Disclaimer : I don't own Harry Potter!
Please enjoy the story :)
Jilian POV
"Apa itu 'high inquisitor'?" tanya Hannah melihat judul besar artikel daily prophet di tangan Susan. Aku bisa melihat foto Profesor Umbrige di bawah judul artikel itu dengan senyum lebarnya.
Aku mengangkat bahu karena tidak tahu apa maksudnya, sambil mengunyah roti sarapanku pagi ini.
Susan belum menjawab dan masih fokus membaca isi artikel tersebut. Sampai akhirnya Susan menyimpan koran itu di meja dan berkata, "Kementerian mengeluarkan dekrit pendidikan nomor 23, mengenai posisi baru di bidang pendidikan sihir Inggris yaitu 'The High Inquisitor', dan yang mendapatkan kehormatan untuk posisi itu tidak lain dan tidak bukan adalah Profesor pertahanan terhadap ilmu hitam kita sekarang."
Aku dan Hannah mendengarkan Susan tapi kebingungan pastinya masih tampak di wajah kami.
"Oke, aku masih belum mengerti, tapi.. jadi apalagi yang bisa dilakukannya selain menjadi guru disini?" tanyaku.
Susan tampak menelan rotinya sebelum berkata lagi, "Kementerian menganggap pendidikan di Hogwarts sekarang ini standarnya semakin menurun, maka 'The High Inquisitor' memiliki wewenang untuk menginspeksi kinerja para pengajar lainnya, dan menilai apakah mereka memiliki kompetensi yang sesuai untuk mengajar."
"What?!" aku dan Hannah sama-sama berkata.
"Well.. Mungkin Hagrid akan dinilai kurang pantas, tapi ia blm mengajar lagi, Profesor Grubby-Plank masih menggantikannya..," kata Hannah.
Kecintaan Hagrid terhadap hewan-hewan unik memang membuat pelajaran satwa gaib menjadi tidak biasa, dan kadang tidak aman. Tapi bukan berarti dia tidak berusaha mengajar dengan baik.
"Di artikel ini Hagrid memang disebutkan sebagai salah satu guru yang menjadi kontroversi, selain sebelumnya di Hogwarts ada Prof. Lupin dan Prof. Moody. Keputusan Dumbledore mempekerjakan mereka sebagai guru di Hogwarts dianggap eksentrik, dan karena posisinya di bidang lain juga kesibukannya, Profesor Dumbledore dianggap sudah tidak bisa me-manage Hogwarts dengan baik," kata Susan.
"Omong kosong! Kurasa ini hanya salah satu cara kementerian untuk menginvasi dan mengontrol Hogwarts!" aku berkata dengan kesal, 'atau mengawasi Harry' pikirku, mengingat pernyataan Harry tentang kembalinya Voldemort, kementerian menganggap hal itu hanya isu saja.
"Iya, tapi keputusan kementerian ini dianggap baik dan didukung oleh orangtua murid... Uhm, itu menurut Narcissa Malfoy pada prophet," kata Susan.
Aku menatap Susan sesaat, ketika mendengarnya menyebut nama aunty Cissa, sebelum akhirnya kembali fokus pada sarapanku. Susan dan Hannah tidak berkata apapun, tapi aku bisa merasakan pandangan khawatir mereka. Biarpun aku tidak cerita, kurasa mereka tahu kalau hubunganku dengan Draco sekarang tidak seperti biasanya.
Kelas-kelas di Hogwarts berlangsung seperti biasa sampai Profesor Umbrige beberapa kali menyela para Profesor lain saat mengajar. Umbrige bertanya tentang banyak hal kepada para Profesor dan aku yakin membuat mereka kesal dan merasa terganggu.
Kelas pertahanan terhadap ilmu hitam menjadi kelas yang paling membosankan tahun ini, karena para murid hanya akan menghabiskan waktu kurang lebih dua jam untuk membaca textbook. Bukannya tidak berguna, tapi apa manfaatnya teori tanpa praktek. Namun mendengar apa yang terjadi di kelas gryffindor - slytherin, para hufflepuff dan ravenclaw di kelasku sekarang ini lebih memilih diam dan mengikuti perintah Umbrige daripada protes yang akhirnya hanya akan membuat kami kehilangan point asrama atau mendapatkan detensi. Aku harus menahan emosi untuk tidak menyerang Profesor Katak yang kini tersenyum melihat ke sekeliling kelas dengan senyum palsunya, mengingat apa yang dilakukannya pada Harry saat detensi.
Dan suatu hari, Hermione memiliki ide briliant, well.. tidak aneh sebenarnya karena ini Hermione, biarpun ide nya sangat beresiko. Awalnya Harry tidak setuju, tapi akhirnya Harry mau menjadi mentor dan mengajari kami untuk praktek pertahanan terhadap ilmu hitam.
