Disclaimer : I don't own Harry Potter!

Jilian POV

Selama beberapa hari sejak menjadi Kepala sekolah yang baru, Professor Umbridge disibukkan dengan berkeliling sekolah untuk memadamkan kembang api naga atau kembang api berdesing yang tiba-tiba muncul di koridor ataupun di kelas-kelas. Baik para guru ataupun murid, tidak ada satu pun yang berani memadamkan kembang api tersebut, dengan alasan takut tidak punya wewenang, padahal kurasa sebenarnya semua sengaja membiarkan Umbridge supaya kewalahan.

Aku heran dan sebenarnya sangat takjub karena sampai saat ini, Umbridge belum menemukan dalangnya. Padahal hampir semua penghuni Hogwarts, para guru, siswa dan termasuk regu penyelidiknya sendiri, pasti mengetahuinya. Siapa lagi yang paling bisa membuat keonaran di Hogwarts seperti ini selain kembar Weasley, Fred dan George. Tapi tidak ada satu pun yang mau repot-repot melaporkan mereka pada Umbridge.

Di suatu siang pada akhir pekan, aku duduk menyendiri di salah satu sudut perpustakaan. Sebenarnya karena Hannah masih harus menyelesaikan tugas prefeknya, dan Susan bilang, dengan berbisik padaku, dia akan menemui Blaise.

Sambil berusaha mengerjakan pr, pikiranku melayang mengingat kejadian bersama Draco beberapa hari yang lalu. Entah apa yang akan terjadi pada hubungan kami selanjutnya. Kami bertemu beberapa kali setelah hari itu, tapi dengan Umbridge yang mengawasi gerak gerik para murid, pertemuan kami tidak lagi bisa dilakukan secara terbuka.

Aku tidak memperhatikan sekitar, dan baru tersadar ketika seseorang menepuk bahuku.

"Kau baik-baik saja?" kata Harry sambil duduk disebelahku.

"Ya," aku menjawab.

"Aku memanggilmu sejak tadi, dan Kau terus melamun," kata Harry lagi, sambil mengeluarkan perkamen, tinta dan pena bulu dari dalam tasnya.

"I'm fine," kataku.

"Dimana Ron dan Hermione?"

"Tugas prefek," jawab Harry singkat.

"Oh iya, Hannah dan Ernie juga," aku berkata, Draco juga pikirku dalam hati.

Sejenak kami berdua tidak bicara lagi dan mengerjakan pr kami dengan diam.

"Jadi waktu itu kau benar-benar menemui Malfoy?" tanya Harry.

"Ehm.. Iya."

"Kau ingat kan kalau Uncle Amos dan Aunty Emily melarangmu.."

"Apa yang kau lakukan Harry?" aku berkata tiba-tiba merasa jengkel.

"Errr..."

"Apa kau memata-mataiku sekarang? Lalu akan melaporkanku pada Mom dan Dad?"

"Tidak, bukan begitu, aku cuma mengingatkanmu!" kata Harry yang juga terlihat jengkel.

Aku menghela nafas lalu merapalkan muffliato ke sekeliling diriku dan Harry, kemudian berkata, "Draco hanya berusaha melindungiku."

Lalu aku menceritakan pertemuanku dengan Draco pada Harry, kecuali tentunya tentang moment pribadi kami.

"Mungkin kau tidak percaya, tapi Draco bermaksud baik, entah apa yang akan Umbridge atau siswa slytherin lainnya lakukan kalau dia tidak mengendalikan regu penyelidik," aku berkata.

"Ya, sulit bagiku untuk mempercayainya.. Sejak kelas satu kami sudah menjadi rival. Malfoy juga teman-temannya hanya melakukan hal buruk padaku dan teman-temanku," kata Harry.

"Aku mengerti, aku juga tidak setuju dengan perilaku Draco yang seperti itu," kataku.

"Tetap saja kau mau pacaran dengannya," kata Harry, membuatku tersenyum malu.

"Bagaimana hubunganmu dengan Cho?" kataku berusaha mengalihkan pembicaraan.

"I don't know," kata Harry tampak kesal. Aku tahu kencannya di Hogsmeade kemarin tidak berjalan lancar, kupikir mereka sudah berbaikan.

"Ada apa?" aku bertanya lagi.

"Kau tahu kan kalau Marrieta adalah anak ravenclaw?"

"Iya," aku menjawab.

