seperti mendengarnya bergumam, "I'm sorry.."
Beberapa hari berikutnya..
"Semuanya.. Okee... Kau sudah pulih dengan baik dan bisa segera bersekolah juga beraktivitas kembali seperti biasanya," ucap Healer Bale.
"Terimakasih Healer Bale," ucapku dengan tersenyum dan kurasakan pipiku memanas melihat Healer Bale yang tampan ini membalas senyumanku.
Kemudian Healer Bale pamit keluar ruangan, Mom dan Dad memutuskan untuk mengantarnya sekaligus menyelesaikan segala urusan administrasi rumah sakit.
Aku sedang mengemas barangku saat tiba-tiba seseorang berkata, "Perlu bantuan?"
Aku menoleh dan melihat kedua Kakakku tersenyum di ambang pintu, "Cedric! Harry!" ucapku menghampiri mereka dan memeluk mereka berdua sekaligus.
"Ouuwh.. Jils, aku tidak bisa bernafas," ucap Harry berlebihan.
Aku melepas pelukan dan memutar kedua bola mataku, membuat mereka tertawa, akupun ikut tertawa bersama mereka.
"Senang melihatmu sudah baik-baik saja," kata Cedric.
"Tentu saja dia akan baik-baik saja, melihat tampang Healer yang merawatnya tadi," kata Harry, membuatku malu. Lalu Cedric dan Harry tertawa melihat reaksiku.
"Kalian ini! Sangat kompak kalau menggodaku!" aku merengek yang membuat kedua Kakakku ini tertawa lebih keras.
Selanjutnya aku melalui hari-hari di sekolah seperti biasanya. Tidak ada kejadian yang menghebohkan, kecuali mungkin artikel tentang cinta segitiga antara Harry, Hermione dan Viktor Krum yang ditulis tentunya oleh Rita Skeeter.
Hermione dihina habis-habisan oleh Skeeter di artikelnya, dan bukan hanya Daily Prophet, kini majalah Witch Weekly pun menuliskan artikel tentang rumor ini. Aku bersyukur tidak ada lagi artikel tentang diriku maupun Draco, tampaknya keluarga Malfoy benar-benar melakukan sesuatu pada Skeeter.
Kasian Hermione, dia harus menerima surat teror dari para penggemar Krum maupun Harry. Bahkan dia harus menerima howler ataupun surat yang berisi nanah bubotuber ataupun kutukan lainnya. Hagrid menyarankan untuk segera membuang surat-surat itu ke dalam perapian tanpa harus membukanya, karena Hagrid pun mengalami hal yang sama ketika Skeeter menulis artikel tentang dirinya beberapa bulan lalu.
Hubunganku dengan Draco berjalan biasa seperti sebelum kami bertengkar. Draco tidak pernah membahas diriku yang seorang Potter, dan aku pun tidak mengatakan apapun. Tapi tampaknya Draco menikmati kejengkelan Harry setiap melihatku bersama dirinya. Draco tidak pernah lagi marah saat aku bersama dengan Harry, namun Draco dengan sengaja mendekatiku dan bersikap mesra setiap Harry melihat kami. Mereka tidak akur namun juga tidak saling mencaci. Kini yang terjadi diantara Harry dan Draco seperti perang dingin yang entah kapan akan berakhir.
Pada suatu malam aku terbangun dengan terengah-engah, sudah sangat lama sejak aku bermimpi seperti ini. Dalam mimpiku aku melihat Harry seperti gelisah dan kesakitan dalam tidurnya, dan akhirnya bangun dengan terengah-engah. Keesokan harinya aku menemui Harry untuk memastikan mimpiku, dan benar saja, Harry kembali mengalami mimpi buruk tentang you know who dan pengikutnya. Aku menyarankan Harry untuk segera menemui Profesor Dumbledore, dan Harry pun menemuinya setelah pelajaran berakhir.
Yang mengejutkan adalah berita kematian Mr. Crouch, salah satu juri turnamen triwizard ini, yang juga kepala departemen kerjasama sihir internasional. Kematiannya bisa dibilang misterius dan sedang dalam penyelidikan auror, itu yang kudengar dari Susan. Aku juga mendengar dari Ron, kalau Percy Weasley, Kakaknya yang merupakan asisten Mr. Crouch harus bulak balik menemui penyidik untuk dimintai keterangan.
