Disclaimer : I don't own Harry Potter!

Please enjoy the story :)

Jilian POV

Suasana stasiun King Cross hari ini sangat ramai. Tentu saja karena hari ini adalah tanggal 1 September.

Seperti biasanya tampak kepulan asap dari cerobong Hogwarts Express. Para murid-murid berlalu lalang bersama orangtua dan keluarga mereka. Ada pula yang saling bertegur sapa dengan sahabat ataupun teman seasrama, menceritakan pengalaman liburan musim panasnya masing-masing.

Semua terlihat sama seperti tahun-tahun sebelumnya, kecuali tahun ini tidak ada Cedric...

Nafasku seperti tercekat memikirkan Cedric. Sebuah rasa nyeri di dada masih terasa setiap kali aku teringat kejadian di akhir tahun ajaran yang lalu. Sesaat aku berpikir mungkin kembali ke Hogwarts adalah hal yang bodoh. Akan terlalu banyak kenangan yang mengingatkan diriku tentang Cedric.

Sebuah sentuhan di bahuku menarik perhatian dan pikiranku kembali ke kenyataan.

"Kau baik-baik saja Jilian?" Dad berkata dengan tatapan khawatir.

Aku balas menatap Dad, bermaksud untuk bilang bahwa aku tidak baik-baik saja dan memohon agar Dad membawaku pergi dari sini. Tapi sisi lain dari diriku berbisik, kalau aku harus kembali ke Hogwarts, karena Harry akan membutuhkanku dan segala dukungan, terutama setelah apa yang terjadi di musim panas lalu, segala insiden dengan dementor, demi janggut Merlin! Harry hampir dikeluarkan dari sekolah!

Aku memaksakan diriku untuk tersenyum, "Iya, Dad.. Aku baik-baik saja."

"Kau tau.. Kau masih bisa merubah keputusanmu," ucap Dad.

Kami berdua terdiam sejenak, lalu Dad berkata lagi, "Kalau kau mau, kau tidak perlu kembali ke Hogwarts.. Ibumu akan lebih senang bila.."

"Dad," aku berkata pelan, "Kita sudah membicarakan ini.. Dan aku akan baik-baik saja," ucapku berusaha meyakinkan Dad.

Dad masih menatapku dengan khawatir dan perhatian di matanya.

"Jilian!" tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil namaku.

Aku menoleh ke arah suara itu berasal, lalu melihat Susan dan Hannah melambaikan tangannya ke arahku.

"Itu sahabat-sahabatku Dad, kurasa sebaiknya sekarang aku bergabung dengan mereka," aku berkata pada Dad.

Dad lalu tersenyum, "Iya baiklah.. Kau.. Akan baik-baik saja," ucapnya yang sepertinya lebih untuk meyakinkan dirinya sendiri.

Dad memelukku dan mengingatkan untuk tidak lupa menulis surat kepadanya dan Mom, sebelum akhirnya aku menghampiri Susan dan Hannah.

Sirine tanda Hogwarts Express akan segera berangkat akhirnya berbunyi. Aku, Susan dan Hannah segera menaiki gerbong dan untungnya kompartemen yang biasa kami gunakan masih kosong. Kami sedang mengobrol ringan sambil merapikan koper dan barang-barang kami ke dalam rak kabin, saat tiba-tiba pintu kompartemen kami terbuka.

"Hi guys," Ernie berkata.

"Hi Ernie," ucap Hannah dan Susan, aku hanya mengangguk dan tersenyum membalas sapaannya.

"Kita harus ke kompartemen prefect sekarang Hannah," Ernie berkata lagi.

"Oh iya, aku pergi dulu ya," kata Hannah kepadaku dan Susan.

Ternyata Hannah dan Ernie yang terpilih menjadi prefect hufflepuff. Diriku sempat bertanya-tanya kenapa tidak ada lencana prefect yang menyertai suratku dari Hogwarts. Cedric selalu yakin aku akan terpilih menjadi prefect. Sejenak aku merasa kecewa, karena antara diriku dan Hannah, rasanya prestasiku lebih baik, atau kalau bukan aku yang terpilih, menurutku Susan masih lebih pantas menjadi prefect, tapi mungkin Prof. Dumbledore tidak berpikir demikian.

