Disclaimer : I don't own Harry Potter!
"Potter dan Chang!" terdengar suara Pansy beberapa jarak di depanku dan Draco, anak-anak perempuan slytherin lainnya yang bersama Pansy ikut cekikikan menghina.
Aku ingat Harry pernah bilang kalau dia akan mengunjungi Hogsmeade bersama Cho hari ini. Tapi karena diriku sendiri gugup menghadapi kencanku dengan Draco, aku jadi tidak memikirkan mereka.
"Urgh, Chang, aku tidak paham dengan seleramu... Tapi setidaknya Cedric Diggory tampan!"
Aku memutar kedua bola mataku mendengar ucapan Pansy.
"Bisa dibilang aku setuju dengan Pansy," aku terkejut karena tiba-tiba seseorang berkata disebelahku dan itu bukan suara Draco.
"Blaise! Kau membuatku kaget! Ada apa sih sebenarnya kalian para slytherin dengan kemunculan yang tiba-tiba?" aku berkata.
"Hai Red! Nice scarf," kata Blaise tidak menghiraukan ucapanku, malah mengomentari syal Draco yang ada di leherku.
Lalu terdengar kembali gelak tawa dari Pansy dan gengnya sebelum meninggalkan Harry dan Cho yang tampak malu.
"Pansy.. Pansy.. Padahal seleranya jauh lebih tidak bisa dipahami, ya kan Drake?" kata Blaise.
"Pertama, aku tidak akan mengomentari Pansy, karena aku tidak peduli, urusannya bukan urusanku," kata Draco.
"Kedua, kau mengganggu kencan kami, jadi pergilah Zabini," kata Draco lagi.
"Tenanglah Drake, Jilian disini tidak keberatan, iya kan Jil?" Blaise berkata dengan senyum lebar lalu mengedipkan sebelah matanya padaku.
"Sebenarnya aku tidak keberatan, kurasa aku memang merindukan kalian berdua," aku berkata.
"Yes!" kata Blaise, bersamaan dengan Draco yang memprotes.
"Jilian! Yang benar saja!" protes Draco.
Aku memutar kedua bola mataku tapi ikut tersenyum melihat tingkah laku mereka berdua. Rasanya sudah lama sekali sejak kami bertiga bersama-sama seperti sekarang, dan ternyata aku merindukan suasana seperti ini.
Tidak lama kemudian tawa kami lepas, terutama diriku yang menertawai tingkah laku Blaise dan Draco yang saling mengolok-olok dengan candaan.
Setelah beberapa waktu menyusuri jalanan Hogsmeade, Blaise memisahkan diri, karena katanya dia akan menemui seseorang.
"Jadi, sekarang kita mau kemana?" tanyaku pada Draco setelah Blaise pergi.
"Apa ada tempat tertentu yang ingin kau kunjungi?" tanya Draco.
"Engga sih, kemana saja boleh... Asalkan jangan kesitu," aku menunjuk kedai teh Madam Pudifoot yang kini tampak dihiasi dengan hiasan warna pink khas valentine. Aku bisa melihat beberapa pasangan murid Hogwarts yang masuk ke dalam kedai itu. Cedric bercerita padaku setelah dia mengunjunginya dengan Cho tahun lalu, dan kurasa tempat itu bukan tempat yang cocok untuk pasangan seperti diriku dan Draco.
"Setuju," kata Draco, "Ayo kita ke tempat lain," ajaknya.
Lalu kami pun menuju Scrivenshaft 's Quill Shop karena aku teringat pena buluku sudah tidak nyaman untuk digunakan. Setelah membeli beberapa pena bulu dan tinta, kami menuju honeydukes, yang penuh sesak dengan para murid Hogwarts.
Aku harus berjalan pelan berdesak-desakan, genggaman tangan Draco tidak lepas dari tanganku, seolah-olah jika dia melepasnya aku akan hilang ditelan kerumunan.
Saat berada di sebuah etalase permen, Draco tiba-tiba berhenti, dan aku bisa melihat Hot and Strong Fiery Pepper Imps new edition.
"No!" aku spontan berkata, mengingat kebiasaan Draco yang gemar mencoba permen-permen aneh.
"Oh, ayolah Jilian, ini permen edisi terbaru," kata Draco dengan sedikit merajuk seperti anak kecil.