Di akhir tahun ajaran, perhatianku teralihkan pada ujian akhir semester, yang untungnya bisa kulalui dengan baik. Ujian ini diakhiri dengan pelaksanaan tugas ketiga turnamen triwizard, dimana semua murid telah merasa lega, namun tidak bagi Harry dan Cedric.
"Mom.. Dad..," aku terkejut melihat kedua orang tua ku kini sedang duduk di meja Hufflepuff bersama Cedric dan diantara teman-teman asramaku. Aku menghampiri dan memeluk mereka.
"Apa yang kalian lakukan disini?" tanyaku.
"Kami akan menonton Cedric memenangkan turnamen ini," ucap Dad yakin sambil tertawa.
"Dad..," kata Cedric, "Peserta yang lain pun memiliki kemampuan yang luar biasa."
"Iya, tapi kau yang akan jadi juaranya," kata Dad lagi.
"Kami mendukungmu Cedric, menang ataupun kalah tidak masalah," ucap Mom tersenyum.
"Tapi dia akan menang Emily!" ucap Dad keras, "Benar kan Hufflepuff?" kata Dad ke seluruh teman-teman asramaku.
"Tentu Mr. Diggory!" seseorang bicara.
"Hidup Cedric, juara Hogwarts!" tambah seseorang, yang akhirnya membuat keriuhan di meja asrama kami.
Aku tertawa dan ikut bertepuk tangan, keriuhan ini rupanya menular ke meja asrama lain, yang ikut bertepuk tangan. Aku bisa melihat Harry bersama keluarga Weasley di meja asrama gryffindor ikut bertepuk tangan dan mengacungkan jempolnya. Harry selalu merasa Cedric lebih pantas menjadi juara, biarpun namanya juga keluar dari piala api. Keriuhan mulai berakhir saat panitia turnamen memanggil semua juara untuk segera menuju tempat pelaksanaan tugas ketiga. Aku memberi semangat kepada Cedric dan Harry sebelum mereka pergi meninggalkan aula besar bersama para panitia turnamen.
Tugas ketiga dilaksanakan di lapangan quidditch yang kini telah diubah menjadi maze raksasa. Para juara harus melalui maze ini untuk menuju piala triwizard yang telah disimpan di suatu tempat di dalam maze. Kabarnya monster dan makhluk-makhluk menakutkan telah disebarkan di maze ini untuk menghalangi para juara.
Para penonton mulai memasuki tribun. Mom dan Dad duduk bersamaku dan para hufflepuff untuk mendukung Cedric dan Harry. Aku melihat Menteri sihir, Mr. Fudge di tribun VIP bersama para guru dan juri lainnya, rupanya Menteri Sihir sendirilah yang menggantikan Mr. Crouch sebagai juri. Aku juga melihat Uncle Lucius dan Aunty Narcissa diantara tamu VIP, rupanya para pendukung kegiatan, turut hadir pada puncak turnamen triwizard ini.
Mr. Ludo Bagman menjelaskan segala aturan bagi peserta, kemudian memberikan aba-aba bagi Cedric dan Harry untuk memasuki maze lebih dulu, karena mereka memiliki skor tertinggi yang sama.
Duaarr!! Suara keras sebuah meriam mengakhiri aba-aba Mr. Bagman. Aku melihat Harry dan Cedric perlahan memasuki maze berjalan pelan menyusuri pintu masuknya sampai akhirnya tidak terlihat lagi. Aku berdoa agar kedua Kakakku ini dilindungi. Tidak lama kemudian Mr. Bagman memberikan aba-aba agar Viktor Krum memasuki maze. Lalu setelah beberapa saat, akhirnya Fleur Delacour juga memasuki maze.
Menit-menit berikutnya terasa berjalan lambat diantara degup kencang jantungku. Kami tidak tau apa yang terjadi di dalam maze itu. Hanya beberapa kilatan dan cahaya yang tampak di beberapa tempat, menandakan ada suatu aktivitas sihir disitu. Mengapa dunia sihir tidak punya suatu sistem kamera dan layar seperti teknologi muggle, sehingga kami bisa menonton yang terjadi di dalam sana secara langsung.
