.

.

.

.

Bukan hanya Oikawa, Iwaizumi juga tampak melongo mendengarnya.

"A-apa? Maksudmu… dia… Tobio-chan dengan Hinata Shouyo?" Oikawa tampak begitu linglung.

Kuroo terkekeh pelan. "Tentu saja mengingat Hinata adalah idol, hubungan mereka dirahasiakan. Oh, itu mengingatkan ku," Kuroo tiba-tiba seperti teringat sesuatu lalu menatap Oikawa dan Iwaizumi dengan serius. "Kalian tidak boleh membocorkan informasi ini pada publik, jika kehidupan pribadi mereka terekspos maka ini akan mengakibatkan skandal pada SHINE."

Oikawa dan Iwaizumi mengangguk. "Tentu saja aku tidak akan mengakibatkan sesuatu yang akan menghancurkan SHINE!" sahut Oikawa, sedikit tersinggung bagaimana Kuroo bisa berpendapat bahwa ia menginginkan masalah terjadi pada grup idol favoritnya.

Kuroo menyandarkan punggung, sikap dan air mukanya kembali santai. "Ini hanya untuk berjaga-jaga, bagaimanapun anggota SHINE adalah teman-temanku, jadi aku tidak ingin mereka terkena kesulitan."

Oikawa mengangguk. "Ah, tapi anak itu! Dia sudah cukup menyebalkan dengan bakatnya dalam voli, dia juga harus kenal dekat dengan anggota grup kesukaanku!" seru Oikawa kesal.

Iwaizumi memandang sahabatnya geli. "Mungkin ini karma untukmu karena terlalu keras pada Kageyama dulu," ujarnya menyeringai, Oikawa melempar pelototan sebal padanya.

Bokuto dan Kuroo ikut tertawa. Oikawa mengerucutkan bibir dengan kesal. Iwaizumi tahu anak itu akan menghabiskan waktu seharian ngambek akan fakta yang baru ia terima.

"Aku ingin bertemu Suga-chan lagi," Oikawa merengek dan hanya mendapat balasan berupa pukulan di bahu dari Iwaizumi.

.

.

.

"Siang, Suga-san!"

Sugawara membalas seruan sapaan itu dengan cengiran lebar. "Siang juga Tanaka, Nishinoya," ucapnya pada dua pegawai muda agensinya tersebut. Masing-masing membawa kotak yang kemungkinan berisi dokumen.

"Oh ya Suga-san," Nishinoya mengganti posisi berdirinya sehingga berada di samping Sugawara. "Benar kau akan merekam lagu solo?" pemuda bertubuh kecil itu menatapnya dengan rasa ingin tahu yang besar. Tanaka ikut mengangguk antusias, sama penasaran dengan rekannya.

Sugawara tertawa. "Itu benar, ini giliranku untuk merilis lagu solo. Ah, tapi jangan bilang-bilang ya, soalnya agensi kan belum membuat pernyatan resmi ke media," jawab Sugawara, jari telunjuknya diacungkan di depan bibirnya.

"Tentu Suga-san," Nishinoya dan Tanaka kompak menyahut.

"Lalu, kau akan kemana hari ini? Kantornya Daichi-san?" sahut Tanaka.

"Ryuu, satu-satunya ruangan yang ada di lorong ini adalah ruangannya Daichi-san, kenapa kau masih bertanya?" ujar Nishinoya tertawa, sedikit mengejek sahabatnya.

Tanaka merona malu. "Yah, kan, siapa tahu bukan. Siapa tahu kalau Suga-san mencari Kiyoko-san," Tanaka beralasan.

Sugawara terkekeh. "Itu sih kau saja Tanaka."

"Aku juga akan begitu kok," cengir Nishinoya.

Sugawara geleng-geleng akan tingkah mereka. "Tapi aku memang menuju ke kantornya Daichi, perlu membahas sesuatu. Tidak resmi juga sih."

Kedua pemuda itu mengangguk.

"Suga," suara feminim yang lembut membuat ketiganya menoleh. Kompak wajah mereka langsung cerah. Terutama Nishinoya dan Tanaka.