"Iya, tapi dari judulnya saja sudah terlihat berbahaya," kataku sedikit geli melihat tingkah Draco yang masih sama seperti dulu.
"Ini tidak berbahaya, kalau bahaya mereka tidak akan menjualnya," kata Draco.
"Kenapa kita tidak membeli sesuatu yang aman saja, seperti ini," kataku.
"Coklat kodok?" Draco menaikan alis matanya.
"Kita bahkan tidak memakannya, coklatnya melompat sebelum sempat kita makan, cuma kartunya yang kita dapatkan," kata Draco lagi.
"You have point," kataku menaruh kembali bungkus coklat kodok itu.
Setelah berdebat tentang permen dan coklat apa yang akan dibeli, akhirnya aku dan Draco keluar dari honeydukes dengan dua bingkisan besar, masing-masing berisi berbagai jenis coklat dan permen yang kurasa cukup sampai akhir tahun ajaran, termasuk Hot and Strong Fiery Pepper Imps new edition, karena Draco memaksa.
Diluar hujan mulai turun, Draco merapalkan mantra menciptakan payung transparan dari tongkatnya. Sebelum aku sempat merapalkan mantra yang sama, Draco merangkulku ke bawah payungnya.
"Mau makan dimana?" tanya Draco.
"Uhm.. Three Broomstick gimana?"
"Pasti penuh banget disana," kata Draco.
"Iya sih, kemana dong?" tanyaku lagi.
"Classic Royal Bistro aja yuk," kata Draco.
"Ya uda, ayo," kataku.
Petugas penerima tamu menyambut kami dengan berkata, "Selamat siang, Selamat datang di Classic Royal Bistro."
"Selamat siang, tolong meja untuk dua orang," kata Draco, sementara aku merapalkan exaresco pada diriku dan Draco, mengeringkan pakaian kami dari percikan air hujan.
"Ah.. Mr. Malfoy," kata petugas itu mengenali Draco.
"Silahkan lewat sini," kata petugas itu, lalu kami mengikutinya.
Hatiku sedikit tergetar karena mengingat terakhir kali diriku kemari adalah saat kami merayakan ulang tahun Cedric yang ke 17. Sambil mengikuti sang petugas, aku memandang berkeliling, lalu pandanganku berhenti di suatu sudut, sepertinya aku mengenal orang di meja itu.
"Drake, apakah itu Blaise?" tanyaku.
"Hmm.. Mm," jawab Draco.
Benar itu Blaise, dan rasa penasaranku muncul, siapa teman kencan Blaise kali ini, dia tidak mau menceritakannya padaku, tapi sekarang aku bisa memergokinya.
Akhirnya aku tidak lagi mengikuti petugas restaurant tapi kakiku melangkah mendekati meja Blaise. Blaise dan teman kencannya duduk berdampingan. Entah kenapa aku merasa mengenali perempuan yang duduk di samping Blaise. Dan saat mereka terlihat semakin dekat...
"Susan!" aku berkata terkejut sendiri, membuat pasangan di hadapanku juga ikut terkejut dan duduk saling menjauh.
"Jilian!" pekik Susan, wajahnya tampak merah.
"Kalian.. Bagaimana? How? Kalian berkencan? Blaise?" kataku minta penjelasan.
"Kami duduk disini saja," kata Draco kepada petugas restaurant, sambil duduk di bangku dihadapan Blaise dan Susan, lalu menyeringai.
"Jilian, love, kemarilah duduk di sampingku," kata Draco santai, aku bergerak menuju bangku di sebelah Draco, namun saat akan duduk dan melihat wajah Susan yang masih merah karena malu, aku berubah pikiran.
"Drake, mungkin sebaiknya kita mencari meja lainnya," kataku.
"Tidak apa-apa Jil, Bones kan sahabatmu, lagipula ia tidak keberatan, iya kan Bones?" kata Draco membuat wajah Susan makin memerah.
Aku berkata, "Maafkan kami Susan, kami akan pin.."
"Tidak apa-apa Jil, tetaplah disini, aku tidak keberatan kok," kata Susan tersenyum, membuatku akhirnya duduk juga.
"Hahaha," tiba-tiba Blaise tertawa.
"Bagus sekali Drake, kau tidak akan membiarkanku rupanya?" kata Blaise.
"Tentu saja, pagi tadi kau sudah mengganggu kencanku dan Jilian, jadi sekarang giliran kami," kata Draco menyeringai.
