Disclaimer : I don't own Harry Potter!
Jilian POV
Aku suka terbang... Sangaaaaattt suka.. Saat terbang dengan sapuku, perpaduan antara kecepatan dari sapu terbang dan angin yang berhembus ke wajah, memacu adrenalin yang membuatku merasa bebas dan lepas.
Tapi... Jika harus terbang dengan benda kasat mata seperti sekarang ini, membuatku...
"Aaaaahhhh!!!" aku berteriak sekencang-kencangnya, saat benda apapun yang aku tunggangi bersama Harry dan Hermione tiba-tiba menukik tajam, sampai kami berhenti di sebuah jalan yang sepi.
"Aku tidak mau naik itu lagi," aku berteriak.
"Aku juga!" kata Hermione.
Harry hanya terdiam, lalu aku melihat Ron dan Neville, juga Ginny dan Luna turun dari Thestral yang mereka tunggangi. Hanya Harry, Neville dan Luna saja yang bisa melihat makhluk-makhluk itu, karena hanya seseorang yang pernah melihat kematian saja yang bisa melihat Thestral. Aku tidak tahu bagaimana kisah Neville dan Luna, tapi Harry... Dia bisa melihat Thestral karena melihat kematian Cedric..
Cedric... I miss him so much..
"Lewat sini," kata Harry membuyarkan lamunanku.
Kami menyusuri jalan London, menuju lokasi yang amat kukenal jika Dad mengajakku ke kantornya di kementrian. Harry membuka sebuah kotak telefon umum rusak lalu menyuruh kami semua masuk kedalam. Biarpun dari luar kotak itu terlihat sempit, tapi magic membuat kami semua muat di dalamnya.
Harry menyuruh seseorang yang terdekat dengan gagang telefon untuk memijit nomor tertentu, lalu sebuah suara wanita seperti mesin penerima telefon muggle meminta identitas dan tujuan kami kemari. Setelah Harry menyebutkan nama kami semua serta tujuannya, pin-pin meluncur dari tempat koin kembalian biasanya muncul. Hermione mengambil dan membagikannya kepada kami semua.
Harry kembali berteriak kepada suara wanita itu, menuntutnya agar kami bisa segera memasuki kementerian. Tidak ada satupun dari kami yang berani menyelanya, karena Harry terlihat sangat panik dan marah. Akhirnya lantai dari telefon umum ini bergerak turun, dan mengantar kami menuju atrium kementerian seperti yang kuingat, dan setelah ini kami seharusnya melakukan pemeriksaan tongkat oleh penjaga keamanan kementrian. Namun atrium kementrian terlihat sangat sepi, hanya suara air mancur dari kolam keemasan di tengah atrium yang terdengar.
Aku tahu ini malam hari, tapi ku yakin seharusnya ada penjaga keamanan yang bertugas.
"Harry, sepertinya ini tidak normal," aku menyuarakan firasat burukku.
Harry melihatku dengan khawatir, aku tahu dia pun berpikiran sama denganku.
"Suasananya terlalu sepi dan terasa janggal," sambung Hermione.
Aku melihat satu-satu wajah teman-temanku ini dan kekhawatiran terpancar di wajah mereka.
"Kita harus menolong Sirius," kata Harry berusaha meyakinkan kami semua lalu bergegas menuju lift.
Departemen Misteri sebuah suara wanita berkata saat lift berhenti. Lift membawa kami ke sebuah koridor panjang dengan pintu hitam polos di ujungnya.
Harry bergegas menuju pintu sambil berkata, "OK, dengar.. Mungkin beberapa harus tinggal disini.. Sebagai pengintai.."
"Tidak Harry! Aku ikut!" aku berkata tegas.
"Ya, jika ada yang tinggal sebagai pengintai pun, bagaimana caranya memberitahumu bila ada sesuatu?" kata Ginny.
"Kami ikut denganmu Harry," kali ini Neville yang bicara.
"Ayo terus," kata Ron.
Akhirnya Harry membuka pintu hitam itu dan kini kami berada disebuah ruangan melingkar dengan banyak pintu-pintu lain disekelilingnya.
Tiba-tiba dinding di sekeliling kami berputar dengan cepat, lalu mendadak kembali berhenti.
"Apa maksudnya tadi?" kata Ron.
"Sepertinya untuk mengecoh kita, agar kita tidak tahu dari pintu mana kita tadi masuk," kata Ginny.
Aku melihat ke sekeliling dan benar saja aku tidak mengenali pintu yang mana tempat kami masuk tadi, semua tampak sama.