Entah berapa lama waktu telah berlalu saat aku bisa melihat bunga api merah diluncurkan ke atas langit. Salah satu juara tampaknya tidak sanggup lagi melanjutkan turnamen. Mr. Bagman segera mengayunkan tongkatnya ke arah bunga api itu diluncurkan sambil merapalkan sesuatu lalu beberapa saat kemudian di tepi dinding maze aku bisa melihat Fleur Delacour yang tidak sadarkan diri. Madam Pomfrey dan beberapa panitia tim medis tampak bergegas menghampiri Delacour. Tampaknya kejadian diriku yang tidak sadarkan diri di tugas kedua yang lalu membuat panitia menambahkan tin medis untuk membantu Madam Pomfrey di turnamen ini.
Beberapa waktu kemudian bunga api merah kembali terlihat, dan kali ini rupanya Viktor Krum yang muncul di tepi dinding maze, dengan tidak sadarkan diri juga. Keriuhan mulai terjadi diantara murid-murid Hogwarts, karena itu artinya tinggal Cedric dan Harry sebagai juara Hogwarts lah yang berkesempatan memenangkan turnamen ini. Tapi entah mengapa perasaanku tidak enak, sangat tidak enak, seperti ada sesuatu hal yang buruk yang akan terjadi. Aku mengesampingkan pikiranku, dan berusaha kembali berpikir positif. Tidak akan ada sesuatu hal buruk yang terjadi, kedua Kakakku akan kembali dengan selamat dan salah satunya akan memenangkan turnamen ini.
Kilatan-kilatan cahaya mulai tampak lagi di tengah-tengah maze. Sampai timbul suatu cahaya yang sangat terang, lalu tiba-tiba gelap dan hening. Apa yang terjadi? Kilatan-kilatan cahaya tidak lagi tampak di dalam maze. Suasana menjadi hening, hanya suara-suara entah makhluk apa yang samar-samar terdengar dari dalam maze.
Setelah beberapa waktu Mr. Bagman kembali mengayunkan tongkatnya dan merapalkan sesuatu, namun tidak ada seorangpun yang muncul di tepi dinding maze. Bisikan-bisikan mulai terdengar diantara para penonton, Mr. Bagman mengumumkan agar semuanya tenang, karena tidak akan ada hal buruk yang terjadi.
Aku masih menunggu dengan berusaha menenangkan perasaanku. "Tenanglah Jilian, Cedric dan Harry akan baik-baik saja," ucap Mom yang mengerti perasaanku sekarang.
Namun kemudian aku bisa melihat beberapa panitia termasuk beberapa guru dan Hagrid tampaknya mulai memasuki maze. Aku juga melihat Uncle Lucius meninggalkan tribun VIP entah kemana. Biarpun para juri mengatakan bahwa semua masih terkendali, aku bisa melihat Profesor Karkarof, kepala sekolah Durmstrang tampak sangat gelisah. Apa yang terjadi sebenarnya?
Hagrid, para guru dan beberapa panitia telah keluar dari maze, tapi Cedric dan Harry tidak ada bersama mereka. Apa yang terjadi dengan mereka, dimana mereka?
Lalu tiba-tiba sebuah cahaya terang muncul di panggung juara. Tampak dua orang yang kukenal terbaring disana. Lalu Harry menghampiri Cedric yang belum terlihat bergerak. Aku bisa mendengar suara Harry meraung memanggil Cedric. Para juri, guru dan panitia mulai menghampiri mereka. Berusaha memisahkan Harry dari tubuh Cedric, tapi Harry tidak mau melepaskannya dan terus menangis.
"Cedric?" Mom berkata pelan lalu berlari menghampiri mereka bersama Dad. Aku bergerak mendekati mereka, tidak percaya dengan apa yang kulihat. Kedua orangtuaku menangis memanggil-manggil nama Cedric mengguncang tubuhnya yang tidak bergeming.
"No.. No.. Cedriiiiiiicc!!!"