Setelah pertemuan di Hog's Head dan para murid yang terlibat menandatangani sebuah perkamen tentang kegiatan rahasia ini, entah bagaimana Umbrige bisa tahu atau curiga karena selanjutnya adalah muncul suatu peraturan bahwa segala kegiatan organisasi kesiswaan, perkumpulan, tim, grup, ataupun klub, dilarang. Pembentukan kembali kegiatan-kegiatan siswa ini harus seijin 'The High inquisitor'. Bila ditemukan kegiatan siswa tanpa seijin 'The High inquisitor' maka para siswa yang terlibat akan dikeluarkan dari sekolah.
"Bagaimana menurut kalian? Apakah rencananya akan tetap berlanjut?" tanya Hannah saat kami duduk di salah satu sofa di ruang rekreasi asrama.
"Ya, tentu saja kita tetap melakukannya, kita perlu melakukannya, kau setuju kan Susan?" ucapku.
"Well.. Yeah aku setuju.. Biarpun resikonya hanyalah dikeluarkan dari sekolah," kata Susan dengan santai.
Belum sempat aku atau Hannah menanggapi, tiba-tiba seseorang memanggilku, "Jilian!"
Aku menoleh dan melihat Zacharias Smith berjalan terburu-buru dari pintu asrama dengan muka memerah.
"Wow, Zach.. Ada apa? Kau terlihat.. kacau?" tanyaku.
"Kau sudah tahu tentang peraturan baru itu?" tanya Zach.
"Iya, kenapa?" tanyaku lagi.
"Kau sadar kan Tim Quidditch termasuk salah satu kegiatan yang dilarang?!" ucap Zach lagi, setengah panik setengah berteriak.
Mataku membelalak menyadari kalimat Zach, Tim Quidditch kami terancam dilarang.
"Kita perlu berkumpul sekarang! Semua anggota tim, dan mengajukan permohonan untuk pembentukan kembali tim kita!" ucap Zach, lalu berbalik menuju pintu asrama.
"Tentu saja," ucapku sambil bangkit dari sofa.
Sebelum pergi aku melihat ekspresi terkejut di wajah Susan dan Hannah yang baru melihat Zach seperti itu, "Tekanan seorang Kapten Quidditch, kalian akan lebih terkejut kalau melihatnya saat berlatih di lapangan," aku berbisik pada Susan dan Hannah.
"Come on, Diggory! Yang lain sudah menunggu!" aku mendengar suara Zach dari balik pintu asrama yang belum menutup.
"I'm coming," aku berkata sambil berlari menyusul Zach, yang kini menjadi Kapten Quidditch hufflepuff, menggantikan Cedric...
Beberapa hari berikutnya, Harry mengatakan padaku kalau ia sudah menemukan tempat untuk kami berlatih pertahanan terhadap ilmu hitam. Jadi jam 8 malam ini semua yang sudah setuju terlibat, diminta berkumpul di lantai tujuh di depan hiasan dinding anyaman Barnabas the Barmy.
Sesampainya disana aku dan teman-teman hufflepuff-ku, melihat sebuah pintu yang aku yakin sebelumnya tidak pernah ada disitu. Kurasa ini tempat yang Harry maksud. Aku mengetuk pintu lalu mendorongnya, dan melihat Harry serta beberapa teman-teman kami dari asrama lain sudah berada di dalam ruangan.
"Jilian," Harry menyapaku.
"Hi, Harry.. Bagaimana kau bisa menemukan tempat ini? Ruangan ini luar biasa," aku berkata sambil menerawang ke sekeliling ruangan.
Harry mulai menjelaskan kepada kami semua bagaimana ia dapat menemukan tempat ini. Saat waktu sudah menunjukkan pukul delapan, dan semua sudah datang, Harry bergerak menuju pintu, lalu terdengar suara keras tanda pintu terkunci.
Akhirnya kami akan memulainya, kegiatan siswa yang dilarang oleh Umbrige dan Kementerian.
Kulalui hari-hariku berikutnya dengan tugas yang menumpuk dari kelas-kelas OWL's di tahun ini, latihan quidditch, dan juga DA. Pada pertemuan pertama diputuskan nama 'Dumbledore's Army' disingkat DA, cocok untuk kegiatan ilegal ini, dan tentunya Harry menjadi leader-nya.
Menjelang musim pertandingan quidditch, semakin sulit untuk menyesuaikan jadwal pertemuan DA dengan jadwal latihan quidditch dari 3 asrama yang berbeda. Lagi-lagi Hermione yang menemukan cara yang pintar untuk mempermudah para anggota DA mengetahui jadwal pertemuan berikutnya. Dia memberikan setiap anggota DA galleon palsu yang nomor serinya dapat berubah untuk menunjukkan tanggal dan jam pertemuan DA berikutnya.
"Hi guys," aku menyapa Harry, Ron dan Hermione yang sedang duduk di meja asrama mereka, setelah sarapan di hari pertandingan quidditch gryffindor melawan slytherin.
"Hi Jilian," kata Harry dan Hermione.
Ron hanya mengangguk dan aku bisa melihatnya seperti mau muntah.
"Kau baik-baik saja Ron?" tanyaku.
"I don't know...," jawab Ron.
"Dia gugup," Hermione berkata.