"Pintu yang mana Harry?" entah kenapa aku berbisik.
"Aku tidak..." suara Harry berhenti.
"Di dalam mimpi-mimpi itu aku menuju pintu di ujung koridor ke sebuah ruangan gelap.. itu ruangan ini.. dan lalu aku melewati pintu lainnya ke sebuah ruangan yang seperti... berkilauan.. Kita harus mencoba beberapa pintu," Harry berkata dengan tergesa-gesa menuju pintu di hadapannya.
Kami mencoba beberapa pintu, dan belum ada ruangan yang sesuai dengan mimpinya, menurut Harry.
Setiap kami kembali ke ruangan melingkar, dindingnya akan kembali berputar dengan cepat. Untungnya Hermione berpikir untuk memberi tanda pada setiap pintu yang telah kami masuki, sehingga kami tidak memasuki ruangan yang sama berulang-ulang, karena ruangan-ruangan di departemen misteri ini banyak yang aneh dan menakutkan.
"Ini dia!" kata Harry menemukan ruangan yang benar.
"Lewat sini," ucapnya yakin.
Ruangan ini penuh dengan cahaya bulat putih yang berpendar dengan cantik dari dalam bola-bola crystal yang disusun dengan rapih dalam rak-rak tinggi yang berjajar, namun bagiku cahaya berpendar ini juga menimbulkan efek creepy tersendiri.
Kami masih terus mengikuti Harry jauh ke dalam ruangan, sampai akhirnya
"Disini," kata Harry sambil mencari-cari terlihat tidak yakin.
"Harusnya Sirius berada disini, dia disiksa sini," kata Harry lagi.
Aku ikut mencari-cari ke sekitarku tapi tidak ada Sirius dimanapun. Firasatku semakin buruk, apakah penglihatan Harry benar, tapi yang menimpa Mr. Weasley benar terjadi.
"Harry," seseorang memanggilnya.
"Dia disini... Atau mungkinkah," kata Harry panik.
"Harry!" Hermione sedikit berteriak.
"Apa?!" kata Harry balas membentaknya.
"Kurasa.. Sirius tidak ada disini," Hermione menyuarakan apa yang aku juga pikirkan.
Seperti tidak mau menerima, Harry berlari ke ujung lorong, lalu menuju ujung lainnya, dan kurasa dia tidak menemukan Sirius.
"Harry, lihat ini," kata Ron tiba-tiba.
"Ada namamu disini," katanya lagi.
"Namaku?" kata Harry pelan, mendekati bola berpendar yang Ron tunjukkan.
Aku mendekat untuk ikut melihatnya dan di bawah bola berpendar itu ada label bertuliskan tanggal yang aku tidak bisa melihatnya dengan jelas lalu tulisan lain yaitu untuk Pangeran Kegelapan dan Harry Potter
"Harry, jangan diambil," aku berkata.
"Kenapa jangan, ada namaku disitu," kata Harry.
"Harry aku punya firasat buruk soal ini," kataku lagi, tapi Harry tidak mempedulikan dan tetap mengambil bola berpendar itu.
Sejenak semua terdiam, dan tidak ada apapun yang terjadi, aku bergerak mendekat ingin tahu.
"Bagus sekali Potter.. Sekarang berbaliklah pelan-pelan dan berikan bola itu padaku," kata suara seseorang yang kukenal.
Aku berbalik dan melihat seseorang dengan jubah hitam dan topeng keperakan yang mengerikan berdiri di hadapan kami. Dia bergerak pelan mendekat sambil berkata lagi, "berikan bola itu padaku..."
Tidak salah lagi, aku mengenal suara orang ini, Lucius Malfoy. Keberadaannya disini membuktikan padaku bahwa dirinya adalah seorang death eather.
Bayangan-bayangan kenangan masa lalu bersama keluarga Malfoy berputar di kepalaku, membuatku merasa pusing dan mual.
Death Eather, ya tentu saja.. Mom dan Dad sudah memperingatkanku untuk menjauhi Malfoy.. Harry juga berkali-kali bilang, Lucius Malfoy ada di kuburan itu saat Voldemort bangkit, saat Cedric... Tidak...
"Jil!" kata Harry berbisik.
"Stay fokus!" katanya lagi.
Membuatku tersadar bahwa kami telah dikepung oleh bayangan-bayangan hitam di sekeliling kami, dengan jubah hitam dan topeng keperakannya yang mengerikan, Death Eather.. Tentu saja ini jebakan, sejak awal terlalu mudah bagi kami memasuki gedung kementerian ini.