"Sungguh licik dirimu ini yaa, tapi bagaimana kau tahu kami ada disini?" kata Blaise.
Draco menyeringai, "Itu mudah saja, karena aku seorang Malfoy, I have my way."
"Atau mungkin karena kau mudah ditebak Blaise," kataku sambil tertawa membuat semuanya ikut tertawa.
Akhirnya kami semua makan siang bersama, lalu dilanjutkan dengan mencoba permen-permen aneh pilihan Draco. Telingaku rasanya tidak berhenti mengeluarkan asap hingga sore hari tiba karena Draco memaksaku memakan permen edisi terbaru itu. Dan biarpun tidak ada bunga ataupun sekotak coklat khas valentine, hari ini adalah hari yang menyenangkan bagiku.
xxxxxxxx
Setelah kencan kami di hari valentine yang lalu, diriku dan Draco mulai kembali sering bersama. Bahkan Draco mendukung hufflepuff pada pertandingan quidditch timku melawan gryffindor. Namun hasilnya timku kalah, membuat Zach marah besar karena Ginny Weasley berhasil menangkap snitch tepat di depan hidung seeker kami-Summerby ketika dia bersin.
Hubunganku dengan Zach juga tidak lebih baik. Zach selalu menghindariku dan hanya bicara seperlunya, apalagi dengan keberadaan Draco yang sepertinya mengawasi gerak gerik Zach ketika berada di dekatku. Tapi diriku juga tidak memprotes sikap protektif Draco, entah karena rasa canggung yang sekarang sering muncul bila bertemu Zach atau karena perasaan senang ketika Draco kini kembali peduli padaku. Mungkin diriku egois, tapi aku tidak mau Draco tidak memperhatikan aku lagi.
"Apa yang kau baca?" tanya Draco sambil duduk di sebelahku suatu hari saat aku sedang di perpustakaan.
"Hmm.. Mm," aku menjawab tanpa mengangkat wajah dari majalah dihadapanku.
"Kau tahu, sebagai prefect harusnya aku memberikan detensi atau melaporkanmu karena kau membaca majalah itu," kata Draco lagi.
"Kau tidak akan melakukannya, lagipula aku baru mendapatkannya, susah sekali mendapatkan copy-an the quibbler sekarang ini," kataku.
"Tentu saja susah, tahu sendiri umbridge melarangnya," kata Draco.
"Peraturan yang bodoh," kataku sambil menutup majalah tersebut, lalu Draco mengambilnya.
"Hei Drake, kembalikan," kataku.
"Sebagai prefect, aku menyitanya," kata Draco, membuatku cemberut.
"Lagipula yang bodoh itu kamu," kata Draco.
"Apa?!" kataku sedikit berteriak, membuat para murid lain di sekitar kami memprotes 'Ssshhh'.
"Apa maksudmu aku yang bodoh?" aku berkata dengan suara berbisik.
"Tentu saja kau bodoh.. Kau kan bisa bertanya langsung pada Potter tapi kau malah membacanya dari majalah," kata Draco.
"Well.. Ya.. Aku penasaran apa yang akan Skeeter tulis," kataku.
"Jadi kau percaya pada tulisan Skeeter?"
"Uhm.. Ga juga sih, aku cuma ingin tahu aja," kataku.
Draco memutar kedua bola matanya, "Kau kan tahu kalau yang Skeeter tulis itu adalah sampah.. Tapi Potter yang selalu ingin cari perhatian tentu saja dengan senang hati diwawancara olehnya."
"Jangan berkata begitu, kau tahu secara biologis, aku juga seorang Potter," aku berkata.
"Kau tahu Potter mana yang kumaksud," kata Draco.
"Tetap saja dia adalah kembaranku," kataku sedikit kesal pada Draco.
"Tetap saja dia mencari perhatian, dan dengan seenaknya menyebutkan nama-nama orang lain tanpa mengetahui kebenarannya," kata Draco yang terlihat kesal pada Harry.
Selain perihal kematian Cedric dan kembalinya you know who, pada wawancaranya dengan Skeeter, Harry telah menyebutkan nama keluarga beberapa anak slytherin seperti Malfoy, Goyle, Crabbe, dan Nott adalah pelahap maut. Hal ini sepertinya membuat Draco dan rekan-rekan slytherinnya geram. Namun karena aturan Umbridge, mereka tidak bisa melaporkan Harry, karena kalau mereka melapor artinya mereka mengakui telah membaca the quibbler.
