A/N : Hai semuanya! Terimakasih ya masih mengikuti fic ini.. Maapkan updatenya yang ga teratur, terutama setahun kemarin... Semoga selalu suka ngikutin fic aku yaaa.. Terimakasih..

@AdelaideRaverin : cek n ricek dari chapter 23 Kak hehehehe..

Disclaimer : I don't own Harry Potter!

Jilian POV

Ternyata Hermione memang memasang mantra pada perkamen yang dulu kami tanda-tangani, untuk berjaga-jaga seandainya ada diantara kami yang membocorkan rahasia tentang DA. Terbukti dengan terbaringnya Marrieta, anak ravenclaw tingkat 6, di Hospital Wing sekarang ini.

"Brilliant!" Ron berkata saat kami bersama-sama berjalan menuju kastil setelah pelajaran Herbology dan mendengar Harry menceritakan wajah Marrieta kini penuh bisul ungu bernanah dengan letak berdekatan yang membentang melewati hidung dan pipinya membentuk kata 'PENGADU'.

"Iiiyyyuuuuh!!!" aku, Hannah dan Susan serentak berkata.

"Sebenarnya aku tidak mengira hasilnya akan seburuk itu," kata Hermione, tampak sedikit merasa bersalah.

"Membayangkannya saja sudah sangat mengerikan," kata Hannah sambil mengusap pipinya.

"Ada apa dengan kalian? Apanya yang mengerikan?!" kata Ron lagi.

"Ron! Satu jerawat saja di wajah akan membuat seorang perempuan stress! Apalagi kalau dipenuhi bisul!" aku berkata dengan sewot karena Ron sepertinya tidak mengerti.

"Aku tidak percaya! Dari semua cerita Harry tadi, yang kalian takutkan adalah wajah dipenuhi bisul?!" kata Ron.

"Tentu saja!" ucapku, Hannah dan Susan, kembali serentak.

"Tipikal perempuan," aku mendengar Ron bergumam.

"Well, kami juga takut dikeluarkan dari sekolah," Susan menambahkan.

"Kukira pagi ini kita semua akan dipanggil, mendapatkan detensi, skors, atau bahkan berita pengeluaran dari Hogwarts, tak kusangka Professor Dumbledore akan mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan kita semua," kataku.

"Yang lebih parah, kini perempuan jahat itu menjadi kepala sekolah," kata Hannah.

"Dumbledore akan segera kembali," tiba-tiba Ernie Macmillan berkata.

"Kalian tahu, Rahib Gemuk memberitahuku.." Ernie merendahkan suaranya sehingga kami harus mencondongkan badan lebih dekat untuk mendengarnya, "bahwa Umbridge mencoba kembali ke kantor professor Dumbledore, setelah kemarin malam mereka menggeledah kastil dan halaman sekolah mencarinya. Tapi Umbridge tidak bisa melewati gargoyle. Kantor Kepala sepertinya sudah menyegel sendiri melawannya," Ernie tersenyum menyeringai.

"Dan Umbridge jadi marah besar," lanjut Ernie.

"Oh, kuduga dia benar-benar mengkhayalkan dirinya duduk di kantor Kepala sekolah," kata Hermione ketika kami berjalan menaiki tangga menuju ke aula besar.

"Ingin berkuasa atas semua guru yang lain, si bodoh yang sombong, gila kekuasaan.."

"Apakah kau benar-benar mau menyelesaikan kalimat itu, Granger?" Aku mendengar Draco memotong kalimat Hermione dengan tiba-tiba.

Draco menghampiri kami dengan gaya sombongnya diikuti oleh Vincent dan Gregory.

"Kurasa aku harus mengurangi beberapa poin dari Gryffindor dan.. Hufflepuff," Draco berkata dengan suara di panjang-panjangkan.

"Apa-apaan sih Drake?!" kataku merasa jengkel.

"Cuma para guru yang bisa mengurangi poin dari asrama, Malfoy," kata Ernie.

"Yeah, kami prefek juga, ingat?" bentak Ron.