"Kiyoko-san!"

Shimizu Kiyoko tidak mengacuhkan seruan keduanya. Ia malah menatap Sugawara. "Sawamura ingin bicara padamu, dia ada di ruangannya sekarang," sahut gadis itu dengan gayanya yang profesional.

Sugawara mengangguk. "Aku memang akan ke sana kok."

Shimizu mengangguk lalu beralih pada kedua pemuda yang masih lekat memandangnya begitu pesan telah selesai ia sampaikan. "Dan kalian berdua sebaiknya kembali bekerja."

"Baik!" seru Nishinoya dan Tanaka bersemangat. Tatapan mereka penuh pemujaan, dan Sugawara yakin keduanya akan mulai memuji-muji dan berusaha menarik perhatian Shimizu kalau saja gadis itu tidak langsung berbalik lagi pada Sugawara dan mengatakan pada pemuda itu untuk berjalan bersamanya menuju kantor.

Sugawara tak bisa menahan kekehan geli mendengar seruan penuh kekecewaan Nishinoya dan Tanaka begitu wanita itu berjalan menjauh.

Sugawara mengerti sih dengan tingkah dua pemuda itu. Shimizu Kiyoko adalah pegawai tercantik yang bekerja di agensi mereka. Wanita itu punya kecantikan yang amat anggun, mutlak, dan sedikit berkesan dingin.

Ia memiliki rambut hitam panjang dan lurus. Tubuh langsing. Kulit putih tanpa bekas noda atau jerawat. Sebuah tahi lalat di dekat bibirnya menambah kesan seksi dan kacamata yang dipakainya mengkali-lipatkan efek itu. Semuanya dibalut dengan sikap serius yang membuat wanita itu terasa misterius.

Kecantikan Shimizu itu akan dengan mudah membuatnya memiliki karir di dunia publik figur jika saja wanita itu ingin. Dia akan cepat menjadi model atau aktris yang populer. Tetapi ia lebih memilih profesinya sekarang, seorang sekretaris.

Dan ia serius dengan pekerjaannya. Orang yang meremehkannya, menganggap ia mendapatkan pekerjaan hanya karena penampilannya, akan dengan mudah terbungkam saat mereka melihat bagaimana ia mendedikasikan diri pada pekerjaannya. Sugawara menghormati kesungguhan wanita tersebut.

"Terima kasih sudah mengantarku Shimizu," ucap Sugawara begitu mereka sampai.

Shimizu mengangguk. Membuka pintu dan masuk selangkah.

"Sawamura, Sugawara sudah datang," ucap wanita tersebut. Begitu ia mendapatkan sebuah anggukan dan ucapan terima kasih, ia keluar untuk kembali ke mejanya sendiri.

Sugawara masuk ke ruangan yang tidak terlalu besar tersebut. Ia tersenyum lebar pada pria yang duduk pada meja kerja yang ada disana.

"Hallo Daichi!" sapa Sugawara.

"Siang Suga," balasnya dengan nada hangat. "Kau mau bicara di sofa saja?" tanyanya menunjuk pada set sofa yang ada di ruangan, tempat bicara dengan tamu.

"Aku akan duduk di sana, kau boleh tetap disitu saja kalau memang sedang sibuk," jawab Sugawara langsung mengambil tempat duduk. Lawan bicaranya memberikannya senyum berterimakasih. Ada tumpukan dokumen di mejanya, dan ia begitu sibuk sehingga memang ingin melanjutkan pekerjaannya tanpa jeda tetapi tidak enak jika harus terus bekerja saat bicara dengan tamunya.

"Kau ingin membahas tentang rencana lagu solo ku?" Sugawara mengawali pembicaraan.

Bagi orang luar, mungkin ini berkesan tidak sopan. Ia memulai pembicaraan terlebih dahulu tanpa basa-basi dengan pemimpin agensinya tersebut. Tapi pria yang memimpin naungan karirnya itu tampak sama sekali tidak tersinggung.