Aku memegang erat tongkatku melihat ke arah Lucius Malfoy dengan segenap kemarahan dan kebencian yang kurasakan sekarang. Dia tidak melihatku, entah karena diriku tidak penting untuk dilihat atau karena dia menghindariku.
"Now!" Harry memberikan aba-aba.
"Stupefy!" aku meneriakan mantra pertama yang terlintas di benakku ke arah Lucius Malfoy, tapi dia bisa menghindarinya.
Aksi baku tembak mantra yang terjadi membuat suasana menjadi kacau. Mantra-mantra yang ditangkis ataupun yang meleset menghancurkan bola-bola crystal dan rak yang menyusunnya.
Aku berlari menghindari rak yang rubuh, berusaha mencari jalan keluar, sambil melemparkan mantra pada kelebatan bayangan hitam yang berusaha mengikutiku.
"Stupefy"
"Expelliarmus"
"Crucio"
"Protego"
Aku meraih gagang pintu, bersamaan dengan seseorang berteriak "Reducto!"
Aku terdorong masuk ke ruangan bundar, bersama Harry dan Hermione. Tapi seorang Death Eather berada di belakang kami, membuat kami memasuki pintu pertama yang ada di depan kami. Sejenak kami bisa bernafas lega, karena siapapun yang mengejar kami tidak langsung mengikuti, pasti dinding ruangan tersebut telah berputar lagi.
"Dimana yang lain?" aku berkata diantara nafas yang tidak teratur.
"Entahlah," Hermione yang menjawab.
Aku melihat ke sekeliling ruangan, ternyata kami kembali memasuki ruangan dengan tabung-tabung transparan berisi cairan dan otak, menjijikan.
"Aku.. Mereka.." kata Harry tiba-tiba.
"Bagaimana jika mereka tidak selamat?" Harry berkata ngeri.
"Mereka bisa melindungi diri.. Mereka dan kita semua anggota DA!" aku berkata yakin, walaupun dalam diriku juga terbersit rasa takut.
"Kita harus menemukan yang lain," kata Hermione.
Aku mengangguk dan kami bergerak menuju pintu dengan tongkat yang siaga. Di ruangan bundar tampak tidak ada seorangpun, sampai tiba-tiba salah satu pintu ruangan terbuka dan seorang death eather muncul namun segera pingsan di hadapan kami.
"Hai!" kata Ron, lalu Ginny segera berlari ke arah kami.
"Dimana Luna dan Neville?" tanyaku.
"Kami disini," kata suara dreamy Luna dari arah belakang kami.
"Neville! Kau berdarah!" kata Ginny, hidung Neville terlihat patah dan berdarah.
"Ya! Aku terluka karena melawan death eather, keren kan!" katanya dengan tersenyum bangga.
"Dia hebat, dia berusaha melindungiku," kata Luna.
Wow Neville, pikirku dalam hati.
Suara berhenti dari dinding yang berputar membuatku berkata, "Kita harus segera keluar dari sini."
"Ayo lewat sini!" kata Harry membuka sebuah pintu dan membawa kami ke dalam ruangan besar, dingin, gelap dengan hanya sedikit cahaya.
Di tengah ruangan seperti ada batu besar, yang ditengah-tengahnya terdapat sebuah benda besar.
"Apa itu sebuah cermin?" aku berkata.
"Bukan... Itu..." kata Hermione dengan suara tidak yakin.
"Itu sebuah gerbang," kata Luna.
"Gerbang? Menuju kemana?" aku berkata.
"Ke tempat dimana kau tidak dapat kembali," katanya lagi dengan suara tenang.
Tempat dimana kau tidak bisa kembali.. Tempat seperti apa...
"Aku seperti mendengar sesuatu," kata Harry sambil mendekati gerbang itu.
Sesuatu seperti tirai transparan bergerak-gerak di tengah-tengah gerbang itu.
Veil.. Tiba-tiba kata itu terbersit di pikiranku. Dan sesuatu atau seseorang seperti memanggilku dari balik gerbang tabir itu...
"Apa?" aku berbisik mendekatinya.
Jil..
"Siapa?" tanyaku lagi.
Jilian..
"Cedric?" kataku tidak yakin.
"Cedric ada dibaliknya!" aku berkata berusaha berlari menuju gerbang itu, tapi seseorang menahanku persis di depannya.
"Jilian.. Tidak!"
"Lepaskan aku!"