"Aku tahu prefek tidak bisa mengurangi poin, Weasel!" kata Draco dengan nada mengejek. Vincent dan Greg dibelakangnya terkikik-kikik.

"Tapi sebagai Regu Penyelidik.."

"Apa?" kataku dan Hermione bersamaan.

"Regu Penyelidik," kata Malfoy sambil menunjuk ke sebuah pin berbentuk huruf 'I' untuk investigating team berwarna perak di jubahnya persis di bawah lencana prefeknya.

"Kami adalah murid-murid terpilih yang bersikap mendukung Menteri Sihir, dipilih oleh Profesor Umbridge. By the way, anggota-anggota Regu Penyelidik punya kekuasaan untuk mengurangi poin, jadi.. Granger, aku akan ambil lima darimu karena bersikap kasar tentang Kepala Sekolah kita yang baru. Macmillan, lima karena membantahku. Lima karena aku tidak suka kamu, Potter. Weasley, kemejamu tidak dimasukkan, jadi aku akan ambil lima lagi untuk itu. Jilian, tenang saja Love aku tidak akan memotong poinmu. Kalian berdua," Draco menunjuk Susan dan Hannah.

"Untungnya kalian sahabat Jilian, jadi aku juga tidak akan memotong poin kalian.. Oh yeah, aku lupa, kau seorang darah lumpur, Granger, jadi potong sepuluh karena itu."

Kedua tanganku mengepal mendengarkan Draco dan wajahku terasa panas karena menahan amarah, tapi terlalu terkejut untuk bicara.

"Jangan!" kata Hermione tiba-tiba, rupanya dia menghentikan Ron yang sudah mengeluarkan tongkatnya.

"Gerakan bijaksana, Granger," kata Malfoy.

"Kepala Sekolah Baru, masa-masa baru... baik-baiklah sekarang," Draco berkata lagi sambil tertawa terbahak-bahak, dia berjalan pergi bersama Vincent dan Greg yang juga ikut tertawa.

"Dia menggertak," kata Ernie.

"Dia tidak bisa diizinkan mengurangi poin.. itu menggelikan.. akan sepenuhnya merusak sistem prefek." kata Ernie lagi.

"Tapi poinnya benar-benar berkurang," kata Hannah.

Dan kami bisa melihat batu-batu terbang ke atas dari dalam jam pasir raksana yang mencatat poin-poin asrama, hanya Slytherin yang jam pasirnya masih terisi penuh, 3 asrama lainnya semakin berkurang

Spontan aku berbalik menuju arah Draco pergi tadi.

"Jilian mau kemana?" kata Susan.

"Menemui Draco!" kataku sambil pergi, tidak menghiraukan panggilan Harry dan teman-temanku lainnya.

Aku berjalan menuju dungeon dan akhirnya menemukan Draco di dekat ruang kelas ramuan.

"DRACO MALFOY!"

Aku berteriak memanggilnya, Draco, Vincent dan Greg berhenti lalu melihatku.

"Halo sayang, apa yang membuatmu mengejarku seperti ini?" kata Draco sambil menyeringai.

"Aku ingin bicara," kataku.

"Ok, bicaralah," kata Draco.

"In private," kataku lagi sambil melemparkan pandangan meminta maaf panda Gregory dan Vincent.

"Kami akan duluan ke asrama, Drake," kata Vincent pengertian.

"Bye Jilian," kata Greg.

"Bye," kataku pelan.

"Ayo ikut aku," kata Draco tiba-tiba.

"Kemana?" kataku

"Aku tahu tempat supaya kita bisa bicara tanpa diganggu orang lain," kata Draco.

Aku mengikuti Draco menyusuri lorong-lorong dungeon, melewati kantor Snape lalu tiba di sebuah pintu. Draco mengucapkan mantra pembuka kunci lalu membukakan pintu untukku.

"Masuklah," ucapnya.

"Ruangan apa ini?" tanyaku sambil melangkah masuk.

