.

.

.

.

.

Oikawa berjalan dengan memeriksa ponselnya. Ini bukanlah tindakan yang baik, tapi dia ingin memastikan sekali lagi jadwalnya dan jadwal acara apa yang akan dibintangi oleh SHINE hari ini.

Ada satu acara variety komedi yang akan ditayangkan pada jam delapan malam nanti yang dibintangi Sugawara dan Yaku. Oikawa sudah akan selesai latihan sejam sebelum itu sehingga dia bisa menontonnya langsung, tak perlu merekamnya.

Pemuda itu tersenyum lebar.

"Oikawa-san!"

Oikawa menoleh. Dia melihat beberapa gadis tersenyum cerah padanya yang segera berlari kecil kearahnya.

Pemuda itu segera memasang senyum pangeran sekolah.

"Hallo, gadis-gadis, kalian sedang jalan-jalan?" sapanya berbasa-basi.

Gadis-gadis tersebut tersipu dan mengangguk. "Iya, Oikawa-san sendiri? Kau jalan-jalan sendirian saja?"

"Bergabung dengan kami saja!" seru yang lain sebelum Oikawa sempat menjawab.

"Iya, benar. Pasti akan menyenangkan!" yang lain ikut berseru antusias.

Oikawa menyunggingkan senyum simpul walaupun dalam hati dia sangat berbangga diri. Dia memang sangat populer dengan wanita sejak sekolah, dan tentu saja itu sangat menyenangkan. Siapa yang tidak suka menjadi idola seluruh penghuni sekolah?

Dia sendiri memang sedikit punya sifat sebagai cassanova. Senang dikelilingi para gadis yang menjadi penggemarnya. Jadi tentu saja ini adalah kesempatan yang menyenangkan menurutnya.

Oikawa akan mengiyakan permintaan saat ponselnya berdering nyaring. Lagu Aozora Stage yang dibawakan oleh SHINE berderu nyaring.

Oikawa buru-buru menatap layar ponselnya. Nama sahabat karibnya tertulis jelas, sebuah panggilan yang Oikawa wajib untuk angkat.

"Sebentar ya…" Oikawa melempar senyum minta maaf pada para gadis dan segera menempelkan ponsel ke telinganya.

"Moshi-moshi, Iwa-chan?"

"Oi Kusokawa," balas sahabatnya yang membuat Oikawa mengerucutkan bibir. Belum apa-apa, dia sudah diledek. "Kunci gedung gym ada di kau?"

Oikawa memikirkannya sejenak dan kemudian mengangguk pada diri sendiri. "Ya, ada padaku. Memangnya kenapa?"

"Pelatih ingin mengeluarkan semua peralatan yang sudah rusak, jadi kau harus datang satu jam sebelum latihan untuk membuka pintu gedung gym."

Oikawa menghela napas lelah. "Baiklah…" ucapnya pasrah.

"Ada apa Oikawa-san?" tanya gadis-gadis itu yang merasa terabaikan.

"Suara siapa itu?" Iwaizumi bertanya.

"Ah…"

"Gadis-gadis?" Oikawa menggaruk pipinya dengan tingkah kikuk walaupun sahabatnya itu tidak bisa melihat.

"Kau sedang jalan-jalan dengan klub penggemarmu?" Iwaizumi bertanya dengan nada sinis.

"Bukan. Aku tidak sengaja bertemu mereka," koreksi Oikawa.

"Dan mereka mengajakmu untuk bergabung? Dan kau ingin ikut, begitu?"

Sahabatnya itu bisa meramal atau apa?

"Oi!" Iwaizumi menggeram di telinganya. "Jangan ikut bergabung!"

"Ehhhh?! Kok tidak boleh?!" Oikawa protes.

"Kalau kau ikut dengan gadis-gadis itu, kau pasti akan terlalu terlena dengan perhatian mereka sampai lupa waktu! Aku kan sudah bilang kalau kau harus datang lebih cepat hari ini!"

"Tapi kan…" Oikawa mengeluh setengah merengek.

"Tidak ada tapi-tapian! Kau akan kutendang kalau terlambat. Jangan ikut mereka dan cepat pergi sana!"