"Drake, sebenarnya ada hal yang ingin aku tanyakan sejak lama," kataku pelan ragu-ragu apakah ini saat yang tepat atau tidak.
"Hal apa?" kata Draco.
"Uhm... Apakah kau.. Atau maksudku orangtuamu.. Apa mereka benar-benar tidak tahu kalau ada yang menyabotase turnamen triwizard yang lalu?? Maksudku Malfoy Corp. kan sponsor utamanya, kalau saja kalian tahu mungkin Cedric..." perkataanku terhenti karena tiba-tiba saja Draco bangkit dan meninggalkanku.
"Draco!" aku memanggilnya membuat siswa lainnya di sekitarku protes lagi 'sssshhhh!'
Aku segera membereskan barang-barangku dan menyusul Draco keluar perpustakaan. Untunglah aku masih bisa melihatnya berbelok di ujung koridor dan aku berlari mengejarnya.
"Draco!" kataku sambil menarik lengannya.
Draco melepas tanganku kasar membuatku terkejut, dan aku bisa melihat Draco menatapku dingin.
"Kau ini kenapa sih? Tiba-tiba pergi begitu saja?" kataku menepis perasaan takut pada tatapan Draco.
"Hah.. Aku kenapa?!" kata Draco dengan nada meremehkan.
"Kau yang kenapa Jilian?" suara Draco pelan tapi aku bisa merasakan kemarahannya, "Kau pikir karena Malfoy Corp. adalah sponsor utama membuat kami terlibat dalam semua proses turnamen?! Demi Merlin Jilian, kau ini bodoh atau apa?! Kau tahu yang kementrian mau dengan menjadikan Malfoy Corp. sebagai sponsor adalah hanya uangnya saja!! Ya tentu saja ada timbal balik positif untuk perusahaan, namanya juga bisnis."
Saat aku membuka mulutku untuk bicara, Draco berkata lagi.
"Cedric.. Dia seperti kakak laki-laki yang tidak pernah kupunya, bahkan kedua orangtuaku menyayanginya.. demi Merlin Jilian! Kau bahkan tahu sendiri bagaimana Mother memuja Cedric! Kau pikir jika kami tahu ada yang menyabotase turnamen dan beresiko kematian Cedric, kami akan tinggal diam?!"
"Aku..." aku tidak tahu harus berkata apa, ekspresi wajah Draco berubah-ubah dari marah, sedih dan apakah itu kecewa? Aku masih diam dan tidak tahu harus berkata apa, sampai akhirnya ekspresi wajah Draco kembali datar khas Malfoy.
"Kau sama saja dengan Potter dan orangtuamu," ucap Draco dingin, lalu dia berbalik pergi meninggalkanku.
Aku merasakan air mata menetes di pipiku, tapi kini aku tidak mengejar Draco.
xxxxxxxx
Hari-hari berikutnya aku sulit menemukan Draco sendirian. Pada beberapa kelas yang sama-sama kami ambil pun, Draco selalu duduk jauh dariku. Sepertinya tidak ada kesempatan bagi kami untuk memperbaiki segala kesalahpahaman malam itu.
Harry menceritakan mimpinya yang semakin buruk. Bahkan dia kini merasa menjadi voldemort. Aku dan Hermione berpendapat kalau Harry harus melupakan mimpinya dan fokus mempelajari occlumency. Tapi pendapat kami tampaknya membuat Harry kesal.
Umbridge sepertinya merasa tidak puas jika tidak menyakiti seseorang. Pada suatu malam saat makan malam masih berlangsung, dia memecat Professor Trelawney, membuatnya stress dan menangis meraung-raung dengan penampilannya yang nyentrik di tengah aula. Dia mungkin dipecat, tapi usaha Umbridge untuk mengusir professor Trelawney dari Hogwarts dicegah oleh kepala sekolah. Professor Dumbledore bahkan menjadikan seorang centaur sebagai guru ramalan pengganti Trelawney, hal ini membuat wajah Umbridge merah membara karena kesal.