"Bagaimana Amerika?" tanya Susan tiba-tiba.

"Oh, ya.. Amerika.. Seperti biasanya," aku menjawab.

"Ini oleh-oleh buatmu," ucapku lagi sambil memberikan sekantung cokelat dan permen muggle berbagai rasa untuk Susan.

"Wow, thanks Jils," kata Susan menerima oleh-oleh dariku dengan senyum lebar.

"Maafkan aku ini hanya cokelat dan permen muggle biasa dari supermarket terdekat dengan rumahku disana, aku tidak sempat mengunjungi dunia sihir Amerika ataupun tempat-tempat wisata lainnya," aku berkata.

"Tidak apa-apa Jil, aku selalu suka cokelat dan permen muggle," kata Susan sambil membuka salah satu bungkus cokelat snickers.

Aku tersenyum mendengar perkataan Susan, lalu berkata, "Bagaimana denganmu, kau pergi ke suatu tempat yang menarik musim panas kemarin?"

"Tidak, aku lebih banyak di rumah, Tanteku sibuk sekali musim panas lalu, apalagi setelah kejadian..," Susan tiba-tiba berhenti bicara, dan melihatku dengan pandangan ragu dan khawatir.

"Setelah kejadian di akhir turnamen triwizard tahun lalu," aku melengkapi kalimatnya.

"Uhm, yeah..," jawab Susan dengan pelan dan tampak tidak enak membahas kejadian itu.

"Maaf Jils, aku tidak bermaksud membahasnya..," kata Susan.

Aku terdiam, apakah aku memang tidak ingin membahas hal ini? Tapi bila ada seseorang berwenang untuk menyelidiki kejadian itu, Madam Bones adalah orangnya.

"Tidak apa-apa Su..," aku terdiam sesaat sebelum berkata lagi, "Apa.. Apakah Tante mu tahu sesuatu, Ia menyelidiki kejadian itu kan?"

Susan seperti ingin menjawab namun melihat ke arah pintu, dan tampak ragu-ragu.

"Muffliato," ucapku.

Susan berkata, "Aku tidak tahu banyak Jil."

"Katakan saja apa yang kau tahu Su, kumohon," pintaku memelas.

Susan menghela nafas, "Baiklah.. Jadi kementerian melakukan penyelidikan tentang apa yang terjadi di turnamen tahun lalu, mereka bahkan mendatangi pemakaman yang Potter bilang merupakan tempat dimana dirinya dan Cedric dibawa oleh portkey piala triwizard. Dan kau mungkin tahu kalau Potter juga mengatakan bahwa di pemakaman itu you know who bangkit kembali."

Aku mengangguk dan berkata, "Lalu apa yang mereka temukan? Apa mereka menemukan jejak pelaku yang membunuh Cedric?! Bagaimana dengan para Death Eather dan Voldemort?!" sebagian dari diriku berharap kalau Uncle Lucius tidak ditemukan terlibat di kejadian itu.

Aku melihat Susan berjengit saat mendengarku menyebut nama you know who, "Jangan sebut namanya Jilian!"

Aku hanya mengangguk, lalu Susan menghela nafas sebelum berkata lagi, "Memang dirasakan ada suatu bekas sihir di pemakaman itu, tapi tidak ditemukan hal yang aneh."

"Apa?! Tapi.. Bagaimana bisa? Harry bilang.."

"Jika sebelumnya memang ada aktivitas sihir hitam disana, para pelaku membersihkan jejaknya dengan sangat baik," kata Susan.

"Lalu apa yang dilakukan kementerian? Jelas penyelidikan tidak berhenti sampai disitu saja kan? Tadi kau bilang mereka bisa merasakan bekas sihir di pemakaman itu," kataku.