"Dia teman Cho, dan Cho membelanya, mengatakan bahwa sebenarnya Marrieta orang yang menyenangkan dan hanya membuat kesalahan, dia tidak sadar kalau temannya itu telah mengkhianati kita semua, termasuk dirinya," kata Harry kesal.

"Dia juga bilang kalau temannya itu dalam posisi sulit karena Ibunya berkerja di kementrian.. Padahal Ayah Ron, Uncle Amos bekerja di kementrian juga, tapi kau dan Ron tidak membocorkan rahasia soal DA," kata Harry lagi.

"Belum lagi dia menyalahkan Hermione, mengatakan kalau idenya mengerikan, dan saat aku membela Hermione dia mulai lagi bersikap aneh! Akhirnya kami tidak bicara lagi sampai sekarang," kata Harry.

"Well.. uhm.. Kurasa kalian berdua hanya salah paham," kataku.

"Apanya yang salah paham? Dia membela pengkhianat itu!" kata Harry sewot, untungnya tadi aku merapalkan muffliato, kalau tidak kami pasti sudah diusir oleh Madam Pince.

"Dia hanya membela temannya, seperti kau membela Hermione," kataku.

"Ya jelas berbeda Jil, Hermione melakukan hal yang benar.. Lagipula kenapa sih Cho selalu jadi bersikap aneh kalau aku bicara soal Hermione," kata Harry.

Dasar lelaki tidak peka pikirku, "Ya tentu saja karena dia cemburu."

"Cemburu? Maksudmu? Cho cemburu pada Hermione?"

"Iyalah, apalagi coba alasannya," kataku geleng - geleng kepala.

"Hermione kan sahabatku, dia.. dia.. Seperti kau, saudara perempuan bagiku," kata Harry.

"Kurasa kau harus menjelaskannya pada Cho, kalau kau mau hubungan kalian berlanjut," kataku lagi.

"Arrrgghhh perempuan!!" kata Harry frustrasi sambil mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan, membuatku tertawa geli tapi kasihan juga padanya.

Kami terdiam lagi sejenak, mengerjakan pr kami sebelum aku berkata, "Bagaimana pelajaran occlumency mu?"

"Oo.. Oh itu.. Snape bilang aku tidak perlu datang lagi padanya.. aku sudah cukup menguasai dasarnya, jadi bisa berlatih sendiri," kata Harry salah tingkah, kurasa dia bohong, dan aku mengenal Severus Snape, tidak mungkin dia menghentikan pelajarannya begitu saja kalau muridnya belum mahir, biarpun muridnya ini Harry Potter yang tidak disukainya.

"Katakan padaku yang sebenarnya," aku bilang.

"Apa maksudmu?"

"Kau pembohong yang buruk Harry," kataku.

"Oke baiklah," kata Harry menghela nafas.

"Aku tidak sengaja melihat memorinya di dalam pensive," kata Harry.

"Demi Merlin! Itu privasinya Harry!" kataku kaget, jelas kalau Sev marah pada Harry.

"Iya aku tahu, aku hanya penasaran," kata Harry.

"Kau dan rasa penasaranmu ya," kataku.

"Kau juga pasti akan penasaran bila di hadapanmu terdapat pensive dengan memori keperakan didalamnya.. Jadi dalam memori Snape.."

"Oh aku tidak mau tahu Harry," kataku, merasa tidak enak.

"Tidak Jil, Kau harus tahu," kata Harry ngotot.

"Memori itu adalah privasinya," kataku lagi.

"Iya tapi Kau harus tahu, karena di memorinya aku melihat orangtua kita," kata Harry.

"Apa?!"

"Iya, aku melihat James, dan juga Lily," kata Harry.

"Ceritakan padaku," aku berkata.

Seperti Harry, yang sering kudengar tentang James Potter adalah seorang yang menakjubkan, seorang pahlawan perang yang mengorbankan dirinya demi melindungi keluarga yang dicintainya, dan aku tahu Harry selalu bangga ketika dirinya disamakan dengan ayah kami.

Namun dari apa yang dilihat Harry dalam memori Sev, jelas James Potter bersama dengan Sirius Black tidak lebih dari seorang pembuat onar. Kadang aku bertanya-tanya apa yang membuat Sev begitu membenci Harry, dan kini menjadi jelas karena Sev adalah korban dari keonaran mereka, di tambah lagi mereka melakukannya dengan sengaja hanya karena alasan Sirius merasa bosan atau kalau menurut James fakta bahwa Sev ada yang membuatnya melakukan itu semua, demi merlin! Alasan apa itu!