"Menurut Sev ini adalah lab penelitian, tapi kurasa hampir tidak pernah ada orang yang kesini," kata Draco, lalu aku mendengar suara pintu ditutup.

Aku bergerak ke tengah ruangan dan memandang ke sekelilingnya. Ruangan ini dipenuhi alat-alat layaknya sebuah laboratorium ramuan, memang khas Severus pikirku. Tapi ruangan ini membuatku teringat Cedric.

"Apa di ruangan ini Cedric melakukan penelitiannya?" tanyaku pelan.

"Iya," jawab Draco singkat, dan aku bisa membayangkan Cedric bergerak melakukan penelitiannya di ruangan ini, membuatku merasa menyesal karena tidak pernah mau menemaninya melakukan penelitian itu.

"Jadi.. Apa yang ingin kau bicarakan?" ucapan Draco mengalihkan perhatianku kembali padanya. Aku berbalik dan melihat Draco berdiri sambil bersender santai ke sebuah meja panjang. Tapi wajahnya menunjukkan topeng khas Malfoy-nya yang dingin. Sangat berbeda dengan beberapa saat yang lalu, membuatku teringat terakhir kali kami bicara, aku membuat Draco marah karena menganggap dirinya dan keluarganya tidak peduli pada Cedric.

"Kalau kau cuma mau diam, aku akan pergi saja, karena ini membuang waktu," kata Draco lagi tampak tidak peduli, membuat kejengkelanku timbul lagi.

"Tunggu!" kataku mencegahnya pergi.

Lalu setelah berusaha mengendalikan amarah, akupun berkata lagi, "Apa yang kau lakukan tadi di depan aula? Apa maksudmu mengambil poin asrama seenaknya?! Regu penyelidik katamu tadi? Mendukung kepala sekolah baru? Omong kosong apa ini?"

"Omong kosong katamu?" kata Draco terdengar kesal.

"Kau pikir aku senang jadi kaki tangan perempuan katak itu?" kata Draco lagi.

"Kalau tidak senang? Kenapa juga mau menjadi regu penyelidik atau apapun itu?!" aku berkata sewot.

Draco tidak langsung menjawab tapi melihatku lekat-lekat. Lalu ia mengusap rambutnya ke belakang, seperti yang ia selalu lakukan bila merasa kesal atau frustasi.

Lalu akhirnya ia menghela nafas dan berkata dengan cepat, "karenaakuinginmelindungimu."

"Hah? Apa?" aku tidak yakin dengan yang kudengar.

"Karena aku ingin melindungimu!" kata Draco lagi.

Aku merasa bingung dengan jawabannya, "Melindungiku? Kenapa?"

"Ya tentu saja! Karena kau ini ceroboh!" kata Draco.

"Kau ini memang menyebalkan ya Drake! Tadi bilang mau melindungiku, sekarang bilang aku ceroboh!" aku berkata kesal.

"Iya ceroboh, kau dan dua sahabatmu kemarin pasti sudah tertangkap kalau aku tidak membantu kalian bersembunyi dan berbohong pada Umbridge," kata Draco.

"Lagipula setelah kejadian kemarin, kau pikir perempuan itu akan tinggal diam?! Dia akan berusaha mengorek informasi bahkan tidak akan ragu menghukum siswa dan siapapun yang tergabung dalam kelompok bodohmu itu!"

Draco berhenti sejenak lalu berkata lagi, "Bukannya aku peduli pada anggota kelompok bodohmu itu, tidak! Aku tidak peduli pada mereka! Tapi aku peduli padamu," kata Draco.

Aku tidak bisa bicara saking terkejutnya, dan entah karena perasaan kesal tadi atau kenapa, tapi pipiku terasa memanas mendengar Draco mengatakan dirinya peduli padaku. Aku tahu dia peduli padaku, tapi mendengar ucapannya secara langsung seperti ini membuat perutku seperti bergejolak dan jantungku berdebar lebih cepat. Tapi tadi dia mengatakan aku bodoh dan kelompok.. Bagaimana Draco tahu?!