"Iya, dan ternyata ditemukan tidak hanya muggle yang dimakamkan di pemakaman itu, jadi Menteri Sihir memutuskan bekas sihir yang dirasakan adalah hal biasa, mungkin dari para penyihir yang mengunjungi makam kerabatnya," kata Susan.

"Tapi bukankah pemakaman itu adalah makam pribadi sebuah keluarga muggle?" tanyaku.

"Tampaknya setelah tidak ada lagi keturunan di keluarga muggle itu, beberapa penyihir menggunakannya untuk memakamkan keluarganya yang meninggal, lagipula letak pemakaman itu cukup jauh dari tempat tinggal para muggle lainnya, dan yang kudengar para muggle menganggap pemakaman tersebut angker, jadi mereka menghindarinya," jelas Susan.

"Lalu bagaimana kelanjutan penyelidikannya?" tanyaku lagi.

"Karena tidak ditemukan cukup bukti, Menteri Sihir menganggap kematian Cedric adalah kecelakaan di turnamen, jadi penyelidikan pun dihentikan," Susan berkata pelan.

Hatiku mencelos mendengarnya, dan rasanya aku ingin menangis.

Rasanya aku kehilangan kata-kata mendengar hal ini. Bagaimana mungkin kementerian bahkan Menteri Sihir sendiri mengatakan kejadian yang menimpa Cedric adalah kecelakaan.

"Oh Jils, I'm so sorry," Susan berkata berusaha menenangkanku.

"Tapi bagaimana dengan Volde... Maksudku you know who?! Demi janggut Merlin! Dia telah bangkit kembali!!" aku berkata.

"Menteri Sihir menolak mempercayai kebangkitan you know who, Jilian," kata Susan.

"Apa?!"

"Menteri Sihir juga memutuskan bahwa kebangkitan you know who hanyalah isu saja," jelas Susan.

"Jadi mereka menganggap Harry berbohong?" ucapku pelan.

"Kementerian menganggap segala berita mengenai kebangkitan you know who adalah isu yang dapat membuat keresahan warga sihir Inggris, bahkan mungkin menimbulkan kekacauan, jadi mereka mengatakan bahwa hal itu tidaklah benar," jelas Susan.

Harry jelas tidak berbohong, you know who benar-benar bangkit. Bahkan dementor.. Oh aku jd teringat..

"Bagaimana dengan Harry? Maksudku apakah kau tau tentang persidangan Harry Potter di musim panas yang lalu?" tanyaku. Dad tidak bercerita banyak, ia hanya berkata bahwa Harry tidak jadi dikeluarkan dari Hogwarts, dan aku rasanya kesal sekali tidak mengetahui apapun.

"Iya, Tanteku hadir sebagai salah satu anggota Wizengamot di persidangannya," jawab Susan.

"Bagaimana akhirnya Harry tidak jadi dikeluarkan?" tanyaku lagi.

"Tanteku bilang ada seorang squib yang tinggal di dekat tempat tinggal Potter, ia bersaksi bahwa tindakan Potter adalah upaya pembelaan diri dari dementor yang menyerang Potter dan sepupunya," jawab Susan.

Seorang squib? Aku tidak tahu ada seorang squib yang tinggal dekat Harry, apa itu kebetulan?

Sepupunya, itu pasti Dudley, tapi sedang apa Harry bersamanya, dari yang ia ceritakan hubungan mereka tidaklah akur. Apalagi yang tidak aku ketahui tentang kembaranku sendiri.

"Ada seorang squib yang tinggal dekat dengan Harry? Apa itu kebetulan? Setahuku Harry tinggal dengan keluarganya yang muggle," aku berkata pelan.

"Entahlah, tapi kesaksiannya membuat Harry terbebas dari semua tuntutan," ucap Susan.

Ya, kebetulan atau tidak, Harry terselamatkan oleh kesaksiannya.

"Bagaimana dengan dementor itu? Kurasa bukan suatu kebetulan kan dementor tiba-tiba ada di daerah muggle?"