Lalu Lily Evans, Ibu kami yang baik hati, membela Snape, tapi malah dikatakan darah lumpur olehnya. Kenapa juga Ibu kami harus membela Snape, apakah mereka berteman?

Tapi yang membuat kami terganggu adalah bahwa Lily tampak sangat membenci James, lalu bagaimana mereka bisa menikah?!

"Lalu bagaimana mereka bisa menikah kalau Lily membenci James?" aku menyuarakan pikiranku.

"Entahlah.. Selama ini kupikir aku cukup mengenal mereka, tapi ternyata aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang mereka," kata Harry sedih.

"Yeah," kataku setuju.

"Aku selalu ingin membantah kata-kata Snape tentang ayah kita, yang katanya arrogant, tukang bully, sombong.. Sebelumnya aku percaya ayah kita seorang yang luar biasa, tapi sekarang aku tidak tahu lagi," kata Harry.

"Kurasa di memori yang kau liat, mereka masih muda, dan seperti kita, mereka juga uhm.. Kadang suka melanggar peraturan," kataku.

"Ya, semoga hanya seperti itu.. Aku akan bicara pada Sirius," kata Harry pelan.

"Bagaimana caranya? Sekarang ini Umbridge mengawasi semuanya, termasuk surat-surat yang keluar masuk Hogwarts," kataku.

"Aku akan memikirkan caranya," kata Harry.

Berbeda denganku yang memiliki Amos dan Emily Diggory sebagai sosok orangtua, Harry hanya memiliki James dan Lily Potter. Memori Sev jelas menjadi pukulan yang lebih hebat baginya mengenai orangtua kandung kami.

xxxxxxxxxxx

Hari-hari berikutnya, selain disibukkan dengan setumpuk tugas, dan persiapan OWL, murid-murid Hogwarts tingkat 5 diharuskan menemui kepala asramanya masing-masing untuk bimbingan karir, sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.

"Buat apa melihat-lihat brosur itu?" kata Draco suatu hari pada saat kami bertemu di ruang duduk kamar Draco dan Blaise di asrama slytherin.

"Jelas karena aku ingin tahu, peluang karir apa yang kupunya," kataku sambil tetap membaca isi brosur itu.

"Kau hanya membuang waktu," kata Draco.

"Dan kenapa begitu? Kalau kau tidak ingat, masing-masing dari kita sudah punya jadwal untuk bimbingan karir," aku berkata, kini menatap Draco yang duduk disampingku.

"Karena kelak kau akan menjadi Mrs. Malfoy, apa yang kupunya nanti juga akan menjadi milikmu, dan kau tidak perlu bekerja seumur hidupmu," kata Draco santai.

Aku tidak tahan untuk memutar kedua bola mataku, "Aku tidak akan menjadi Ibu rumah tangga yang hanya mengurusimu dan anak-anak kita.. Aku juga tahu kalau Auntie Cissa bekerja, dia punya peranan di Malfoy Corp. biarpun dia lebih sering melakukannya dari rumah, juga lebih sering menghadiri acara-acara semi formal seperti acara amal," kataku lagi.

"Nah kan, jadi kau sudah tahu bagaimana menjadi seorang Mrs. Malfoy," kata Draco lagi.

"Apa kau ingin aku mengatakan pada Professor Sprout bahwa cita-cita karirku kelak adalah menjadi Mrs. Malfoy?"

"Kenapa tidak?" kata Draco menyeringai.

"Seriuslah Drake," kataku gemas.

"Aku serius! Bagaimana denganmu? Apakah kau serius denganku?" kata Draco masih dengan seringaian di wajahnya.

Aku menatap Draco dengan terkejut, "Apa kita benar-benar membicarakan hal ini?"

"Kau yang mulai membahas soal rumah tangga dan anak-anak," kata Draco.

Aku memutar kedua bola mataku, jelas-jelas dirinya yang duluan membahas soal diriku kelak menjadi Mrs. Malfoy. Tapi aku diam saja karena jika berdebat pasti akan jadi panjang, sedangkan aku hanya punya waktu satu jam lagi sebelum bertemu Professor Spourt.

"By the way, Malfoy tidak pernah punya lebih dari satu anak," kata Draco tiba-tiba bicara lagi.

"Dan lihat hasilnya seperti dirimu, anak tunggal yang manja, arrogant dan sombong," kataku terpancing pembicaraan lagi.