Sawamura Daichi adalah pemimpin dari HQ Entertainment. Sebuah agensi lama yang kembali mendapatkan kejayaannya. Salah satunya adalah dengan populernya grup idol SHINE besutan mereka. Pria itu adalah pemimpin yang hebat dan handal, dan walaupun dia cukup tegas dalam beberapa aspek, hubungannya dengan semua karyawannya sangat baik.

Hampir semua orang memanggilnya dengan namanya alih-alih marga keluarganya, dan beberapa malah tidak memakai honorifik walaupun dia adalah bos mereka. Salah satunya adalah Sugawara.

Daichi mengangguk, tangannya memilah-milah kertas. Tatapan beralih bergantian dari kertas dan wajah Sugawara.

"Akaashi sudah menyerahkan form kontraknya padamu kan?"

Sugawara mengangguk.

"Jadi tidak masalahkan kalau aku ingin lagu ku ditulis sendiri?"

Daichi mengangguk. "Selama kau bisa menyelesaikannya sesuai waktu dan semuanya masih sesuai dengan persyaratan, maka tidak ada masalah," sahut pria tersebut.

"Semua keperluan yang kau butuhkan, seperti tim dan lain-lain, perlu kau bahas dulu denganku dan manajemen."

Sugawara mengangguk. "Tentu saja. Aku tidak mungkin lancang melakukan semuanya semauku."

Daichi mengulas senyum simpul. "Aku percaya padamu, ini hanya prosedur."

Sugawara mengibaskan tangan. "Tidak masalah. Aku tahu kok."

Keduanya lalu melanjutkan pembicaraan mereka. Semua hal yang diperlukan untuk proyek baru ini hanya dalam garis besarnya saja, hal-hal detilnya akan datang seiring mulainya pekerjaan.

"Kalau begitu, apa pembicaraan kita sudah selesai?"

Daichi mengangkat sebelah alis. Biasanya Sugawara akan tinggal beberapa menit untuk mengobrol santai, tidak pernah memutus pendek pembicaraan saat urusan bisnis selesai. "Kau ada urusan?"

Sugawara menggeleng. "Tidak ada yang penting sih, aku hanya ingin mulai menulis lagu."

Daichi menangguk. "Ooh, baiklah kalau begitu. Semoga sukses Suga," ucapnya pada Sugawara yang berdiri dan berjalan keluar. Melempar Daichi cengiran dan salam perpisahan.

Begitu ia tiba diluar, ia bertatapan dengan seorang pemuda.

Lebih tinggi darinya tetapi wajahnya jelas menunjukkan kalau dia lebih muda. Sugawara langsung tersenyum lebar dan hangat.

"Yamaguchi!"

Yamaguchi tersenyum tipis. Pemuda itu pemalu dan canggung, sangat mudah mengetahuinya dari sikap tubuhnya. Ia berdiri dengan bahu turun dan punggung yang sedikit menunduk, pandangan matanya lebih sering tertunduk.

"Selamat siang Sugawara-san," sapanya sopan.

Sugawara tidak bisa menahan diri untuk tidak menepuk bahu pemuda itu keras. Begitulah Sugawara menujukkan antusiasmenya dalam pertemanan, sahabat-sahabatnya sering mengeluhkan kebiasaannya yang satu itu. Tenaga Sugawara tidak sesuai dengan penampilannya. Antusiasme pemuda itu sering menyebabkan memar pada tubuh teman-temannya.

"Kau ada urusan dengan Daichi?"

Yamaguchi mengangguk.

"Apa ini tentang debutmu?" tanya Sugawara bersemangat.

Yamaguchi merona malu dan mengangguk kecil. Menggaruk pipinya canggung.

"Wah! Waktunya sudah dekat ya! Aku tidak sabar menunggu debutmu Yamaguchi!" seru Sugawara antusias.

Yamaguchi adalah trainee di HQ Entertainment. Pemuda itu akan segera debut menjadi penyanyi solo. Sugawara cukup menyukai pemuda itu karena dia adalah pemuda yang baik.