Ketika ku buka mata, melihat jauh kesana, mencoba mencari bayanganmu..Kau tau, akan aku berikan apapun yang kau mau, akan aku lakukan apapun yang kau minta..
Aku bahkan rela kau marahi, atau kau goda setiap hari..
Asalkan kau kembali, asalkan aku bisa melihatmu lagi, mengulang kenangan yang pernah terjadi, atau bahkan membuat kenangan yang lebih baik..
Dan kita akan mengulanginya lagi dan lagi..
sampai kenangan kebersamaan kita tidak terbendung lagi..
sampai akhir waktu.. bersamamu..
Upacara pemakaman telah usai. Semua kata-kata penghormatan telah diucapkan. Para tamu yang turut berbela sungkawa telah kembali pulang kepada keluarga ataupun orang-orang yang mereka sayangi.
"Hi Jils," aku mendengar Harry menyapaku dan aku membalasnya dengan senyuman ringan tanpa bangkit dari tempat tidur Cedric, mataku kembali menatap seragam quidditch Cedric di tanganku.
Harry duduk di sebelahku tanpa berkata apapun, kemudian dia mulai mengusap rambutku pelan, persis seperti yang Cedric lakukan bila aku sedang bersedih.
Saat diriku mulai terisak, Harry menarikku pelan ke dalam pelukannya. Dan tangisku tidak dapat terbendung lagi. Aku tidak menyangka Cedric akan meninggalkanku seperti ini, secepat ini.
Semua memori tentangnya, semua kebersamaan kami sejak kami kecil seperti berputar kembali dalam pikiranku, membuatku meraung dan menangis memanggil namanya, Kakakku, Cedric Diggory, bahkan aku jarang sekali memanggilnya Kakak, kini bahkan kesempatan itu tidak ada lagi. Penyesalan mulai menyelimuti diriku, kenapa aku tidak lebih sering menghabiskan waktu bersamanya.
Aku terisak semakin kencang, tubuhku bergetar mengingat tubuhnya yang sudah tidak bernyawa malam itu. Sekencang apapun aku menggerakkan tubuhnya, dia sama sekali tidak bergerak. Aku sempat memukuli dadanya mengatakan bahwa ini bukan saatnya untuk bercanda. Tapi Cedric tidak bereaksi apapun. Tidak ada seringaian di bibirnya seperti biasa ketika dia menjahiliku. Cedric tidak bercanda, kali ini dia benar-benar meninggalkanku...
Beberapa hari kemudian..
"Harry?" aku berkata dan berjalan ke ruang keluarga saat mendengar perapian di rumahku sepertinya berkobar.
"Hi, Jils..," ucapnya sambil membersihkan sisa debu flo dari jubahnya tanpa memandangku.
"Urusan turnamen ini sungguh melelahkan, untungnya tur itu dibatalkan, kementerian dan konfederasi kerjasama international akan mengkaji ulang turnamen ini karena lagi-lagi memakan korb..," ucapannya tiba-tiba berhenti.
"Apa yang dilakukannya disini?" ucap Harry sambil menunjuk Draco.
"Aku bisa bertanya hal yang sama tentang dirimu," Draco menanggapi dengan dingin.
Belum sempat aku ataupun Harry berkata apa-apa lagi, beberapa orang memasuki ruang keluarga.
"Kau!!" tiba-tiba Harry berkata sambil menunjuk uncle Lucius.
"Potter," ucap uncle Lucius dengan tenang, namun aku bisa melihat matanya memandang Harry tajam.
Mom dan Dad turut memasuki ruang keluarga bersama uncle Lucius dan aunty Cissa.
"Berani sekali Anda kemari!!" kata Harry lagi dengan menatap tajam uncle Lucius.
"Harry! Apa yang kau lakukan?!" aku berkata terkejut dengan sikap Harry. Semua yang ada di ruangan ini pun ikut terkejut.
Uncle Lucius berkata, "Ternyata rumor yang beredar memang benar, kau itu suka bersikap tidak sopan.. Mungkin karena dibesarkan oleh mug..."
"Lucius!" aunty Cissa memotongnya memperingatkan.
