Disclaimer : Harry Potter series are belong to J.K. Rowling.

Beberapa bulan terlewati, musim telah berganti. Teriknya mentari musim panas atau hangatnya udara musim gugur telah berlalu. Titik-titik kecil, putih dan dingin mulai berjatuhan dari langit. Hamparan salju mulai menyelimuti alam.

"Hatchiiiihhh!!"

"Jill, ini minumlah," ujar Ernie sambil menyerahkan secangkir minuman coklat hangat.

"Terima kasih," kata Jilian yang lalu menyesap minuman coklat hangat itu pelan-pelan.

Ernie yang duduk di sebelahnya juga menyesap coklat hangat dari cangkirnya sendiri, lalu berkata, "Kau masuklah ke dalam tenda, istirahat, biar aku yang berjaga."

Jilian berkata, "Tidak perlu, sekarang giliranku untuk berjaga, lagipula.. Hatchiiiihhh!!"

"Nah kan, bersin lagi," kata Ernie.

"I'm fine..."

"Hatchiiiihhh!"

Ernie menatap Jilian dengan pandangan yang seolah mengatakan 'mau beralasan apalagi?'

"Baiklah, tapi jika aku sudah baikan, aku akan berjaga," kata Jilian sambil beranjak dari duduknya.

"Deal!" sahut Ernie.

Jilian lalu bangkit, dan saat akan menyibak kain penutup pintu masuk tenda mereka, dia mengdengar Ernie bicara lagi, "Ada stock pepper-up potion di laci stock ramuan. Minum dulu sebotol, baru tidur istirahat."

Jilian tersenyum mendengar perhatian dari ketua tim quidditch asrama di sekolahnya ini, lalu berkata, "Siap Boss!"

Jilian duduk di tempat tidurnya di dalam tenda ini. Tenda magic yang merupakan rumah baginya, Ernie dan Sarina dalam beberapa bulan terakhir. Setelah sepakat untuk mencari jejak Harry Potter, mereka bertiga bersama-sama mendatangi, tempat demi tempat, lokasi demi lokasi, petunjuk demi petunjuk... Namun Harry Potter belum juga mereka temukan.

Jilian membuka tutup botol pepper-up potion lalu meneguknya sekaligus. Rasa hangat langsung saja menyebar ke seluruh tubuhnya. Dia menyimpan botol kosong di atas nakas, lalu berbaring. Kepalanya agak pusing karena flu, sebenarnya Jilian merasa tidak enak dengan Ernie karena dia jadi harus berjaga malam ini. Sarina sedang pergi ke suatu tempat untuk mencari stock makanan dan berbagai kebutuhan lainnya untuk kami bertiga, dan belum juga kembali.

"Haaaahhh," Jilian menghela nafasnya. Dia bersyukur melalukan pencarian ini bersama Ernie dan Sarina, jika saja dia sendirian maka sangat mungkin dirinya sekarang sudah tertangkap oleh snatcher atau lebih buruk death eaters. Tapi Jilian juga merasa bersalah karena dirinyaa, Ernie dan Sarina harus keluar dari keamanan rumah orangtua Sarina di kota kecil itu.

Oh, Harry... Dimana dirimu?? pikir Jilian dalam kepalanya. Dia merasa aneh, karena Harry belum pernah lagi muncul dalam mimpinya. Kuharap kau baik-baik saja, pikir Jilian sebelum akhirnya terlelap.


"Sebentar lagi Christmas, aku berpikir mungkin kita harus kembali dulu ke rumah orangtuaku," kata Sarina saat mereka sedang makan malam.

"Boleh saja, gimana Jil?" tanya Ernie.

"Apa? Oh iya, baiklah, aku setuju," kata Jilian.

"Apa yang mengganggu pikiranmu?" tanya Ernie.

"Uhm, bisakah sebelumnya kita mengunjungi satu tempat lagi?" kata Jilian agak ragu-ragu.

"Kemana?" tanya Sarina.

"Godric's Hollow," Jilian menjawab.


Sarina membawa mereka bertiga berapparate ke Godric's Hollow. Mereka muncul di salah satu lorong diantara rumah-rumah penduduk. Entah hanya perasaan mereka, atau suasana desa malam ini terasa sepi sekali. Jilian memimpin mereka ke area pemakaman yang berada di samping sebuah gereja.

Jilian berjalan semakin cepat, setelah memasuki pemakaman dari salah satu pagarnya yang terbuka. Sampai akhirnya dia tiba-tiba berhenti.

"Kau menemukan makamnya?" tanya Ernie yang berjalan beberapa langkah di belakang Jilian.