Sambungan itu diputuskan begitu saja. Kalau ini adalah jaman telepon rumahan yang berkabel masih digunakan, Oikawa pasti sudah mendengar bunyi brak keras saat Iwaizumi membanting telepon saat menutup sambungan.

Oikawa melotot pada layar ponselnya seolah itu adalah wajah sahabatnya. Kemudian dengan helaan napas panjang dia kembali menghadap para gadis yang menungguinya. Ia sunggingkan senyum penuh bersalah.

"Maaf ya gadis-gadis, aku tidak bisa ikut… aku harus datang awal untuk latihan nanti."

"Yah…" para gadis itu mengeluh. Untuk beberapa menit singkat mereka berusaha membujuk Oikawa untuk tetap bersama mereka. Oikawa menolak dengan halus. Walaupun dengan berat hati ia buru-buru melepaskan diri dari penggemarnya itu. Ditendang Iwaizumi tidak akan sebanding dengan kesenangan dikelilingi gadis-gadis.

Dengan langkah sedikit terburu-buru Oikawa melanjutkan jalannya.

"Ahh! Oikawa-san!"

Oikawa refleks menoleh. Tiga orang gadis berteriak dengan nada kesenangan melihatnya dari seberang jalan.

Oikawa mengenal mereka sebagai beberapa gadis populer di kampusnya. Dan gadis-gadis itupun juga menyukainya dan sering mengajaknya mengobrol maupun berpergian.

Pastinya mereka sedang jalan-jalan dan ingin mengajaknya ikut serta saat ini.

Oikawa tersenyum lebar pada dirinya sendiri sebelum kemudian wajah garang sahabatnya yang tengah kesal berkelebat.

Dengan muram Oikawa hanya melambai dan mempercepat jalannya. Ia tidak mungkin berhenti dan mengobrol dengan mereka sebentar. Oikawa tidak yakin dia bisa menolak jika para gadis-gadis cantik itu mengajaknya.

Ia tenggelam dalam keluhan dan gerutuan untuk sahabatnya yang membuatnya harus menghilangkan kesempatan dikelilingi gadis-gadis manis sampai ia menabrak seseorang.

Atau mungkin juga orang itu yang menabraknya berhubung Oikawa menerima impak yang cukup kuat. Kalau bukan fakta dia adalah atlet yang memiliki postur tubuh kokoh dan refleks bagus, dia sudah kehilangan keseimbangan.

Tetapi orang yanng bertabrakan dengannya tidak memiliki keuntungan yang Oikawa punya. Orang tersebut oleng.

Oikawa yang selalu cepat awas, melihat bahwa orang tersebut memanggul langsung menyadari akan berbahaya jika orang tersebut jatuh tertimpa atau menimpa gitarnya.

Dengan pemikiran yang cepat ia mengulurkan tangan. Meraih pundak orang tersebut dan menahan dorongannya terjatuh.

Oikawa menghembuskan napas lega.

"Ah, gomen," ucapnya begitu merasa bahwa gravitasi tidak akan menarik mereka jatuh.

Orang itu menoleh mendengar suaranya. Mata dibalik kacamata bundar itu melebar.

Mata bundar dan besar dengan warna cokelat cerah yang hangat. Tampak familiar dikelilingi kulit putih halus dengan tahi lalat di salah satu bawah matanya. Helaian pirang keperakan hampir menyentuh sudut mata tersebut, beberapa helai rambut yang mencuat keluar dibalik topinya.

Oikawa mengedipkan mata beberapa kali.

Bagaimana mungkin dia tidak mengenali mata itu. Mata yang ada pada wajah yang ribuan kali ia tonton dari layar televisi maupun ponsel.

Rahang Oikawa jatuh menganga. Terlalu tercengang sampai kemudian ia berbisik dengan nada tak percaya yang sarat kagum.

"Suga-chan?"

Panggilan itu menyadarkan sosok yang ternyata sama tertegunnya dengannya.

"Oikawa-san! Kau tidak apa?"

Panggilan itu membuat keduanya menoleh. Oikawa mengintip dari balik bahunya. Tiga gadis tadi ternyata masih memperhatikannya. Ia kembali menoleh pada Sugawara Koushi yang menilai dari pakaian yang ia kenakan, saat ini tidak berniat diketahui publik.

"Oops…" Oikawa melepaskan tangannya dari pundak Sugawara dan beralih menggenggam pergelangan tangannya.