"Aaww.. Kata-katamu menyakitiku," kata Draco sambil memegang dadanya dengan tampang berpura-pura kesakitan, membuatku tertawa geli.

"Aku akan punya anak dua.. atau tiga.. Ya kurasa tiga cukup, lebih ramai lebih baik, mereka bisa belajar berbagi, supaya anak-anakku tidak akan jadi anak manja seperti kamu," kataku sambil tertawa geli.

Draco ikut tertawa lalu berkata, "Oke, itu artinya kau harus menikah dengan ku? Kau mau kan?" wajahnya kini tampak serius, dan tangannya bergerak menggengam tanganku, dimana promise bracelet yang pernah Draco berikan padaku kini melingkar.

Aku terdiam menatap Draco yang kini menatapku, lalu berkata, "Itu lamaran paling buruk yang pernah ku dengar." Dan kami tertawa bersamaan.

"Kau tidak menjawab pertanyaanku," kata Draco saat berhenti tertawa.

"Pertanyaan apa?" tanyaku di sela-sela tawa.

"Kau dan aku? Menikah?" kata Draco.

"Off course, you silly," aku berkata sambil tersenyum.

Draco tersenyum lalu menarik tanganku ke bibirnya dan mengecupnya, membuat pipiku merona.

"Kau benar.. Suatu hari aku akan melamarmu lagi dengan cara yang lebih baik," kata Draco tersenyum, "Dan sebaiknya nanti kau menjawab 'Iya'."

Aku memutar kedua bola mataku dan berkata, "Kau ini sebenarnya mau melamarku atau mengancamku," membuat Draco tertawa.

Aku kembali berusaha membaca brosur-brosur ini, tapi percuma karena Draco yang terus mengganggu konsentrasiku.

"You two!! Get a room please!!" tiba-tiba terdengar suara Blaise dari dalam kamarnya.

xxxxxxxxxxx

Pertemuanku dengan Professor Sprout berjalan lancar namun tidak cukup baik. Aku masih tidak bisa memutuskan karir apa yang kelak akan kupilih. Tapi dengan ramah kepala asramaku ini membimbingku memilih dari pelajaran apa saja yang paling menonjol dalam prestasiku. Akhirnya sekarang aku akan menjadi asisten Profesor Flitwick, karena mantra adalah salah satu keahlianku.

Sore harinya, kembar Weasley Fred dan George membuat sensasi yang aku yakin akan menjadi legenda Hogwarts. Mereka mengubah koridor lantai 5 di sayap timur kastil menjadi rawa-rawa. Hal ini tentunya membuat Umbridge marah besar, dan berniat menghukum mereka dengan berat. Apalagi karena sekarang dia tahu kalau Fred dan George jugalah bilang keladi semua kembang api yang harus membuatnya berlari berkeliling kesana kemari untuk memadamkannya.

Tapi bukan Fred dan George namanya kalau tidak bisa menghindari hukuman. Dengan keren, keduanya memutuskan untuk pergi dari sekolah. Mereka terbang dengan sapunya, meninggalkan kembang api berbentuk W di langit yang juga menjadi logo untuk toko baru mereka, Weasley's Wizarding Wheezes. Tepuk tangan riuh dari semua murid Hogwarts mengiringi kepergian keduanya, bahkan aku bisa melihat seringaian dari beberapa professor.

Aku melihat Harry berdiri di salah satu tangga pualam dan menghampirinya.

"Hi!" kataku padanya.

"Hi, Jill!"

Kami melihat Fred dan George terbang semakin menjauh, dan aku berkata, "Sayang sekali ya."

"Apanya?" kata Harry.

"Sekarang mereka tidak ada, siapa yang akan berbuat onar di Hogwarts?" kataku.

"Yeah," kata Harry.

Kami terdiam sesaat, lalu Harry bicara lagi, "Sebenarnya kurasa Ayah kita dan Padfoot akan bangga sekali kalau kita bisa menjadi pembuat onar seperti mereka."

"Maksudmu seperti Fred dan George?" kataku.

"Uhm tidak, tapi lebih seperti mereka, Prongs dan Padfoot," kata Harry.

"Aku tidak mengerti, apa maksudmu?"

Harry menjawabku dengan seringaian.

"Kau sudah bicara dengannya ya?" tanyaku lagi.

Seringaian Harry melebar, lalu kami bergerak sedikit menjauh dari kerumunan murid yang masih dilanda keriuhan kejadian perginya Fred dan George dari Hogwarts.