"Aku setuju denganmu, tapi tampaknya Menteri Sihir dan beberapa pejabat kementerian lainnya tidak berpikir demikian," kata Susan.

"Bagaimana dengan Tantemu?" tanyaku.

"Tanteku tidak percaya kalau dementor bisa ada di daerah muggle secara kebetulan, pastilah ada seseorang yang mengendalikannya, dan seharusnya dementor berada di bawah kendali kementerian, kecuali kesetiaannya telah berpindah," jelas Susan.

"Maksudmu?"

"You know who," kata Susan.

Aku mengerti, jadi Madam Bones percaya kalau Voldemort telah bangkit kembali.

"Kau tau Jils, kurasa Tanteku terlibat dalam suatu kelompok untuk menyelidiki kebangkitan you know who," kata Susan tiba-tiba.

"Oh ya, kelompok seperti apa maksudmu?" tanyaku, sambil berpikir apakah ini sebuah kelompok anti-Voldemort, beberapa kali aku memergoki Dad dan Mom bicara dengan berbisik-bisik, kadang aku mendengar mereka menyebut you know who, atau Harry, atau orde, tapi setiap kali aku bertanya, mereka selalu mengalihkan ke hal yang lain, dan itu sungguh membuatku kesal.

"Seperti tadi kubilang, kementerian menghentikan penyelidikan terhadap kebangkitan you know who, tapi beberapa anggota auror dan penyihir lainnya yang tidak kukenal, beberapa kali datang ke rumahku, mereka seperti mengadakan rapat, atau Tante ku akan segera pergi bila salah satu dari mereka datang, aku sempat mendengar salah satunya ada yang menyebut soal urusan orde, orde apa ya... uhm orde phoenix, ya itu dia namanya, atau menyebut you know who, atau bahkan aku pernah mendengar mereka menyebut nama Potter," kata Susan.

Persis seperti kedua orangtuaku, apakah mereka terlibat hal yang sama?

"Sementara ini, hanya itu yang kutahu Jils," Susan berkata.

"Thanks Susan, semua informasi yang kau ceritakan tadi benar-benar lebih baik daripada tidak tahu apapun yang terjadi, dan orangtuaku sama sekali tidak mau memberitahuku apa-apa, itu membuatku cukup frustrasi," aku berkata.

"Bisa ku bayangkan kau penasaran sekali dengan apa yang terjadi" kata Susan.

"Well.. yeah."

"Senang bisa membuatmu merasa lebih baik," Susan berkata.

"Thanks again, Su," ucapku sambil tersenyum.

Well.. Setidaknya cerita Susan membuat rasa penasaranku tentang hal-hal yang terjadi di musim panas lalu sedikit berkurang. Walaupun masih ada hal-hal yang menjadi teka-teki dan membuatku penasaran. Soal Orde ini, apakah memang suatu kelompok yang anti-Voldemort? lalu dimana Harry tinggal setelah persidangan? Dad hanya bilang Harry tidak kembali ke keluarga Dursley dan tinggal di tempat yang aman. Apakah di rumah keluarga Weasley seperti biasanya? Tapi semuanya terasa berbeda dan serba rahasia. Tidak banyak juga yang Harry ceritakan di suratnya, Harry bilang karena menyangkut soal keamanan. Oh Merlin! Aku ingin segera bertemu dengan Harry.

Hal lain yang membuatku penasaran adalah soal keluarga Malfoy. Apa yang terjadi dengan mereka, apakah mereka benar-benar terlibat kembali dengan Voldemort. Memikirkan hal itu membuatku sangat marah dan kecewa pada mereka. Tapi tetap saja sebagian dari diriku ingin tahu bagaimana kabar Draco? Mom dan Dad melarangku berhubungan lagi dengannya, Draco pun tidak pernah menghubungiku lagi. Hal ini membuatku kesal sekaligus sedih, apalagi karena aku menyadari diriku merindukan Draco, sangat merindukannya...