"Suga-chan, ke arah sini," bisik Oikawa dengan nada terburu-buru dan melangkah di setapak antara kafe dan toko, kemudian berbelok ke jalan yang diapit pertokoan, dan berbelok lagi untuk keluar dari area pertokoan tersebut.

Selama perjalanan itu Oikawa tidak menyadari Sugawara yang menatapnya lekat-lekat. Dia hanya fokus untuk mencari tempat yang lebih tak menarik perhatian.

"Kurasa kita tidak perlu bersikap seperti buronan yang melarikan diri."

Selaan dari suara ringan itu membuat Oikawa berhenti di tengah langkahnya. Ia menoleh. Melihat satu alis Sugawara terangkat menatapnya.

Barulah Oikawa sadar bahwa ia sudah seenaknya memegang tangan Sugawara tanpa izin, belum lagi menyeretnya ke tempat yang mungkin asing bagi idol tersebut.

Segera Oikawa melepaskan tangan Sugawara dengan tatapan panik dan bersalah.

"Su, Suga-chan, aku minta maaf! Aku tidak bermaksud seenaknya! Sungguh!" Oikawa mengatupkan tangannya dengan sikap minta maaf. Kesadaran bahwa dia sudah bersikap kurang ajar terhadap idolanya membuat Oikawa sudah ingin bersujud meminta ampun.

Perasaan paniknya baru terangkat setengahnya saat mendengar kekeh pelan dari Sugawara. "Aku mengerti kok. Kau hanya refleks saja."

"Tapi…" Oikawa menggaruk tengkuknya dengan sikap tak enak hati. Dia tidak ingin dianggap sebagai orang yang berbahaya oleh idola yang ia suka.

Sugawara mengibaskan tangan dan menggeleng. "Sungguh, kau tak perlu segan begitu kok. Aku tidak keberatan kalau ada fans yang mengenaliku dan menjadi kehebohan kecil-kecilan, tapi melarikan diri seperti di komik ataupun drama begitu asyik juga," jelasnya. Bahkan dengan tertutup masker, Oikawa masih bisa melihat bahwa pemuda itu nyengir lebar.

Mau tak mau Oikawa jadi tersenyum juga. walaupun begitu dia tetap bertanya untuk memastikan. "Suga-chan benar tidak merasa terganggu atau cemas karena tindakanku?"

Sugawara mengangguk kecil, kembali menghasilkan ekspresi senyum dengan wajah setengah tertutup. "Tidak kok. Aku tahu kau sedikit aneh, tapi tidak berbahaya."

"Aneh?!" Oikawa berseru tertegun. Terlalu terkejut untuk merasa tersinggung.

Mata Sugawara berkilat-kilat jenaka. "Siapa yang tidak menganggapmu aneh kalau kau mencium tangan laki-laki dengan sikap flamboyan begitu."

Lagi-lagi Oikawa ternganga. "Suga-chan ingat aku?!"

Sugawara tertawa, tawanya ringan dan cerah. "Kesanmu itu terlalu sulit dilupakan."

Oikawa nyengir lebar dengan dada yang dipenuhi perasaan senang. Idolanya mengingatnya! Ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak berteriak kegirangan.

"Ah, mumpung sekalian, aku ingin bertanya. Kau tau tempat yang enak untuk duduk dan bermain gitar?"

"Oh, Suga-chan ingin bermain gitar?"

Sugawara mengangguk. "Hari ini adalah hari luangku dan aku ingin bermain musik. Bisa saja sih aku bermain di rumah atau studio, tapi aku ingin tempat yang lebih terbuka."

Oikawa berpikir sebentar. "Kurasa tau."

Kemudian ia menuntun Sugawara menuju areal perumahan. Di sudut area perumahan tersebut ada taman kecil. Di satu sisi merupakan taman dengan petak-petak bunga dan sedikit pohon, dan di sisi yang satu lagi adalah taman bermain anak-anak. Dengan satu kotak pasir, dua ayunan, dan dua perosotan. Di tepinya ada kios yang menjual minuman dan jajanan.