Mom dan Dad kini memandang uncle Lucius dengan pandangan tidak percaya akan apa yang hendak diucapkannya tadi. Uncle Lucius jelas tau kalau kedua orang tua Mom adalah muggle.
"Harry, tenanglah, kenapa kau seperti ini," ucap Mom sambil menghampiri Harry.
Kedua Malfoy senior tampak terkejut melihat kedekatan Harry dengan keluargaku.
"Dia ada disana Aunty!" kata Harry.
"Apa maksudmu?" tanya Mom.
Harry kembali melihat uncle Lucius lalu berkata, "Setelah ritual untuk membangkitkan dirinya, Voldemort memanggil para pengikutnya yang setia ke pemakaman itu, dan Anda adalah salah satunya!"
Semua terkejut mendengarnya.
"Ternyata bukan hanya tidak sopan, kau juga seorang pembual," reaksi Uncle Lucius, masih dengan suara tenang dan dingin.
"Aku tidak berbohong!!" kata Harry.
"Omong kosong!! Kau hanya bicara asal saja, kau bahkan tidak bisa membuktikan aku ada disana!" kata Uncle Lucius mulai terlihat marah.
"Aku tidak BOHONG! Anda mungkin menggunakan topeng Death Eather, tapi aku mendengar dengan jelas, Voldemort menyebut nama Anda Mr. Malfoy!" kata Harry lagi.
"Benarkah?!" kata Mom, membuat semua perhatian tertuju padanya.
"Benarkah itu Lucius?!" ulang Mom.
Aunty Cissa yang menjawab Mom, "Apa maksudmu Emily? Jelas kalau Potter ini hanya mengada-a.."
"Kau ada disana tapi kau tidak mencegah kematian Cedric?!" kata Mom.
"Emily," kata Dad sambil mencegah Mom menyerang uncle Lucius.
"Teganya dirimu!! Cedric tidak berdosa!!" Mom berkata dengan histeris.
"Lucius!! Benarkah malam itu kau memenuhi panggilannya? Kau ada di pemakaman itu bersama para death eather?! Kau terlibat lagi dengan mereka?!" Dad tampak mulai kehilangan kesabarannya juga.
"Kalian tau Lucius ada di Hogwarts sepanjang tugas ketiga turnamen triwizard kemarin," kata aunty Cissa membela.
Lalu aku menyadari sesuatu, "A.. Aku.. Aku melihatmu Uncle.. Kau meninggalkan tribun di tengah-tengah turnamen," aku berkata pelan.
"Kau!! Kau seharusnya bisa mencegahnya!! Kau seharusnya bisa mencegah kematian Cedric!!" Mom mulai berontak namun Dad menahannya.
"Emily, tenanglah," kata Dad.
"Apakah selama ini hanya sandiwara?!" ucap Mom, "Ahahaha.. Kenapa aku tidak menyadarinya dari dulu, tentu saja!! Kalian Malfoy memang sangat licik, hanya memanfaatkan relasi diantara kita untuk kepentingan kalian saja..."
Aku tidak mengerti apa yang Mom bicarakan. Lalu Mom berkata lagi, "Narcissa! Aku masih ingat bagaimana kau memohon padaku dan Amos agar membela Lucius tiga belas tahun yang lalu, agar Lucius terbebas dari Azkaban karena jelas suamimu ini adalah pendukung you know who!!"
"Aku pikir kalian benar-benar berubah! Oh betapa bodohnya aku!" lanjut Mom.
"Emily!" kata aunty Cissa.
"Pergi Kau!!" kata Mom.
"Pergi Kalian!! Jangan pernah menginjakan kaki lagi di rumah kami!" sambung Dad yang kini mukanya tampak merah karena menahan amarah.
Ketiga Malfoy menatap kami tajam dan menuju perapian tanpa mengucapkan apapun selain Malfoy Manor. Sekilas aku bisa melihat tatapan Draco yang bingung menatapku.
"Mom? Dad?" Aku berkata pelan.
"Jilian, aku melarangmu untuk berhubungan lagi dengan keluarga Malfoy, termasuk Draco!" ucap Dad tegas, sebelum membawa Mom ke kamar untuk menenangkannya.