Sarina yang berada di belakang Ernie, menoleh ke kanan dan ke kiri, memperhatikan situasi dan kondisi. Perasaannya tidak enak, dia merasakan suatu firasat buruk, namun dia tidak mengatakan apapun pada kedua remaja yang telah berjalan lebih dulu di depannya.

"Mereka kemari," sahut Jilian.

Ernie lalu berjongkok di depan makam James dan Lily Potter. Dia memperhatikan rangkaian bunga di atasnya, lalu berkata, "Rangkaian bunga ini terlihat masih baru."

"Harry! Pasti dia yang menyihir bunga ini," kata Jilian dengan yakin.

"Atau Granger atau Weasley, tapi yang jelas ini masih baru," kata Ernie.

Sarina yang daritadi terdiam lalu mengeluarkan tongkat sihirnya, dan melakukan sebuah gerakan rumit dan sepertinya melakukan mantra non-verbal, karena selanjutnya Sarina berkata, "Ernie benar, ini masih baru! Jejaknya ke arah sini, ikuti aku!"

Sarina berjalan dengan terburu-buru dan sedikit berlari. Jilian dan Ernie juga berlari untuk menyamakan langkahnya dengan Sarina. Mereka lalu berhenti di depan sebuah rumah yang terlihat gelap dan sepi.

"Ayo," ujar Sarina sambil membuka pagarnya. Mereka lalu menyadari pintu depan rumah ini tidak terkunci.

Mereka memasuki rumah gelap itu, "Lumos," Sarina berkata, ujung tongkatnya lalu mulai bercahaya.

"Rumah ini seperti sudah lama tidak ditinggali," kata Jilian.

"Bau busuk apa ini?" kata Ernie menutup hidungnya.

"Sepertinya dari sini," kata Sarina menuju salah satu ruangan dan membuka pintunya. Benar saja, bau busuk semakin menyengat ketika Sarina membuka pintu ruangan itu.

"Uurrgghhh!!!" Ernie berlari menjauh merasa ingin muntah.

Jilian merasa takut, dan menutup hidungnya, tapi dia harus tau siapa mayat itu, "Bukan mereka kan?"

"Bukan! Sepertinya ini mayat wanita tua," sahut Sarina.

Braaakkk!! Grruuudduukkk!! Grruuudduukkk!!!

Gubraaakkk!!!

"Ada seseorang diatas!" seru Ernie yang langsung berlari menuju tangga.

"Ernie jangan gegabah!" teriak Sarina mengejarnya.

"Tunggu!" sahut Jilian yang berlari di belakang Sarina.

"Protego!" Ernie berteriak, namun mantra pelindungnya tidak cukup menahan serangan, dan tubuhnya terpental ke salah satu sisi ruangan.

"Ernie!!" seru Sarina menghampiri tubuh Ernie yang pingsan tak sadarkan diri.

"Ernie!!" seru Jilian yang lalu terpaku melihat seekor ular besar di hadapannya.

"Awaaass!!" kata seseorang.

"Stupefy!" teriak seseorang membuat perhatian si ular teralihkan dari Jilian. Namun si ular lalu mengibaskan ekornya yang sangat besar dan panjang, persis ke arah Jilian.

"Jilian!! Awaaass!!" Sarina berteriak.

Lalu Jilian merasa seseorang mendorong tubuhnya dengan keras, dan mereka terguling bersama ke salah satu sisi ruangan, dan terhindar dari kibasan ekor si ular.

"Kau tidak apa-apa?!" sahut seseorang yang baru saja menolongnya.

Mata Jilian bertatapan dengan iris mata hijau yang tidak asing, Jilian berseru, "Harry!"

"Jilian! Kenapa kau bisa ada di.."

"Awaaass!!" kata seseorang.

"Protego Maxima!!" Harry berteriak, membuat serangan si ular membentur sebuah kubah perisai.

"Bombarda!!" seseorang berteriak menyerang si ular, membuat si ular menggeliat kesakitan. Hal ini dimanfaatkan orang itu untuk menghampiri Harry.

"Harry! Jilian?! kenapa kau bisa ada disini?" Hermione bertanya kebingungan.

Belum sempat Jilian menjawab, mereka mendengar seseorang berteriak, "Awaaaasss!!!"

Sarina melihat si ular yang kesakitan itu mulai melancarkan serangannya lagi ke arah ketiga remaja itu, dia berteriak memperingatkan mereka, dan melihat ketiganya melompat ke luar kaca jendela, lalu menghilang berapparate.

Si ular terdiam sesaat melihat ke arah jendela, sebelum berbalik ke arahnya dan bergerak cepat hendak menyerang Sarina.

Segera saja Sarina memeluk Ernie dengan erat, lalu berapparate.