"Yah… begitulah," Yamaguchi tertawa gugup. "Hanya saja aku tetap khawatir, aku tidak yakin bahwa debutku akan cukup sukses."

Sugawara menggelengkan kepala. Tangannya dilipat di dada dan tatapan matanya serius.

"Yamaguchi, kau sudah bekerja keras untuk dapat debut. Dan walaupun pekerjaan di dunia hiburan itu sulit, aku yakin kau akan berhasil. Kau memiliki suara yang bagus, aku yakin nyanyianmu akan banyak disukai!" ucap Sugawara tegas.

Pemuda itu sudah melihat potensi Yamaguchi. Saat pertama bergabung ia masih memiliki banyak kekurangan, tapi itu sama sekali tidak menutupi kenyataan bahwa pemuda itu bersuara merdu. Tentu saja ada alasan kenapa ia bisa terpilih sebagai penyanyi solo. Dia memang memiliki warna vokal yang kuat. Kemudian ia berlatih dengan giat sehingga kekurangan pada tekhnik vokalnya sudah menurun dengan signifikan.

Jika ada satu yang masih belum terasah, maka itu adalah kepercayaan diri Yamaguchi.

Pemuda itu pemalu, canggung, dan khawatiran. Tapi Sugawara yakin, pemuda itu secepatnya akan melihat bahwa tidak ada yang perlu dia ragukan dengan kemampuannya tersebut.

Yamaguchi tersenyum tipis. Wajahnya kembali merona. "Terima kasih pujiannya, Suga-san."

Sugawara tertawa ramah dan meninju—kali ini dengan pelan saja—bahu juniornya tersebut. "Sudah sana, cepat pergi temui Daichi."

Yamaguchi menangguk dan mengucapkan salam sebelum melanjutkan perjalannya. Sugawara menatapnya dengan pandangan hangat sebelum ikut pergi juga.

.

.

.

Sugawara menatap lekat ponselnya yang menampilkan aplikasi denah digital. Saat ini ia berjalan di daerah pertokoan. Jari mengusap layar, mencari apakah ada kafe nyaman yang bisa ia datangi.

Pemuda itu memakai jeans biasa, dan sebuah sweater berwarna kelabu cerah. Topi hitam menutupi rambut ash blonde alaminya yang cukup mecolok tersebut. Sebuah masker putih dikenakan. Kacamata berbingkai bulat dengan lenca cukup tebal ikut ia melengkapi penampilannya—dia tidak memakai kacamata hitam, benda itu malah akan membuatnya terlihat mencurigakan. Sebuah tas gitar berwarna hitam juga ia panggul.

Sugawara fokus dengan kepala tertunduk pada ponselnya. Masih belum menemukan tempat yang membuatnya tertarik.

Namun konsentrasinya pecah begitu mendengar teriakan. Sugawara berjengit, langsung sadar bahwa itu teriakan wanita. Dan bukan hanya satu orang.

Kesadaran itu membuatnya panik. berpikur itu adalah penggemarnya, yang tentu saja membuatnya berpikir akan menyebabkan keributan. Apalagi dengan gitar yang disandangnya, ia akan sangat kesulitan.

Saat Sugawara menyiapkan diri untuk berlari, seseorang menabraknya.

Kehilangan pijakan kaki dan ia panik kembali. Jatuh adalah hal yang buruk, jatuh dengan menyandang gitar, jauh lebih buruk lagi.

Tapi ia beruntung. Sugawara tidak ambruk ke jalan. Sebuah lengan memeluk bahunya, menahannya jatuh.

"Ah, gomen!" sahut orang yang menahannya jatuh dengan panik dan cemas.

Sugawara menoleh. Masih sedikit terkejut. Kemudian ia terkesiap, mata yang ditatapnya juga melebar tertegun.

Sugawara tidak akan melupakan wajah itu dengan mudah. Tidak setelah kesan pertama unik yang ia tinggalkan.

Dan walaupun Sugawara memakai samaran untuk menutupi mukanya, ia langsung dikenali. Mata cokelat itu mengedip dengan tatapan tak percaya.

"Suga-chan?!"

.

.