Oikawa menyuruh Sugawara untuk duduk dulu di salah satu bangku taman sedangkan ia pergi membeli minuman. Ia kembali dengan dua minuman di tangan kepada Sugawara yang sudah mengeluarkan gitar dari tas gitarnya. Gitarnya berwarna krem ditempeli stiker logo SHINE. Oikawa mengulum senyum.

"Suga-chan~" Oikawa menyodorkan minuman.

"Thank you," sahut Suga ceria, menjulurkan tangan. Menyeruput dari sedotan.

"Hm!" ia berseru dengan mata membulat. "Mango banana juice, kau membeli kesukaanku?"

"Tentu saja. Aku kan fansmu!" Oikawa membusungkan dada bangga. Sugawara terkekeh kecil dan menyesap minumannya sekali lagi sebelum meletakkannya di bangku. Jari-jarinya kini bermain di leher gitar. Pemuda itu memetik nada acak.

Ia diam sebentar, hanya bermain sembarangan. "Omong-omong, kau sedang luang juga ya? Tidak apa nih menemaniku?"

Oikawa mengangguk. Jadwal latihan serta percakapannya dengan Iwaizumi beberapa waktu lalu sudah menguap dari otaknya. Saat ini yang ia tahu ia ingin berlama-lama dengan idolanya ini.

"Enaknya main apa ya…" Sugawara menggumam, terpekur lalu semerta-merta menoleh pada Oikawa.

"Kau paling suka lagu apa?"

Oikawa mengedipkan mata berpikir. "Semua lagunya SHINE," jawabnya kemudian dengan mantap.

"Eh, semuanya? Masa sih, pasti ada yang paling disuka," balas Sugawara mengangkat sebelah alis dengan ekspresi menyelidik.

"Aku suka semuanya, nggak mungkin bagiku memilih salah satunya," tukas Oikawa bersikeras.

Sugawara hanya nyengir. "Iya deh," sahutnya tetapi Oikawa merasakan seolah-olah Sugawara ikut saja ucapannya dan tidak sepenuhnya yakin. Hal itu membuat Oikawa memajukan bibirnya.

"Suga-chan, kau mana mungkin mengerti, tapi bagi seorang fans disuruh memilih album atau lagu mana yang paling mereka sukai sama seperti menanyai seorang ibu anak mana yang akan dia selamatkan saat kapal karam," ujar Oikawa dengan mimik wajah serius.

"Nah, kalau ini kau saja yang berlebihan," balas Sugawara sembari menggelengkan kepala tak habis pikir.

"Aku serius lho!" Oikawa bersikeras.

Sugawara melengos. "Baiklah, aku mengerti. Kalau begitu kau mau dengar lagu apa untuk saat ini?"

"Suga-chan akan menyanyikannya untukku?" seru Oikawa melongo. Menunjuk dirinya sendiri dengan tatapan tak percaya pada Sugawara.

Idol itu mengangguk santai. Seolah-olah semuanya biasa saja, dan mungkin baginya memang ini adalah hal remeh. Tapi bertemu tak sengaja dengan idolamu, kemudian berbincang dengannya berdua, lalu dia menyanyikan lagu untukmu adalah mimpi semua fans. Dan Oikawa saat ini sedang mengalami mimpi yang seharusnya mustahil itu.

Pemuda tinggi itu menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ia benar-benar ingin berteriak sekencang-kencangnya kalau saja tidak ingat teriakannya yang nyaring pernah membuat orang menelpon polisi karena mengira teriakannya itu seperti teriakan orang yang sekarat.

"Ayo, lagu apa?"

Oikawa segera memerintahkan jantungnya berhenti berdebum keras-keras agar dia bisa menjawab pertanyaan Sugawara. Ia memutar mata memikirkan dengan cepat lagu-lagu SHINE.

"Hum… Bagaimana dengan Perfect Day?"

Sugawara mengangguk. Ia menurunkan maskernya sehingga kini Oikawa bisa melihat seluruh wajahnya. Dan walaupun sudah bersama Sugawara selama setengah jam, tapi Oikawa tetap dibuat lemah oleh setiap perbuatan kecilnya.

Setengah jam mendengar tawa renyah dan cerah Sugawara. Entah bagaimana saat ini ia masih belum pingsan karena terlalu bahagia.

Sugawara mulai memetik senar. Nada-nada pendek, terdengar santai.