Aku mengangguk mengerti, "Aku juga merasa sangat gugup pada pertandingan pertamaku dulu, tapi tetap cobalah untuk makan sesuatu."
"Itu yang sejak tadi kami coba lakukan, memasukkan sesuatu ke dalam perut Ron," kata Harry.
Aku memandang Ron kasian, "Baiklah, semoga sukses di pertandingan nanti, aku duluan ya ke lapangan quidditch, bye."
"Bye, Jils," ucap mereka bersamaan.
Biasanya saat pertandingan gryffindor melawan slytherin, aku akan berada di meja slytherin dan memberi semangat pada Draco sebelum pertandingan. Begitu banyak hal yang sudah berubah, kini aku memberi semangat pada gryffindor, pada saudara kembarku dan sahabatnya, dan Draco, kami belum pernah bicara lagi sejak malam itu.
Terlalu tenggelam dalam pikiran, aku tidak memperhatikan saat melewati dua anak tangga sekaligus yang membuat keseimbanganku hilang dan aku akan terjatuh.
Spontan diriku bersiap menerima benturan keras, dan cedera yang akan kualami. Sejenak aku bisa membayangkan wajah Zach bila cederaku ternyata cukup parah dan aku tidak bisa bertanding minggu depan.
Aku memejamkan mata, namun benturan keras itu tidak kunjung datang, dan aku merasakan seseorang menahanku agar tidak terjatuh.
"Are you alright, Red?" tanya seseorang yang kukenal.
Aku membuka mata dan berkata, "Blaise! Oh Merlin! Thanks! Kupikir aku akan jatuh, cedera, dan tim quidditch ku akan kecewa bila aku tidak bisa bertanding minggu depan."
Blaise tersenyum mendengarku dan berkata, "Untunglah kalau begitu aku menyelamatkanmu."
"Yeah, thanks again," kataku.
Lalu aku jadi merasa canggung, karena sejak awal tahun ajaran, baru kali ini aku bicara lagi dengan Blaise.
Blaise menaikkan kedua alis matanya dan menyeringai padaku. Damn slytherin! Damn Blaise Zabini! Dia pasti tau aku merasa canggung.
"Ayo kita ke lapangan quidditch, Red," ucap Blaise sambil berjalan mendahuluiku.
"Err.. Iya, ayo..," aku berkata dan menyusulnya.
"Apa tidak apa-apa?" tanyaku pada Blaise sebelum aku bisa menahan kalimatku.
"Apanya yang tidak apa-apa?" Blaise bertanya balik.
"Uhm, nothing," aku menjawab.
"What is it, Jilian?" tanya Blaise lagi.
Sebenarnya aku juga merasa kesal dengan Blaise, jadi kurasa aku akan mengatakannya saja, "Apa tidak apa-apa kau terlihat berjalan bersamaku?"
"Kenapa memangnya?" tanya Blaise.
"Well, aku merasa semua slytherin seperti menghindariku, tidak ada lagi slytherin yang bicara padaku sejak awal tahun ajaran," kecuali Draco saat malam itu, tambahku dalam hati, tapi itu juga tidak di sengaja.
"Itu hanya perasaanmu saja," kata Blaise.
"Kau juga termasuk Zabini," aku berkata sedikit kesal.
Blaise terkekeh, "So, you miss me?"
"You wish," kataku.
"I miss you too," kata Blaise santai tanpa menghentikan langkahnya.
"Oh ya," aku berkata tidak percaya.
Blaise kembali terkekeh lalu berkata, "Ya, biarpun tidak seperti seseorang yang lebih merindukanmu."
"Maksudmu?" tanyaku.
"Kau tahu apa maksudku, aku bisa melihat bagaimana kalian memandang terhadap satu sama lain saat kalian pikir tidak ada yang melihat," kata Blaise, dan aku merasa bodoh karena perkataan Blaise tepat sekali, diam-diam diriku seringkali melihat dan memperhatikan Draco dari jauh saat aku pikir tidak ada yang melihat. Tapi kalimat Blaise tadi seolah-olah Draco juga melakukan hal yang sama terhadapku, apakah Draco? Ah tidak mungkin.
"Aku tidak tahu apa maksudmu," aku berusaha mengelak.
"Baiklah, terserah kau saja," kata Blaise sambil terkekeh.
Selanjutnya kami berjalan dalam diam, tapi aku merasa nyaman, Blaise bukan seseorang yang asing bagiku, dulu kami seperti saudara, dan aku memang merindukannya.
Akhirnya kami tiba di tepi lapangan quidditch, "Aku ke arah sini," ucapku sambil menunjuk salah satu sisi tempat duduk penonton yang berisi kerumunan murid-murid hufflepuff.
"Oke, hati-hati saat melangkah Jils, mungkin aku tidak akan selalu ada untuk menyelamatkanmu," kata Blaise sambil menyeringai.
Aku terkekeh, "Sekali lagi terimakasih karena tadi sudah menyelamatkanku.. Bye Blaise, it's nice to talk to you again."
"Bye, Jils," kata Blaise, dan aku berbalik menuju teman-teman asramaku yang sudah berkumpul.