"Kau tahu soal kelompok itu?" aku bertanya tapi tidak mau menyebutkan DA, takut kutukan Hermione terjadi juga padaku.

Draco memutar kedua bola matanya, "Tentu saja, setiap beberapa malam sekali, banyak siswa berkeliaran di koridor lantai tujuh, termasuk dirimu, kau pikir aku tidak menyadarinya? Aku bahkan menukar jadwal prefekku agar bisa berpatroli setiap kau datang ke pertemuanmu itu."

"Drake, aku..." aku tidak tahu harus berkata apa, lalu teringat Harry memang sering mengeluh kalau 'Malfoy' terlihat di map marauders, berkeliling berpatroli di hampir setiap kami mengadakan pertemuan DA. Kemudian saat sebelum natal yang lalu, aku dan Draco berpapasan, dan kami terjebak di bawah mistletoe, pipiku terasa memanas mengingat yang selanjutnya terjadi saat itu.

"Kalau aku, Blaise dan Pansy kemarin tidak meyakinkan perempuan itu agar kami yang mengkoordinir regu penyelidik, entah apa yang akan dilakukan para slytherin kepada kalian, setidaknya kami memiliki pengaruh dan masih didengar bahkan oleh senior di asrama kami, jadi regu penyelidik ini bisa kami kendalikan!" kata Draco lagi.

"Tapi tetap saja kau tadi menggunakan kuasamu dengan seenaknya," aku berkata.

"Ya, itu kan cuma bonusnya saja, bisa melihat ekspresi tak tertolong dari teman-temanmu itu, apalagi ekspresi Potter, Granger dan Weasel," kata Draco menyeringai.

"Weasley," aku spontan mengoreksi.

"Whatever," kata Draco.

"Kau tahu para slytherin yang tadi kau bilang bisa dikendalikan, mengurangi hampir seluruh poin dari tiga asrama lainnya, apa itu tidak kejam namanya?" kataku lagi.

"Kejam? Sejak kapan kau jadi sangat peduli dengan poin asrama?" kata Draco.

"Aku tidak peduli, tapi siswa lainnya peduli, dan jangan mengalihkan pembicaraan, intinya adalah tadi kau bilang bisa mengendalikan regu penyelidik, tapi tetap saja mereka menggunakan kekuasaan dengan seenaknya," kataku.

"Itulah maksudku terkendali, semua hanyalah sebatas mengurangi poin asrama, apa kau lebih memilih kalau regu penyelidik diberi kekuasaan untuk bebas mengutuk siswa lain?"

"Tentu saja tidak!"

"Ya begitulah maksudku, biarlah mereka memotong poin asrama daripada mereka mengutuk para siswa.. Granger lebih kejam kan daripada aku?" kata Draco dengan menyeringai.

Dan aku mengingat yang terjadi pada Marrieta, karena kutukan Hermione, dia masih di hospital wing saat ini. Tapi tentu saja hal itu memang perlu dilakukan, mengingat kegiatan DA adalah rahasia.

"Kau juga tahu soal Marrieta?" tanyaku.

"Kepala sekolah baru kita sangat mempercayai regu penyelidiknya," kata Draco menyeringai.

"Tapi bagaimana kau tahu kalau Hermione yang melakukannya?" seingatku dari ceritanya, Harry tidak menyebutkan satupun nama anggota DA kepada Umbridge, lalu selain wajah dipenuhi bisul, Marrieta mendadak menjadi bingung bila ditanya tentang DA, jadi tidak mungkin dia yang bilang.

Draco memutar kedua bola matanya, "Bila ada hal yang berhubungan dengan Potter, Granger dan Weasel, tentu saja Granger yang akan punya ide brilliant diantara mereka bertiga."

Aku terkesiap lalu berkata sambil menyeringai, "Apakah kau baru saja mengatakan kalau Hermione brilliant?"

"Aku bilang diantara mereka bertiga," kata Draco.

"Tetap saja kau bilang ide Hermione brilliant," kataku lagi terkikik menggodanya dan Draco hanya memutar kedua bola matanya tidak peduli.