"Tidak Jilian! Jangan dengarkan!"
"Lepaskan! Cedric memanggilku!"
"Tidak Jilian! Itu hanya ilusi!"
"Tolonglah lepaskan aku! Cedric.. Cedric membutuhkanku!"
"Jilian sadarlah!!" kata seseorang mengguncang bahuku keras.
Aku mengejapkan mata dan melihat Ginny memandangku dengan khawatir, di samping Hermione memelukku dengan erat sambil terisak.
"Apa.. Apa yang terjadi...?" tanyaku pelan.
"Jika kita tidak waspada, bisikan mereka bisa sangat meyakinkan," kata Luna sambil memandang lurus ke gerbang Veil itu.
"Kalian berdua sepertinya sangat terpengaruh," kata Luna lagi.
Tidak jauh dari tempat Luna berdiri, aku melihat Harry dalam posisi hampir serupa denganku, Ron dan Neville sepertinya berusaha menahan Harry menuju Veil itu.
Aku kembali melihat Veil itu dan mengusap pipiku yang basah karena air mata. Cedric...
"Ahahahahaha..." terdengar suara seseorang tertawa.
"Kau!" kata Neville kepada seorang wanita dengan rambut acak-acakan, wajahnya sebenernya cukup cantik bila dia tidak sangat kurus dengan lingkar mata kehitaman dan sorot mata licik juga tawa yang mengerikan.
"Belatrix Lestrange!" kata Neville dengan suara penuh kebencian, yang belum pernah terdengar dari dirinya.
"Little Longbottom... Bagaimana kabar Mommy and Daddy?" katanya dengan suara mengejek.
"Tahan dulu main-mainnya Bela," tiba-tiba Lucius Malfoy kembali muncul, bergerak mendekat ke arah kami.
"Berikan bola itu padaku Potter!" katanya lagi.
"Kau sudah terkepung, tidak bisa kemana-mana, berikan bola itu padaku, dan mungkin... kami akan membiarkan kalian," Lucius Malfoy berkata lagi.
"Mungkin?" kata Harry.
Kami memang terkepung, berbeda dengan ruang bola crystal tadi, disini akan sulit untuk berlindung atau sembunyi. Para Death Eather berada di sekeliling kami, dengan tongkat teracung, siap untuk meluncurkan mantra, bahkan membunuh kami.
"Sudah kita habisi saja mereka sekarang Lucius," Belatrix berkata.
"Sabar Bela... Kita perlu mendapatkan bola itu dulu dalam keadaan baik," kata Lucius lagi.
"Cih..!" Belatrix Lestrange tampak tidak sabar.
"Potter... Kita tidak perlu melalui cara yang keras bukan? Atau kau memang mau teman-temanmu ini terluka atau bahkan mati karenamu?" kata Lucius lagi bermain-main dengan emosi Harry.
"Jangan diberikan padanya, Harry," aku berkata, kali ini berhasil membuat Lucius Malfoy menoleh dan seperti melihat ke arahku dari balik topengnya.
"Baiklah, kalau kalian memaksa..," kalimat Lucius terputus karena tiba-tiba Harry melempar bola crystal itu, membuatnya pecah
"Tidak!!!" kata Lucius.
Lalu muncul asap putih dari dalamnya dan terdengar suara seseorang..
Yang memiliki kekuatan untuk menaklukkan Pangeran kegelapan sudah dekat…
dilahirkan kepada mereka yang telah tiga kali menantangnya, dilahirkan bersamaan dengan matinya bulan ketujuh…
dan Pangeran Kegelapan akan menandainya sebagai tandingannya, tetapi dia akan memiliki kekuatan yang tidak diketahui Pangeran Kegelapan…
dan salah satu harus mati di tangan yang lain, karena yang satu tak bisa hidup sementara yang lain bertahan…
Yang memiliki kekuatan untuk menaklukkan Pangeran kegelapan dilahirkan bersamaan dengan matinya bulan ketujuh…
Ramalan... Isi bola itu adalah ramalan tentang Harry dan Voldemort..
"Kau!!" kata Lucius geram dan marah.
"Cruci.." Lucius tidak dapat menyelesaikan mantranya karena tiba-tiba dia terpelanting ke belakang.
Para Death Eather tampak panik dan sepertinya bertarung melawan seseorang, tidak beberapa orang.
"Jilian! Kau baik-baik saja?"
"Dad!" aku memeluknya erat merasa lega.
"Hello kiddos," kata seseorang.
"Sirius!" kataku dan Harry.