"Hari ini, hanya untuk hari ini…

Aku tidak pernah menginginkannya…

Tanpa hujan dan payung di langit…

Melewatkan bus di tengah perjalanan…"

Sugawara memulainya dengan suara yang rendah dan lembut. SHINE memiliki banyak lagu enerjetik dan ceria dengan tempo cepat, dan Sugawara sendiri memiliki tipikal suara yang cukup tinggi. Tetapi tetap ada lagu mereka yang sangat lembut dan nadanya rendah, dan mereka bisa menyanyikannya dengan pas.

"Tapi hari ini…

Settingnya sempurna dengan caranya sendiri…

Sepatu yang cantik…

Dimana ponselku?"

Suara Sugawara terus mengalir, nadanya mulai memiliki dinamis irama. Jernih dan teduh. Sangat pas di hari yang cerah. Lagu yang sangat cocok dengan musim semi.

"Kau tidak tahu…

Sebenarnya aku melakukan ini setiap hari…

Meski tidak ada yang terjadi…

Aku baik-baik saja ketika aku melihatmu, karena…

You make perfect day…"

Pada lirik terakhir itu, Sugawara mengerling padanya. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum samar yang membuat Oikawa mau tak mau tersipu.

"Kemarin seperti biasanya…

Hari ini seperti kemarin…

Besok seperti hari ini…

Itu sempurna bersamamu…

Akankah kau selalu bersama…

Aku membutuhkanmu…

You will make my perfect day

And I will give my love to you today…"

Oikawa tau. Oikawa tau itu adalah bagian dari lirik lagunya, tapi biarkan lah Oikawa berimajinasi sendiri. Larut dalam kebahagian berandai-andai bahwa kata-kata itu memang ditujukan padanya.

"Seperti ini di dalam bioskop,

Kita berdua sangat merasa baik,

Saling menendang kaki saat film diputar,

Mendengar spoiler dari orang di sebelah,

Tidak masalah

Menunggu di restoran yang tersudut,

Rasa makanannya biasa saja,

Tapi harganya…"

Di bagian ini Sugawara terkekeh. Oikawa ikut tersenyum geli. Lirik di bagian ini memang sedikit lucu. Lucu karena itu menyangkut pengalaman kencan yang sering kali orang pasti alami. Kencan ceroboh, kikuk, tapi menyenangkan.

"Kau tak tahu…

Aku sangat menantikan ini…

Bahkan jika tidak ada yang terjadi…

Tak apa karena kita bersama, karena…

You make the perfect day…"

Ketukan bagian itu berhenti. Jari-jari Sugawara bersiap memulai melodi verse yang menyenangkan.

Dan Oikawa membuka mulut. Ikut menyanyi.

"Kemarin seperti biasanya…

Hari ini seperti kemarin…

Besok seperti hari ini…

Itu sempurna bersamamu…

Akankah kau selalu bersama…

Aku membutuhkanmu…

You will make my perfect day

And I will give my love to you today…"

Mereka memadukan suara dengan baik. Oikawa benar-benar berusaha agar suaranya bisa seimbang dan lembut, namun begitu dia tetap menikmati dan menghayati dengan baik. Sugawara menganggukkan persetujuan.

"You will make my perfect day,

And I will give my love to you today!"

Mereka mengakhiri lagu dengan harmonis. Sugawara memetikkan beberapa ketukan penutup. Dan kemudian keduanya bersamaan bertepuk tangan.

"Woaaah! Luar biasa!" Oikawa berseru dengan nada kagum. Ia bertepuk tangan dengan meriah sama seperti ketika dia pertama kali menghadiri konser SHINE.

Sugawara terkekeh geli dan hanya menggelengkan kepala.

"Suaramu benar-benar bagus Suga-chan!"

"Terima kasih," sahut Sugawara tersenyum kecil. Ia mendengarkan Oikawa memujinya untuk beberapa menit lagi.

Pujian adalah hal yang biasa ia dapatkan. Tapi masih tetap membuatnya sedikit malu kalau berasal dari orang asing. Setidaknya teman-temannya selalu mengiringi pujian mereka dengan candaan sehingga Sugawara bisa tertawa alih-alih merasa canggung.