Sejenak kami terdiam lalu aku berkata pelan, "Jadi kau peduli padaku?"

"Tentu saja! Kau ini kan tunanganku! Dasar bodoh!" kata Draco.

Mungkin aku memang bodoh, karena sering tidak mengerti apa yang Draco lakukan, tapi entah kenapa kemarahanku sepertinya sudah menguap dan aku berkata, "Maafkan aku.."

"Untuk apa?" kata Draco.

"Karena telah berprasangka buruk padamu.. Juga soal Cedric, maaf aku telah meragukan kepedulianmu dan juga keluargamu," kataku.

"Kau tahu, hanya saja sejak.. Sejak kejadian di rumahku dulu, yang... beberapa hari setelah pemakaman Ced... Mom dan Dad melarangku berhubungan denganmu lagi.. And hal itu... broke my heart... Maksudku.. aku baru saja kehilangan Cedric.. Dan jika harus kehilanganmu juga.. It's too much," aku mulai meracau.

"Biasanya kita selalu bersama.. Sekarang aku harus melihatmu di aula besar, di koridor atau pun di kelas, tapi tidak bisa menghampirimu... Kadang aku ingin marah dengan semua keadaan ini, tapi kepada siapa? Aku tahu maksud kedua orangtuaku dan Harry adalah baik.. Orangtuamu juga pasti melarangmu berhubungan denganku kan.."

Draco tidak menjawab, membuatku takut dirinya akan marah, apalagi karena bicaraku yang meracau.

Tiba-tiba Draco menarik lenganku, membuatku berdiri berbalik di depannya, lalu memelukku dari belakang. Diriku terpaku karena gerakan tiba-tiba ini. Belum sempat bereaksi apapun, aku merasakan Draco membenamkan wajahnya di rambutku yang tergerai, membuat dadaku berdebar makin kencang.

Draco bergumam sesuatu, tapi aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas.

"I'm sorry Drake, what did you say?" kataku pelan.

"I miss you, Jilian," kata Draco lebih jelas, sontak kupu-kupu dalam perutku sepertinya meledak berterbangan.

"I.. I miss you too, Drake," kataku sambil menyentuh lengan Draco yang melingkar di pinggangku.

Selama beberapa saat kami terdiam seperti itu, sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk berbalik, dan aku bisa melihat Draco memandangku dengan penuh kerinduan dimatanya.

Aku menyentuh pipi kiri Draco dengan tangan kananku, membuat Draco terpejam lalu bergerak menyentuhkan bibirnya mengecup tanganku. Hal ini memicu dorongan dalam diriku, karena selanjutnya kedua tanganku menyentuh pipi Draco kemudian menarik wajahnya mendekati wajahku sehingga aku bisa menempelkan bibirku di bibirnya. Tidak lama tapi ciuman kami kali ini terasa benar, tulus dan penuh kerinduan di dalamnya.

Aku dan Draco bertatapan dan tersenyum, lalu saat kami saling mendekat lagi.. Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka dan..

"Merlin!"

Spontan aku dan Draco saling menjauh.

"I'm so sorry! Aku tidak mengira akan ada orang di lab penelitian," kata orang itu.

"Ginny?! Apa yang kau lakukan disini?!" kataku dengan panik.

"Aku.. Aku.." Ginny Weasley juga tampak panik dan wajahnya memerah.

"Bicara yang jelas!" kata Draco ketus, jelas merasa jengkel karena moment kami barusan terganggu.

"Draco," aku berkata pelan memperingatkan.

"Ehem.. Aku hanya akan mengambil beberapa jurnalku yang tertinggal," kata Ginny sambil bergerak menuju salah satu meja.

"Jangan khawatir, setelah ketemu.. Aku.. Aku akan keluar...,"

"Tidak perlu! Kami yang akan keluar!" kata Draco sambil menggengam tanganku dan menarikku keluar ruangan.

Demi Merlin! Pasti akan canggung rasanya saat aku bertemu lagi dengan Ginny.