"Protego!"
"Berlindung Jilian!" kata Dad memaksaku bergerak ke balik sebuah batu besar, lalu meluncurkan mantra ke arah Lucius Malfoy.
Aku melihat Harry dan Sirius melawan seorang Death Eather dan berhasil dilumpuhkan. Namun tiba-tiba Belatrix Lestrange muncul.
"Avada Kedavra!"
Mantra Belatrix tepat mengenai dada Sirius yang berada di depan gerbang Veil dan membuatnya terjatuh ke dalam Veil lalu..
"Sirius!!" aku berlari menuju gerbang berusaha meraih Sirius, namun seseorang menahanku.
Tubuh Sirius menghilang seperti ditelan oleh Veil itu..
"Sirius!!! Tidaaaakk!!" teriak Harry yang ditahan oleh Remus.
"Aku membunuh Sirius Black,"
"Aku membunuh Sirius Black,"
Belatrix Lestrange berkata sambil bernyanyi dan menari kegirangan.
"Dasar gilaaaa!!!" aku berteriak ke arahnya.
Harry yang rupanya telah berhasil melepaskan diri dari Remus, berlari ke arah Belatrix, membuatnya wanita gila itu kabur sambil tertawa kegirangan.
"Berlindung," kata Tonks yang rupanya tadi menahanku, dan dia kembali bertarung dengan seorang Death Eather.
Aku bergegas menuju arah Harry berlari, keluar dari pintu kembali ke ruang bundar. Dindingnya kembali berputar dan saat berhenti aku menuju sebuah pintu yang untungnya langsung menunjukkan lorong gelap dengan lift di ujungnya.
Lift membawaku kembali ke atrium, firasatku mengatakan Harry ada disana. Benar saja, keluar dari lift, aku bisa melihat Harry meringkuk di lantai dan berteriak kesakitan. Seseorang berdiri tidak jauh darinya dengan tongkat mengacu ke arah Harry.
"Expelliarmus," aku berkata mengarahkan mantraku ke orang itu yang ditangkisnya dengan mudah, namun cukup membuatnya teralihkan dari menyiksa Harry.
"Protego maxima!" aku meneriakan mantra pelindung setelah berlutut di samping Harry, berharap mantra ini bisa melindungi kami.
"Harry," aku berkata.
Harry menjawabku dengan suara rintihan.
"Well.. Well.. Well.. Lihat siapa ini? Jilian Diggory.. Atau harus aku bilang Jilian... Potter..." kata orang itu membuat perhatianku kembali tertuju padanya. Jubah hitam, dengan wajah mengerikan mirip ular, dan mata merah... Voldemort...
Dengan sigap aku kembali berdiri diantara Harry dan Voldemort. Tongkatku siap mengeluarkan mantra untuk melindungi kembaranku.
"Bagaimana kau tahu siapa aku?" aku berkata.
"Ahahahahaha," Voldemort tertawa.
"Tentu saja aku tahu.. Kembaranmu itu sangat buruk dalam menutup pikirannya," katanya dengan nada mengejek.
"Apa yang kau mau?" tanyaku lagi.
"Aku hanya mau bermain-main dengan Harry," katanya dengan seringaian di wajahnya, membuatnya jadi tampak lebih mengerikan.
"Jangan sentuh Harry!" kataku dengan berani.
"Rupanya bukan hanya tampangmu saja yang mirip dengan Ibumu, tapi otakmu juga sama bodohnya dengan dia," kata Voldemort.
"Kau pikir bisa menghalangiku?!" katanya lagi.
"Expelliarmus," aku berteriak.
"Crucio"
Seketika rasa nyeri terasa di sekujur tubuhku, bagaikan ditusuk dan disayat oleh ratusan pisau. Aku berteriak sekencang-kencangnya, namun tidak berguna karena rasa nyeri itu tidak berhenti, dan ketakutan mulai merasuki pikiranku. Hentikan.. Tolong.. Aaaahhhhh... Hentikaaann.. Pikiranku memohon untuk menghentikan siksaan ini.. Siapapun tolong... hentikan...
Tiba-tiba aku merasakan tubuhku melayang dengan cepat ke belakang, sampai akhirnya menabrak sesuatu, dan diriku jatuh meringkuk di lantai.
Aku melihat Voldemort mendekati Harry yang masih meringkuk, jauh di depanku, aku ingin menolongnya, tapi tubuhku tidak dapat digerakan. Harry.. Tidak...
Kemudian semuanya menjadi gelap...