Setelah merapalkan muffliato kesekeliling kami, aku berkata, "Jadi kau ada hubungannya dengan kejadian ini?"

"What?! Aku tidak membuat koridor menjadi rawa-rawa," kata Harry.

"Kau tahu apa maksudku," kataku menyeringai.

"Alright.. Aku berbicara pada Sir.. Snuffles.. Fred dan George memberiku waktu 20 menit," kata Harry.

"Dan kenapa mereka sampai harus memberimu waktu 20 menit? Bagaimana kau bisa bicara dengan Snuffles?" aku berkata.

"Lewat jalur floo.." kata Harry

"Di kantor Umbridge?" kataku menyelesaikan.

"Ya! Bagaimana kau tahu?" kata Harry.

"Aku tidak tahu, hanya menduganya.. Semua jalur komunikasi keluar masuk Hogwarts dalam pengawasan Umbridge, kecuali mungkin miliknya.. Lalu yang dilakukan Fred dan George adalah untuk mengalihkan perhatiannya," kataku menyeringai.

"Ya, begitulah," kata Harry turut menyeringai.

"Jadi apa yang kau bicarakan dengan Snuffles?" kataku lagi.

"Aku ingin memastikan kejadian yang kulihat di memori Snape yang pernah kuceritakan padamu."

"Lalu apa katanya?"

"Well, ayah kita kadang idiot, dia dan snuffles, begitulah yang uncle Lupin bilang.. Aku tadi bicara pada mereka berdua.. Sir.. Snuffles pun merasa perilakunya dulu buruk, tapi Snape juga sepertinya selalu merasa iri pada James, membuat hubungan keduanya jadi semakin buruk," jelas Harry.

"Jadi mereka dulu adalah anak sekolah yang sering membuat onar?"

"Yah, begitulah.."

"Are you all right?"

"Kenapa memangnya?"

"Aku tahu, ayah kita James adalah panutan untukmu.. Dia dulu mungkin idiot dan pembuat onar, tapi dia mencintai kita anak-anaknya, bahkan mengorbankan dirinya untuk melindungimu dan Ibu kita.. Jadi sebaiknya itu saja yang kita ingat," kataku.

"Yeah," kata Harry pelan masih tampak tidak yakin.

"By the way, bagaimana mereka bisa menikah?" tanyaku lagi.

"Tadi Snuffles hanya bilang, kalau mereka mulai berkencan di kelas 7, saat James mulai mengempeskan sedikit kepalanya," kata Harry.

Aku terkekeh, "Mengempeskan kepalanya? Ada-ada saja, lalu bagaimana lagi?"

"Hanya itu saja, karena kami kemudian mendengar suara, segera aku keluar dari jalur flo dan bersembunyi di balik jubah gaib tepat beberapa saat sebelum Flich memasuki kantor Umbridge," kata Harry.

"Wuiihh.. That was close," aku berkata.

"Yeah I know," kata Harry.

Kami berdiam beberapa saat dan aku membatalkan muffliato diantara kami.

"Ayo kita makan malam," ajak Harry.

Sambil berjalan menuju aula besar aku berkata, "Menurutmu bagaimana reaksi Mrs. Weasley tentang Fred dan George?"

"Bloody Hell! This is bad!" Harry mendadak panik.

"What's wrong?"

Lalu sambil berbisik Harry berkata lagi, "Menurutmu dia akan menyalahkanku??"

"Maksudmu Mrs. Weasley? '

"Iya, siapa lagi?"

"Hmmm.. Kurasa tidak, karena keduanya tidak akan cerita kalau mereka membantumu," kataku pelan.

"Benarkah? Menurutmu begitu?" kata Harry tidak yakin.

"Iya, apa kau tidak lihat tadi? Mereka berdua malah sangat senang bisa keluar dari sini, bebas dari pengawasan perempuan katak itu," kataku berbisik.

"Iya.. Kurasa begitu," kata Harry.

"Tapi bagaimana mereka bisa membuka toko lelucon? Pasti membutuhkan modal besar," aku berkata.

"Err..," kata Harry.

"Jangan bilang kau ada hubungannya lagi," kataku.

"Mungkin..," kata Harry.

"Apa maksudmu 'mungkin'," aku berkata

"Mungkin, aku memberikan sekantung penuh galleon, hadiah dari turnamen triwizard kepada mereka," kata Harry.