Suara dering ponsel Sugawara, yang merupakan rekaman suara Yaku dan Hinata meneriakkan kata 'ring ring ring!'. Potongan audio dari salah satu adegan variety show yang mereka isi sebagai bintang tamu. Sugawara mendapati adegan tersebut begitu lucu sampai-sampai ia menjadikan rekaman itu dering ponselnya, tak peduli Yaku dan Hinata sudah memohonnya untuk mengganti nada deringnya.

"Ya, moshi-moshi?" Sugawara menjawab dan untuk beberapa saat hanya mendengarkan sejenak. "Baiklah, akan kubantu. Aku akan segera kesana, tunggu sebentar ya," ucapnya menyelesaikan teleponnya.

Pemuda berkulit pucat itu lalu menoleh pada Oikawa dan memberinya senyum bersalah. "Maaf ya, aku sudah harus pergi."

Oikawa menggeleng. Walaupun ia hanya sejenak menghabiskan waktu dengan idolanya tersebut, ia sudah bersyukur sekali.

"Tidak apa kok. Suga-chan akan pulang dengan apa?"

"Aku panggil taksi online saja," jawab Sugawara melambaikan ponselnya dan segera mengutak-atik aplikasi pemesanan.

Ia beruntung mendapatkan taksi online yang sedang tak jauh jaraknya dengannya sehingga orang tersebut berkata bisa menjemputnya dalam waktu sepuluh menit atau kurang. Oikawa menawarkan untuk menemani Sugawara berjalan ke ujung jalan dimana taksi pesanan Sugawara akan menjemputnya.

"Terima kasih sudah menemaniku." Sugawara membalik badannya menghadap Oikawa begitu mobil yang ia pesan sudah menepi di trotoar.

"Tidak, seharusnya aku yang berterimakasih Suga-chan mau menghabiskan waktu berharganya denganku," sahut Oikawa tulus.

Sugawara terkekeh pelan, melambai pada Oikawa sembari ia memasuki mobilnya. Dan masih melambai begitu mobil mulai berjalan.

Oikawa berdiri memperhatikan di tepi sana. Sampai ia melihat jendela mobil di naikkan dan mobil itu hilang dari penglihatannya saat berbelok.

Oikawa menghela napas. Ekspresinya mendamba. Masih terlena dalam euforia perasaan ketidakmungkinan dan keberuntungan yang ia alami.

"Malam ini jelas aku tidur nyenyak sekali," gumamnya. Ia akan tertidur pulas tanpa mimpi. Untuk apa bermimpi kalau kenyataan yang ia alami jauh lebih indah?

"Aku tidak sabar untuk pulang dan mendengarkan ulang SHINE." Ia berjalan dengan langkah lebar dan ringan. Berniat menghabiskan waktunya melamunkan kejadian hari ini.

Toh, ia tidak melakukan apapun lagi.

Tunggu dulu…

Oikawa berhenti di tengah langkahnya. Masa iya ia tidak punya kegiatan apapun. Kenapa rasanya aneh saat berpikir bahwa ia libur hari ini?

"Oh, shit! Latihan! Aku harus datang awal kata Iwa-chan!" wajah tampan pemuda itu langsung pucat. Mengecek jamnya dengan panik dan menyadari bahwa ia masih punya waktu walaupun harus sangat bergegas.

Oikawa mengambil ancang-ancang untuk bersiap berlari. Tapi satu pikiran kembali terbesit di kepalanya.

Sedetik kemudian, sebuah jeritan penuh rasa penderitaan memenuhi areal perumahan itu.

"AKU LUPA MINTA FOTO BARENG!"

.

.

.

A/N:

Hi, I'm back with this slightly longer chapter.

I just realise I only update this fic once a year. LOL. Do I feel guilty? Nope :) and expect update that slower than this because I don't have any idea anymore how to make it to their next interaction.

Kalau mau sedekah ide untuk pertemuan mereka selanjutnya, boleh. Aku membuka kotak amal ide :DD

Untuk lagu yang kuselipin, itu adalah lagu Perfect Day yang dinyanyikan oleh Band asal Korea bernama SORAN. Dan walaupun itu band, silahkan bayangin aja gimana grup idol bisa membawakannya, soalnya menurutku pasti bisa :) (iya, saya sedng memaksakan pendapat saya, lol.)

See you next—probably next year, lol—update.

Ai19