Dengan semakin dekatnya jadwal ujian OWL, murid-murid Hogwarts tingkat 5 makin stress. Para professor dan Hermione tentunya, terus menerus mengingatkan kami tentang ujian OWL. Diriku pun mulai merasakan efek buruk dari ujian OWL ini, tapi Hannah-lah yang paling parah, bahkan ia menjadi murid pertama yang memerlukan ramuan penenang dari Madam Promfey setelah dia mendadak menangis tersedu-sedu selama Herbologi, mengatakan bahwa dirinya terlalu bodoh untuk ikut ujian dan mau meninggalkan sekolah sekarang. Poor Hannah...
Disaat murid tingkat 5 mengeluh tentang OWL, Ron Weasley terus saja mengeluhkan soal jadwal piketnya bersama prefect slytherin, tapi ketika Hermione menawarkan diri untuk bertukar jadwal, karena Ron sangat cerewet, Ron bilang dia bisa mengatasinya. Aku penasaran dengan siapa jadwal piket Ron, prefect slytherin adalah Draco, tapi tidak mungkin mereka bisa disatukan, berarti jadwal Ron adalah dengan Pansy. Menurutku kelakuan Ron agak aneh, dia mengeluh tapi juga bilang bisa mengatasinya.
Pertemuan DA menjadi saat-saat yang aku tunggu, karena saat DA tidak ada hal-hal yang membuatku stress seperti tugas, ujian, tekanan diantara tim quiddicth karena kekalahan kami, umbridge, juga Draco...
Aku berusaha fokus pada memory bahagia saat bersama Mom, Dad, Cedric, Harry dan Sirius, sampai akhirnya berhasil membuat patronus berbentuk rusa betina. Patronus Harry berbentuk rusa jantan, mungkin patronus kami juga kembar.
Semua anggota DA sedang asyik berlatih patronus, sampai Dobby datang dan memberitahu kami kalau Umbridge sedang menuju kemari.
Spontan kami semua kalang kabut berlari keluar ruang kebutuhan. Aku berlari menyusuri koridor bersama Susan dan Hannah, berusaha kembali ke asrama tanpa tertangkap. Ketika kami berbelok di suatu koridor, kami berpapasan dengan,
"Draco!"
"Jilian!"
Draco lalu menarikku ke sebuah kelas kosong, dan mendorongku ke balik pintu. Draco juga mengisyaratkan pada Susan dan Hannah untuk mengikutinya, sambil berbisik "Jangan bersuara."
Saat hendak memprotes, aku mendengar seseorang bicara, "Apakah kau menemukan seseorang Mr. Malfoy?" tanya Umbridge.
"Tidak Professor, kelas ini kosong," Draco berkata lalu menutup pintunya. Aku, Susan dan Hannah terdiam beberapa saat, sampai kami yakin aman untuk kembali ke asrama.
"Seseorang pasti memberitahu Umbridge," aku mendengar Zach berkata saat memasuki ruang rekreasi asrama kami.
"Atau seseorang terlalu bodoh, dengan mudah terkena tipu daya seseorang diluar anggota DA, lalu akhirnya memberitahunya yang kemudian orang itu memberitahu Umbridge," kata Zach lagi dan aku bisa merasakan tatapannya padaku.
"Apa maksudmu Zach?" kataku.
"Maksudmu ada anggota DA yang berkhianat?" Ernie kini ikut berkomentar.
"Ya, mungkin saja, terutama seseorang yang memiliki orang dekat diluar anggota DA," kata Zach.
Semua terdiam setelah mendengar kata-kata Zach, tapi aku bisa merasakan mereka mencuri pandang padaku. Tentu saja, tuduhan Zach ini mengakibatkan semua mengira akulah yang berkhianat, karena aku yang terang-terangan sejak lama punya hubungan dekat dengan seseorang diluar anggota DA, yaitu Draco, ditambah lagi dengan sejarah hubungan Draco dan Harry yang tidak akur. Aku mengepalkan tanganku karena kesal.
"Kau jangan ngawur!" kata Susan, "Kita semua sudah berjanji tidak akan memberitahu siapapun, lagipula Hermione pasti memantrai perkamen yang kita tanda tangani untuk berjaga-jaga apabila diantara kita ada yang berkhianat."
"Susan benar! Lihat tidak ada satupun diantara kita yang terkena kutukan, jadi pastinya pengkhianat itu tidak ada disini," bela Hannah.
"Atau mungkin saja Granger tidak memantrai perkamen itu dengan kutukan apapun," ucap Zach lalu pergi menuju kamar anak laki-laki.
